PEMANFAATAN BIJI KELOR (MORINGA OLEIFERA) SEBAGAI KOAGULAN PADA PENGOLAHAN AIR PAYAU MENJADI AIR MINUM MENGGUNAKAN PROSES KOAGULASI ULTRAFILTRASI

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH KOMBINASI PROSES PRETREATMENT (KOAGULASI-FLOKULASI) DAN MEMBRAN REVERSE OSMOSIS UNTUK PENGOLAHAN AIR PAYAU

1 Pendahuluan ABSTRACT

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH

Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau Kampus Binawidya Km 12,5 Simpang Panam, Pekanbaru

Pengolahan Limbah Cair Industri Karet Dengan Kombinasi Proses Pretreatment Dan Membran Ultrafiltrasi

Kinerja Membran Reverse Osmosis Terhadap Rejeksi Kandungan Garam Air Payau Sintetis: Pengaruh Variasi Tekanan Umpan

PENURUNAN TURBIDITY, TSS, DAN COD MENGGUNAKAN KACANG BABI (Vicia faba) SEBAGAI NANO BIOKOAGULAN DALAM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK (GREYWATER)

KEMAMPUAN MEMBRAN HIBRID NILON 6,6-KAOLIN UNTUK MENGURANGI INTENSITAS WARNA AIR GAMBUT

PERBAIKAN KUALITAS AIR LIMBAH INDUSTRI FARMASI MENGGUNAKAN KOAGULAN BIJI KELOR (Moringa oleifera Lam) DAN PAC (Poly Alumunium Chloride)

Seminar Nasional Sains dan Teknologi Lingkungan II e-issn Padang, 19 Oktober 2016

Judul Tugas Akhir Pengolahan Limbah Laundry menggunakan Membran Nanofiltrasi Zeolit Aliran Cross Flow untuk Filtrasi Kekeruhan dan Fosfat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai

PRALAKUAN KOAGULASI DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR DENGAN MEMBRAN: PENGARUH WAKTU PENGADUKAN PELAN KOAGULAN ALUMINIUM SULFAT TERHADAP KINERJA MEMBRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurul Faqih

Bab III Metodologi Penelitian

STUDI AWAL REVERSE OSMOSIS TEKANAN RENDAH UNTUK AIR PAYAU DENGAN KADAR SALINITAS DAN SUSPENDED SOLID RENDAH

Peningkatan Kualitas Air Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Rasidah a, Boni P. Lapanporo* a, Nurhasanah a

PENURUNAN WARNA REAKTIF DENGAN PENGOLAHAN KOMBINASI KOAGULAN PAC (POLY ALUMINIUM CHLORIDE) DAN MEMBRAN MIKROFILTRASI

PRE-TREATMENT AIR PAYAU DENGAN KOAGULAN TEPUNG JAGUNG DAN FILTRASI DENGAN MEMBRAN ULTRAFILTRASI SISTEM ALIRAN CROSSFLOW

REVERSE OSMOSIS (OSMOSIS BALIK)

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Efektivitas Membran Hibrid Nilon6,6-Kaolin Pada Penyaringan Zat Warna Batik Procion

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) D-22

Abstrak. 1. Pendahuluan

APLIKASI TEKNOLOGI FILTRASI UNTUK MENGHASILKAN AIR BERSIH DARI AIR HASIL OLAHAN IPAL DI RUMAH SAKIT ISLAM SURABAYA

OPTIMASI PENGGUNAAN KOAGULAN ALAMI BIJI KELOR

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi hidro-orologi dan fungsi lingkungan lain yang penting bagi kehidupan seluruh

PENGARUH PENAMBAHAN BITTERN PADA LIMBAH CAIR DARI PROSES PENCUCIAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN

Tersedia online di: Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

DEGUMMING CPO (CRUDE PALM OIL) MENGGUNAKAN MEMBRAN ULTRAFILTRASI

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu air berperan penting dalam berlangsungnya sebuah kehidupan. Air

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALAMI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI FARMASI

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

PROC. ITB Sains & Tek. Vol. 36 A, No. 1, 2004,

PENENTUAN KARAKTERISTIK AIR WADUK DENGAN METODE KOAGULASI. ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENGGUNAKAN TEKNOLOGI MEMBRAN : PENGARUH MEMBRAN SELULOSA ASETAT TERHADAP KUALITAS AIR OLAHAN SUNGAI SIAK

JURNAL INTEGRASI PROSES. PENGARUH KONSENTRASI DAN WAKTU PENGENDAPAN BIJI KELOR TERHADAP ph, KEKERUHAN DAN WARNA AIR WADUK KRENCENG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan komponen yang sangat penting dalam kehidupan. Bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

Uji Kinerja Alat Penjerap Warna dan ph Air Gambut Menggunakan Arang Aktif Tempurung Kelapa Suhendra a *, Winda Apriani a, Ellys Mei Sundari a

PRODUKSI KOAGULAN CAIR DARI LEMPUNG ALAM DAN APLIKASINYA DALAM PENGOLAHAN AIR GAMBUT: KALSINASI 700 o C/2 JAM

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lupita Ambarsari 1, Sofia Anita 2

Pengolahan Limbah Cair Tahu Menggunakan Biji Kelor (Moringa Oleifera Lamk )

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pengolahan Limbah Cair Tahu Menggunakan Membran Nanofiltrasi Silika Aliran Cross Flow Untuk Menurunkan Kadar Nitrat dan Amonium

Serbuk Biji Kelor Sebagai Koagulan Harimbi Mawan Dinda Rakhmawati

Pengaruh Massa dan Ukuran Biji Kelor pada Proses Penjernihan Air

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Kabupaten Kotawaringin Barat sebagian besar. menggunakan air sungai / air sumur untuk kegiatan sehari-hari seperti

Elisa Oktasari 1, Itnawita 2, T. Abu Hanifah 2

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

RANCANG BANGUN UNIT PENGOLAHAN AIR GAMBUT DENGAN MENGGUNAKAN PROSES AERASI, KOAGULASI DAN FILTRASI UNTUK MENURUNKAN KANDUNGAN ORGANIK DAN Mn

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PENGOLAHAN AIR SUMUR KERUH MENGGUNAKAN MEMBRAN KOMPOSIT BERBASIS KITOSAN-PVA SECARA ULTRAFILTRASI

APLIKASI KOAGULAN CAIR HASIL EKSTRAKSI 0,4 MOL H 2 SO 4 UNTUK PENGOLAHAN AIR GAMBUT

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahap Penelitian. Tahapan penelitian yang dilakukan dapat digambarkan dengan skema berikut : Mulai

BAB 3 METODE PERCOBAAN

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan

DIAGRAM ALIR 4. Teknik Lingkungan. Program Studi. Nama Mata Kuliah. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum. Jumlah SKS 3

PEMANFAATAN KITOSAN DARI KERANG SIMPING (Placuna placenta) SEBAGAI KOAGULAN UNTUN PENJERNIHAN AIR SUMUR

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin tinggi dan peningkatan jumlah industri di Indonesia.

LAPORAN AKHIR MEMBRAN POLYSULFONES ASIMETRIK UNTUK PENGOLAHAN AIR SUMUR KERUH SECARA ULTRAFILTRASI

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut

Jurnal Teknologi Kimia Unimal 5 : 2 (November 2016) 1-7.

REVERSE OSMOSIS UNTUK PENGURANGAN KEPEKATAN WARNA DAN ZAT ORGANIK AIR GAMBUT

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

APLIKASI KOAGULAN POLYALUMINUM CHLORIDE DARI LIMBAH KEMASAN SUSU DALAM MENURUNKAN KEKERUHAN DAN WARNA AIR GAMBUT

PENGARUH MEDIA FILTRASI ARANG AKTIF TERHADAP KEKERUHAN, WARNA DAN TDS PADA AIR TELAGA DI DESA BALONGPANGGANG. Sulastri**) dan Indah Nurhayati*)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,

Seminar Nasional Sains dan Teknologi Lingkungan II e-issn Padang, 19 Oktober 2016

SOLID DAN COLOR VALUE AIR LIMBAH INDUSTRI MONOSODIUM GLUTAMAT

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN

PENGOLAHAN AIR SALURAN PEMATUSAN TERUSAN KEBON AGUNG SEBAGAI AIR BERSIH DENGAN TEKNOLOGI MEMBRAN ULTRAFILTRASI

PENINGKATAN KUALITAS AIR MINUM MENGGUNAKAN MEMBRAN REVERSE OSMOSIS (RO)

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN KANDUNGAN AMONIAK TINGGI SECARA BIOLOGI MENGGUNAKAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR)

ANALISIS TEMBAGA, KROM, SIANIDA DAN KESADAHAN AIR LINDI TPA MUARA FAJAR PEKANBARU

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

LAPORAN AKHIR. Laporan Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat. Menyelesaikan pendidikan Diploma III. Pada Jurusan Teknik Kimia.

PENGARUH MASSA DAN UKURAN BIJI KELOR PADA PROSES PENJERNIHAN AIR

Menentukan Dimensi Setiap Peralatan yang Diperlukan Sesuai Proses yang Terpilih Menentukan Luas Lahan yang Diperlukan Menentukan Biaya Bangunan

Transkripsi:

PEMANFAATAN BIJI KELOR (MORINGA OLEIFERA) SEBAGAI KOAGULAN PADA PENGOLAHAN AIR PAYAU MENJADI AIR MINUM MENGGUNAKAN PROSES KOAGULASI ULTRAFILTRASI Riny Afrima Sari 1, Jhon Armedi Pinem, Syarfi Daud 1 Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau Kampus Binawidya Jl. HR Subrantas Km 1,5 Pekanbaru 893 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Riau Kampus Binawidya Jl. HR Subrantas Km 1,5 Pekanbaru 893 rinyafrima@gmail.com ABSTRACT The availability of drinking water which complies the standard requirements of drinking water quality is getting hard to find, it makes the handling of brackish water is needed, so the kelor seed which an be used as natural coagulation is needed. Besides, the development of membrane technology nowadays grows rapidly. It can be used to process the brackish water more effective compared with conventional way. One of the used membrane technology is ultrafiltration membrane (UF). This research is done to find out of the kelor seed s performance as coagulation and ultrafiltration membrane in processing brackish water to be good drinking water in separatig color parameter, chloride, hardness, organic essence, TDS, ph, iron, mangan, nitrate, chopper, zinc, and sulphate. This research procedure is divided into three stages which are; the first stage is bio coagulation making, the second stage is coagulation-floculation, and the third is filtration using ultrafiltration membrane. The research s result shows the color isolation, chloride, kesadahan, organic essence, TDS, ph, iron, mangan, nitrate, chopper, zinc, and sulphate of brackish water which has been added with kelor seed s powder effectively occurs in 350ppm and bar pressure can isolate 98,763%, chloride 84,303%, kesadahan 48,989%, organic essence 89,86%, TDS 44,04% ph sebesar 16,867%, iron 91,64%, mangan 89,77%, nitrate 36,58%, chopper 55, 833%, zinc 54,518% and sulphate decreasing to 8,616%, where this result has fulfilled the drinking water s standard quality based on the rules of health ministry 010. Keywords: Kelor seed (moringa oleifera), Brackish water, Ultrafiltration membrane. 1. Pendahuluan Wilayah pesisir pantai dan pulaupulau kecil di tengah lautan lepas merupakan daerah-daerah yang sangat miskin akan sumber air tawar, sehingga mengalami masalah pemenuhan kebutuhan air minum (Idaman, 003). Sumber air masyarakat pesisir, yang berasal dari sungai dan mata air, dapat bercampur dengan air laut yang menyebabkan kandungan garam sumber air meningkat, sehingga menjadikan air tersebut asin (air payau) (Lisa, 008). Pengolahan air payau menjadi air minum dapat dilakukan dengan memanfaatkan biji kelor (moringa oleifera) yang berfungsi sebagai koagulan atau bahan pengumpal (Kusnaedi, 00). Biji kelor dapat digunakan sebagai koagulan alami karena kandungan protein biji kelor (poli-elektrolit kationik) atau protein larut dapat menyebabkan koagulasi (Pritchard, 010) yang mampu mengadsorbsi dan menetralisir partikelpartikel koloid dalam air (Sutherland dalam Rambe, 009). Pengolahan air payau menjadi air minum juga dapat diolah menggunakan teknologi membran ultrafiltrasi. (UF) merupakan proses membran dengan gaya dorong (driving force) tekanan untuk memisahkan partikel, 1

mikroorganisme, molekul-molekul besar (large molecule) dan droplets emulsi. Media penyaringan (filter medium) merupakan membran macropores dengan kemampuan untuk memisahkan partikel yang berukuran antara 0,0001-0,0μm. Membran ini beroperasi pada tekanan antara 1-5bar dengan batasan permeabilitas adalah 10-50l/m.jam.bar (Mulder,1996). Dalam pengolahan air payau menjadi air minum pada penelitian ini ada beberapa parameter yang perlu diperhatikan untuk mengukur seperti warna, klorida, kesadahan, zat organik, TDS, ph, besi, mangan, nitrat, tembaga, seng dan sulfat. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kinerja biji kelor sebagai koagulan dan membran ultrafiltrasi dalam pengolahan air payau menjadi air minum dalam menyisihkan parameter warna, klorida, kesadahan, zat organik, TDS ph, besi, mangan, nitrat, tembaga, seng dan sulfat berdasarkan berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI No. 49/ MenKes/ PER/ IV/ 010.. Bahan dan Metode.1 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah air payau, biji kelor sebagai koagulan, membran UF, dan aquadest. Peralatan yang digunakan adalah satu unit modul membran ultrafiltrasi berbahan dasar polisulfon dengan diameter pori 0,001μm dan luas permukaan membran 0,36m. Pressure gauge, pompa diafragma, motor pengaduk yang dilengkapi dengan batang pengaduk dan padle, gelas piala 000ml, gelas piala 100ml, kertas saring, timbangan analitik, corong, gelas ukur 100ml, ph meter, TDS meter, ayakan 60 dan 100 mesh, botol sampel 1000ml, dan stopwatch.. Prosedur Penelitian..1 Pembuatan Biokoagulan Moringa Oleifera Biokoagulan yang akan dipergunakan adalah bubuk biji kelor kering. Awalnya, biji kelor yang diperoleh dijemur sampai cukup kering dan kemudian diblender sampai halus. Bubuk biji kelor yang telah terbentuk disaring menggunakan ayakan 60 mesh dan 100 mesh untuk mendapatkan ukuran bubuk biji kelor (100 bubuk biji kelor 60) mesh. Bubuk koagulan yang diperoleh kemudian disisihkan dan disimpan untuk dipergunakan pada proses penangan air payau. Setiap biji kelor tersebut ditambahkan aquades 1ml dan diaduk hingga menjadi pasta.... Koagulasi-flokulasi Air payau yang diambil terlebih dahulu diuji kadar warna, klorida, kesadahan, zat organik, TDS dan ph. Setelah kondisi awal air payau diperoleh, maka dilanjukan dengan proses penanganan awal menggunakan koagulan biji kelor dengan variasi 50mg/l air payau, 350mg/l air payau, dan 450mg/l air payau. Masing masing sampel akan dilakukan pengadukan cepat selama menit dengan kecepatan pengadukan 00rpm dan dilanjutkan dengan pengadukan lambat selama 5 menit dengan kecepatan pengadukan 60rpm. Setelah proses koagulasi dan flokulasi selesai larutan kemudian didiamkan selama 15 menit. Sampel air payau yang telah dilakukan proses koagulasi-flokulasi akan membentuk lapisan, lapisan atas berupa air yang berwarna bening sedangkan lapisan bawah berupa air keruh yang berisi endapan/flok. Kemudian air payau dipisahkan dari endapan/flok menggunakan kertas saring. Sampel yang telah melewati proses koagulasi-flukulasi dianalisa kembali untuk mengetahui kadar warna, klorida, kesadahan, zat organik, TDS dan ph.

1 3 Bar 4 5..3. Filtrasi Menggunakan Membran Air payau dengan massa koagulan biji kelor yang paling efektif menurunkan kadar warna, klorida, kesadahan, zat organik, TDS dan ph yang hampir mendekati baku mutu air minum akan dialirkan ke membran sesuai dengan variabel tekanan 1bar, 1,5bar dan bar. Dalam satu kali percobaan, setiap pengambilan 50ml volume permeat, dicatat waktu untuk mengukur fluks permeatnya dalam 3 menit sekali selama 60 menit pada masing-masing variabel. Retentat yang dihasilkan direcycle kembali ke membran ultrafiltrasi. Tekanan operasi diatur dengan menggunakan katup pengatur tekanan. Pengambilan sampel untuk analisa dihentikan setelah operasi mencapai keadaan tunak. Permeat yang dihasilkan ditampung kemudian dianalisa No kadar warna, klorida, kesadahan, zat organik, TDS dan ph pada masing-masing tekanan. Rangkaian alat yang digunakan dapat dilihat pada Gambar.. ml 3000 700 400 100 1800 1500 100 900 600 300 100 Gelas piala umpan air payau Hasil koagulasi flokulasi Umpan Retentat Pompa Diafragma Control Valve Pressure Gauge Membran Permeat ml 100 90 80 70 60 50 40 30 0 10 Gelas Ukur Permeat Gambar. Rangkaian Alat Membran 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Pengaruh Massa Biji Kelor pada Proses Koagulasi-Flokulasi terhadap Pengolahan Air Payau menjadi Air Minum Tabel 3.1 Hasil Analisa Air Payau Sebelum dan Sesudah Proses Koagulasi-flokulasi Parameter Satua n *Air minum Sebelum Penambahan Koagulan Biji Kelor (Air Payau) Setelah Penambahan Koagulan Biji Kelor 50 mg 350 mg 450 mg 1 Warna TCU 15 699 00 61 158 Klorida mg/l 50 1.478 565 403 45 3 Kesadahan mg/l 500 841 66 604 63 4 Zat organik mg/l 10 89,175 70,59 5,013 58,07 5 TDS mg/l 500 880 74 581 67 6 ph - 6,5-8,5 8,3 7,6 7,3 7,3 7 Besi mg/l 0,3 3,35,65 0,97 1,4 8 Mangan mg/l 0,4 1,84 1,03 1,4 9 Nitrat mg/l 50 41 33 6 9 10 Tembaga mg/l 1, 0,83 0,53 0,4 11 Seng mg/l 3 3,3 3,0,16,63 1 Sulfat mg/l 50 177 101 657 816 Sumber: Data ditampilkan dari Hasil Uji UPT Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau (015) & Laboratorium Pemisahan dan Pemurnian Teknik Kimia Universitas Riau *Baku mutu air minum berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI No. 49/ MenKes/ PER/ IV/ 010. Hasil analisa yang ditampilkan pada Tabel 3.1 menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar warna, klorida, kesadahan, zat organik, TDS, ph, besi, mangan, nitrat, tembaga, seng dan sulfat setelah dilakukan proses koagulasi-flokulasi dengan menggunakan koagulan biji kelor. Massa koagulan biji kelor 350mg dengan waktu pengendapan selama 15 menit mampu menurunkan parameter air payau terbaik dibandingkan massa biji 3

kelor 50mg dan 450mg. Pada penelitian Sri (010), konsentrasi maksimum koagulan biji kelor dalam menyisihkan beban pencemar didapatkan pada massa 50mg dan waktu pengendapan 10 menit menggunakan air gambut. Pada penelitian Rusdi dkk (014) konsentrasi maksimum dalam me-removal di dapatkan pada konsentrasi 00ppm dan waktu pengendapan 1 menit menggunakan air waduk krenceng, sehingga konsentrasi maksimum biji kelor untuk masing-masing bahan baku yang diumpankan berbedabeda. Hal ini disebabkan apabila konsentrasi koagulan maksimum telah tercapai, maka larutan akan stabil dan mampu membentuk flok yang padat. Konsentrasi koagulan yang berlebihan maupun yang kurang dapat menurunkan efisiensi penyisihan padatan. Massa koagulan yang melebihi konsentrasi koagulan maksimum tidak lagi memperbesar ukuran flok, karena flok sudah berada pada kondisi jenuh. Efektifitas koagulasi-flokulasi karena Flok-flok yang berukuran besar akan terurai kembali menjadi partikel-partikel kecil yang sulit mengendap (Rizal, 013). Ketika pembentukan flok sudah maksimal, flok-flok tersebut akan mengendap ke dasar gelas piala dan membentuk dua lapisan, yaitu pada lapisan atas berupa air payau jernih dan lapisan bawah berupa endapan flok yang mengendap pada dasar gelas piala. Endapan flok kemudian dipisahkan dari air payau dengan bantuan kertas saring. Hal ini yang membuat kadar polutan di dalam air payau setelah proses koagulasiflokulasi lebih kecil dari pada sebelum proses koagulasi-flokulasi (Rizal, 013). Namun banyak parameter dengan penambahan koagulan biji kelor pada proses koagulasi-flokulasi belum memenuhi syarat baku mutu air minum peraturan Menteri Kesehatan RI No. 49/ MenKes/ PER/ IV/ 010. Air payau yang telah melalui proses koagulasi-flokulai pada massa koagulan biji kelor 350mg selanjutnya akan dilewatkan ke dalam membran ultrafiltrasi untuk diproses lebih lanjut. 3. Pengaruh Tekanan Membran Ultafiltrasi terhadap Kualitas Warna, Klorida, Zat Organik, Kesadahan, TDS, dan ph Air Payau Tabel 3. Hasil Analisa Air Payau Sebelum dan Sesudah Proses Koagulasi-Flokulasi serta yang telah Melewati Membran No Parameter Satua n *Air minum Sebelum Penambahan Koagulan Biji Kelor (Air Payau) Hasil Analisa Setelah Penambahan Koagulan Biji Kelor dan Tekanan Pemompaan 350 mg (tanpa 1 bar 1,5 bar bar membran 1 Warna TCU 15 699 61 5 17,8 8,64 Klorida mg/l 50 1.478 403 349 57 3 3 Kesadahan mg/l 500 841 604 575 541 49 4 Zat organik mg/l 10 89,175 5,013 39,5 16,47 9,04 5 TDS mg/l 500 880 581 563 511 491 6 ph - 6,5-8,5 8,3 7,3 7, 7,1 6,9 7 Besi mg/l 0,3 3,35 0,97 0,7 0,55 0,8 8 Mangan mg/ 0,4,15 1,03 0,69 0,47 0, 9 Seng mg/ 3 3,3,16,15 1,77 1,51 10 Sulfat mg/ 50 177 657 51 344 Sumber: Data ditampilkan dari Hasil Uji UPT Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau (015) & Laboratorium Pemisahan dan Pemurnian Teknik Kimia Universitas Riau *Baku mutu air minum berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI No. 49/ MenKes/ PER/ IV/ 010. 4

Hasil analisa yang ditampilkan pada Tabel 3. menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar warna, klorida, kesadahan, zat organik, TDS ph, besi, mangan, seng dan sulfat setelah dilewatkan ke dalam membran ultrafiltrasi. Hal ini disebabkan karena membran ultrafiltrasi memiliki pori yang berukuran 1-100nm dan medium filter membran ultrafiltrasi memiliki kemampuan untuk memisahkan partikel yang berukuran antara 0,001-0,μm (Mulder,1996) sehingga membran ultrafiltrasi mampu menahan partikelpartikel dan mikroorganisme berukuran kecil yang tidak dapat disisihkan pada saat proses koagulasi-flokulasi. Tekanan bar menghasilkan persentase penurunan beban pencemar pada parameter warna, klorida, kesadahan, zat organik, TDS, ph, besi, mangan dan sulfat yang paling tinggi dibandingkan dengan tekanan 1bar dan 1,5bar. Semakin tinggi tekanan pemompaan yang diberikan semakin tinggi kadar pencemar yang disisihkan. Kinerja dari membran ultrafiltrasi dari umpan air payau proses koagulasiflokulasi menggunakan massa koagulan biji kelor 350mg dalam menurunkan parameter warna, klorida, kesadahan, zat organik, TDS ph, besi, mangan, dan sulfat dapat dilihat dari koefisien rejeksi. Nilai koefisien rejeksi diperoleh dari selisih antara warna, klorida, kesadahan, zat organik, TDS ph, besi, mangan, dan sulfat sebelum dan sesudah dilewatkan kedalam membran ultrafiltrasi. Koefisien rejeksi membran ultrafiltrasi dapat dilihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3 Persentase Kualitas Parameter dalam Air Payau dengan Menggunakan Membran No Parameter Koefisien rejeksi (%) 1bar 1,5 bar bar 1 3 4 Warna Klorida Kesadahan Zat Organik 59,016% 13,399% 4,801% 4,538% 70,819% 36,8% 10,430% 68,334% 85,836% 4,431% 8,973% 8,619% 5 TDS 3,089% 1,048% 15,490% 6 ph 1,369% 5,479% 5,479% 7 Besi 5,773% 43,99% 71,134% 8 Mangan 33,009% 54,369% 78,640% 9 Sulfat 0,70% 47,641% 66,10% Dari Tabel 3.3 dapat diketahui bahwa tekanan bar menghasilkan persentase penurunan beban pencemar yang paling tinggi dibandingkan dengan tekanan 1bar dan 1,5bar. Pada tekanan bar membran ultrafiltrasi telah mampu memenuhi syarat kualitar air minum peraturan Menteri Kesehatan RI No. 49/ MenKes/ PER/ IV/ 010 pada parameter warna, klorida, kesadahan, zat organik, TDS, ph, besi, mangan dan sulfat. Dengan penurunan signifikan terjadi pada warna yang mencapai 85,836% Semakin besar tekanan yang diberikan pada membran ultrafiltrasi maka semakin meningkat koefisen rejeksi membran ultrafiltrasi tersebut terhadap parameter pencemar. Hal ini disebabkan karena semakin besar tekanan, maka debit air payau yang melewati membran akan semakin meningkat dan semakin banyak mikroorganisme, partikel-partikel serta zat-zat organik yang tertahan pada membran ultrafiltrasi (Pinem dkk, 014) sehingga permeat yang dihasilkan lebih jernih. 5

Fluks (L/m.jam) Fluks (L/m.jam) 3.3 Pengaruh Tekanan Pemompaan terhadap Fluks Membran Fluks merupakan volume permeat yang melewati satuan luas membran dalam waktu tertentu dengan adanya gaya dorong dalam hal ini berupa tekanan (driving force) (Mulder,1996). Perubahan tekanan 48 46 44 4 40 Dari Gambar 3.3 dapat diketahui bahwa terjadinya perbedaan fluks yang dihasilkan pada masing-masing tekanan pemompaan membran ultrafiltrasi. Fluks paling tinggi didapatkan pada tekanan bar yaitu sebesar 47,01 l/m jam. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan (Pinem dkk, 014) bahwa semakin besar tekanan pemompaan, semakin tinggi nilai fluks yang dihasilkan. Dengan kata lain fluks pemompaan pada membran ultrafiltrasi berpengaruh terhadap fluks yang dihasilkan (Pinem dkk, 014). Pengaruh perubahan tekanan terhadap fluks yang dihasilkan akan disajikan pada Gambar 3.3 berdasarkan hasil perhitungan fluks rata-rata. 1 1.5 Tekanan (bar) Gambar 3.3 Pengaruh Tekanan Pemompaan terhadap Fluks Membran berbanding lurus dengan tekanan pemompaan. Hal ini disebabkan semakin tinggi tekanan, maka semakin cepat air payau yang mengalir melewati membran ultrafiltrasi. 3.4 Pengaruh Waktu Operasi terhadap Fluks Membran. 50 48 46 44 4 0 10 0 30 40 50 60 70 Waktu (s) 1 bar 1,5 bar bar Gambar 3.4 Pengaruh Waktu Operasi terhadap Fluks Membran Dari Gambar 3.4 dapat dilihat bahwa nilai fluks untuk masing-masing tekanan membran ultrafiltrasi cenderung menurun seiring waktu. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu operasi membran, maka semakin banyak mikroorganisme dan zat organik yang terakumulasi dan menempel pada pori membran sehingga memperkecil pori-pori membran dan berakibat menurunnya debit air yang melewati membran (Pinem dkk, 014). Pada tekanan bar terjadi penurunan fluks yang lebih stabil dibandingkan tekanan 1bar dan 1,5bar. Hal ini disebabkan karena air payau yang dialirkan ke dalam membran ultrafiltrasi 6

diawali pada tekanan 1bar dan dilanjutkan pada tekanan 1,5bar dan terakhir pada tekanan bar. Tekanan 1bar memberikan waktu masing-masing 57 menit untuk mencapai waktu konstan, sedangkan tekanan 5bar dan bar memberikan waktu 54 menit untuk mencapai keadaan konstan. Hal ini disebabkan semakin tinggi tekanan, maka semakin cepat air payau yang mengalir melewati membran ultrafiltrasi. 4. Kesimpulan Proses koagulasi-flokulasi berlangsung efektif pada massa koagulan 350mg. Kualitas untuk parameter nitrat, tembaga dan seng sudah memenuhi baku mutu air minum dengan penambahan biji kelor pada massa 350mg, sedangkan untuk parameter warna, klorida, kesadahan, zat organik, TDS, ph, besi, mangan, dan sulfat belum memenuhi baku mutu air minum. Tekanan pemompaan berlangsung efektif pada tekanan pemompaan bar. Parameter yang telah melewati membran sudah memenuhi baku mutu air minum berdasarkan permenkes 010. Nilai fluks terbesar dihasilkan pada tekanan pemompaan bar yaitu 47,0407l/m.jam. Semakin besar tekanan pemompaan yang diberikan semakin tinggi nilai fluks yang didapatkan. Akan tetapi, berbanding terbalik dengan waktu operasi. Semakin lama waktu operasi yang didapatkan semakin kecil nilai fluks yang dihasilkan. Daftar Pustaka Idaman, N.S. (003). Aplikasi Teknologi Osmosis Balik untuk Memenuhi Kebutuhan Air Minum di Kawasan Pesisir Atau Pulau Terpencil. Jurnal Tek.Ling. P3TL-BPPT. 4(), 15-34. Kusnaedi. (00). Mengolah Air Gambut dan Air Kotor untuk Air Minum. Cetakan Kesembilan, PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Lisa, M. (008). Kinerja Membran Reverse Osmosis terhaap Rejeksi Kandungan Garam Air Payau Sintetis. Journal Penelitian Student Grant Universitas Riau. Mulder, M. (1996). Basic Principles of Membrane Technology, nd edition. Kluwer academic publisher, Hetherland. Peraturan Menteri Negara Republik Indonesia Nomor 49-MENKES- PER-IV. (010). Persyaratan Kualitas Air Minum. Pinem, J.A., M.S. Ginting., dan M. Peratenta. (014). Pengolahan Air Lindi TPA Muara Fajar Dengan. Jurnal Teknobiologi, 5, 1, 43-46. Pritchard, M.T., Craven, T., Mkandawire, A.S., Edmonson, J.G., O Neill. (010). A Study of the Parameters Affecting the Effectiveness of Moringa Oleifera In Drinking Water Purification. Journal Physics and Chemistry of the Earth, 791-797. Rambe, M. A. (009). Pemanfaatan Biji Kelor Sebagai Koagulan Alternatif Dalam Proses Penjernihan Limbah Cair Industri Tekstil. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan. Rizal, Y., dan Pinem, J.A. (013). Pengaruh Konsentrasi Koagulan pada Penyisihan BOD5, COD dan TSS Air Lindi TPA Sentajo dengan Menggunakan Kombinasi Koagulasi-Flokulasi dan. Skripsi. UNRI. Rusdi, T.B., Purnomo, S., Rian, P. (014). Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Pengendapan Biji Kelor terhadap ph, Kekeruhan dan Warna Air Waduk Krenceng. Universitas Tirtayasa. Banten. Jurnal Integrasi Proses. Sri, R.I. (010). Pengaruh Massa Biji Kelor (Moringa Oleifera) Dan Waktu Pengendapan Pada Pengolahan Air Gambut. Jurnal Sains dan Teknologi. 7