BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama ( dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyimpang. Namun kini di beberapa Negara seperti Amerika, banyak yang

BAB I PENDAHULUAN. seperti rasa kasih sayang, rasa aman, dihargai, diakui, dan sebagainya.memenuhi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Era globalisasi telah mendorong timbulnya komunitas baru yakni

ditawarkan, dimana saja, kapan saja, dan siapa saja tanpa memandang batasan bisa mengakses internet. Kemunculan internet juga membawa kita mengenal me

ISSN : e-proceeding of Management : Vol.2, No.3 Desember 2015 Page 4396

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan ini, kita dituntut untuk menjalani aktifitas hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) saat ini sudah menjadi elemen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai individu yang kompleks memiliki orientasi

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil penelitian Yahoo!-TNSNet Index, aktivitas internet yang paling

Homoseksual Computer Mediated Communication 3. PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah fenomena tentang

BAB I PENDAHULUAN. Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Fokus Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Peneltian...

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. namun juga di negara berkembang salah satunya Indonesia. internet. Internet (singkatan dari interconnected networking)

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era digital, sosial media bukan lagi merupakan hal yang awam digunakan

I. PENDAHULUAN. merupakan suatu hal yang membanggakan. Kita dapat melihat hal tersebut dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penerima pesan atau yang biasa disebut dengan komunikan.manusia merupakan

FENOMENA KEINGINAN MENAMPILKAN DIRI PADA MAHASISWA MELALUI LAYANAN SITUS JEJARING SOSIAL FACEBOOK SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)

BAB 1 : PENDAHULUAN. manusia lainnya sebagai makhluk yang selalu digerakkan oleh keinginan-keinginan

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki personal branding, setidaknya untuk lingkungan terdekatnya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. tradisional. Ahlqvist, dkk (2008 dalam Sulianta, Feri 2015). Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan dengan data dari tahun 2008, mengenai. pengguna 16 juta orang menjadi lebih dari 1,4 milliar.

Sosialisasi sebagai proses belajar seorang individu merupakan salah. satu faktor yang mempengaruhi bagaimana keberlangsungan proses

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasar kodratnya, manusia ditakdirkan berpasang-pasangan membangun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal

BAB I PENDAHULUAN. penjual dan pembeli harus saling bertemu atau bertatap muka pada suatu tempat

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan bahwa homoseksual bukan penyakit/gangguan kejiwaan.di Indonesia

negeri namun tetap menuntut kinerja politisi yang bersih.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Saat ini pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Gambaran Umum Objek Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Saat ini pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Karena

BAB I PENDAHULUAN. dan McMullin (1992) (dikutip dalam Siahaan, 2009: 47) mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. banyak situs di dalamnya termasuk situs jejaring social. Mendengar kata-kata

1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 : PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia. Menurut World Health Organization (WHO) sehat itu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berjenis kelamin wanita disebut lesbian, dan homoseksual yang berjenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai aspek kehidupannya. Kemajuan teknologi seperti televisi, ponsel,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Hasil Olah Peneliti. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan teknologi komunikasi saat ini seolah-olah tidak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan isu gay di Indonesia meskipun tidak dikatakan pesat, kini

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan manusia. Perkembangan teknologi internet dan perubahan budaya

BAB I PENDAHULUAN. Pemasaran merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menawarkan produk atau jasa yang perusahaan miliki dengan tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. seksual kepada sesama jenisnya, disebut gay bila laki-laki dan lesbian bila

BAB I PENDAHULUAN. yang secara signifikan berlangsung dengan cepat khususnya teknologi internet.

BAB I PENDAHULUAN. Sudah menjadi kodratnya manusia diciptakan berpasang-pasangan antara lakilaki

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk di dapatkan terutama di kota - kota besar di Indonesia. Oleh sebab itu gaya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, iklan sudah berkembang menjadi sistem komunikasi. penting bagi keberhasilan perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. membutuhkan orang lain. Menjalin interaksi dengan individu lain dan lingkungan sekitar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dalam era globalisasi ini komunikasi sangat berperan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan komunikasi memungkinkan perpindahan data dan informasi informasi dari

BAB I PENDAHULUAN. di beberapa negara di dunia beberapa waktu lalu. LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual and

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pesat di seluruh belahan dunia, yakni salah satunya termasuk di Indonesia. Media

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

I. PENDAHULUAN. Keragaman dimasyarakat memerlukan sosialisasi dan memerlukan interaksi

Sumber : diakses pada 18 November pukul WIB

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan cara-cara

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semuanya serba instan. Dengan zaman yang serba teknologi dan serba online, akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ini, karena kemajuan teknologi akan berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Pengertian internet (interconnection networking) adalah sekumpulan jaringan

BAB I PENDAHULUAN. Pemasaran modern seperti saat sekarang ini membutuhkan lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan komunikasi non verbal adalah bentuk komunikasi yang disampaikan. melalui isyarat, simbol, tanpa menggunakan kata-kata.

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disediakan oleh pemasar menjadi tidak selalu efektif. informasi yang tidak memihak dan jujur berdasarkan pengalaman yang

Teknologi sudah bukan merupakan hal yang tabu atau hanya orang tertentu saja yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan, baik itu dalam bentuk material ataupun spritiual. Dalam mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut manusia sebagai individu cenderung membutuhkan hubungan dengan individu lain untuk mencapai kebutuhan yang dikehendaki. Hubungan yang terjalin tersebut berupa hubungan timbal balik dinamis yang saling mempengaruhi antara aksi dan reaksi yang diberikan. Hubungan sosial yang secara lazimnya dikenal sebagai interaksi sosial tersebut dapat menyangkut hubungan antar individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, dan sebagainya. Sebagaimana dijelaskan oleh Bonner (dalam Gunawan, 2000:31) bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua orang atau lebih, sehingga kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, dan sebaliknya. Sementara Kimball Young dan Raymond W. Mack menjelaskan interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama ( dalam Soekanto, 2014:54). Salah satu interaksi yang paling mendasar dalam kehidupan manusia adalah komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap-muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik verbal ataupun non verbal (Mulyana, 2010:81). Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, konteks tatap muka dalam 1

komunikasi interpersonal sebagaimana dijelaskan oleh Mulyana dalam bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar perlahan tidak lagi relevan dengan konteks komunikasi interpersonal di era teknologi ini. Salah satu bentuk penemuan teknologi yang begitu berpengaruh bagi proses komunikasi antar individu adalah internet. Secara sederhana internet dapat diartikan sebagai kumpulan dari komputer, yang saling berhubungan atau terkoneksi satu sama lainnya. Internet dengan berbagai aplikasinya seperti Web, VoIP, e-mail pada dasarnya merupakan media yang digunakan untuk mengefesiensikan proses komunikasi (Purbo dalam Priatna, 2005:7). Efisiensi yang ditawarkan oleh internet untuk proses komunikasi secara nyata dapat dirasakan langsung oleh penggunanya melalui proses pertukaran pesan ataupun feedback yang terbilang cepat dan tidak terikat konteks ruang dan waktu. Gambar 1.1 Data Statistik Pengguna Internet di Indonesia Tahun 2014 Sumber: http://bebmen.com/4027/statistic-internet-sosial-media-dan- 2

mobile-di-indonesia.html ( diakses pada tanggal 3 Desember 2014 ) Perkembangan internet di Indonesia sendiri terbilang cepat, Indonesia adalah Negara yang memiliki pengguna internet terbesar di Asia Tenggara. Perkembangan jejaring sosial juga menjadi salah satu faktor penting besarnya pemakai internet di Negara ini. Berdasarkan Survei Data Global Web Index, Indonesia adalah Negara yang memiliki pengguna jejaring sosial paling aktif di Asia. Indonesia memiliki 79,7% user aktif di jejaring sosial mengalahkan Filipina (78%), Malaysia (72%), Cina (67%) (http://bebmen.com/4027/statistic-internet-sosial-media-dan-mobile-diindonesia.html diakses pada tanggal 3 Desember 2014). Dalam setiap perkembangan yang terjadi dilingkungan masyarakat selalu diikuti oleh keberadaan status sosial yang dikenal masyarakat sebagai gaya hidup. Fenomena internet saat ini telah menjadi salah satu bagian dari gaya hidup yang mungkin bagi beberapa pihak dinilai positif. Namun perkembangan gaya hidup yang mengikuti zaman tidak selalu bernilai positif atau seringkali terkesan menyimpang. Salah satu bentuk penyimpangan yang telah menjadi wacana sejak lama adalah munculnya fenomena pasangan sejenis. Berbicara mengenai kaum homoseksual, dalam melakukan proses interaksi tentu tidaklah akan berbeda jauh dengan masyarakat pada umumnya. Namun dikarenakan adanya beberapa paradigma negatif terkait keberadaan kaum gay tentu kehadiran kaum homoseksual di beberapa tempat tidak akan selalu mendapatkan ruang penerimaan di masyarakat. Dikutip dari tribunnews online, pada 3 Maret 2015 Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang menyerukan berbagai hukuman mulai dari hukuman cambuk hingga hukuman mati, untuk pelaku homoseksual. Fatwa MUI tersebut mengutuk homoseksualitas sebagai gangguan disembuhkan dan sodomi sebagai pelanggaran hukum yang sekaligus melarang legalisasi seks gay. Hukum pidana Indonesia 3

sendiri tidak melarang seks gay meskipun terdapat dua pemerintah daerah telah lulus peraturan yang mengkriminilisasi tindakan homoseksual (http://www.tribunnews.com/nasional/2015/03/18/mui-keluarkan-fatwahukuman-mati-bagi-kaum-homoseksual diakses pada tanggal 5 April 2015). Sejalan dengan fatwa tersebut sebuah hasil survey yang pada tahun 2013 oleh Pew Research Center menunjukkan bahwa Indonesia termasuk kedalam daftar Negara-negara yang paling tidak toleran terkait perilaku homoseksualitas. Survey yang dilakukan hampir di 40 negara pada tahun 2007 tersebut menunjukkan bahwa masyarakat di Negara-negara yang didominasi muslim mengatakan bahwa pria gay dan lesbian harus ditolak kehadirannya di masyarakat. Studi ini menemukan bahwa Indonesia sangat menolak homoseksualitas dengan 93 persen mengatakan bahwa tidak seharusnya diterima. Meskipun termasuk kedalam Negara yang menolak homoseksualitas, nyatanya Indonesia lebih resisten terhadap hubungan sesame jenis. Survey yang mewawancara 1.000 responden dewasa di Indonesia dengan margin kesalahan 4 persen menunjukkan hanya 3 persen orang Indonesia yang mendukung hak-hak kelompok gay (http://www.voaindonesia.com/content/indonesia-termasuk-paling-tidaktoleran-terhadap-homoseksualitas/1675468.html diakses pada tanggal 5 April 2015). Sementara itu pada Februari 2010 Himpunan Abiasa mencatat terdapat 10.298 pria homoseksual yang terdapat dikota Bandung, jumlah yang dinilai bersifat fluktuatif ini diyakini akan terus meningkat (dalam Gumilang, 2010:71). Selain itu, dikutip dari situs sains kompas, pada tahun 2011 Kementrian Kesehatan dan mitra melakukan Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) Kelompok Lelaki Seks Lelaki (LSL). Kelompok LSL sendiri berbeda dengan kalangan gay. Gay adalah kelompok lelaki yang sudah menerima identitasnya sebagai penyuka sesama jenis. Kelompok LSL tidak selalu gay, tetapi bisa berhubungan dengan sesama jenis, misalnya untuk motif uang. Diketahui berdasar survey tersebut bahwa persentase hubungan seks anal pada gay ternyata 4

cukup tinggi. Dari survey di Jakarta, Semarang, Bandung, Surabaya, dan Malang, persentase hubungan seksual reseptif (yang mengalami penetrasi) terendah ada di kota Bandung dengan persentase 66 persen dan tertinggi di kota Malang dengan persentase 94 persen. Untuk hubungan seks anal insertif (yang melakukan penetrasi), persentasi terendah ada di Bandung dengan 71 persen dan tertinggi di Semarang dengan persentase sebesar 99%(http://sains.kompas.com/read/2013/12/01/1326023/Kisah.Intim.Gay. Android.dan.HIV diakses pada 2 Februari 2014). Alasan penolakan yang seringkali timbul di masyarakat adalah bahwa tindakan homoseksual adalah sesuatu yang menyimpang dari ajaran agama, dan perilaku seksual yang dilakukan merupakan bentuk aktivitas seksual yang tidak sebagaimana mestinya. Berkaitan dengan hal tersebut Judith Buttler (dalam Appelrouth & Edles, 2011:373) salah seorang tokoh gender yang berperan dalam pengembangan Queer Theory mengemukakan bahwa...all concepts linking sexual behaviors to sexual identities, and all categories of normative and deviant sexualities are social constructs, which create certain types of social meaning (Semua konsep yang menghubungkan kebiasaan seksual dengan identitas seksual dan semua kategori seksual normatif dan menyimpang adalah konstruksi sosial, yang menimbulkan beberapa jenis makna sosial). Hal ini berarti bahwa tindakan perilaku seks gay yang dianggap menyimpang sebenarnya adalah hasil konstruksi sosial yang terbentuk pada diri seorang gay yang pada dasarnya berbeda dengan jenis kelamin seksual yang merupakan pemberian sejak lahir, sehingga Butler beranggapan bahwa bentuk diskriminasi yang diterima oleh para kaum gay merupakan sebuah bentuk diskriminasi terhadap kegagalan para kaum pria gay mempraktikan fungsi seksual yang seharusnya berdasarkan norma perilaku seksual kaum heteroseksual. Mendapatkan penolakan tentu menjadi permasalahan tersendiri bagi para kaum gay terkait penggambaran konsep diri yang dimiliki. 5

Dalam buku Komunikasi Suatu Pengantar (2010:8) Mulyana menjelaskan bahwa konsep diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri kita, dan itu hanya bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita... Berdasarkan hal tersebut jelas bahwa kesan orang lain terhadap seseorang akan mempengaruhi konsep diri yang ingin digambarkan oleh orang tersebut. Hal ini berlaku pula bagi identitas kaum gay yang menyadari bahwa dirinya seorang gay namun dikarenakan adanya penolakan serta paradigma tentang gay di lingkungannya tentu akan mendapatkan kesulitan dalam mengkomunikasikan aktualisasi identitas diri sebenarnya kepada lingkungan yang menolak konsep homoseksualitas. Gambar 1.2 Proses Pembentukan Konsep Diri Sumber: Roppert Hopper & Jack dalam Mulyana (2010:10) Ditengah kesulitan mengkomunikasikan konsep yang dihadapi nyatanya usaha untuk menujukkan eksistensi diri bagi beberapa kaum gay bukanlah menjadi suatu permasalahan yang dianggap serius. Dikutip dari Mulyana ( 2010:14) Orang berkomunikasi untuk menunjukkan dirinya eksis. Inilah yang disebut aktualisasi atau lebih tepat lagi eksistensi diri. Pernyataan tersebut secara langsung menyatakan bahwa penolakan yang dirasakan oleh para kaum gay terkait keinginan untuk menunjukkan eksistensi diri demi sebuah pengakuan dapat dilakukan melalui komunikasi. Eksistensi diri yang diinginkan oleh para kaum gay tersebut nyatanya di era modern ini tidak selalu dipandang negatif, hal tersebut 6

tergambarkan lewat dukungan masyarakat yang menganggap bahwa keberadaan kaum gay adalah salah satu bentuk kebebasan HAM yang patut untuk dihargai. Bentuk dukungan serta eksistensi tersebut diwujudkan dalam bentuk LSM untuk kaum LGBT seperti Swara Srikandi Jakarta, LGBT Gaya Nusantara, Himpunan Abiasa Bandung, LGBT Arus Pelangi, Gay Society Yogjakarta adalah beberapa LSM yang menujukkan pergerakan kaum gay di Indonesia berkembang seiringnya waktu sehingga menimnbulkan ketertarikan pribadi bagi penulis untuk menelaah lebih lanjut perkembangan kaum gay di Indonesia. Disisi lain, ketika penemuan teknologi informasi berkembang dalam skala massa, maka teknologi itu telah mengubah bentuk masyarakat manusia, dari masyarakat dunia lokal menjadi masyarakat dunia global. Perkembangan teknologi informasi juga tidak saja mampu menciptakan masyarakat dunia global namun, secara materi mampu mengembangkan ruang gerak kehidupan baru bagi masyarakat, sehingga tanpa disadari, komunitas manusia telah hidup dalam dua dunia kehidupan, yaitu kehidupan masyarakat nyata dan kehidupan masyarakat maya (cybercommunity) (Bungin, 2006:163-164). Lebih lanjut lagi, Bungin (2006:165) menuliskan bahwa.masyarakat maya membangun dirinya dengan sepenuhnya mengandalkan interaksi sosial dan proses sosial dalam kehidupan kelompok (jaringan) intra dan antarsesama anggota masyarakat maya. Hal ini juga tergambarkan pada kaum gay yang mencoba membentuk eksistensi melalui teknologi internet yang diharapkan mampu mewadahi kebutuhan khusus untuk komunikasi secara internal bagi para sesama kaum gay dalam interaksinya. Bentuk pergerakan kaum gay melalui internet antara lain dengan munculnya kehadiran situs online seperti suarakita.org, melela.org, ataupun conq.worpress serta hadirnya beberapa jejaring sosial yang ikut menjadi sarana berkomunikasi antara para kaum gay. 7

Istilah Social Media atau Jejaring Sosial pertama kali diperkenalkan oleh Professor J.A Barnes pada tahun 1954. Jejaring sosial merupakan sebuah sistem struktur sosial virtual. Jejaring sosial ini akan membuat para penggunanya yang memiliki rasa kesamaan sosialitas berkumpul secara bersama-sama melalui internet ( dalam Kindarto, 2010:1). F.P William mengemukakan: Social Networking Sites is an online community of internet users who want to communicate with other users about areas of mutual interest (Jejaring Sosial merupakan komunitas online daripada pengguna internet yang ingin berkomunikasi dengan pengguna lain tentang kesamaan minat atau hobby yang dimiliki) (dalam Helou & Zairah, 2010:2). Jejaring Sosial yang berkembang dimasyarakat sekarang ini sangatlah beragam macamnya, tentu untuk Jejaring Sosial yang sifatnya biasa dan hampir digunakan oleh semua pihak seperti facebook, twitter, youtube, dan lain sebagainya adalah suatu hal yang dianggap biasa. Namun Jejaring Sosial yang ditujukan untuk kaum homoseksual adalah hal yang mungkin tidak banyak diketahui oleh masyarakat khususnya bagi mereka yang menolak kehadiran kaum homoseks. Beberapa contoh Jejaring Sosial khusus kaum homoseks antara lain Manjam, Grindr, JackD, Scruff, Planet Romeo, Growler, dan lain sebagainya. Namun yang menjadi fokus daripada penelitian ini adalah Jejaring Sosial Jack D. Gambar 1.3 Campaign Aplikasi Jack D 8

Sumber: http://www.jackdapp.com ( diakses pada tanggal 3 Desember 2015 ) Jack D adalah salah satu Jejaring Sosial khusus kaum homoseksual berbasis smartphone dengan menggunakan sistem online GPS untuk saling menghubungkan penggunanya. Dalam penggunaannya user atau pengguna terlebih dahulu harus lah membuat account menggunakan e-mail yang disertai dengan foto dari pengguna serta deskripsi diri. Salah satu faktor pembeda antara Jack D dengan jejaring sosial gay berbasis GPS seperti Grind r adalah fitur data diri daripada pengguna yang lebih spesifik dan jelas serta pengguna dapat menggunakan tiga foto dalam profile yang sifatnya visible untuk lebih menarik perhatian dari pengguna lain serta dua foto yang sifatnya private. Berbeda dengan aplikasi jejaring sosial gay seperti Jack D yang mayoritas hanya memperbolehkan pengguna untuk hanya dapat mengunggah satu foto profile saja serta tidak adanya kolom deskripsi data yang lebih spesik dari penggunanya. Tidak hanya itu, Jack D juga menyediakan layanan match finder yang mencoba untuk secara otomatis memberikan suggested user kepada penggunanya berdasarkan deskripsi yang telah di tuliskan oleh pengguna pada profile miliknya, sehingga pengguna akan dapat lebih mudah menemukan pengguna lain yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Gambar 1.4 Tampilan Pengaturan Profile Jack D 9

Sumber: Aplikasi Jack D diolah oleh Peneliti (2015) Gambar 1.5 Tampilan Depan dan Fitur Match Finder Jack D 10

Sumber: Aplikasi Jack D diolah oleh Peneliti (2015) Kepopuleran aplikasi Jack D tersebut ikut disuarakan oleh beberapa situs review online sebagaimana dikutip dari situs http://im.about.com/ yang menyatakan.in my professional opinion, if you're going to download any apps for Android or iphone/ipod Touch, this is a winner. With Jack D you can meet gay men with a variety of interests right from the palm of your hand. (Berdasarkan pendapat profesional saya, jika anda ingin mengunduh applikasi untuk android ataupun untuk iphone/itouch, inilah juaranya. Dengan Jack D anda dapat 11

bertemu dengan beragam jenis gay dengan ketertarikan yang berbeda langsung dari tangan anda.) Kesuksesan Jack D untuk menghubungkan para kaum gay juga ikut disuarakan oleh perusahaan pengembangnya dalam situs http://onlinebuddies.com yang menuliskan: The newest addition to the Online Buddies family, nearly 5 million men around the world have joined Jack d since its launch in 2010. With an average 10,000 installs each day, it consistently ranks among the top four gay social apps in both the App Store and Google Play. Terjemahan: Penambahan member terbaru kedalam anggota Online Buddies, hamper 5 juta lelaki telah ikut menggunakan Jack D sejak pertama kali di luncurkan pada tahun 2010. Dengan rata-rata 10.000 proses penginstalan setiap harinya, yang secara konsistent membuat Jack D masuk kedalam jajaran 4 besar sosial media untuk gay baik pada App Store maupun Google Play. Berdasarkan pernyataan tersebut hampir 5 juta orang pria gay didunia telah menggunakan Jejarng Sosial Jack D sejak diluncurkan pada tahun 2010. Dengan rata-rata 10.000 pengguna mengunduhnya tiap hari, dan secara konsisten aplikasi Jack D masuk kedalam jajaran empat aplikasi sosial kaum gay terbaik baik itu di Apple Store maupun Google Play. Kehadiran Jejaring Sosial yang sifatnya melayani komunitas ini sangatlah menjadi ketertarikan tersendiri bagi penulis. Sifat daripada kaum LGBT ( Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender ) yang mungkin dari s isi luar sekilas tampak sama dengan masyarakat lain namun jauh didalam ternyata tersimpan perbedaan yang nyatanya butuh pengakuan. Meskipun dalam survey yang dipaparkan sebelumnya kota Bandung memiliki persentase yang rendah namun nyatanya kota Bandung merupakan salah satu lokasi tempat berkumpulnya para kaum gay yang berdasarkan pengamatan penulis sejak bulan November terdapat sekitar 12

150 kaum gay online menggunakan aplikasi Jack D setiap harinya dikota Bandung sebagai salah satu Jejaring Sosialnya. Namun jumlah tersebut sifatnya tidak permanen dikarenakan aplikasi Jack D tersebut memanfaatkan sistem GPS dalam penggunaannya, sehingga manakala pengguna berpindah tempat maka pengguna tidak akan muncul lagi pada user-list. Gambar 1.7 Gambaran Jumlah Pengguna Jack D Kota Bandung Sumber: Aplikasi Jack D diolah oleh Peneliti (2014-2015) Melihat kolerasi perkembangan teknologi yang ikut mendukung perkembangan kaum gay di Indonesia menimbulkan ketertarikan dalam diri peneliti untuk melakukan penelitian terhadap pola interaksi kaum komunitas gay di Jejaring Sosial dengan menjadikan Jejaring Sosial 13

Jack D dan kaum gay penggunanya sebagai objek studi penelitian dengan judul Pola Interaksi Sosial Kaum Gay di Kota Bandung ( Studi Virtual Etnografi pada Pengguna Aplikasi Jack D). 1.2 Fokus Penelitan Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian secara umum adalah: Bagaimana pola interaksi yang terjalin antara pria homoseksual pengguna applikasi Jack D? Agar penelitian ini tidak menyimpang dari tujuan utama yang hendak dicapai, maka peneliti mengidentifikasikan tujuan tersebutu ke dalam bentuk pokok-pokok permasalahan. Adapun fokus penelitian yang akan penulis lakukan secara khusus antara lain: 1. Bagaimana proses komunikasi yang terjalin antar sesama pria homoseksual pada aplikasi Jack D? 2. Dampak apakah yang diberikan oleh aplikasi Jack D bagi para kaum gay yang menggunakannya? 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum, tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pola interaksi baru yang terjalin pada kaum homoseksual melalui pemanfaatan media social yang ditujukan untuk mereka. Adapun tujuan daripada penelitian ini secara khusus antara lain : 1. Untuk memberikan gambaran proses komunikasi pria homoseksual pada aplikasi Jack D yang cenderung dianggap sebelah mata oleh masyarakat. 2. Untuk mengetahui dampak seperti apakah yang aplikasi Jack D mampu tawarkan bagi para penggunanya. 1.4 Manfaat Penelitan 14

Penelitian yang dilakukan penulis ini nantinya diharapkan dapat memberikan kontribusi manfaat baik itu secara teoritis maupun juga praktis: 1.4.1 Aspek Teoritis 1. Penelitian ini diharapkan nantinya akan dapat memberikan dan mengembangkan memberikan pemahaman tentang nilai-nilai yang terkandung dalam interaksi sosial antar sesama manusia khususnya untuk kaum homoseksual yang mungkin memang kehadirannya dirasakan namun tidak terlalu dimengerti bagi sebagian orang dan tidak jarang dipandang sebelah mata. 2. Penulis juga berharap kedepannya penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan Ilmu Komunikasi khususnya, dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi teman-teman sesama peneliti di bidang Ilmu Komunikasi, tentang perkembangan proses komunikasi itu sendiri terkait kehadiran teknologi sebagai mediumnya. 3. Penelitian ini juga kemudian nantinya dapat digunakan sebagai bahan pembanding bagi para peneliti lain yang ingin kemungkinan ingin mengadakan penelitian yang dengan topik yang sama dimasa yang akan datang. 1.4.2 Aspek Praktis Diharapkan nantinya hasil penelitian yang penulis lakukan setidaknya akan dapat menambah pengetahuan mengenai studi Virtual Etnografi dalam penggunaanya untuk menganalisis perkembangan komunikasi yang terjadi pada dunia maya khususnya jejaring sosial. 1.5 Tahapan Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, terdapat beberapa tahapan yang telah dan akan penulis lakukan berdasarkan tahapan penelitian etnografi yang dikembangkan oleh Spradley (Arif, 2012:176-178) yakni: 15

1. Pemilihan suatu proyek Etnografi Siklus ini dimulai dengan memilih suatu proyek penelitian etnografi dengan mempertimbangkan ruang lingkup penelitian. Dalam hal ini peneliti memilih proyek penelitian tentang sosial media yang sifatnya melayani kebutuhan berkomunikasi untuk interaksi sosial dari pada kaum gay secara virtual melalui aplikasi Jack D 2. Pengajuan pertanyaan Etnografi Mengajukan pertanyaan etnografi menunjukkann bukti yang cukup referensial ketika hendak melakukan wawancara, termasuk ketika etnografer sedang melakukan observasi dan membuat catatan lapangan. 3. Pengumpulan data Etnografi Tahap berikutnya dari siklus penelitian etnografi adalah mengumpulkan data lapangan. Melalui observasi partisipan, peneliti akan mengamati aktivitas orang di media online dan offline, karakteristik fisik situasi sosial dan apa yang akan menjadi bagian dari tempat kejadian. Singkatnya semua data tentang kehidupan sehari-hari subjek penelitian perlu digali dan dipahami oleh seorang peneliti melalui instrument penggali data. 4. Pembuatan rekaman Etnografi Tahap ini memberikan penekanan kepada kemampuan peneliti untuk mencatat dan merekam semua kegiatan penelitian yang sedang dan telah dilakukan. Mulai dari mencatat hasil wawancara dan observasi, mengambil gambar/foto. Ini semua dilakukan agar tidak terjadi gap antara hasil observasi dengan analisis. 5. Analisis Data Etnografi Dalam penelitian etnografi, analisis data tidak dilakukan diakhir pekerjaan, tapi dilakukan pada saat melakukan pekerjaan. Karena analisis data tidak perlu menunggu data terkumpul banyak. 16

Analisis data yang diilakukan pada saat penelitian akan memperkaya peneliti untuk menemukan pertanyaan baru terkait data yang diperoleh, sehingga dengan munculnya pertanyaann baru ini, akan memperkaya dan memperdalam penelitian yang dilakukan. 6. Penulisan sebuah Etnografi Sebagai akhir dari pekerjaan etnografi, menjadi kewajiban peneliti menyampaikan atau memaparkan hasil penelitiannya. Mengingat sifat etnografi yang natural, maka pemaparan yang dilakukan harus dilakukan secara natural, seperti layaknya proses alami yang dialami seorang manusia ketika berada dalam sebuah lingkungan budaya. Gambar 1.8 Siklus Penelitian Etnografi Sumber: Spradley dalam Arif (2012:176) 1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.6.1 Lokasi Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis pada dasarnya tidak terikat konsep ruang dan waktu karena fokus penelitian Virtual Etnografi pada Jejaring Sosial tidak terkait dengan suatu tempat penelitian secara khusus. 17

Namun dikarenakan sistem penggunaan daripada aplikasi Jack D yang menggunakan teknologi GPS system untuk penggunanya maka penulis memilih kota Bandung dan Jakarta sebagai lokasi penelitian melihat bahwa kedua tersebut merupakan kota besar yang tentu dihuni oleh komunitas gay. 1.6.2 Waktu Penelitian Kegiatan Mencari informasi awal ( pra-penelitian ) Penelitian lapangan mengunduh Waktu penelitian di lapangan dilaksanakan mulai bulan November 2014 hingga Maret 2015. Rinciannya dapat dilihat pada tabel berikut : awal dengan aplikasi Jack D sebagai upaya mendekatkan diri dengan informan Pengumpulan data sementara melalui observasi awal serta pengumpulan data informan Persiapan penyusunan proposal skripsi (Bab I Bab III) Nov 2014 Tabel 1.1 Tabel Penelitian 2014 2015 Des 2014 Jan 2015 Feb 2015 Mar 2015 Apr 2015 Mei 2015 Juni 2015 Juli 2015 Agu 2015 Seminar skripsi proposal 18

Pengumpulan data primer melalui wawancara mendalam dengan informan Pengolahan dan penyelesaian data kedalam bentuk skripsi yang utuh Sidang Skripsi Sumber : Olahan Penulis ( 2015 ) 19