HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

dokumen-dokumen yang mirip
ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Escherichia coli PADA JAJANAN ES BUAH YANG DIJUAL DI SEKITAR PUSAT KOTA TEMANGGUNG

Kata Kunci : Diare, Anak Balita, Penyediaan Air Bersih, Jamban Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada bayi dan balita. United Nations Children's Fund (UNICEF) dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4,48 Ha yang meliputi 3 Kelurahan masing masing adalah Kelurahan Dembe I, Kecamatan Tilango Kab.

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013

HUBUNGAN FAKTOR SOSIODEMOGRAFI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GIRIWOYO 1 WONOGIRI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sampel 343 KK. Adapun letak geografis Kecamatan Bone sebagai berikut :

ANALISIS DISTRIBUSI PENYAKIT DIARE DAN FAKTOR RESIKO TAHUN 2011 DENGAN PEMETAAN WILAYAH DI PUSKESMAS KAGOK SEMARANG

STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) dalam Buletin. penyebab utama kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14%,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LIMBUR LUBUK MENGKUANG KABUPATEN BUNGO TAHUN 2013

HUBUNGAN SANITASI DASAR RUMAH DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA BENA NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Diare merupakan salah satu dari gangguan kesehatan yang lazim. dan Indonesia (Ramaiah, 2007:11). Penyakit diare merupakan masalah

Analisis Sarana Dasar Kesehatan Lingkungan yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Anak Balita di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada anak balita

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. juga dipengaruhi oleh tidak bersihnya kantin. Jika kantin tidak bersih, maka

BAB I PENDAHULUAN. pasien dewasa yang disebabkan diare atau gastroenteritis (Hasibuan, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah kondisi dimana terjadi buang air besar atau defekasi

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kualitas lingkungan dapat mempengaruhi kondisi individu dan

LAMPIRAN 1 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) Yang bertanda tangan dibawah ini:

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Oleh : Januariska Dwi Yanottama Anggitasari J

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

DAFTAR PUSTAKA. Anonimous, Mengenal Jenis-jenis Restoran. Diakses tanggal 13 Januari jttcugm.wordpress.com/2008/12/16/restoran/

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: )

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya meninggal serta sebagian besar anak-anak berumur dibawah 5

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Anak usia sekolah di Indonesia ± 83 juta orang (

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus diperhatikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UKDW. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikonsumsi masyarakat dapat menentukan derajat kesehatan masyarakat tersebut. (1) Selain

VERIFIKASI ODF Di Komunitas

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran

ANALISIS HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN KONTRUKSI SUMUR GALI TERHADAP KUALITAS SUMUR GALI

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita

BAB 1 PENDAHULUAN. kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. secara adil serta merata (Depkes RI, 2009). Masalah penyehatan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. (triple burden). Meskipun banyak penyakit menular (communicable disease) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat

ABSTRACT. Keywords: Diarrhea, PHBS indicators

BAB I PENDAHULUAN. dilindungi dari ancaman yang merugikannya. perilaku sangat mempengaruhi derajat kesehatan. Termasuk lingkungan

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: )

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB I PENDAHULUAN. bersih, cakupan pemenuhan air bersih bagi masyarakat baik di desa maupun

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan

1. Pendahuluan SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DAN UPAYA PENGENDALIAN PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN PADA KAWASAN KUMUH KECAMATAN MEDAN MAIMUN KOTA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Adanya kebutuhan fisiologis manusia seperti. mencakup kepemilikan jamban sebagai dari kebutuhan setiap anggota keluarga.

INSPEKSI HIGIENE DAN SANITASI DI WILAYAH KANTOR KESEHATAN PELABUHAN

Riki Nur Pratama. Universitas Diponegoro. Universitas Diponegoro

Terdapat hubungan yang erat antara masalah sanitasi dan penyediaan air, dimana sanitasi berhubungan langsung dengan:

PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI TABUK KABUPATEN BANJAR

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya dalam makanan secara tidak sengaja (Fathonah, 2005). Faktorfaktor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya

PENGARUH JARAK ANTARA SUMUR DENGAN SUNGAI TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR GALI DI DESA TALUMOPATU KECAMATAN MOOTILANGO KABUPATEN GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia biasanya dibuat melalui bertani, berkebun, ataupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Pada usia balita merupakan masa perkembangan tercepat

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging

HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI, DAN PERAN PETUGAS TERHADAP KONDISI HYGIENE

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pelabuhan terbesar di provinsi Gorontalo yang terbuka untuk perdagangan luar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Laporan WHO tahun 2015 menyebutkan bahwa diare masih merupakan

Volume VI Nomor 4, November 2016 ISSN: PENDAHULUAN

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KASUS DIARE DI PUSKESMAS ULEE KARENG KOTA BANDA ACEH TAHUN 2012

HUBUNGAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KELURAHAN CIBABAT KECAMATAN CIMAHI UTARA

Anwar Hadi *, Umi Hanik Fetriyah 1, Yunina Elasari 1. *Korespondensi penulis: No. Hp : ABSTRAK

BAB 1 : PENDAHULUAN. Keadaan higiene dan sanitasi rumah makan yang memenuhi syarat adalah merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diare merupakan penyakit yang sangat umum dijumpai di negara

Kegiatan tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. atau dikenal dengan kampus induk/pusat, kampus 2 terletak di Jalan Raden Saleh,

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya lebih dari satu milyar kasus gastroenteritis atau diare. Angka

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN PERILAKU PENGGUNA AIR SUMUR DENGAN KELUHAN KESEHATAN DAN PEMERIKSAAN KUALITAS AIR SUMUR PADA PONDOK PESANTREN DI KOTA DUMAI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang


BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris

Transkripsi:

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922-933 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG * ) Alumnus FKM UNDIP, ** ) Dosen Bagian Kesehatan Lingkungan FKM UNDIP ABSTRAK Penyakit diare masih menjadi masalah utama di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. profil kesehatan Kota Semarang tahun 2010, diare masih masuk 10 besar penyakit yang ada di Menurut data Dinas Kesehatan Kota, Kecamatan Semarang Utara merupakan salah satu wilayah dengan jumlah kasus diare tinggi, sebesar 2.974 kasus. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan kondisi sanitasi dasar dan personal hygiene dengan kejadian diare. Penilitian menggunakan jenis eksplanatori survei dengan desain cross sectional, populasinya seluruh keluarga di Kecamatan Semarang Utara Kemudian sampel 110 responden dengan metode perposive sampling. Analisis data menggunakan chi-square test. Hasil penelitian menunjukkan variabel yang dengan kejadian diare adalah sumber air minum (p=0,009), sarana pembuangan sampah (p=0,031), kebiasaan mencuci tangan setelah BAB (p=0,027), dan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan (p=0,027). Sedangkan variabel yang tidak ada hubungan adalah keberadaan jamban (p=0,195), sanitasi jamban (p=0,117), SPAL (p=0,900),kebiasaan BAB (p=0,079), kebiasaan memasak makanan (p=0,225), pengelolaan air minum (p=0,753) dan pengelolaan air limbah (p=0,093). Dari penelitian ini disimpulkan bahwa variabel yang dengan kejadian diare di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang adalah sumber air minum, sarana pembuangan sampah, kebiasaan mencuci tangan setelah BAB, dan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan. Kata kunci : diare, sanitasi, personal hygiene PENDAHULUAN Penyakit berbasis lingkungan masih banyak ditemukan di Indonesia. Tingginya kejadian penyakit penyakit berbasis lingkungan disebabkan oleh masih buruknya kondisi sanitasi dasar terutama air bersih dan jamban, meningkatnya pencemaran, kurang higienisnya cara pengelolaan makanan, rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat, serta buruknya penatalaksanaan bahan kimia dan pestisida di rumah tangga yang kurang memperhatikan aspek kesehatan dan keselamatan kerja. (1) Penyakit diare menjadi masalah utama di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. Selain sebagai penyebab kematian, diare juga menjadi penyebab utama gizi kurang sehingga bisa menimbulkan kematian dan bisa menimbulkan kejadian luar biasa. (2) Beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya penyakit diare disebabkan oleh kuman melalui

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922-933 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm kontaminasi makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan penderita. (3) profil Kesehatan Kota Semarang tahun 2010, diare masih masuk ke 10 besar penyakit yang ada di Kejadian diare yang dirawat inap di rumah sakit sebanyak 8.733 kejadian, sedangkan yang di puskesmas sebanyak 19.990 kejadian. (4) Untuk tahun 2011 kejadian diare yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang adalah sebanyak 8.438 kasus. Angka tersebut merupakan kejadian paling besar kedua setelah kejadian nyeri kepala. (5) Menurut data Badan Pusat Statistik Kota Semarang tahun 2010, kecamatan Semarang Utara salah satu wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi sebesar 11,59% dengan rata-rata 3,8 jiwa per rumah tangga. Kepadatan penduduk berpengaruh kualitas lingkungan di daerah tersebut serta persebaran penyakit. Kecamatan Semarang Utara merupakan salah satu wilayah dengan jumlah kasus diare sebesar 2.974 kasus. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2006 mengeluarkan data yang menunjukkan bahwa berbagai intervensi perilaku melalui modifikasi lingkungan dapat mengurangi angka kejadian diare sampai dengan 94%. Pengolahan air yang aman dan penyimpanannya di tingkat rumah tangga dapat mengurangi angka kejadian diare sebesar 32%. Upaya meningkatkan penyediaan air bersih dapat menurunkan angka kejadian diare sebesar 25%. Selain itu, melakukan praktek mencuci tangan yang efektif dapat menurunkan angka kejadian diare sebesar 45%. Tujuan penelitian ini yaitu menganalis hubungan kondisi sanitasi dasar dan personal hygiene dengan kejadian diare di Kecamatan Semarang Utara, MATERI DAN METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksplanatori survey, dan metode yang digunakan adalah metode cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga di Kecamatan Semarang Utara sejumlah 31.306 kepala keluarga (KK). Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui perhitungan rumus Solvin (6), sejumlah 110 KK. Sedangkan pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling. Penelitian ini menggunakan kuesioner dan lembar observasi yang digunakan sebagai instrument penelitian untuk mempermudah dalam melakukan penelitian dan memperoleh data mengenai kondisi fasilitas sanitasi dasar dan personal hygiene sehingga dapat dianalisis hubungannya dengan kejadian diare. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kejadian Diare di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang No. Kejadian Diare f % 1. Diare 47 42,7 2. diare 63 57,3 tabel 1 diketahui bahwa 47 responden atau 42,7% mengalami kejadian diare. Sedangkan sisanya yaitu 63

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922-933 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm responden atau 57,3% responden tidak mengalami diare. Kejadian diare dalam penilitian ini diartikan sebagai ada tidaknya kejadian buang air besar lebih dari 3 kali per hari dengan konsistensi tinja lembek sampai cair yang diderita dalam 3 bulan terakhir. Tabel 2 Distribusi Frekuensi Sumber Air Minum di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang No. Sumber Air Minum F % 1. Terlindungi 58 52,7 2. Terlindungi 52 47,3 Sumber air minum merupakan sumber air yang digunakan untuk konsumsi keluarga, dilihat dari terlindunginya sumber air dari kontaminasi mikroorganisme.dari tabel 2 dapat kita ketahui dari 110 responden 58 diantaranya memiliki sumber air minum yang tidak terlindungi. Sedangkan sisanya, yaitu sebanyak 58 responden memiliki sumber air minum yang terlindungi. Tabel 3 Distribusi Frekuensi Sarana Pembuangan Sampah di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang No Sarana Pembuangan f % Sampah 1. Memenuhi Syarat 68 61,8 2. Memenuhi Syarat 42 38,2 Sarana pembuangan sampah adalah keadaan tempat dimana keluarga membuang sampah mereka. tabel 3 diketahui bahwa 68 responden memiliki sarana pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat. Untuk 42 responden sudah memiliki sarana pembuangan sampah yang memenuhi syarat. Tabel 4 Distribusi Frekuensi Keberadaan Jamban di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang No Keberadaan Jamban f % 1. Ada Jamban 25 22,7 2. Ada Jamban 85 77,3 Keberadaan jamban dalam penelitian ini diartikan sebagai ada tidaknya jamban keluarga di rumah responden. Menurut tabel 4, 85 responden memiliki jamban keluarga di rumah mereka. Sedangkan 25 responden tidak memiliki jamban dan untuk kebutuhan BAB mereka sebagian buang air besar di WC umum dan sebagian lagi di sungai. Tabel 5 Distribusi Frekuensi Sanitasi Jamban di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang No. Sanitasi Jamban f % 1. memenuhi syarat 49 57,6 2. Memenuhi syarat 36 42,4 Total 85 100 Sanitasi jamban adalah keadaan atau kondisi jamban keluarga dari responden. tabel 5 dari 85 responden yang memiliki jamban, 49 respondian diantaranya memenuhi syarat. Sedangkan 36 responden sisanya tidak memenuhi syarat. Untuk responden yang tidak memiliki jamban keluarga tidak dapat dinilai sanitasi jambannya.

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922-933 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm Tabel 6 Distribusi Frekuensi Sarana Pembuangan Air Limbah di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang No Sarana Pembuangan Air f % Limbah 1. memenuhi syarat 73 66,4 2. Memenuhi syarat 37 33,6 Saluran pembuangan air limbah (SPAL) adalah saluran yang berguna untuk menyalurkan atau membuang air limbah rumah tangga sebuah keluarga. Tabel 6 menunjukkan bahwa 73 responden memiliki SPAL yang tidak memenuhi syarat. Sedangkan 37 resonden sisanya memiliki SPAL yang memenuhi syarat. Tabel 7 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Buang Air Besar di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang No. Kebiasaan BAB f % 1. memenuhi syarat 13 11,8 2. Memenuhi syarat 97 88,2 Kebiasaan buang air besar dalam penelitian ini diartikan sebagai kebiasaan dimana anggota keluarga responden buang air besar. tabel 7 sebagian responden, yaitu 97 responden memiliki kebiasaan buang air besar yang memenuhi syarat. Sedangkan 13 responden sisanya memiliki kebiasaan buang air besar yang tidak memenuhi syarat. Tabel 8 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Mencuci Tangan Setelah Buang Air Besar di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang No Kebiasaan Cuci Tangan Setelah f % BAB 1. mencuci tangan 25 22,7 2. Mencuci tangan 85 77,3 Kebiasaan mencuci tangan adalah kegiatan mencuci tangan menggunakan air dan sabun yang dilakukan setelah BAB. Tabel 8 menunjukkan mayoritas responden mencuci tangan mereka setelah BAB yaitu 77,3% responden. Sedangkan 22,7% responden tidak mencuci tangan atau mencuci tangan namun tidak menggunakan sabun. Tabel 9 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Mencuci Tangan Sebelum Makan di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang No Kebiasaan Cuci Tangan Sebelum Makan F % 1. mencuci tangan 23 20,9 2. Mencuci tangan 87 79,1 Kebiasaan mencuci tangan adalah kegiatan mencuci tangan menggunakan air dan sabun yang dilakukan sebelum makan. tabel 9, mayoritas responden mencuci tangan mereka sebelum makan yaitu 79,1%. Sedangkan 20,9% responden tidak mencuci tangan atau mencuci tangan namun tidak menggunakan sabun. Tabel 10 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Memasak Makanan di

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922-933 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang No. Kebiasaan Memasak f % Makanan tabel 11 dapat dilihat 1. memenuhi syarat 50 45,5 bahwa sebanyak 91 responden 2. Memenuhi syarat 60 54,5 memiliki pengelolaan air minum yang memenuhi syarat. Sedangkan 19 responden sisanya tidak memenuhi Kebiasaan memasak syarat. makanan dalam penelitian ini adalah bagaimana keluarga tersebut Tabel 12 Distribusi Frekuensi mengolah makanan yang akan dikonsumsi. Tabel 10 menunjukkan Pengelolaan Air Limbah Rumah bahwa 60 responden mempunyai Tangga di Kecamatan Semarang kebiasaan memasak yang memenuhi Utara Kota Semarang syarat. Sedangkan 50 responden sisanya tidak memenuhi syarat. Pengelolaan Air Limbah Masih ada responden yang tidak No Rumah Tangga mencuci bahan makanan terlebih dahulu. Tabel 11 Distribusi Frekuensi Pengelolaan Air Minum di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang No Pengelolaan Air Minum f % 1. memenuhi syarat 19 17,3 2. Memenuhi syarat 91 82,7 Jika air minum yang kita konsumsi tidak diolah dengan benar maka memungkinan akan menjadi perantara masuknya kuman. F % 1. memenuhi syarat 76 69,1 2. Memenuhi syarat 34 30,9 Pengelolaan air limbah adalah bagaimana keluarga tersebut membuang air limbah yang dihasilkan dari kegiatan sehari-hari. Tabel 12 menunjukkan bahwa 76 responden melakukan pengelolaan air limbah yang tidak memenuhi syarat. Sedangkan 34 responden sisanya sudah melakukan pengelolaan air limbah rumah tangga dengan baik.

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922-933 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm Tabel 6 Rekapitulasi Analisis Hubungan antar Variabel Menggunakan Chi Square No. Variabel Bebas Kejadian Diare Nilai p Keterangan 1. Sumber air minum 0,009 Berhubungan 2. Sarana pembuangan sampah 0,031 Berhubungan 3. Keberadaan jamban 0,195 4. Sanitasi jamban 0,117 5. Saluran pembuangan air limbah 0,900 6. Kebiasaan buang air besar 0,079 7. Kebiasaan mencuci tangan setelah BAB 0,027 Berhubungan 8. Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan 0,027 Berhubungan 9. Kebiasaan memasak makanan 0,225 10. Pengelolaan air minum 0,753 11. Pengelolaan air limbah rumah tangga 0,093 Sesuai dengan tujuan penelitian mengenai hubungan kondisi fasilitas sanitasi dasar dan personal hygiene dengan kejadian diare di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang, diperoleh data primer pada penelitian ini yaitu data hasil wawancara dan observasi di lapangan. Data tersebut berupa kejadian diare serta kondisi fasilitas sanitasi dasar dan personal hygiene. Selain itu, didukung pula oleh data sekunder yang berasal dari data Dinas Kesehatan Kota Semarang, Puskesmas Bulu Lor, Puskesmas Bandarharjo dan data Kecamatan Semarang Utara. Hasil analisis statistik dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dari 11 variabel bebas yang dianalisis, hanya 4 variabel yang menyatakan ada hubungan variabel bebas dengan kejadian diare (nilai p<0,05). Variabel tersebut yakni sumber air minum (p = 0,009), sarana pembuangan sampah (p = 0,031), kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar (p = 0,027) dan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan (p = 0,027). Sedangkan 7 variabel bebas lainnya yang dianalisis menunjukkan tidak ada hubungan dengan kejadian diare. Hal ini terbukti dengan nilai p 0,05.

7 Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa terdapat hubungan sumber air minum dengan kejadian diare. Sebagian besar responden menggunakan air dari PDAM dan air isi ulang sebagai sumber air minum mereka. Namun ada beberapa diantaranya yang sumber air minumnya kurang memenuhi syarat, yaitu masih ada air minum yang berasa dan terkadang tercium bau. Hal ini dapat disebabkan karena kualitas air yang kurang bagus maupun penyalurannya yang kurang baik. Kualitas air minum hendaknya diusahakan memenuhi persyaratan kesehatan, diusahakan mendekati persyaratan air sehat yaitu persyaratan fisik, bakteriologis dan kimiawi. Sumber air minum yang memenuhi syarat baik kualitas maupun kuantitasnya akan dapat mengurangi tertelannya kuman penyebab penyakit diare. (7) Kualitas sumber air minum yang buruk dapat diatasi dengan pengelolaan air minum yang baik. Salah satu dari pengelolaan air minum yang baik adalah memasak air sampai dengan mendidih. Hasil uji statistik yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak ada hubungan pengelolaan air minum dengan kejadian diare dengan nilai p = 0,753 (> 0,05). Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden sudah merebus air minum hingga mendidih terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Apabila air dimasak sampai benar-benar mendidih maka kuman-kuman yang ada pada air akan mati. Selain air minum juga sudah ditempatkan di wadah yang tertutup sehingga dapat mengurangi kemungkinan proses kontaminasi. Berkaitan dengan pernyataan diatas bahwa tidak ada hubungan antara pengelolaan air minum dengan kejadian diare, dimungkinkan ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi kejadian diare di Kecamatan Semarang. Faktorfaktor tersebut misalnya kebiasaan memasak dan mencuci tangan para responden. Makanan yang cara pengolahannya maupun cara penyimpannya kurang memenuhi syarat kesehatan dapat terkontaminasi kuman penyakit dan berperan sebagai media masuknya kuman penyakit dalam tubuh seseorang yang memakan. Terdapatnya kuman diare dalam makanan tidak hanya karena penyimpanannya di tempat terbuka. Dapur hendaknya juga senantiasa bersih untuk menghindari kontaminasi penyakit bawaan makanan. Hasil uji statistik yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan memasak makanan dengan kejadian diare didapatkan bahwa tidak ada hubungan kebiasaan memasak makanan dengan kejadian diare dengan nilai p = 0,225. Hal ini disebabkan meskipun tidak dicuci dalam air mengalir, bahan makan dan peralatan memasak tetap dicuci menggunakan ember. Selain itu para responden memasak makananan yang mereka konsumsi hingga matan. Bakteri yang masih menempel pada makanan karena pencucian yang kurang memenuhi syarat akan

8 dapat dikurangi dengan proses pemasakan. Perilaku yang dengan kebersihan adalah bagian penting dalam pemindahan kuman diare. Kurangnya kesadaran akan kebersihan pada setiap orang yang menyebabkan diare dapat meluas. Budaya cuci tangan dengan sabun terutama sebelum makan dan seteleh BAB merupakan sarana penghindar penyakit diare. (8) Tangan yang mengandung kuman penyakit jika tidak dibersihkan dengan benar dapat menjadi media masuknya kuman penyakit ke dalam tubuh manusia. Baik melalui kontak langsung dengan mulut, ataupun kontak dengan makanan dan minuman. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini. Setelah dilakukan analisis statistik, didapat hasil bahwa terdapat hubungan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dan setelah BAB dengan kejadian diare. Nilai p yang diperoleh yaitu 0,027. Hanya sebagian kecil dari responden yang belum memiliki kebiasaan mencuci tangan. Kebiasaan mencuci tangan sudah banyak diterapkan oleh responden. Mereka juga mengaku membiasakan anak mereka untuk mencuci tangan terlebih dahulu sebelum makan. Namun beberapa masih ada yang menjawab jarang mencuci tangan dan hanya mengelap tangan mereka dengan kain lap jika dirasa kotor. Kebanyakan dari mereka menggunakan sabun mandi dan tidak menyediakan sabun khusus cuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir merupakan salah satu butir dari perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang dicanangkan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan. Upaya mudah dan murah ini akan menghindarkan manusia dari sejumlah penyakit menular yang dapat secara langsung terpapar pada tubuh manusia seperti kolera, tifus, hingga flu burung. Upaya mudah dan murah ini akan menghindarkan manusia dari sejumlah penyakit menular yang dapat secara langsung terpapar pada tubuh manusia seperti kolera, tifus, hingga flu burung. Selain faktor di atas, faktor lainnya adalah kebiasaan BAB. Yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan bagaimana dan dimana keluarga membuang air besar sehari-hari. uji statistik yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa kedua faktor tadi tidak dengan kejadian diare. Nilai p yang diperoleh untuk faktor kebiasaan BAB sebesar 0,079 dan untuk keberadaan jamban nilai p sebesar 0,195. Hal ini disebabkan karena tingkat kebiasaan maupun keberadaan jamban pada responden sudah tinggi. Meskipun masih ada responden yang belum memiliki jamban pribadi, mereka memanfaatkan wc umum yang ada di sekitar rumah mereka. Sehingga kedua faktor tersebut bukan faktor yang dominan untuk kejadian diare. Melihat uraian di atas dapat dimungkinkan bahwa ada faktor lain yang mempengaruhi kejadian diare. Faktor tersebut salah satunya adalah sanitasi jamban. Jamban keluarga sangat berguna bagi manusia dan merupakan bagian dari

9 kehidupan manusia, karena jamban dapat mencegah berkembangnya berbagai penyakit saluran pencernaan yang disebabkan oleh kotoran manusia yang tidak dikelola dengan baik. Keberadaan jamban saja tidak cukup untuk mencegah terjadinya suatu penyakit. Diperlukan sanitasi jamban yang memenuhi syarat agar penularan penyakit seperti diare dapat terputus. Hasil uji statistik yang dilakukan diketahui bahwa tidak ada hubungan sanitasi jamban dengan kejadian diare (p = 0,117). Hal ini dapat disebabkan karena sebagian besar responden menggunakan jenis jamban leher angsa. WC umum yang biasa dimanfaatkan oleh responden yang tidak memiliki jamban pribadi hampir seluruhnya juga sudah menggunakan jamban leher angsa. Jenis jamban ini merupakan model terbaik yang dianjurkan kesehatan lingkungan. Penggunaan jamban jenis leher angsa ini akan mencegah bau busuk serta masuknya binatang kecil. Oleh karena itu kondisi jamban yang tidak memenuhi syarat disini tidak begitu berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita. Sebagian besar responden kurang peduli terhadap keadaan jamban. Hal ini terbukti dengan jarangnya mereka dalam membersihkan jamban. Beberapa dari mereka bahkan mengaku membersihkan jamban lebih dari sebulan sekali. Selain jamban yang kotor, bak penampungan airnya pun juga kotor. Beberapa masih menggunakan ember untuk menampung air yang digunakan untuk cebok dan mengguyur jamban. Adapun dalam membuang tinja di WC, responden belum memperhatikan kebersihan WC yang digunakan hal ini merupakan salah satu sumber penularan penyakit. Jamban keluarga yang digunakan bila kurang mendapat perhatian dalam membersihkannya, mungkin dapat menjadi sarang serangga (lalat) maupun binatang lainnya yang dapat mencemari makanan dan lingkungan sekitar. Kebersihan yang kurang pada jamban dapat dikhawatirkan akan menyebabkan berpindahnya penyebab penyakit ke manusia yang di bawa oleh hewan vektor misalnya lalat. Lalat merupakan vektor dari penyakit diare. Lalat ini banyak hidup dan berkembang biak ditempattempat yang lembab dan kotor. Lingkungan sekitar rumah yang biasanya menjadi tempat bersarangnya lalat maupun binatang vektor penyakit lainnya adalah tempat sampah dan saluran pembuangan air limbah. Tempat sampah yang tidak memenuhi syarat akan menyediaka tempat yang baik bagi vektor penyakit yaitu serangga dan binatang-binatang pengerat untuk mencari makanan dan berkembang biak dengan cepat, sehingga mengakibatkan insiden penyakit tertentu di masyarakat dapat meningkat, antara lain penyakit saluran pencernaan seperti diare karena banyaknya lalat yang hidup dan berkembang biak di lingkungan, terutama di tempattempat sampah. (9)

10 Untuk hasil uji hubungan yang dilakukan diperolah hasil bahwa terdapat hubungan antara sarana pembuangan sampah dengan kejadian diare (p = 0,031). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Marylin Junias dan Eliaser Balelay pada tahun 2008. Dalam penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa ada hubungan antara kondisi tempat pembuangan sampah sementara dengan kejadian diare. Selain tempat sampah, saluran pembuangan air limbah rumah tangga juga menjadi tempat yang berpotensi menjadi sarang penyakit. Sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau, mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi menularkan penyakit. Bila ada saluran pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus dibersihkan, agar air limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau yang tidak sedap. Air limbah rumah tangga merupakan air buangan yang tidak mengandung kotoran/ tinja manusia yang dapat berasal dari buangan air kamar mandi, aktivitas dapur, cuci pakaian dan lain-lain yang mungkin mengandung mikroorganisme patogen dalam jumlah kecil serta dapat membahayakan kesehatan manusia. hasil wawancara dan observasi lapangan, keadaan saluran pembuangan air limbah sebagian besar tidak lancar dan menimbulkan bau. juga tidak terlalu peduli terhadap keadaan tersebut. Mereka membiarkan selokan di sekitar rumah tersumbat dan tidak mengalir. Hal ini dapat menjadikan saluran tersebut sebagai sumber beberapa penyakit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kondisi saluran pembuangan air limbah maupun kebiasaan membuang air limbah itu sendiri dengan kejadian diare. Hal ini disebabkan karena meskipun SPAL di sekitar rumah mereka tidak mengalir dan air didalamnya kotor dan berbau, dari hasil observasi yang dilakukan tidak terdapat lalat di sekitarnya. Lalat merupakan vektor utama penyakit diare. Ketidakberadaan lalat di sekitar SPAL mengakibatkan faktor pengolahan dan sarana pembuanga air limbah rumah tangga menjadi tidak dominan dalam kejadian diare. SIMPULAN Setelah melakukan penelitian dapat disimpulkan bahwa sebagai berikut : 1. Sebanyak 42,7% responden menderita diare dan seluruhnya merupakan diare akut. 2. Ada hubungan antara sumber air minum (p=0,009) dengan kejadian diare di Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang. 3. Ada hubungan antara sarana pembuangan sampah (p=0,031) dengan kejadian diare di Kecamatan Semarang Utara, 4. ada hubungan antara keberadaan jamban (p=0,195) dengan kejadian diare di Kecamatan Semarang Utara, 89

11 5. ada hubungan antara sanitasi jamban (p=0,117) dengan kejadian diare di Kecamatan Semarang Utara, 6. ada hubungan antara saluran pembuangan air limbah (p=0,900) dengan kejadian diare di Kecamatan Semarang Utara, 7. ada hubungan antara kebiasaan buang air besar (p=0,079) dengan kejadian diare di Kecamatan Semarang Utara, 8. Ada hubungan antara kebiasaan mencuci tangan setelah BAB (p=0,027) dengan kejadian diare di Kecamatan Semarang Utara, 9. Ada hubungan antara kebiasaan mencuci tangan sebelum makan (p=0,027) dengan kejadian diare di Kecamatan Semarang Utara, 10. ada hubungan antara kebiasaan memasak makanan (p=0,225) dengan kejadian diare di Kecamatan Semarang Utara, 11. ada hubungan antara pengelolaan air minum (p=0,753) dengan kejadian diare di Kecamatan Semarang Utara, 12. ada hubungan antara pengelolaan air limbah (p=0,093) dengan kejadian diare di Kecamatan Semarang Utara, SARAN Bagi peneliti lain yaitu: a. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat menambahkan varibel yang mempengaruhi kejadian diare seperti imunitas, status gizi dan faktor sosial ekonomi. b. Perlu mengkaji mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi kondisi sanitasi lingkungan dan personal hygiene di masyarakat. Bagi DKK Semarang sebagai berikut : a. Perlu melakukan inspeksi terhadap kondisi lingkungan di Kecamatan semarang Utara, terutama mengenai kondisi sarana pembuangan sampah dan saluran pembuangan air limbah karena masih banyak yang tidak memenuhi syarat. b. Dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat pentingnya mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan kegiatan melalui penyuluhan ataupun saat kegiatan posyandu. Bagi masyarakat Kecamatan Semarang Utara antara lain: a. Diharapkan kesadaran masyarakat untuk meningkatkan kebiasaan mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan kegiatan menggunakan air mengalir dan sabun sebagai upaya pencegahan kejadian diare. b. Meningkatkan kondisi sanitasi lingkungan yang memenuhi standar kesehatan pada kondisi sumber air minum, sarana pembuangan sampah, sanitasi jamban serta saluran pembuangan air limbah. DAFTAR PUSTAKA 1. Suharini. Pelatihan Klinik Sanitasi bagi Petugas Puskesmas. Jakarta: Dirjen PPM dan PL; 2000. 2. Dirjen PPM dan PLP. Seminar Nasional Pemberantasan Diare. Jakarta: Depkes RI; 1990. 3. Dirjen PPM dan PLP. Penyehatan Air dalam Program Penyediaan dan

12 Pengelolaan Air Bersih. Jakarta; 2005. 4. Dinkes Profil Kesehatan Kota Semarang 2010. Semarang; 2010. 5. Dinkes Data Kesakitan 2011. Semarang; 2011. 6. Sugiyono. Statistik untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta. 2008. 7. Notoatmodjo, S. Kesehatan Masyarakat. jakarta: PT Rineka Cipta; 2007. 8. DEPKES RI. Buku Ajar Diare. Jakarta : Ditjen PPM-PLP. DEPKES RI. 1990. 9. Kusnoputranto, Haryoto. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: FKM UI; 2001