BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap pemeriksaan penyidikan dan atau penuntutan. 1

dokumen-dokumen yang mirip
Abstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB III FILOSOFI ASAS NE BIS IN IDEM DAN PENERAPANNYA DI PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuan hukum, maka hilanglah sifat melanggar

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

BAB I PENDAHULUAN kemudian Presiden mensahkan menjadi undang-undang pada tanggal. 31 Desember 1981 dengan nama Kitab Undang-undang Hukum Acara

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB III PENUTUP. praperadilan, maka dapat disimpulkan bahwa: akan memeriksa tuntutan tersebut. Tata cara atau acara dalam proses pemeriksaan

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

NOMOR : 89 / PID / 2011 / PT-MDN.

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

P U T U S A N. Nomor : 708/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bagian Kedua Penyidikan

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LARANGAN PENINJAUAN KEMBALI PUTUSAN PRAPERADILAN

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

II. TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendahuluan sebelum pemeriksaan sidang di pengadilan. 1 Istilah praperadilan

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering,

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

JURNAL TUNTUTAN GANTI KERUGIAN AKIBAT TIDAK SAHNYA PENANGKAPAN DAN PENAHANAN MELALUI PROSES PRAPERADILAN

BAB III PENUTUP. serta pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa peranan hakim adalah

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

I. PENDAHULUAN. Ditinjau dari hal-hal yang baru dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

P U T U S A N. Nomor : 529/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. pelaksanaannya diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal: 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA)

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

TATA CARA PEMERIKSAAN ADMINISTRASI PERSIDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1970 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. melekat pada diri masing-masing individu. Hal itu cukup beralasan, betapa tidak,

Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang : Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana

P U T U S A N. Nomor : 227/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk menjamin perlindungan hak azasi manusia dan agar para aparat penegak hukum menjalankan tugasnya secara konsekuen, maka KUHAP membentuk suatu lembaga baru yang dinamakan Praperadilan. Adapun tujuan dari lembaga baru ini adalah sebagai lembaga yang berwenang untuk melakukan pengawasan bagaimana aparat penegak hukum menjalankan tugas dalam peradilan pidana. Lembaga praperadilan merupakan wewenang baru yang diberikan oleh KUHAP pada Pengadilan Negeri, adalah merupakan kewenangan Pengadilan Negeri untuk melakukan pengawasan horizontal terhadap segala tindakan yang berkaitan dengan proses penyidikan dan proses penuntutan perkara pidana yang dilakukan oleh pejabatpejabat dalam tahap pemeriksaan penyidikan dan atau penuntutan. 1 Dalam pratik peradilan, kerapkali ditemui beberapa permasalahan yang berkaitan dengan hukum acara pemeriksaan yang harus diterapkan oleh hakim untuk menerima, memeriksa dan memberikan putusan atas permintaan praperadilan yang diajukan kepadanya mengingat KUHAP sendiri tidak secara tegas menyebutkan hukum acara mana yang harus dipergunakan oleh hakim dalam pemeriksaan di persidangan. 2 Dalam hal pemanggilan para pihak, misalnya Mahkamah Agung menegaskan dipergunakan ketentuan KUHAP, sedangkan dalam praktik sudah kita semua 1 M.Yahya Harahap,pembahasan permasalahan dan penerapan KUHAP pemeriksaan sidang pengadilan, Banding, Kasasi, dan peninjauan kembali, Sinar Grafika, Edisi kedua, Jakarta, tahun 2007, hlm. 1 2 Ibid, hlm. 4

pemanggilan dilakukan oleh Jurusita. Demikian pula mengenai hukum acara di dalam persidangan, oleh karena para pihak yang tersangkut praperadilan bukannya penuntut umum dan terdakwa atau penggugat dan tergugat, sebagaimana dalam acara pemeriksaan pidana maupun perdata, maka terdapat kecenderungan pemeriksaan praperadilan bersifat quasi penggugat dan quasi tergugat. Munculnya lembaga praperadilan dapat kita baca sebagai perlindungan hak asasi manusia yang merupakan pedoman dalam memahami dan menafsirkan arti hak asasi manusia. Mengenai desain prosedur dari KUHAP, dapat ditafsirkan bahwa maksud pembuat undang-undang adalah memberi peran utama kepada pengadilan atau sidang pengadilan. Hal ini didasarkan antara lain pada ketentuan KUHAP pasal 191 dan pasal 197 yang menentukan bahwa baik dalam putusan bersalah maupun putusan bebas hal ini harus didasarkan pada fakta dan keadaan serta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang. 3 Dapat dibayangkan bagaimana suatu masyarakat yang dihadapkan pada krisis peningkatan kriminilitas atau pelanggaran hukum pidana tertentu ataupun dikejutkan dengan terjadinya suatu tindak pidana, dapat menghadapi tersangka dengan kemarahan moral yang besar. Dalam keadaan seperti proses penyidikan, penuntut dan pemidanaan dianggap sebagai tidak mempunyai permasalahan hukum. Dalam keadaan ini begitu mudah seorang tersangka, seorang warga negara seperti kita, tanpa melalui prosedur hukum yang adil berubah status hukumnya menjadi penjahat dan musuh masyarakat. 4 3 Ibid, hlm 6 4 Ibid, hlm 7

KUHAP kita tidak menghendaki suatu proses peradilan di mana seorang tersangka sudah dijatuhi putusan bersalah sebelum prosesnya dimulai, dalam hal ini disebut sebagai eigenrichting. Apa yang ingin diganti oleh Bangsa Indonesia dari HIR melalui KUHAP, proses pembentukan KUHAP menunjukkan bahwa yang ingin diperjuangkan adalah pemahaman untuk melihat proses peradilan pidana itu sebagai berlandaskan proses hukum yang adil, di mana hak-hak tersangka/terdakwa/terpidana dilindungi dan dianggap sebagai bagian hak-hak warga negara dan karena itu bagian dari Hak Asasi Manusia. KUHAP telah merepsi prinsip accusatior, bahwa dalam acara pidana, Penuntut Umum dan terdakwa berhadapan sebagai pihak yang sama haknya, untuk melakukan pertarungan hukum didepan hakim yang tidak memihak. Pertimbangan pertama dari KUHAP bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum. Apabila dari hasil penyidikan dan pemeriksaan, penyidik berpendapat apa yang disangkakan terhadap tersangka bukan merupakan perbuatan pelanggaran dan kejahatan, dalam hal ini berwenang menghentikan penyidikan. Artinya jika apa yang disangkakan bukan kejahatan maupun pelanggaran pidana yang termasuk kompetensi peradilan umum, jadi tidak merupakan pelanggaran dan kejahatan seperti yang diatur dalam KUHP atau dalam peraturan perundang-undangan tindak pidana khusus yang termasuk dalam ruang lingkup wewenang peradilan umum, penyidikan beralasan dihentikan. Bahkan merupakan keharusan bagi penyidik untuk menghentikan pemeriksaan penyidikan. Kendati diakui, kadang-kadang sangat sulit menarik garis

yang tegas tentang apakah suatu tindakan yang dilakukan seorang, termasuk dalam ruang lingkup tindak pidana pelanggaran dan kejahatan. Kesulitan ini sering dijumpai dalam peristiwa-peristiwa yang dekat hubungannya dengan ruang lingkup hukum perdata. Penghentian penyidikan atas dasar alasan demi hukum pada pokoknya sesuai dengan alasan-alasan hapusnya hak menuntut dan hilangnya hak menjalankan pidana yang diatur dalam Bab VIII KUHP, sebagaimana yang dirumuskan dalam ketentuan pasal 76, 77, 78 dan seterusnya, antara lain: a. nebis in idem; b. tersangka meninggal dunia; c. karena daluarsa. 5 Bilamana ternyata suatu perkara pidana dihentikan penyidikannya, dengan tanpa terdapat alasan yang dibenarkan oleh undang-undang dalam hal ini KUHAP. Artinya perkara pidana tersebut ada cukup bukti, perkara pidana itu merupakan tindak pidana murni dan tidak terdapat alasan untuk menutup perkara dimaksud atas dasar ditutup demi hukum, maka upaya yang dapat dilakukan guna menegakkan Hukum Pidana bagi para pelanggarnya adalah dengan mengajukan praperadilan. 6 Praperadilan merupakan hal baru dalam dunia peradilan Indonesia. Praperadilan merupakan salah satu lembaga baru yang diperkenalkan KUHAP di tengah-tengah kehidupan penegakan hukum. Praperadilan dalam KUHAP, 5 Ibid, hlm 25 6 Ibid, hlm 28

ditempatkan dalam Bab X Bagian Kesatu sebagai salah satu bagian ruang lingkup wewenang mengadili bagi Pengadilan Negeri. Di tinjau dari segi struktur dan susunan peradilan, Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri. Bukan pula sebagai instansi tingkat peradilan yang mempunyai wewenang memberi putusan akhir atas suatu kasus peristiwa pidana. Praperadilan hanya suatu lembaga baru yang ciri dan eksistensinya berada dan merupakan kesatuan yang melekat pada Pengadilan Negeri, dan sebagai lembaga pengadilan, hanya dijumpai pada tingkat Pengadilan Negeri sebagai satuan tugas yang tidak terpisah dari Pengadilan Negeri. Dengan demikian Praperadilan bukan berada di luar atau di samping maupun sejajar dengan Pengadilan Negeri, tapi hanya merupakan divisi dari Pengadilan Negeri. Adapun administrative yustisial, personil, peralatan, dan finansial bersatu dengan Pengadilan Negeri, dan berada di bawah pimpinan serta pengawasan dan pembinaan Ketua Pengadilan Negeri. Dari gambaran di atas, eksistensi dan kehadiran Praperadilan bukan merupakan lembaga peradilan tersendiri. Tetapi hanya merupakan pemberian wewenang dan fungsi baru yang dilimpahkan KUHAP kepada setiap Pengadilan Negeri, sebagai wewenang dan fungsi tambahan Pengadilan Negeri yang telah ada selama ini. Seperti yang sudah diketahui, demi untuk terlaksananya kepentingan pemeriksaan tindak pidana, undang-undang memberi kewenangan kepada penyidik dan penuntut untuk melakukan tindakan upaya paksa berupa penangkapan, penahanan, penyitaan dan sebagainya. Demikian pula penyidik diberikan kewenangan untuk melakukan penghentian penyidikan atas dasar alasan-alasan yang dibenarkan oleh KUHAP.

Praperadilan yang dilakukan terhadap penghentian penyidikan secara tidak sah mempunyai misi dan motivasi tertentu. Praperadilan mempunyai maksud dan tujuan yang hendak ditegakkan dan dilindungi, yakni tegaknya hukum dan perlindungan hak asasi korban dalam semua tingkat pemeriksaan perkara pidana. Upaya yang dapat ditempuh oleh Pemohon yang berkepentingan atau tersangka adalah melakukan upaya Praperadilan. Praperadilan ini diatur dalam Pasal 77 KUHAP, yang berbunyi pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang. Upaya praperadilan sering di lakukan oleh para pihak yang di rugikan antara lain : tersangka/terdakwa, keluarga, kuasa hukumnya, jaksa penuntut umum, penyidik dan pihak-pihak yang berkepentingan. Data pengajuan upaya hukum Praperadilan di Pengadilan Negeri Kota Medan selama 2 (dua tahun) terakhir menunjukkan bahwa upaya prapradilan sering diajukan, sebagaimana tabel dibawah ini : No. Tahun Permohonan Ditolak Diterima Praperadilan 1. 2015 40 30 10 2. 2016 38 26 12 3. Jumlah perkara 78 56 22 Persentase 43,68% 17,16% Sumber data : Direktori Pengadilan Negeri Medan tahun 2017 7 7 http://putusan.mahkamahagung.go.id/pengadilannegerimedan/mahkamahagung/direktori/pi dana (diakses pada tanggal 15-03-2017 pada pukul : 15:17 WIB)

Maka penelitian ini penulis tertarik meneliti perkara Praperadilan yang di terima/dikabulkan Pengadilan Negeri Medan karena diketahui sepanjang data yang diperoleh dari tahun 2015-2016 dari tabel data perkara di atas menunjukan persentasi perkara Praperadilan yang diterima atau dikabulkan sangatlah minim atau sedikit ketimbang perkara Praperadilan yang ditolak oleh Pengadilan Negeri Medan terkait penetapan tersangka, penahanan, penuntutan hingga sah atau tidaknya penghentian penyidikan. Maka pada penelitian hukum ini, peneliti melakukan penelitian terhadap kasus penipuan, yang diatur pada dalam Pasal 378 KUHP yang berbunyi : Barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan perkataan perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat utang atau menghapuskan piutang, dihukum karena penipuan, dengan hukuman penjara selama lamanya empat tahun. Perkara dari putusan Praperadilan yg dianalisis ialah sebagai berikut Praperadilan yang diminta oleh pemohon adalah praperadilan berhubungan dengan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP), karena jelas merugikan pihak pelapor atau pihak yang dirugikan. Sedangkan untuk praperadilan penangkapan, penahanan maka yang mengajukan praperadilan ialah pihak tersangka yang dirugikan karena penangkapan atau penahanannya dilakukan secara tidak sah. Praperadilan dilakukan dengan sistem acara yang berbeda yang dilakukan acara yang berbeda yang dilakukan sesuai pasal 78 yang berisi : a. yang melaksanakan wewenang pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 adalah praperadilan.

b. Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera. 8 Praperadilan ini juga mempunyai aturan yang berupa : 1. Penetapan hari sidang 3 hari setelah diterimanya permintaan. 2. Hakim mendengar keterangan dari tersangka/pemohon maupun dari pejabat yang berwenang. 3. Pemeriksaan dilakukan secara cepat selambat-lambatnya 7 hari. 4. Praperadilan gugur apabila perkara pokok sudah mulai diperiksa. 5. Putusan harus memuat dengan jelas dasar dan alasannya. Kekuatan putusan praperadilan ini sangatlah kuat yaitu Putusan Praperadilan tidak dapat dimintakan banding terhadap Pasal 79, Pasal 80 dan Pasal 81 KUHAP putusan yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dapat dimintakan putusan akhir ke pengadilan tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan sesuai dengan Pasal 83 ayat (2) KUHAP Dari proses-proses hukum yang telah penulis jabarkan di atas terkait dengan kasus yang penulis pilih ternyata penulis menemukan kejanggalan mengapa dikeluarkan SP3 (surat penghentian penyidikan dan penuntutan), dalam kasus ini yang menceritakan tentang seorang pengusaha yang bernama H.T.M Razali, pengusaha ini melaporkan rekan bisnisnya yang bernama H.Sulaiman Ibrahim yang diduga melakukan tindak pidana seperti tercantum dalam Pasal 378 KUHP yaitu penipuan, H.T.M Razali sebelumnya yang bersangkutan mengadakan perjanjian dengan H.Sulaiman Ibrahim akan tetapi dalam perjalanan perjanjian tersebut, H.T.M Razali mengundurkan diri dan meminta 8 Ibid, Jhon Z Loude penerbit sinar grafika,jakarta, hlm.49

kembali investasi nya berupa uang kepada H.Sulaiman Ibrahim maka sebagian besar investasi tersebut telah di kembalikan dan sisa yang belum di kembalikan di kirim lewat cek dari BRI SYARIAH oleh H.Sulaiman Ibrahim dan setelah di periksa/di kliring oleh H.T.M.Razali ke bank BRI SYARIAH isi cek tersebut kosong sampai empat kali atau empat lembar, hingga pada akhirnya yang bersangkutan H.T.M Razali melaporkan H.Sulaiman Ibrahim ke Polda Sumatera Utara dengan jerat pasal 378 KUH Pidana tentang penipuan. Pihak Kepolisian Polda Sumatera Utara menolak pengaduan pemohon yaitu H.T.M Razali pihak kepolisian beralibi perkara yang terjadi antara H.T.M Razali dengan H.Sulaiman Ibrahim dengan tuduhan Penipuan bukanlah ranah Hukum Pidana akan tetapi Ranah Hukum perdata sebab menyangkut tentang isi dari perjanjian dan tidak di temukan unsur pidana. Surat Permohonan praperadilan pada putusan Nomor: 51/Pra.pid/2015/PN. MDN ialah Pelapor/pengadu terhadap perkara tindak pidana penipuan kepada ketua pengadilan Negeri Medan dengan alasan bahwa tindakan termohon selaku kepolisian polda sumut tidaklah profesional karena termohon tidak mengkaji unsur dari tindak pidana yang dilaporkan oleh pemohon karena dari bukti cek kosong tersebut telah jelas bahwa pemohon telah ditipu karena cek yang diberikan untuk menghapuskan piutang ternyata setelah dikonfirmasi pada pihak perbankan ternyata cek tersebut cek yang tidak mempunyai dana.

Berdasarkan uraian di atas,maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul : Akibat Hukum di Kabulkannya Permohonan Praperadilan Atas Surat Pemberhentian Penyidikan Terhadap Tindak Pidana Penipuan (Studi Putusan Nomor : 51/Pra.Pid/2015/PN.MDN) 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dilakukan identifikasi masalah sebagai berikut : 1. Pengaturan hukum Prosedur pengajuan praperadilan 2. Akibat Hukum dikabulkannya Permohonan Praperadilan Atas Surat Pemberhentian Penyidikan Tindak Pidana Penipuan 3. Mengindetifikasi suatu pengaduan pemohon dalam perkara praperadilan tindak pidana penipuan 1.3 Pembatasan Masalah Untuk mempermudah penulis dalam melakukan penelitian ini maka di perlukan pembatasan masalah antara lain sebagai berikut : 1. Penelitian ini dilaksanakan di pengadilan Negeri Medan Sumatera Utara 2. Penelitian ini hanya menganalisis putusan di pengadilan Negeri Medan 3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui subtansi kepastian Hukum dalam sidang Praperadilan yang di Mohonkan oleh pemohon terhadap termohon

1.4 Rumusan Masalah Adapun Rumusan Masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana prosedur pengajuan praperadilan penghentian penyidikan? 2. Bagaimana akibat Hukum di kabulkannya permohonan Praperadilan atas surat pemberhentian Penyidikan terhadap tindak pidana penipuan berdasarkan Putusan Nomor : 51/Pra.Pid/2015/PN.Mdn.? 1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitan 1.5.1. Tujuan Penelitian : 1. Untuk mengetahui prosedur pengajuan Praperadilan atas Surat Pemberhentian Penyidikan terhadap Tindak Pidana Penipuan. 2. Untuk mengetahui akibat hukum dikabulkannya permohonan Praperadilan mengenai atas surat pemberhentian penyidikan terhadap tindak pidana penipuan, Putusan Nomor : 51/Pra.Pid/2015/PN.Mdn. 1.5.2. Manfaat Penelitian : 1. Manfaat Teoritis Sebagai sumbangsih pemikiran untuk perkembangan ilmu Hukum Khususnya Hukum Kepidanaan, merevisi serta mengukuhkan teori yang berhubungan. 2. Manfaat Praktis a. Sebagai pengaplikasian Tri Dharma Perguruan tinggi poin ke dua dan poin ke tiga yaitu penelitian dan pengabdian Masyarakat

b. Bermanfaat untuk mengembangkan penalaran dan menerapkan ilmu yang diperoleh dibangku kuliah Fakultas Hukum Universitas Medan Area dan sebagai bekal seorang Profesional di bidang Hukum.