BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah kesehatan dan keselamatan kerja masih merupakan salah satu persoalan dalam upaya pembangunan kesehatan masyarakat di Indonesia. Kesehatan dan keselamatan kerja tersebut terjadi pada pekerja informal maupun pekerja formal. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Berdasarkan laporan International Labour Organization (ILO) bahwa diseluruh dunia setiap tahunnya 2,2 juta orang meninggal karena kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, dan di Indonesia setiap tujuh detik terjadi kasus kecelakaan kerja. Oleh karena itu sangat penting diaplikasikan secara komprehensif program kesehatan dan keselamatan kerja di seluruh sektor pekerjaan (ILO,2004). Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja (Depnaker, 2004) Menurut Suma;mur (1996), Program kesehatan kerja tidak terlepas dari program keselamatan kerja, karena dua program tersebut tercakup dalam pemeliharaan terhadap pekerja. Keselamatan kerja merupakan keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, 1
landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja bersasaran segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara. Keselamatan kerja merupakan sarana untuk pencegahan kecelakaan, cacat, dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja. Menurut Topobroto (2002) bahwa keselamatan dan kesehatan kerja baik sekarang maupun masa yang akan datang merupakan sarana menciptakan situasi kerja yang aman, nyaman dan sehat, ramah lingkungan, sehingga dapat mendorong efisiensi dan produktifitas yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan semua pihak, baik bagi pengusaha maupun pekerja. Dengan demikian pemantauan dan pelaksanaan norma-norma kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja merupakan usaha meningkatkan kesejahteraan pekerja, keamanan aset produksi dan menjaga kelangsungan bekerja dan berusaha dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Salah satu pekerja yang rentan terhadap kasus kecelakaan kerja adalah petugas Search And Rescue (SAR) atau petugas pencarian dan pertolongan pada setiap musibah penerbangan, bencana atau musibah lainnya yang mencakup daratan, udara dan perairan. Petugas SAR beresiko terhadap kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang ditimbulkan akibat pekerjaanya yang berhubungan dengan lingkungan kerja yang sangat beresiko (BASARNAS, 2006). Petugas SAR merupakan salah satu tenaga kerja yang dibentuk untuk mendukung operasional kegiatan SAR dibawah BASARNAS yang mempunyai uraian tugas meliputi usaha dan kegiatan mencari, menolong, dan menyelamatkan
jiwa manusia yang hilang atau dikhawatirkan hilang atau menghadapai bahaya dalam musibah pelayaran, dan / atau penerbangan, atau bencana dan musibah lainnya. Dasar pembentukan petugas SAR ini didasarkan pada kebutuhan akan penyelamatan dan pertolongan terhadap korban bencana alam atau musibah lainnya mengingat daerah Indonesia merupakan salah satu daerah yang rawan bencana alam dan secara faktual kehidupan manusia juga tidak terlepas dari bencana alam dan musibah sehari-hari, sehingga keberadaan tim SAR sangat strategis dan dinilai penting. Konsekuensi lain yang terjadi akibat dari pelaksanaan pekerjaanya adalah terjadi kecelakaan kerja baik kecelakaan kerja bersifat ringan seperti tergores, tertusuk, dan lainnya maupun kecelakaan kerja yang mengakibatkan gangguan kesehatan seperti penyakit akibat kerja serta terjadi kematian dalam pelaksanaan pekerjaannya. Secara umum pekerjaan petugas SAR membutuhkan kecekatan dan kecepatan dalam bekerja guna menyelamatkan korban secara cepat dan menghindari konsekuensi yang lebih fatal seperti kematian yang mengancam korban musibah atau bencana alam. Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan individu terhadap pemahaman keselamatan dan kesehatan kerjanya, dan tindakan yang aman ketika bekerja menyelamatkan korban. Kecelakaan dan kesehatan kerja terjadi akibat faktor individu dan lingkungan. Menurut Suma mur (1996) kecelakaan kerja dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor individu seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, lama kerja dan perilaku tidak tidak aman seperti bekerja tanpa menggunakan alat pelindung diri yang
baik dan benar memakai peralatanyang tidak layak pakai, kesalahan dalam memberi perintah, bekerja sambil makan atau merokok, kurang menjaga kondisi fisik, dan lain sebagainya, dan faktor lingkungan kerja seperti seperti tidak ada prosedur kerja, kondisi lingkungan kerja tidak kondusif seperti panas terik, terjal, berlumpur dan lain sebagainya. Heinrich (1980) dalam Haryono dan Woro (2007) menyatakan bahwa 80% kecelakaan kerja disebabkan oleh perbuatan yang tidak aman (unsafe action) yaitu faktor yang bersumber dari individu seperti usia, jenis jenis kelamin dan pendidikan dan hanya 20% disebabkan kondisi yang tidak aman (unsafe condition) seperti kondisi lingkungan yang berisiko, peralatan kerja tidak lengkap dan tidak safety, sehingga pengendaliannya harus bertitik tolak dari perbuatan yang tidak aman yang dalam hal ini adalah perilaku pekerja terhadap penggunaan APD (Alat Pelindung Diri). Salah satu unsur penting yang termasuk dalam faktor individu yang mempengaruhi kecelakaan kerja adalah persepsi dan sikap pekerja terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Menurut Robbins (2003) persepsi merupakan sebuah proses yang kompleks, yang terdiri dari proses penginderaan, pengorganisasian dan interpretasi maka proses terjadinya dipengaruhi oleh beberapa komponen. Ada beberapa hal yang berpengaruh dalam proses persepsi bagi seorang individu. Persepsi individu dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi antara lain : (a) pelaku persepsi, yaitu bila seseorang individu memandang suatu objek dan mencoba menafsirkan apa yang
dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari perilaku persepsi individu itu, (2) objek atau target, yaitu karakteristik-karakteristik dari objek atau target yang akan diamati dapat mempengaruhi apa yang akan dipersepsikan oleh individu tersebut, dan (3) kontek situasi itu dilakukan, yaitu penting bagi seorang individu melihat konteks objek atau peristiwa, karena unsur-unsur lingkungan disekitarnya sangat mempengaruhi persepsi individu tersebut. Menurut Ahmadi (2004), sikap adalah respon individu terhadap objek dan situasi atau individu lainnya baik bersifat positif maupun negatif, dan dalam hal ini adalah respon atau tanggap petugas SAR terhadap keselamatan dan kesehatan kerja dalam melaksanakan uraian tugasnya sebagai petugas SAR. Hal ini mengingat pekerjaan sebagai petugas SAR cenderung memiliki resiko bahaya yang tinggi, karena harus siap digerakkan sesegera mungkin, kapan saja dan dimana saja, baik di laut, di sungai, di gunung, di hutan, di rawa, dan sebagainya. Faktor sesegera mungkin secara psikologios dapat membuat petugas terburu-buru, sehingga petugas tidak hati-hati dan kurang cermat dalam melaksanakan tugasnya, dan akhirnya beresiko terhadap keselamatan diri dan kecelakaan bagi petugas SAR. Persepsi dan sikap tersebut dilandasi oleh pengetahuan individu terhadap objek yang diamati atau yang alami. Pemahaman terhadap objek tersebut dinilai sangat penting untuk membentuk persepsi dan sikap yang positif, sehingga secara aplikatif (tindakan) akan sesuai dengan yang diharapkan (Natoatmodjo, 2005). Persepsi dan sikap yang salah akan berdampak negatif yang terwujud dari tindakan yang salah. Kaitannya dengan uraian tugas petugas SAR penting diperhatikan
kemampuan petugas memahami seluruh prosedur tetap pelaksanaan kegiatan pertolongan dan penyelamatan yang akan dilakukan meskipun dilaksanakan secara spontan atau pada waktu yang mendesak seperti penggunaan APD, dan penting mengikuti prosedur kerja lainnya. Penelitian Yusri, dan Jhonny (2000) bahwa sikap petugas radiasi Rumah Sakit (RS) berpengaruh secara signifikan terhadap kecelakaan kerja di RS, dan diketahui keselamatan kerja 16,2% masih termasuk kurang, serta proporsi petugas radiasi yang mengalami kecelakaan kerja 73,1% terdapat pada pekerja dengan sikap yang kurang. Menyikapi risiko tinggi terhadap keselamatan dan kesehatan kerja petugas SAR, maka pemerintah melalui Keputusan Kepala Badan SAR Nasional No: Kep.0041/Um.401/1/BSN 2008, telah mengeluarkan tunjangan risiko tinggi bagi personil tim SAR, namun hal ini adalah hanya sebagai salah satu bentuk dukungan secara psikologis dan materil saja terhadap pekerjaan sebagai petugas SAR. Meskipun demikian kecelakaan kerja dan keselamatan petugas SAR masih menjadi ancaman, jika tidak dimulai dari individu petugas SAR dengan pemahaman secara komprehensif terhadap seluruh uraian tugasnya dan mematuhi kaedah-kaedah keselamatan dan kesehatan kerja. Berdasarkan laporan BASARNAS (2008), jumlah kematian akibat kerja pada petugas SAR sebanyak lima orang yaitu dua orang di Kantor SAR Medan, satu orang di kantor SAR Tanjung Pinang, dan 2 orang di kantor SAR Merauke. Data yang dilaporkan hanya data kematian akibat kerja sedangkan kecelakaan lainnya akibat pelaksanaan tugas cenderung belum dilaporkan secara pasti.
Pekerjaan sebagai SAR secara organisatoris terdapat di seluruh wilayah Indonesia khususnya pada areal rawan bencana. Salah satunya adalah unit Kantor SAR Kota Medan. Secara faktual dapat diketahui bahwa petugas SAR cenderung kurang memahami dan mematuhi prosedur kerja petugas SAR seperti tidak menggunakan ADP ketika bertugas, sehingga berpotensi terhadap keselamatan diri petugas SAR. Hal ini dapat dilihat dari laporan keselamatan dan kesehatan kerja kantor SAR Medan (2007), terdapat 2 (dua) petugas SAR meninggal ketika sedang bertugas, dan tiga petugas lainnya mengalami cidera dan membutuhkan perawatan yang intensif. Hal ini mengindikasikan bahwa petugas SAR masih sangat berpotensi terhadap terjadi kecelakaan kerja dan kematian akibat kerja. Data kepegawaian SAR kota Medan (2008) menunjukkan jumlah petugas SAR sebanyak 85 orang yang terdiri dari 36 petugas (64,2%) Rescuer atau Anggota Tim SAR, dan 49 petugas administrasi dan siaga komunikasi. Jumlah petugas rescuer tersebut dinilai masih kurang dibandingkan uraian tugasnya, namun sangat penting diperhatikan keselamatan dan kesehatan kerjanya. Berdasarkan peningkatan kompetensi petugas SAR setiap tahunnya dilakukan pelatihan dan pendidikan keselamatan dan upaya penyelamatan korban bencana guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas SAR dalam melaksanakan tugasnya termasuk upaya keselamatan dan kesehatan kerja petugas SAR, namun kecelakaan kerja tidak dapat dihindari karena dapat terjadi secara tidak sengaja maupun segaja baik akibat perilaku individu yang tidak aman maupun lingkungan kerja yang tidak aman.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian tentang pengaruh persepsi dan sikap terhadap pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja pada petugas SAR sangat penting dilakukan mengingat persepsi dan sikap adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja pada petugas SAR guna merumuskan kebijakan yang strategis dalam peningkatan upaya keselamatan dan kesehatan kerja pada petugas Kantor SAR Medan, sehingga kecelakaan kerja dan kematian akibat kerja dapat direduksi secara permanen. 1.2. Permasalahan Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh persepsi dan sikap petugas Search And Rescue terhadap penerapan keselamatan dan kesehatan kerja dalam kegiatan Search And Rescue Kantor SAR Medan. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh persepsi dan sikap petugas Search And Rescue terhadap penerapan keselamatan dan kesehatan kerja dalam kegiatan Search And Rescue Kantor Search And Rescue. 1.4. Hipotesis Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh persepsi dan sikap petugas Search And Rescue terhadap penerapan keselamatan dan kesehatan kerja dalam kegiatan Search And Rescue Kantor SAR Medan.
1.5. Manfaat Penelitian 1. Memberikan masukan bagi BASARNAS dalam merumuskan kebijakan peningkatan upaya keselamatan dan kesehatan kerja berbasis sumber daya manusia dan mengeliminasi angka kecelakaan kerja pada petugas SAR. 2. Menjadi masukan bagi petugas SAR terhadap pemahaman secara komprehensif upaya keselamatan dan kesehatan kerja dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan Search And Rescue di wilayah kerja Kantor SAR kota Medan. 3. Menjadi masukan untuk penelitian serta kajian ilmiah lainnya tentang keselamatan dan kesehatan kerja.