BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keberadaan kekuasaan Yamato di Jepang berkaitan dengan adanya perpindahan dari suku-suku bangsa penunggang kuda di Asia Timur pada abad ke-3 dan ke-4 M. Menurut Ishida (1961:4) dinasti Yamato didirikan oleh salah satu penguasa suku bangsa Tungus dari daratan Asia yang mengembara dengan penunggang kuda. Pada permulaan abad ke-5 M, kelompok penunggang kuda yang dilengkapi dengan alat-alat militer melintasi selat Tsushima untuk menduduki pulau Kyusu di Jepang, di sana mereka telah menaklukkan kelompok-kelompok kepala suku dari suku bangsa Wa dan akhirnya mereka mendirikan negara pusat Yamato di Jepang bagian barat. Masyarakat pada zaman Yamato diperintahkan oleh seorang kaisar, namun yang menjalankan roda pemerintahannya adalah kepala para klan (goozoku) yang merupakan pembantu kaisar. Sistem pemerintahan seperti ini berlangsung sampai abad pertengahan. Mata pencaharian masyarakat pada zaman Yamato hampir sama dengan masyarakat pada zaman Yayoi, diantaranya adalah pembuat barang tembikar, tukang kayu, tukang besi, penggunaan alat pemintal untuk memintal benang menjadi kain, dan yang paling utama adalah pertanian, karena dengan bertani mereka mulai bergerak menuju ketingkat peradaban yang lebih baik. Struktur masyarakat pada zaman ini menunjukkan adanya kelas-kelas dalam masyarakat. Keturunan Tenno
merupakan kelas tertinggi, sedangkan goozoku dan masyarakat biasa berada di bawah Tenno, tanah dimiliki oleh Tenno dan Goozoku, rakyat biasa hanyalah penggarap tanah. Para penghuni tanah yaitu rakyat biasa memiliki kewajiban mengolah tanah dan membuat bermacam-macam perlengkapan yang dibutuhkan oleh pihak istana. Kepercayaan masyarakat Jepang pada zaman Yamato terbentuk dari kepercayaan religius sebagai unsur-unsur agama Shinto. Shinto adalah agama asli Jepang yang memiliki simbol, ritus, dan perayaan keagamaan yang sering dilakukan di dalam kuil-kuil yang sarat dengan mistik. Awal periode zaman Yamato, kepercayaan masyarakat sebagian besar bersifat animistik dan pemujaan terhadap alam. Agama Shinto berpusat pada pemujaan animistik gejala-gejala alam, gununggunung, air, dan seluruh proses penguburan dijadikan objek pemujaan yang percaya bahwa suatu binatang atau benda yang mempunyai hubungan darah sebagai keluarga atau suatu kelompok sosial tertentu dan karena itu memakai lambang, dimasukkan kedalam kami atau dewa (O Reischaver 1982:286). Kekuasaan pemerintahan Yamato yang berkembang pesat di Jepang, menimbulkan keinginan untuk memulai kontak dengan daratan Asia, dengan adanya kontak dengan daratan Asia maka mulai diperkenalkan ide-ide dan teknik-teknik baru di Jepang. Budhisme masuk dari Cina dan India, ilmu organisasi pemerintahan, serta bentuk tulisan Cina namun masing-masing disesuaikan dengan kondisi Jepang. Selama abad ke-4 dan ke-5, terjadi perkembangan peradaban baru di Jepang. Jepang dipimpin oleh sistem kekaisaran yang turun temurun sampai sekarang. Para kaisar awal membangun istana mereka di kota yang dikenal dengan Osaka. Besar dan
kuatnya pengaruh kaisar pada zaman Yamato sekita abad ke-5 ditunjukkan dengan ditemukannya kuburan besar yang disebut Kofun dari masa kaisar Oojin sampai kaisar Nintoku. Kofun adalah gundukan tanah yang dibuat dengan membentuk sebuah kuburan. Kuburan ini merupakan produk zaman Yamato yang muncul pada abad ke-3 M. Periode kofun ini merupakan kelanjutan dari periode akhir Yayoi. Kofun yang ada pada zaman Yamato merupakan makam-makam dari raja dan bangsawan yang berada disekeliling keluarga istana, kofun yang dibuat oleh kaisar Yamato menunjukkan bahwa pada saat itu kaisar telah memulai membentuk suatu sistem sosial politik untuk mengendalikan rakyat dan bangsa lain. Periode kofun banyak dipengaruhi dari budaya yang datang dari Cina dan Korea yang membawa penambahan-penambahan budaya baru. Pada zaman Yamato, periode kofun terbagi atas tiga periode yaitu periode awal kofun (abad ke-3), periode pertengahan kofun (abad ke-5), dan periode akhir kofun (abad ke-6). Bentuk kofun pada periode awal dan periode pertengahan dikenal berbentuk seperti lubang kunci / gundukan didepan persegi dan gundukan belakang berbentuk bundar (zenpoo koen fun), tetapi pada periode akhir kofun bentuk kofun mengalami perubahan bentuk menjadi bentuk petak (hoofun), karena pada periode akhir ini ajaran agama budha masuk ke Jepang dan mendapat perhatian khusus oleh pikhak istana. Tiap kofun selalu dikelilingi parit, dan ukurannya luar biasa besar. Setiap kofun memiliki ukuran yang berbeda-beda besar nya. Pada tiap kofun banyak ditemukan bermacam-macam benda seperti cermin, pedang zirah, hiasan kepangkatan, dan perhiasan pribadi seperti anting-anting, gelang,
mahkota, sepatu dan juga tengkorak kepala manusia. Ada kalanya ditemukan bukti, kuda dikuburkan hidup-hidup bersama tuannya yang sudah meninggal. Yang paling khas dari artifak-artifak yang ditemukan didalam kofun adalah Haniwa. Haniwa adalah arca-arca kecil yang terbuat dari tanah liat yang dibakar dengan udara beroksigen yang rendah yang menghasilkan warna kuning mengkilap. Haniwa berasal dari kata Hani= tanah liat dan Wa= lingkaran (kodansha 1983:97). Biasanya haniwa tersusun melingkari permukaan kubur (bukit kubur), haniwa-haniwa ini ada yang bercorak manusia, hewan, mebel, alat-alat yang dipakai dalam kegiatan seharihari dan lain-lain. Dari perbedaan besar kecilnya ukuran kofun, haniwa yang diletakkan didalam kofun tersebut berbeda-beda bentuk dan jenisnya, dan haniwa yang diletakkan ditengah-tengah makam adalah haniwa rumah terbesar dan haniwa jenis lainnya diletakkan melingkar disekeliling kofun. Dalam latar belakang diatas, maka penulis hanya membatasi kajian haniwa dan kofun pada zaman Yamato, untuk itu penulis tertarik membahas nya dalam skripsi dengan mengambil judul Haniwa dalam Kofun Pada Zaman Yamato 1.2 Perumusan Masalah Awal periode zaman yamato, kepercayaan masyarakat sebagian besar bersifat animistik dan pemujaan terhadap alam. Agama Shinto berpusat pada pemujaan animistis gejala-gejala alam, gunung-gunung, air, dan seluruh proses penguburan
dijadikan objek pemujaan yang percaya bahwa suatu binatang atau benda yang mempunyai hubungan darah sebagai keluarga suatu kelompok sosial tertentu karena itu memakai lambing, dimasukan ke dalam kami atau dewa (O Reischaver 1982:286). Haniwa merupakan istilah untuk barang tembikar berbentuk slinder dan dipahat berlubang untuk menghiasi permukaan gundukan kofun. Terdapat keyakinan dalam diri masyarakat pada zaman yamato bahwa haniwa memiliki kekuatan magis yang dapat melindungi roh raja-raja yang telah meninggal. Dengan latar belakang tersebut, dapat dilihat adanya keterikatan antara haniwa dengan kofun sehingga memilik fungsi religi dan makna melalui ajaran kepercayaan pada zaman tersebut. Berdasarkan pernyataan di atas, apabila dituangkan ke dalam bentuk pertanyaan, maka permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi, yaitu: 1. Apa saja jenis-jenis haniwa yang terdapat di sekitar kofun? 2. Bagaimana Fungsi dan makna haniwa yang terdapat di sekitar kofun? 1.3 Ruang Lingkup Pembahasan Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan masalah karena dalam setiap penelitian diperlukan adanya pembatasan masalah agar pembahasan tidak terlalu melebar, sehingga penulis dapat lebih fokus terhadap pembahasan dalam masalah tersebut.
Sebagaimana diketahui bahwa kofun pada zaman Yamato di jepang merupakan gudang berharga dengan kata lain tempat yang memberikan informasi yang berhubungan dengan kebudayaan, adat dan kehidupan kaum elit di jepang pada zaman Yamato. Disekitar kofun banyak ditemukan benda-benda seni yang mengagumkan. Pembuatan kofun yang terjadi pada zaman yamato menunjukan kekuasaan politiknya kepada masyarakat dan bangsa lain dengan membuat kofun, di dalam kofun banyak yang ditemukan benda-benda yang terbuat dari tembikar salah satunya haniwa. Untuk membatasi ruang lingkup dalam pembahasanya, maka dalam penulisan ini hanya akan membahas jenis-jenis haniwa di sekitar kofun dan fungsi serta makna haniwa yang terdapat disekitar kofun. 1. 4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori a. Tinjauan Pustaka Menganalisa data pada umumnya ataupun isi dari suatu kebudayaan masyarakat tertentu, sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu unsur-unsur kebudayaan universal(cultural universal). Kebudayaan universal adalah unsur-unsur yang ada dalam semua kebudayaan di seluruh dunia,baik yang kecil,yang bersahaja,terisolasi maupun yang besar dan kompleks dengan suatu jaringan jaringan hubungan yang luas. Menurut Suryohadiprojo (1982:192), kebudayaan adalah hasil dari budi-daya dan hasil dari pemikiran manusia.
Menurut Koentjaraningrat (2004:181) kebudayaan dengan kata dasar budaya, berasal dari bahasa sangsekerta: buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Jadi Koentjaningrat, mendefenisikan budaya sebagai daya budi yang berupa cipta, karsa, dan rasa. Sedangkan kebudayaan adalah hasil cipta, karsa dan rasa itu. Koentjaraningrat (2004:5-8) menyatakan bahwa kebudayaan itu mempunyai tiga wujud: a. Wujud kebudayaan sebagai suatu yang kompleks dari ide-ide, gagasan- gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. b. wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. c. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Menurut Yolanda (2007:51) yang sebelumnya meneliti budaya kofun pada zaman Yamato di Jepang, mengatakan bahwa zaman kofun adalah nama masa di Jepang yang lebih dikenal dengan zaman Yamato, karena pada zaman kofun ini orang yang berkuasa memerintah negara Jepang yaitu kaisar Yamato. Zaman kofun ini dimulai dengan ditanadai oleh adanya pembuatan kuburan-kuburan yang sangat besar dan mega. Kofun merupakan gundukan tanah yang dibuat diatas bukit atau gundukan tanah besar yang menyerupai bukit-bukit kecil. Kuburan ini dibuat khusus untuk menyimpan jenazah para penguasa atau bangsawan Jepang. Masyarakat biasa apabila meninggal hanya dikuburkan dalam goa atau yokoana.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang membahas tentang budaya kofun maka penulis lebih memfokuskan pada Haniwa Dalam Kofun Pada Zaman Yamato. b. Kerangka Teori Dalam melakukan sebuah penelitian, penulis memerlukan kerangka teori sebagai landasan dalam penulisan skripsi, hal ini bertujuan agar penulis menjadi terarah dalam melakukan penulisan dalam penelitian.dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan fungsional,pendekatan semiotik makna dan pendekatan history.untuk mendukung dari penelitian ini penulis juga akan menyinggung segi religi. Menurut Malinowski dalam Ihromi (2006:59) pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat, memenuhi beberapa kebutuhan dasar atau beberapa kebutuhan yang timbul dari kebutuhan dasar yaitu kebutuhan sekunder dari para warga suatu masyarakat. Pendekatan yang fungsional mempunyai suatu nilai praktis yang penting. Pendekatan teori fungsionalisme dapat secara bermanfaat diterapkan dalam analisa mekanisme kebudayaan-kebudayaan secara tersendiri. Masyarakat zaman yamato memiliki kepercayaan Shinto yang bersifat animstik pemujaan terhadap alam. Kepercaan rakyat Jepang pada zaman ini terbentuk dari kepercayaan religius,sebagai unsur-unsur agama Shinto. Keyakinan itulah yang
membuat masyarakat pada zaman yamato percaya haniwa memliki kekutan magis dan memiliki fungsi kepercayaan. Penulis juga menggunakan konsep yang berhubungan dengan religi yang bertujuan untuk menganalisa dengan lebih baik terhadap keterkaitanya dengana keberadaan haniwa di dalam kofun. Konsep religi menurut Koentjaraningrat (1974 : 137), yaitu sistem kepercayaan yang mengandung keyakinan dan bertujuan mencari hubungan antara manusia dengan Tuhan, dewa-dewa atau makhluk halus yang mendiami alam gaib. Sudjiman dan Aart van zoest (1992 :5 ) mendefenisikan semiotik adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan denganya: cara berfungsinya, hubungan dengan tanda-tanda lain, pengirimanya dan penerimaanya oleh mereka yang mempergunakanya. Tanda bisa terdapat dimana-mana, misalnya: lampu lalu lintas, bendera, karya sastra, bangunan dan lain-lain. Hal ini disebabkan manusia adalah Homo Semiotikus, yaitu manusia mencari arti pada barang-barang dan gejala-gejala yang mengelilinginya. Teori Semiotik oleh Ferdinand De Satsstre dalam ojmori.cim, dalam teori ini semiotik dibagi menjadi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda (signifier) dan pertanda ( signified ). Penanda dilihat sebagai bentuk/wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur, sedangkan pertanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi dan/atau nilai-nilai yang terkandung dalam didalam karya arsitektur. Eksistensi semiotika Saussure adalah relasi antara penanda dan petanda berdasarkan
konvensi, bisa disebut dengan signifikasi. Semiotika signifikasi adalah sistem tanda yang mempelajari relasi elemen tanda dalam sebuah sistem berdasarkan aturan dan konvensi terentu. Kesepakatan sosial diperlukan untuk dapat memaknai tanda tersebut. Selain itu, penulis juga akan menyinggung tentang zaman Yamato dan sejarah haniwa sehingga dalam penelitian ini penulis juga akan menggunakan pendekatan historis. Menurut Kaelan (2005 : 61), sejarah adalah pengetahuan yang tepat terhadap apa yang terjadi.sedangkan menurut Nevin dalam Kaelan (2005 : 61), sejarah adalah deskripsi yang terpadu dari keadaan-keadaan,kejadian-kejadian atau fakta-fakta yang terjadi pada masa lampau yang ditulis berdasarkan penelitian serta studi yang kritis untuk mencari kebenaran. 1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah di kemukakan sebelumnya, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui jenis-jenis haniwa yang terdapat di sekitar kofun. b. Untuk mengetahui bagaimana fungsi dan makna haniwa yang terdapat di sekitar kofun.
b. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat dan berguna bagi pihak-pihak tertentu,yaitu: 1.Bagi peneliti sendiri dapat menambah wawasan mengenai haniwa dalam kofun Pada Zaman yamato 2.Memberikan informasi kepada masyarakat luas pada umumnya dan mahasiswa Sastra Jepang pada khususnya mengenai haniwa dalam kofun pada zaman yamato. 1.6 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menyangkut tentang metode penelitian,sumber data,teknik pengumpulan data,serta metode dan teknik analisa data.dalam penulisan ini penulis menggunakan metode deskriptif. Menurut Koentjaraningrat (1976:30) penelitian yang bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu dalam memecahkan masalah penelitian mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, mengkaji dan menginterprestasikan data. Menurut Endraswara (2008:5) metode penelitian yang menggunakan metode deskrptif merupakan sebuah penelitian terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar jika diperlukan,bukan berbentuk angka.penelitian ini juga mencakup penelitian secara
kuantitatif. Endraswara (2008:5) kembali menjabarkan bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian yang tidak menggunakan angka-angka, tetapi mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antar konsep yang sedang dikaji secara empiris. Dengan metode tersebut diatas, penulis akan menganalisa haniwa dalam kofun pada zaman yamato melalu gambar-gambarnya.untuk dapat mendeskripsikan suatu masalah dengan tepat dan akurat serta penelitian yang berkesinambungan maka sebagai pendukung digunakan metode kepustakaan.studi kepustakaan merupakan suatu aktifitas yang sangat penting dalam kegiatan penelitian yang ditunjukan untuk mewujudkan jalan memecahkan permasalahan penelitian. Beberapa aspek penting perlu dicari dan digali, meliputi:masalah, teori, konsep dan penarikan kesimpulan dan saran (Nasution,2001:14). Dengan kata lain, studi kepustakaan (library research) adalah pengumpulan data dengan cara membaca buku-buku atau referensi yang berkaitan dengan materi yang akan dibahas. Data yang diperoleh dari referensi tersebut kemudian dianalisa untuk mendapatkan kesimpulan serta saran.dalam penelitian ini,peneliti juga menggunakan metode terjemahan (translation method) yaitu metode yang berkenaan dengan rencana pelaksanaan (analisis, pengalihan, penyelesaian) penerjemahan (Machali,2000:48). Karena data dan sumber bacaan yang diperoleh ada sebagian menggunakan teks bahasa inggris. Dalam metode ini,penulis memanfaatkan sumber-sumber yang didapatkan dari koleksi pribadi dan koleksi buku diperpustakaan USU, perpustakaan pusat dan jurusan Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara,perpustakaan konsulat jendral
jepang di Medan serta jurnal-jurnal ataupun artikel-artikel yang dimuat di majalah maupun internet sebagai sumber data. Langkah-langkah dalam penulisan skripsi ini adalah: a.mengumpulkan data dengan teknik studi pustaka untuk kemudian menentukan masalah. b.menggunakan metode penerjemahan semantis untuk menerjemahkan referensi-referensi dari bahasa asing. c.merangkum hasil dalam sebuah laporan