BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suci Primayu Megalia, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. matematika yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving),

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan cepat dari berbagai belahan dunia manapun. Untuk mempelajari informasi

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi siswa yaitu Sekolah. Melalui pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung sejak lama dan sudah dilalui beberapa pembuat kebijakan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fauzi Yuberta, 2013

BAB I PENDAHULUAN. penalaran logis, sistematis, kritis, cermat, kreatif dan inovatif dalam

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maya Siti Rohmah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Balitbang Depdiknas (2003) menyatakan bahwa Mata pelajaran

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Manusia tidak

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diana Utami, 2014

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam setiap kurikulum pendidikan nasional, mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurul Qomar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat bersaing dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang dilakukan

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah. Mata pelajaran matematika memiliki tujuan umum yaitu memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matematika sebagai ilmu yang timbul dari pikiran-pikiran manusia yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Komala Dewi Ainun, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara nasional, pendidikan merupakan sarana yang dapat mempersatukan setiap warga negara menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pernyataan ini juga di ungkapkan oleh Bambang R (dalam Rbaryans, 2007) yang menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan suatu landasan dan kerangka perkembangan ilmu

1. PENDAHULUAN. perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan pelajaran yang penting, banyak aktivitas yang dilakukan manusia berhubungan dengan matematika, sebagaimana pendapat Niss (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Salah satu alasan utama diberikan matematika kepada siswa-siswa di sekolah adalah untuk memberikan kepada individu pengetahuan yang dapat membantu mereka mengatasi berbagai hal dalam kehidupan, seperti pendidikan atau pekerjaan, kehidupan pribadi, kehidupan sosial dan kehidupan sebagai warga Negara. Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua tujuan besar yaitu: tujuan bersifat formal, yang memberi tekanan pada penataan nalar anak sebagai cara pembentukan pribadi anak, dan tujuan yang bersifat material, memberi tekanan pada penerapan matematika serta kemampuan memecahkan masalah matematika. Sesuai dengan tujuan formal tersebut, pendidikan matematika dapat menata nalar siswa agar mereka menjadi siswa yang befikir kritis karena dalam proses pembelajaran matematika daya nalar siswa senantiasa diasah. Dengan tujuan yang bersifat material tersebut siswa dapat menerapkan materi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari dan mereka dapat memecahkan soal-soal matematika. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan matematika menjadi bagian yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas generasi. Tujuan pendidikan matematika tersebut sejalan dengan tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan oleh NCTM (National Council of 1

Teachers of Mathematics) tahun 1999 yang dikenal dengan kemampuan matematis (mathematical Power) yaitu: 1) Kemampuan pemecahan masalah (problem solving), 2) Kemampuan penalaran (reasoning), 3) Kemampuan berkomunikasi (communication), 4) Kemampuan membuat koneksi (connection), 5) Kemampuan representasi (representation). Tujuan pembelajaran matematika yang dirumuskan oleh NCTM tersebut juga sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika yang tercantum dalam KTSP tahun 2006 (Depdiknas, 2006) yaitu : 1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah, 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, 4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematikan serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah 2

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran matematika di Indonesia sejalan dengan apa yang telah dirumuskan oleh NCTM yaitu untuk membentuk beberapa keterampilan pada siswa yaitu: 1) kemampuan pemecahan masalah; 2) kemampuan komunikasi matematis; 3) kemampuan koneksi matematis; 4) kemampuan penalaran matematis; dan 5) kemampuan representasi matematis. Salah satu keterampilan matematika (doing math) yang harus dicapai oleh siswa adalah penalaran (reasoning). Penalaran ini sangat dekat dengan karakteristik matematika. Russeffendi (Saragih, 2007: 9) menyatakan bahwa untuk menumbuhkan berfikir logis siswa tidak sulit, sebab penalaran itu sesuai dengan hakikat matematika itu sendiri. Jadi dalam mempelajari matematika mutlak diperlukan kemampuan bernalar. Menurut Encyclopedia Britanica (dalam Rudolf, 2010: 27) penalaran adalah a mental process and the name of philosophical concept aspects which are treated under thought processes type of. Maksudnya adalah suatu proses mental dan suatu konsep pada cabang filsafat yang menyadarkan diri pada proses berfikir. Penalaran adalah proses yang dilakukan untuk mencapai kesimpulan yang logis berdasarkan pengkaitan fakta dan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan fakta tersebut serta berbagai sumber yang relevan. Aktivitas bernalar harus dilakukan oleh para siswa, jika mereka tidak melakukan aktivitas berfikir ketika belajar maka apa yang mereka peroleh hanya sekedar hafalan dan tidak memahami inti ataupun konsep dari materi yang telah dipelajari. Dengan adanya aktivitas penalaran ketika belajar maka siswa akan mendapatkan suatu kesimpulan 3

yang benar mengenai materi yang dipelajari karena sudah melalui proses berfikir yang logis ketika belajar. Kemampuan lain yang harus dicapai oleh siswa dalam pembelajaran matematika adalah komunikasi matematis. Kemampuan komunikasi matematis merupakan kesanggupan/kecakapan seorang siswa untuk dapat menyatakan dan menafsirkan gagasan matematika secara lisan, tertulis, atau mendemonstrasikan apa yang ada dalam soal matematika (Departemen Pendidikan Nasional, 2006: 24). Komunikasi matematis merupakan kemampuan siswa dalam menyampaikan ide-ide atau gagasan matematika yang telah dipelajarinya. Menurut Baroody (www.edukasi-online.com) sedikitnya ada 2 alasan penting yang menjadikan komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu menjadi fokus perhatian yaitu (1) mathematics as language (matematika sebagai bahasa); matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk menemukan pola, atau menyelesaikan masalah namun matematika juga an invaluable tool for communicating a variety of ideas clearly, precisely, and succintly, dan (2) mathematics learning as social activity; sebagai aktivitas sosial, dengan adanya interaksi antar siswa, dengan guru dalam mengkomunikasikan ide matematika. Uraian tentang pentingnya komunikasi matematis juga dideskripsikan dalam NCTM tahun 1996 (dalam www.edukasi-online.com) yaitu sebagai berikut: 1. Komunikasi dapat membantu mempertajam cara berpikir siswa dan mempertajam kemampuan siswa dalam melihat berbagai keterkaitan materi matematika; 4

2. Komunikasi merupakan alat untuk mengukur pertumbuhan pemahaman; dan merefleksikan pemahaman matematika para siswa; 3. Melalui komunikasi, siswa dapat mengorganisasikan dan mengkonsolidasikan pemikiran matematika mereka; 4. Komunikasi antar siswa dalam pembelajaran matematika sangat penting untuk: pengkonstruksian pengetahuan matematika, pengembangan pemecahan masalah, dan peningkatan penalaran, menumbuhkan rasa percaya diri, serta peningkatan keterampilan sosial. Oleh karena itu, komunikasi matematis merupakan hal penting yang harus dicapai dalam proses pembelajaran matematika. Hal-hal yang akan dilihat pada komunikasi matematis siswa menurut Utari (dalam Noor Istiqomah, 2007: 31) adalah sebagai berikut : 1. Mereflesikan benda-benda nyata, gambar, atau ide-ide matematika; 2. Membuat model situasi atau persoalan menggunakan metode oral, tertulis, konkrit, grafik, dan aljabar; 3. Menggunakan keahlian membaca, menulis, dan menelaah, untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide, simbol, istilah, serta informasi matematika; 4. Merespon suatu pernyataan/persoalan dalam bentuk argumen yang meyakinkan. Namun, realitas saat ini menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa masih rendah, belum menunjukkan hasil yang memuaskan bahkan memprihatinkan. Kondisi ini masih dilihat dari capaian hasil belajar yang 5

digambarkan secara kuantitatif, belum dilihat secara spesifik pencapaian kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa. Pada tingkat Internasional laporan TIMMS (Trends International Mathematics Science Study) tahun 2007, Indonesia berada pada urutan ke 36 dari 48 negara. Demikian juga perolehan hasil nilai Ujian Nasional siswa yang belum memperlihatkan hasil yang memuaskan. Selain itu Mendiknas (2010) dari hasil perolehan nilai Ujian Akhir Nasional (UAN) juga menyebutkan, mata pelajaran Matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang angka ketidaklulusannya tinggi untuk jurusan IPS (15,11 %) dan Agama (28,17 %). Ini menunjukkan bahwa sistem pembelajaran dalam matematika perlu suatu inovasi perubahan atau perbaikan. Rendahnya kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa dapat dilihat pada salah satu soal yang diberikan oleh guru di MTsN 2 Kota Medan kepada para siswa. Ketika guru memberikan soal sebagai berikut Amir memiliki 40 kelereng berwarna merah dan 35 berwarna putih. Kelereng ini akan dibagikan kepada temannya, sehingga masing-masing mendapat kelereng 8 kelereng merah dan 7 kelereng putih. Tulislah pernyataan tersebut dalam bentuk aljabar, dan berapa banyak teman Amir yang mendapat kelereng? Dari soal yang diajukan tersebut, para siswa hanya menjawab dengan model sebagai berikut : Gambar 1.1 Cara siswa menjawab soal Sumber: Buku Latihan Siswa 6

Dari jawaban soal siswa tersebut terlihat bahwa kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa masih rendah. Ketika mereka ditanya dari mana 5m dan 5p mereka kesulitan menjawabnya, dan mereka hanya sekedar memberikan jawaban tanpa memikirkan apakah jawaban bentuk aljabar tersebut benar atau salah, hanya sekedar jawaban verbal. Dan ketika ditanyakan berapa teman Amir yang memperoleh kelereng masih ada yang bingung berapa jawabannya. Demikian juga dalam menyelesaikan soal, proses jawaban siswa belum lengkap dan sistematis. Sementara proses penyelesaian jawaban dapat kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran. Untuk melihat apa penyebab rendahnya kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa, maka salah satu yang perlu dicermati adalah proses pelaksanaan pembelajaran. Karena pada saat proses pembelajaranlah materi pelajaran dapat dipahami oleh siswa. Rendahnya kemampuan siswa tidak terlepas dari peran guru dalam mengelola pembelajaran. Pada proses pembelajaran guru cenderung memindahkan pengetahuan yang dimiliki ke pikiran siswa, mementingkan hasil dari pada proses, mengajarkan secara urut halaman per halaman tanpa membahas keterkaitan antar konsep atau masalah. Dalam kondisi seperti ini, akhirnya tidak jarang guru hanya memberikan catatan pelajaran kemudian menjelaskannya. Pembelajaran menjadi berpusat pada guru (teacher oriented), sementara siswa siswa jadi pasif karena hanya mendengarkan dan mencatat pelajaran yang diberikan oleh guru. Aktivitas pembelajaran seperti ini mengakibatkan terjadinya penghafalan konsep dan prosedur, sehingga aktivitas penalaran dan komunikasi siswa rendah karena tidak distimulus oleh guru. Guru sering memberikan soal kepada siswa yang berasal dari buku paket untuk 7

dikerjakan di rumah, soal tersebut tidak menstimulus komunikasi dan penalaran siswa, seperti soal dibawah ini: Gambar 1.2 Cara Siswa Menjawab Soal Sumber: Buku Latihan Siswa Dari soal tersebut kita lihat, siswa menyelesaikan soal hanya mengikuti algoritma yang sudah ada. Siswa tidak dirangsang oleh guru untuk melakukan proses berfikir untuk menentukan berapa hasil pemetaan yang memungkinkan. Sehingga siswa kesulitan untuk menentukan bentuk pemetaan yang selanjutnya. Selama ini siswa hanya mencatat dan mendengarkan penjelasan guru. Pembelajaran masih menekankan pada hasil dan siswa tinggal menggunakan rumus dan algoritma yang sudah ada. Siswa biasanya hanya diberi rumus, contoh soal dan latihan. Oleh karena itu pembelajaran yang berpusat pada guru sudah dianggap tradisional dan tidak cocok lagi digunakan, sebab siswa tidak kreatif dalam mengekspresikan ide-ide mereka, dan hanya diberi informasi yang 8

berkenaan dengan materi. Siswa hendaknya dapat membangun sendiri konsep berpikirnya yang berkaitan dengan ide-ide dan konsep matematika. Untuk itu perlu dirancang sebuah proses pembelajaran yang akan meningkatkan pengetahuan siswa seperti yang dikemukakan oleh Zamroni (Risna, 2011) tentang paradigma baru pendidikan matematika, ia menyatakan bahwa: Paradigma baru pendidikan lebih menekankan pada peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Siswa harus aktif dalam pencarian dan pengembangan pengetahuan. Kebenaran ilmu tidak terbatas pada apa yang disampaikan oleh guru. Guru harus mengubah perannya, tidak lagi sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indoktriner, tetapi menjadi fasilitator yang membimbing siswa ke arah pembentukan pengetahuan oleh diri mereka sendiri. Melalui peradigma baru tersebut diharapkan di kelas siswa aktif dalam belajar. Aktif berdiskusi, berani menyampaikan gagasan dan menerima gagasan dari orang, memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Slameto (2003: 65) bahwa agar siswa dapat belajar dengan baik maka metode mengajar harus diusahakan dengan tepat, seefisien dan seefektif mungkin. Karena betapapun tepatnya bahan ajar matematika yang telah ditetapkan, itu belum menjamin tercapainya tujuan pendidikan. Dari berbagai pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa guru adalah orang yang paling dekat dengan siswa, untuk itu guru perlu memikirkan dan menerapkan sebuah pendekatan pembelajaran yang berbeda dengan pendekatan yang dipakai setiap hari. Guru harus mengubah perannya sebagai pusat informasi menjadi fasilitator dalam belajar, dengan siswa diajak untuk membangun pengetahuannya sendiri. Pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru, tetapi berpusat pada siswa, sehingga siswa terlibat aktif dalam pembelajaran serta dapat membangun kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa. 9

Maka dalam hal ini pendekatan yang dipilih untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa adalah pendekatan pembelajaran problem posing. Dipilihnya pendekatan ini karena dalam proses pembelajaran siswa diajak untuk membentuk soal sendiri, yang kemudian nanti akan diselesaikan oleh siswa lain atau kelompok yang lain dan bisa juga dikerjakan oleh siswa itu sendiri. Upaya membantu siswa memahami soal dapat dilakukan dengan menulis kembali soal tersebut dengan kata-katanya sendiri, menuliskan soal dalam bentuk lain atau dalam bentuk operasional. Problem Posing dapat diartikan membangun atau membentuk permasalahan. Pembentukan soal atau pembentukan masalah mencakup dua macam yaitu : 1) pembentukan soal baru atau pembentukan soal dari situasi atau pengalaman siswa, dan 2) pembentukan soal dari soal lain yang sudah ada (dalam Hamzah, 2003). Mengenai peranan problem posing dalam pembelajaran matematika, Sutiarso (dalam http://blog.muhfida.com/?page_id=25) menjelaskan bahwa problem posing adalah suatu bentuk pendekatan dalam pembelajaran matematika yang menekankan pada perumusan soal, yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir matematis atau menggunakan pola pikir matematis. Problem posing juga sangat penting dalam kurikulum matematika karena di dalamnya terdapat inti dari aktivitas matematika, termasuk aktivitas di mana siswa membangun masalahnya sendiri. Silver dan Simon (dalam http://blog.muhfida.com/?page_id=25) mengemukakan bahwa beberapa aktivitas problem posing mempunyai tambahan manfaat pada perkembangan pengetahuan dan pemahaman anak terhadap konsep penting matematika. 10

Selanjutnya semakin bertambah banyak pendidik matematika yang menganjurkan agar siswa diberi kesempatan secara teratur untuk menulis soal (masalah) matematikanya sendiri. National Council Of Teacher Mathematics 1989 (dalam http.www.jurnalnctm.com) menjelaskan pendekatan pengajuan soal dapat membantu siswa dalam mengembangkan keyakinan dan kesukaan terhadap matematika, sebab ide-ide matematika siswa dicobakan untuk memahami masalah yang sedang dikerjakan dan dapat meningkatkan performannya dalam pemecahan masalah. Oleh karena itu pembelajaran problem posing ini sangat mempengaruhi penalaran dan komunikasi matematis siswa. Dalam kurikulum pendidikan matematika di Amerika (NCTM Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics, 1989) menganjurkan agar siswa-siswa diberi kesempatan yang banyak untuk melakukan investigasi dan merumuskan pertanyaan-pertanyaan soal-soal dari situasi masalah. Penerapan pendekatan problem posing dapat dilakukan secara kelompok maupun individu. menurut Wina (dalam Widyantini: 2008) pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam strategi pembelajaran kelompok, yaitu adanya peserta dalam kelompok, adanya aturan kelompok, adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, dan adanya tujuan yang harus dicapai. Dalam hal ini siswa akan bekerja sama untuk memaksimalkan kemampuan mereka secara bersama-sama. Siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok kecil, kemudian mereka secara kelompok mendiskusikan soal yang akan diajukan oleh kelompok mereka berdasarkan situasi yang diberikan oleh guru. Pembentukan kelompok dalam 11

pembelajaran sangat efektif meningkatkan kemampuan siswa karena didasarkan pada filosofi getting better together, yang artinya untuk mendapatkan hasil belajar yang terbaik hendaklah dilakukan secara bersama-sama. Penerapan pembelajaran berkelompok ini diupayakan agar mampu meningkatkan penalaran dan komunikasi matematis siswa. Ini bisa terjadi apabila hubungan kerja sama antar siswa terjalin dengan baik, komunikasi tercipta secara ideologis, partisipasi terbina secara efektif serta hubungan saling percaya terbina dengan baik. Pembelajaran yang berorientasi kepada penciptaan iklim yang kondusif dapat membangun kerja sama, berbagai informasi, pengetahuan dan pengalaman antar sesama siswa maupun guru. Hal ini berbeda dengan pendekatan problem posing secara individu. Karena belajar secara individual berbeda dengan belajar kelompok. Dalam pembelajaran secara individual siswa bekerja sendiri, memikirkan sendiri soal yang akan diajukan dan menyelesaikan sendiri masalah yang disajikan. Oleh karena itu dalam pembelajaran secara individual ini kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa juga dapat meningkat karena siswa dipacu dan berusaha untuk mengajukan soal dan menyelesaikan pertanyaan. Oleh karena itu penulis merasa perlu melakukan penelitian dengan membandingkan penerapan pendekatan problem posing kelompok dan individu terhadap peningkatan komunikasi dan penalaran matematika siswa.. Judul penelitian tersebut adalah sebagai berikut: Perbedaan Peningkatan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa MTsN Kota Medan Antara yang Diajar melalui Pendekatan Problem Posing Secara Kelompok dan Individu. 12

1.2. Identifikasi Masalah Dari latar belakang diatas, maka ditemukan identifikasi masalah: 1. Hasil belajar matematika siswa rendah 2. Kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah 3. Kemampuan penalaran matematis siswa rendah 4. Siswa tidak memahami konsep materi pelajaran 5. Proses pembelajaran masih didominasi oleh guru 6. Dalam menyampaikan pelajaran, guru masih terfokus pada buku ajar 7. Proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal belum sistematis 1.3. Batasan Masalah Dari berbagai masalah yang diuraikan diatas, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti : 1. Kemampuan penalaran siswa yang masih rendah 2. Kemampuan komunikasi matematis siswa rendah 3. Proses pembelajaran masih didominasi oleh guru, dan siswa cenderung pasif 4. Dalam menyampaikan pelajaran, guru masih terfokus pada buku ajar 5. Proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal belum sistematis 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 13

1. Apakah peningkatan penalaran matematis siswa yang diajar melalui pendekatan problem posing secara kelompok lebih tinggi daripada siswa yang diajar melalui pendekatan problem posing secara individu? 2. Apakah peningkatan komunikasi matematis siswa yang diajar melalui pendekatan problem posing secara kelompok lebih tinggi daripada siswa yang diajar melalui pendekatan problem posing secara individu? 3. Bagaimana proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal-soal penalaran dan komunikasi matematis yang diberikan pada masing-masing pembelajaran 1.5. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Peningkatan penalaran matematis yang lebih tinggi antara siswa yang diajar melalui pendekatan pembelajaran problem posing kelompok dan siswa yang diajar melalui pendekatan problem posing secara individu 2. Peningkatan komunikasi matematis yang lebih tinggi antara siswa yang diajar melalui pendekatan problem posing secara kelompok dan siswa yang diajar melalui pendekatan problem posing secara individu 3. Proses jawaban siswa dalam menyelesaikan tes penalaran dan komunikasi matematis yang diberikan pada masing-masing pembelajaran 14

1.6. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai masukan bagi para guru matematika khususnya agar dapat memberikan pendidikan secara persuasif terhadap siswa 2. Sebagai motivasi bagi para siswa bahwa perilaku, tindakan dan kendali diri dalam belajar matematika merupakan faktor yang paling menentukan hasil belajar siswa 3. Hasil penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan pendekatan pembelajaran sesuai dengan tujuan materi pelajaran dan karakteristik siswa 4. Bahan perbandingan atau rujukan bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian terkait topik penelitian ini. 15