RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 7/PUUXIII/2015 Penentuan Bilangan Pembagi Pemilih Jika Dilakukan Pembentukan Daerah Kabupaten/Kota Setelah Pemilihan Umum I. PEMOHON Pemohon I : Partai Hati Nurani Rakyat Pemohon II : Partai Amanat Nasional Pemohon III : Zulharman Kuasa Hukum Refly Harun, S.H., M.H., LL.M., Maheswara Prabandono., S.H., dan Ahmad Irawan., S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 1 dan 2 Desember 2014 II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji UndangUndang adalah: Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 menyatakan, Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi ; Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyatakan, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undangundang terhadap UndangUndang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UndangUndang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum ; 1
Pasal 10 ayat (1) UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang telah diubah dengan UndangUndang Nomor 8 Tahun 2011 yang menyatakan, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: (a) menguji undangundang terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; Mahkamah Konstitusi dibentuk sebagai lembaga pengawal konstitusi (the guardian of constitution). Apabila terdapat UndangUndang yang bertentangan dengan konstitusi, Mahkamah Konstitusi dapat menyatakannya tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat baik secara keseluruhan maupun bagianbagian dari UndangUndang tersebut. IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) Pemohon I dan Pemohon II adalah peserta Pemilu Tahun 2014 di Kabupaten Muara Enim yang berpotensi kehilangan kursi yang telah didapatkan dan disahkan dalam pengisian keanggotaan DPRD di Kabupaten Muara Enim, akibat adanya permasalahan bila ditetapkan bilangan pembagi pemilih yang baru. Pemohon III adalah warga Negara Indonesia yang berpeluang menjadi anggota DPRD Kabupaten Muara Enim. Dengan hilangnya kursi Pemohon I dan Pemohon II maka berdampak kepada Pemohon III yang merupakan Caleg Partai Hanura (Pemohon I) tidak dapat melakukan penggantian antar waktu (PAW). V. NORMANORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DI UJI DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA MATERIIL Norma yang diujikan yaitu: Pasal 158 ayat (1) UU 23/2014: Dalam hal dilakukan pembentukan daerah kabupaten/kota setelah pemilihan umum, pengisian anggota DPRD kabupaten/kota di daerah kabupaten/kota induk dan daerah kabupaten/kota yang dibentuk setelah pemilihan umum dilakukan dengan cara: a. menetapkan jumlah kursi DPRD kabupaten/kota induk dan Daerah kabupaten/kota yang dibentuk setelah pemilihan umum berdasarkan 2
jumlah penduduk sesuai dengan ketentuan dalam undangundang mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD; b. menetapkan perolehan suara partai politik dan calon anggota DPRD kabupaten/kota berdasarkan hasil pemilihan umum di daerah pemilihan Daerah kabupaten/kota induk dan Daerah kabupaten/kota yang dibentuk setelah pemilihan umum; c. menentukan bilangan pembagi pemilih berdasarkan hasil pemilihan umum di daerah pemilihan daerah kabupaten/kota induk dan daerah kabupaten/kota yang dibentuk setelah pemilihan umum; d. menentukan perolehan kursi partai politik peserta pemilihan umum berdasarkan hasil pemilihan umum di daerah pemilihan Daerah kabupaten/kota induk dan Daerah kabupaten/kota yang dibentuk setelah pemilihan umum; e. menetapkan calon terpilih dari daftar calon tetap untuk mengisi kursi sebagaimana dimaksud pada huruf d berdasarkan suara terbanyak. B. NORMA UNDANGUNDANG DASAR 1945. Pasal 27 ayat (1): Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Pasal 28D ayat (1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Pasal 28D ayat (3): Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Menurut para Pemohon, Pasal 409 UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah mencabut ketentuan Pasal 1 angka 4, Pasal 314 sampai dengan Pasal 412, dan Pasal 418 sampai dengan Pasal 3
421 UndangUndang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu, pengaturan sepanjang terkait dengan DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota, maka pengaturannya terdapat di dalam UU Pemerintahan Daerah; 2. Tata cara pengisian keanggotaan DPRD sebagaimana diatur dalam Pasal 158 ayat (1) huruf c UU 23/2014 yang dilakukan dengan cara menentukan bilangan pembagi pemilih berdasarkan hasil pemilihan umum di daerah pemilihan daerah kabupaten/kota induk dan daerah kabupaten/kota yang dibentuk setelah pemilihan umum menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil pada para Pemohon karena mengakibatkan hilangnya kursi keanggotaan di DPRD Kabupaten Muara Enim; 3. Dengan keberlakuan pasal a quo maka akan terjadi perubahan komposisi kursi partai politik yang akan mendapatkan kursi di daerah kabupaten Muara Enim apabila dilakukan penataan kabupaten induk dan pengisian anggota DPRD di kabupaten pemekaran; 4. Penentuan bilangan pembagi pemilih (BPP) yang baru menyebabkan hilangnya kursi yang sebelumnya telah dimiliki para Pemohon. Dengan demikian Pasal 158 ayat (1) huruf c UU 23/2014 merupakan norma yang tidak memiliki kepastian hukum yang adil dan bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945. 5. Ketidakpastian hukum terjadi karena BPP yang lama sudah ditetapkan dan dilaksanakan berdasarkan Dapil masingmasing sesuai dengan pelaksanaan Pasal 4 ayat (2) huruf e UU 8/2012 bahwa tahapan penyelenggaraan Pemilu meliputi penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan, maka sebenarnya BPP untuk penentuan kursi di Kabupaten Muara Enim telah ada sebelumnya sehingga menurut Pemohon, dengan tidak adanya perubahan Dapil di daerah induk dan di daerah pemekaran baru, maka tidak ada perubahan BPP, apalagi jumlah kursi di DPRD Kabupaten Muara Enim tidak berubah jumlahnya setelah dilakukan penataan; 6. Mahkamah Konstitusi pernah mengadili dan memutus kasus yang serupa pada tanggal 27 Agustus 2010. Di dalam Putusan MK Nomor 124/PUUVII/2009, Mahkamah Konstitusi memiliki pendapat...maka pengisiaan 4
keanggotaan DRPDnya tidak dilakukan dengan membentuk Dapil dan BPP baru sebagaimana dilakukan oleh Pihak terkait KPU. Pembentukan Dapil baru demikian bertentangan dengan Pasal 29 ayat (4) UU 10/2008 yang menyatakan, Penataan daerah pemilihan di kabupaten/kota induk dan pembentukan daerah pemilihan di kabupaten/kota baru dilakukan untuk Pemilu berikutnya ; 7. Apabila Pasal 158 ayat (1) huruf c UU 23/2014 diberlakukan sebagai dasar penataan dan pengisian keanggotaan DPRD pada daerah induk dan pemekaran maka dapat dipastikan bahwa para Pemohon akan kehilangan kursi. Apabila awalnya Pemohon I memperoleh 4 kursi (1 fraksi) akan menjadi 3 kursi, Pemohon II yang semula 4 kursi (1 fraksi) akan menjadi 3 kursi, PPP yang semula mendapat 5 kursi (unsur wakil pimpinan) akan menjadi 4 kursi 8. Kehadiran pasal a quo menutup peluang bagi para Pemohon untuk duduk sebagai wakil rakyat dan partai politik akan kehilangan kursi di DPRD yang sebelumnya telah mereka miliki. VII. PETITUM 1. Menerima Permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Pasal 158 ayat (1) UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) bertentangan dengan UUD 1945 bila dimaknai berlaku juga terhadap Daerah Kabupaten/Kota induk yang jumlah kursinya tetap sama setelah diadakan pemekaran; 3. Menyatakan Pasal 158 ayat (1) UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat bila dimaknai berlaku pula terhadap Daerah Kabupaten/Kota induk yang jumlah kursinya tetap sama setelah diadakan pemekaran; 4. Putusan ini tetap berlaku sekalipun sudah ada pengisian anggota DPRD baik untuk kabupaten induk maupun kabupaten hasil pemekaran; 5
5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau, apabila Majelis Hakim Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadiladilnya (ex aquo et bono). 6