I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang

dokumen-dokumen yang mirip
II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yaitu hukum public dan hukum privat. Hukum public adalah

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. Primary needs, Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

I. PENDAHULUAN. dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan pada dasarnya muncul karena adanya hasrat ingin tahu

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

I. PENDAHULUAN. bangsa, namun pada jaman globalisasi seperti sekarang ini terdapat banyak faktor

I. PENDAHULUAN. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. serta kerugian harta benda, sehingga menimbulkan pengaruh yang tidak. hubungan Indonesia dengan dunia Internasional.

I. PENDAHULUAN. terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

I. PENDAHULUAN. sehingga banyak teori-teori tentang kejahatan massa yang mengkaitkan dengan

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang

BAB I PENDAHULUAN. yang positif yang salah satunya meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,

I. PENDAHULUAN. persamaan perlakuan (equal treatment). Berdasarkan Pasal 34 ayat (1) Undang-

I. PENDAHULUAN. dengan aturan hukum yang berlaku, dengan demikian sudah seharusnya penegakan keadilan

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

I. PENDAHULUAN. budayanya. Meskipun memiliki banyak keberagaman bangsa Indonesia memiliki

PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN SENJATA API OLEH ANGGOTA TNI di DENPOM IV/ 4 SURAKARTA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

Kajian yuridis terhadap putusan hakim dalam tindak pidana pencurian tanaman jenis anthurium (studi kasus di Pengadilan Negeri Karanganyar)

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

I. PENDAHULUAN. mempunyai ciri dan sifat khusus, karena anak merupakan titipan dari Tuhan yang

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

I. PENDAHULUAN. para manusia itu sendiri. Kesalahan yang dilakukan oleh manusia bisa terjadi

hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan. tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus pidana semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib

Transkripsi:

I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang berkembang maupun negara maju sekalipun yaitu pencapaian kemajuan di bidang ekonomi dan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) selalu saja diikuti dengan kecendrungan dan peningkatan penyimpangan serta kejahatan. Perkembangannya yang semakin maju dan kompleks menyalur di berbagai bidang kehidupan yang membawa dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif yang timbul adalah semakin maju dan makmur kondisi suatu negara, sedang dampak negatif yang timbul antara lain adanya kesenjangan di dalam masyarakat, yang menjadi konsekuensinya. Keberhasilan dalam segala aspek merupakan dampak positif dari perkembangan itu sendiri, namun dampak negatif tetap tidak dapat dihindari yang menimbulkan rasa iri, dengki, benci dan kecemburuan sosial/kesenjangan sosial. Dan dipandang menjadi suatu sebab munculnya kejahatan-kejahatan yang umumnya pelanggaran terhadap norma-norma hukum yang merugikan pihak korban tetapi dapat dilakukan upaya untuk mencegah dan memperkecil kejahatan. Kejahatan tersebut cenderung dilakukan dengan jalan pintas demi mendapatkan sesuatu atau keuntungan yang cuma-cuma yaitu melalui kejahatan seperti mencuri

2 atau merampok bahkan membunuh. Dan karena manusia sebagai makhluk sosial dalam melakukan banyak interaksi baik antara sesamanya maupun dengan makhluk lainnya terikat oleh hukum yang mengatur apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan sebagai warga masyarakat dalam kehidupan bermasyarakatnya. Terhadap tindakan-tindakan yang mana dalam hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu dan keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan, serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut. Dengan demikian dapat juga dikatakan dalam salah satu jenis hukum yaitu hukum pidana yang berarti norma berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang oleh pembentuk undang-undang telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman yakni suatu penderitaan atau pidana yang bersifat khusus akibat dari suatu tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain. Tindak pidana tersebut merupakan segala sesuatu yang dilakukan dengan melanggar hukum. Pelaku kejahatan disebut seorang penjahat, biasanya yang dianggap penjahat adalah seorang pencuri, pembunuh, perampok, atau teroris. Selama kesalahan seorang penjahat belum ditetapkan oleh seorang hakim, maka orang ini disebut seorang tersangka. Seseorang yang melakukan kejahatan tetap tidak bersalah sebelum kesalahannya terbukti, hal itu dikenal sebagai asas dasar suatu Negara hukum. Pelaku tindak pidana yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan harus menjalani hukuman disebut sebagai terpidana atau narapidana. Kejahatan dapat didefinisikan melalui beberapa pandangan mengenai perbuatan apakah yang dapat dikatakan sebagai kejahatan. Definisi kejahatan

3 dalam pengertian yuridis tidak sama dengan pengertian kejahatan dalam kriminologi yang dipandang secara sosiologis. Secara yuridis, kejahatan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang melanggar undang-undang atau ketentuan yang berlaku dan diakui secara legal. Secara kriminologi yang berbasis sosiologis kejahatan merupakan suatu pola tingkah laku yang merugikan masyarakat (dengan kata lain terdapat korban) dan suatu pola tingkah laku yang mendapatkan reaksi sosial dari masyarakat. Manusia pasti mempunyai naluri untuk melindungi diri sendiri atau orang lain dari ancaman yang dapat membahayakan keselamatan kita atau orang lain dari suatu tindak pidana. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), hal ini dikenal dan diatur dengan cukup jelas sebagai hal yang menghapus atau mengurangi pidana. Sebab, tidak jarang kita akan melakukan sebuah perbuatan melawan hukum di saat kepentingan kita terserang atau diserang oleh pihak lain. Contohnya pada kasus yang penulis dapat dari putusan Mahkamah Agung bahwa Terdakwa yang bernama Malla Bin Katok pada hari Rabu tanggal 25 Juli 2002. Telah dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain bernama Ahmadi atau Madi dengan cara Terdakwa memarang/membacok kepala korban dengan sebilah parang. Kejadian berawal dari kegiatan gotong royong pembuatan jalan dan jembatan masuk ke lokasi kebun tani Suka Maju yang diprakarsai oleh Rullah Bin Katok (adik Terdakwa) dalam kegiatan tersebut memerlukan biaya sehingga Rullah Bin Katok meminta kepada keluarga korban Ahmadi atau Madi adalah Amri, Abas dan Raupe untuk memberikan sumbangan secara sukarela untuk membeli alat-alat keperluan dalam kegiatan. Keluarga Ahmadi atau Madi ternyata

4 marah dan keberatan atas sumbangan tersebut, sehingga Rullah Bin Katok mengatakan kalau keberatan tidak usah menyumbang. Namun keluarga Ahmadi atau Madi tetap marah-marah dan menghentikan kegiatan gotong royong dengan adanya penghentian kegiatan maka Terdakwa mengatakan kata-kata kotor dan akibatnya pertengkaran menjadi perkelahian kemudian dipisahkan atau dilerai oleh Raupe orang tua korban Ahmadi atau Madi untuk didamaikan. Terdakwa yang bermaksud untuk memisahkan ternyata diserang oleh Amri dengan menggunakan cangkul kemudian dengan cangkul tersebut Amri mencangkul bagian muka Terdakwa yang mengenai dahi dan bagian dada akibat cangkulan itu. Terdakwa membalas dengan cara menghunuskan parangnya sehingga Amri lari akan tetapi korban Ahmadi atau Madi mencabut parangnya dan memarang Terdakwa namun Terdakwa sempat menghindar dan secara spontan Terdakwa langsung memarangkan parangnya kearah kepala korban yang menyebabkan kepala korban mengalami luka menganga. ( Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1379 K/ Pid/ 2002 ) Perbuatan untuk pembelaan yang terpaksa dilakukan kadang dapat melampaui dari serangan yang dialami, hal ini sering terjadi karena seseorang yang diserang tersebut mengalami keguncangan jiwa yang hebat sebagai akibat langsung oleh serangan yang dilakukan oleh pelaku seperti rasa takut, bingung dan khilaf. Karena keadaan paniklah yang paling memungkinkan untuk melakukan pembelaan diri yang melampaui batas. Serangan-serangan tersebut merupakan hal yang paling mungkin untuk dilakukan dalam keadaan terdesak yang disebut sebagai pembelaan terpaksa yang diatur

5 dalam Pasal 49 KUHP, perbuatan pelaku yang memenuhi rumusan suatu tindak pidana, namun karena syarat-syarat yang ditentukan dalam pasal tersebut maka perbuatan tersebut dianggap tidak melawan hukum dan oleh karena itu tidak dipidana. Namun disisi lain masyarakat memiliki cara pandang yang berbeda-beda tentang tindak pidana, pelaku tindak pidana dan pidana itu sendiri yang terjadi didalam lingkungan pada umumnya yang dengan meletakkan sepenuhnya kepada pelaku tindak pidana tersebut tanpa mengacu pada faktor-faktor lainnya. Karena ketakutan masyarakat akan timbulnya kejahatan yang tercermin dalam sikap masyarakat yang mengampuni korban dan mencela pelaku, padahal tidak menutup adanya kemungkinan bahwa korban mempunyai peran penting dalam menimbulkan suatu kejahatan. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul Analisis Yuridis Kebebasan Seseorang Dalam Melakukan Pembelaan Terpaksa Menurut Pasal 49 KUHP B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah : a. Apakah yang menjadi batas-batas dan syarat-syarat kebebasan seseorang dalam melakukan pembelaan terpaksa menurut Pasal 49 KUHP dalam praktik peradilan?

6 b. Bagaimana kebebasan seseorang dalam melakukan pembelaan terpaksa menurut Pasal 49 KUHP menjadi suatu upaya pembelaan yang sah? 2. Ruang Lingkup Ruang lingkup materi penelitian menitiberatkan pada Analisis Yuridis Kebebasan Seseorang Dalam Melakukan Pembelaan Terpaksa Menurut Pasal 49 KUHP yaitu batas-batas dan syarat-syarat kebebasan seseorang dalam melakukan pembelaan terpaksa menurut Pasal 49 KUHP dalam praktik peradilan dan kebebasan seseorang dalam melakukan pembelaan terpaksa menurut Pasal 49 KUHP menjadi suatu upaya pembelaan yang sah dan dalam lingkup hukum pidana. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui batas-batas dan syarat-syarat kebebasan seseorang dalam melakukan pembelaan terpaksa menurut Pasal 49 KUHP dalam praktik peradilan. b. Untuk mengetahui kebebasan seseorang dalam melakukan pembelaan terpaksa menurut Pasal 49 KUHP menjadi suatu upaya pembelaan yang sah.

7 2. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penulisan skripsi ini adalah : a. Kegunaan Teoritis Kegunaan Teoritis dari hasil penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan pemikiran serta pengetahuan bagi perkembangan disiplin ilmu hukum, khususnya yang berhubungan dengan kebebasan seseorang dalam melakukan pembelaan terpaksa menurut Pasal 49 KUHP. b. Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan maupun sebagai sumber informasi bagi para pengkaji ilmu hukum ataupun rekan-rekan mahasiswa lain yang ingin melakukan penelitian dalam bidang yang sama dan dapat menjadi sumbangan pemikiran penegak hukum dalam menangani perkara pidana. D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil penelitian atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti. (Soerjono Soekanto, 1986: 124)

8 Pada setiap penelitian selalu disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis. Hal ini karena adanya hubungan timbal balik yang erat antara dengan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, konstruksi data. Untuk memperoleh suatu kebenaran atas suatu peristiwa yang terjadi diperlukan suatu proses kegiatan yang sistematis dengan mengunakan ukuran dan pemikiran yang layak dan rasional. Pembelaan terpaksa merupakan perbuatan pelaku memenuhi rumusan suatu tindak pidana, namun karena syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 49 KUHP tersebut maka perbuatan tersebut dianggap tidak melawan hukum. Penjelasan mengenai pembelaan terpaksa dalam bentuk pokok diatur dalam Pasal dalam KUHP. Dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP mengatur tentang Pembelaan Terpaksa ( Noodweer), yang isi Tidak dipidana, barangsiapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan, kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum Berdasarkan Pasal 49 ayat (1) KUHP yang mengatur tentang Pembelaan Terpaksa, maka adanya pembelaan terpaksa harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Adanya serangan. 1. Seketika. 2. yang langsung mengancam.

9 3. melawan hukum. 4. sengaja ditujukan pada, kehormatan kesusilaan dan harta benda. b. Adanya pembelaan yang perlu diadakan terhadap serangan itu. 1. pembelaan harus dan perlu diadakan. 2. Pembelaan harus menyangkut kepentingan-kepentingan yang disebut dalam undang-undang, yaitu badan, kesusilaan dan harta benda. (Tri Andrisman, 2009: 120) Pasal 49 ayat (2) KUHP pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung dapat disebabkan oleh kegoncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana 2. Konseptual Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang diiinginkan dan diteliti (Soerjono Soekanto, 1986: 32). Untuk memberikan kesatuan pemahaman terhadap istilah-istilah yang berhubungan dengan judul skripsi ini, maka dibawah ini akan dibahas mengenai konsep dan pengertian-pengertian dari istilah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah: a. Analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antara bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan ( Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990: 32).

10 b. Yuridis adalah menurut hukum; secara hukum; dari segi hukum (B.N.Marbun, 2006: 327) c. Kebebasan adalah sesuatu secara umum dimasukan dalam konsep dari filosofi politik dan mengenali kondisi dimana individu memiliki kemampuan untuk bertindak sesuai dengan keinginannya. (http://id.wikipedia.org/wiki/kebebasan) d. Pembelaan terpaksa adalah perbuatan pelaku memenuhi rumusan suatu tindak pidana, namun karena syarat-syarat yang ditentukan dalam dalam Pasal 49 KUHP tersebut maka perbuatan tersebut dianggap tidak melawan hukum. (http://fristianhumalanggionline.wordpress.com/2008/05/26/alasanpenghapus-pidana/) E. Sistematika Penulisan Sistematika Penulisan dalam skripsi ini adalah suatu uraian mengenai penulisan secara teratur dan terperinci yang diatur sesuai pembabakan sehingga penulisan ini dapat memberikan gambar yang utuh dan keseluruhan materi skripsi ini. Tiap bab dalam penulisan skripsi ini saling berkaitan satu sama lain. Penulisan dalam skripsi ini terdiri dari 5 bab yaitu: I. PENDAHULUAN Bab ini merupakan bab pendahuluan yang memuat tentang latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penulisan, konseptual dan sistematika penulisan.

11 II. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini merupakan teguran pustaka yang berisikan tentang kebebasan seseorang dalam melakukan pembelaan terpaksa menurut Pasal 49 KUHP. Uraian bab ini lebih bersifat teoritis yang nantinya akan digunakan sebagai bahan studi antara teori yang berlaku dengan kenyataan yang ada. III.METODE PENELITIAN Merupakan bab yang menjelaskan mengenai langkah yang akan digunakan dalam pendekatan masalah, sumber dan jenis data, pengumpulan dan pengelolaan data serta analisis data. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini merupakan hasil penelitian dan pembahasan terhadap masalah dalam penulisan ini yang akan menjelaskan apakah yang menjadi batas-batas dan syaratsyarat kebebasan seseorang dalam melakukan pembelaan terpaksa menurut Pasal 49 KUHP dan kebebasan seseorang dalam melakukan pembelaan terpaksa menurut Pasal 49 KUHP menjadi suatu upaya pembelaan yang sah. V. PENUTUP Merupakan bab penutup dari penulisan skripsi yang berisikan secara singkat hasil pembahasan dan penelitian dan beberapa saran serta implikasi dari penulisan sehubungan dengan masalah yang dibahas dan memuat lampiran yang berhubungan dengan penulisan.