BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

BAB I PENDAHULUAN. memperlancarkan darah dari zat toksin dan berbagai zat sisa. mengatur keseimbangan asam basa, mempertahankan volume dan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah


BAB I PENDAHULUAN. volume, komposisi dan distribusi cairan tubuh, sebagian besar dijalankan oleh Ginjal

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan

BAB I dalam Neliya, 2012). Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik (GGK) atau Chronic Kidney Diseases (CKD) dalam jangka waktu yang lama (Black & Hawks, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan cukup lanjut. Penyakit gagal ginjal kronis mengakibatkan laju filtrasi

BAB I PENDAHULUAN. irreversible. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal progresif

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi pengganti yang. adalah terapi hemodialisis (Arliza, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik (GGK) atau penyakit renal tahap akhir

BAB 1 PENDAHULUAN. Penurunan atau kegagalan fungsi ginjal berupa penurunan fungsi

Tabel 1.1 Keaslian penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir adalah gangguan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat dicapai melalui

BAB I PENDAHULUAN. dapat terjadi secara akut dan kronis. Dikatakan akut apabila penyakit berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 150 ribu orang dan yang membutuhkan terapi pengganti ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. juta orang mengalami gagal ginjal. Data dari The United State Renal Data System

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penderita gagal ginjal kronik menurut estimasi World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh mereka yang menderita gagal ginjal (Indraratna, 2012). Terapi diet

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan

BAB I PENDAHULUAN. komposisi cairan tubuh dengan nilai Gloumerulus Filtration Rate (GFR) 25%-10% dari nilai normal (Ulya & Suryanto 2007).

2025 (Sandra, 2012). Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. fungsinya secara normal (Soematri, 2012).Secara global lebih dari 500 juta

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Gagal ginjal yang terjadi secara mendadak disebut gagal ginjal akut,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang Undang Kesehatan N0.36 Tahun 2009 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. fungsi ginjal dengan cepat sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. konsentrasi elektrolit pada cairan ekstra sel (Tawoto & Watonah, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. gagal untuk mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit,

BAB I PENDAHULUAN. ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. Hal ini bila

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menganggu mekanisme biologis dalam tub uh. Salah satu bentuk kerusakan ginjal

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang dapat dilakukan adalah pengendalian penyakit tidak menular. 2

BAB 1 PENDAHULUAN. yang beredar dalam darah). Penderita GGK harus menjalani terapi diet

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. paling banyak terjadi pada wanita (Kemenkes, 2012). seluruh penyebab kematian (Riskesdas, 2013). Estimasi Globocan,

BAB I PENDAHULUAN. pasien penyakit gagal ginjal kronik di Amerika Serikat adalah orang.

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia menginginkan kondisi yang sehat, baik secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi

BAB I PENDAHULUAN. disease) saat ini masih menjadi masalah yang besar, sebagaimana prediksi

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi bisa diumpamakan seperti pohon yang terus. Hipertensi yang didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (SBP, 140

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tidur merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia. Lima, Fransisco &

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. komposisi kimia darah, atau urin, atau kelainan radiologis (Joannidis et al.,

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan terutama di bidang kesehatan,

GAMBARAN MEKANISME KOPING PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DI RUANG HEMODIALISA RSUD. PROF. DR. W. Z.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit diabetes melitus (DM) adalah kumpulan gejala yang timbul pada

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kompleks, tidak hanya menyangkut penderita tetapi juga keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit,

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalaminya. Akan tetapi usia tidak selalu menjadi faktor penentu dalam perolehan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Perubahan gaya hidup menyebabkan terjadi pergeseran penyakit di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Hidup. individu mengenai posisi individu dalam hidup, konteks budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. secara progresif dan ireversibel, saat ini angka kejadian gagal ginjal kronik

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) (Centers For Diseae Control and Prevention, ginjal (Foote & Manley, 2008; Haryono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk

BAB I PENDAHULUAN. abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN KUALITAS TIDUR PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DI RS UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan air

BAB 1 PENDAHULUAN. menghargai perasaan pasien yaitu dengan mencurahkan segala perhatian yang

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronis adalah kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan medis dan keperawatan dalam waktu jangka panjang. Perubahan gaya hidup yang pasif, mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung lemak, kolesterol, kebiasaan merokok, dan tingkat stres yang tinggi dilaporkan meningkatkan insiden penyakit kronis. Salah satu penyakit yang dikategorikan sebagai penyakit kronis adalah penyakit ginjal kronis (Smeltzer & Bare, 2002). Berdasarkan Center for Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 2010 lebih dari 20 juta atau 10% dari jumlah orang dewasa di Amerika Serikat mengidap penyakit ginjal kronis dan kebanyakan tidak terdiagnosa. Treatment of End-Stage Organ Failure in Canada, 2000 sampai 2009 menyebutkan bahwa hampir 30.000 warga Kanada hidup dengan penyakit ginjal kronis dan telah meningkat hampir 3 kali lipat dari tahun 1990. Pasien yang telah menjalani hemodialisis sebanyak 59% (22.300) dan sebanyak 3.000 orang berada dijadwal tunggu untuk transplantasi ginjal (Corrigan, 2011). Penyakit ginjal kronis merupakan penyakit dengan prevalensi yang cukup tinggi di Indonesia, yaitu berdasarkan data Indonesia Renal Registry dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) diketahui bahwa total insiden pasien baru dan aktif di tahun 2012 adalah 28.782 orang. Ini meningkat 1

2 dibandingkan tahun 2011, dimana total pasien baru dan aktif adalah 22.304 orang (PERNEFRI, 2012). Prevalensi penyakit ginjal kronis berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,2%. Prevalensi tertinggi di Sulawesi Tengah sebesar 0,5%, diikuti Aceh, Sulawesi Utara dan Gorontalo masing-masing 0,4%. Sementara DI Yogyakarta, Lampung dan Jawa Timur masing-masing 0,3% serta untuk Sumatera Barat sebesar 0,2% (Riskesdas, 2013). RSUP Dr. M. Djamil Padang merupakan rumah sakit pemerintah yang merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah Sumatera Bagian Tengah. Rumah sakit ini telah memiliki unit hemodialisis sejak tahun 1997 dan pada tahun 2016 telah memiliki 27 unit mesin hemodialisis. Berdasarkan catatan rekam medis di ruang hemosialisis didapatkan data pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis pada bulan Juli 2016 sebanyak 79 orang. Penyakit ginjal merupakan suatu sindrom klinis yang disebabkan oleh penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. Penyakit ginjal mencakup berbagai penyakit dan gangguan yang mempengaruhi ginjal. Sebagian besar penyakit ginjal menyerang unit penyaringan ginjal, nefron dan merusak kemampuan untuk menghilangkan limbah dan kelebihan cairan. Saat ginjal tidak mampu bekerja secara maksimal maka akan terjadi penumpukan ureum dalam darah (uremia) yang dapat meracuni semua organ sehingga menimbulkan masalah yang cukup kompleks dan membutuhkan tindakan keperawatan yang komprehensif (Corrigan, 2011). Akibat ketidakmampuan ginjal membuang produk sisa melalui eliminasi urin akan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan,

3 elektrolit, serta asam basa, sehingga diperlukan dialisis atau transplantasi ginjal untuk kelangsungan hidup pasien. Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut. Tujuan dilakukan dialisis adalah untuk mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal pulih kembali, dengan metode terapi berupa hemodialisis dan peritoneal dialisis. Proses hemodialisis terjadi dengan mengalihkan aliran darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen ke dialiser tempat darah tersebut dibersihkan dan dikembalikan lagi ke tubuh pasien (Smeltzer & Bare, 2002). Lama waktu hemodialisis adalah idealnya 10-12 jam perminggu, dilakukan 2 kali/minggu dengan lama waktu hemodialisis adalah 5-6 jam. Ketergantungan pasien terhadap mesin hemodialisis seumur hidup yang rutin dilakukan mengakibatkan perubahan peran, perubahan pekerjaan, kehidupan ekonomi, kehidupan sosial dan pendapatan yang mengakibatkan stressor yang dapat menimbulkan kecemasan pada pasien hemodialisis (Farida, 2010). Dampak hemodialisis mempengaruhi fungsi fisik dan psikososial dari individu seperti pengobatan seumur hidup, gejala memburuknya fungsi ginjal, merasa tidak sehat dan nafsu makan berkurang (Rahimi, 2012). Kecemasan pada pasien hemodialisis membuat pasien harus menyesuaikan dalam keterbatasan aktivitasnya, ketergantungan dengan orang lain, dan ketergantungan mesin dialisis seumur hidup (Septiwi, 2011). Kecemasan terdeteksi pada pasien hemodialisis disebabkan karena status kesehatan yang tidak stabil menyebabkan ketakutan akan memburuknya kesehatan, hubungan sosial

4 yang terganggu, dan perubahan pada kehidupan, serta ketakutan akan kematian (Mollaoglu, 2013). Kecemasan merupakan gangguan psikiatrik yang paling sering terjadi dimana gangguan ini menyebabkan seseorang merasa takut, distres dan khawatir. Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku. Kecemasan memiliki tingkatan yaitu kecemasan ringan yang berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari sehingga individu menjadi lebih waspada, kecemasan sedang yang memungkinkan individu untuk lebih fokus pada hal yang penting sehingga mengesampingkan hal lain, kecemasan berat yang mengurangi lapang persepsi individu dan panik yang berhubungan dengan ketakutan dan teror (Stuart, 2007). Menurut penelitian Cahyani (2015) bahwa kecemasan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dengan terapi ginjal. Hasil penelitian ini menemukan bahwa mayoritas responden memiliki kualitas hidup buruk yaitu sebanyak 80%. Untuk tingkat kecemasan yaitu dari 30 responden diperoleh 5 orang (16,67%) mengalami kecemasan ringan, kecemasan sedang 12 orang (40%), dan kecemasan berat 13 orang (43,33%). Pasien dengan terapi hemodialisis juga mengalami perubahan pada beberapa aspek karena harus mendatangi unit hemodialisis secara rutin, konsisten terhadap obat-obatan yang harus diminum, memodifikasi dietnya, mengatur asupan cairan dan mengukur balance cairan setiap harinya. Kondisi ini menjadi beban berat bagi pasien yang menjalani terapi hemodialisis dan memberikan dampak pada kesehatan pasien, termasuk masalah psikososial dan ekonomi yang mengakibatkan pasien menjadi hipotensi, cemas, stress, ketakutan, depresi

5 sehingga menimbulkan peluang kegagalan terapi dan memperburuk kondisi pasien (Kim, 2010). Keberhasilan pengobatan pada pasien penyakit ginjal kronis sangat tergantung pada kepatuhan pasien itu sendiri, dimana ketidakpatuhan akan menimbulkan masalah pada kualitas hidup, peningkatan morbiditas, biaya perawatan kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Secara umum ketidakpatuhan pasien dialisis meliputi 4 aspek, yaitu ketidakpatuhan mengikuti program hemodialisis (0-32,3%), ketidakpatuhan dalam program pengobatan (1,2-81%), ketidakpatuhan terhadap restriksi cairan (3,4-74%) dan ketidakpatuhan mengikuti program diaet (1,2-82,4%). Dampak ketidakpatuhan tersebut dapat mempengaruhi kualitas hidup, meningkatkan biaya perawatan kesehatan, meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Kim, 2010). Secara umum kepatuhan (adherence) didefenisikan sebagai tingkatan perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan atau melaksanakan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan (WHO, 2003). Kepatuhan pasien terhadap rekomendasi dan perawatan dari pemberi pelayanan kesehatan adalah penting untuk suatu kesuksesan suatu intervensi. Sayangnya, ketidakpatuhan menjadi masalah yang besar terutama pada pasien yang menjalani hemodialisis. Menurut Kamerrer, 2007 dalam Syamsiah, diperkirakan bahwa 50% pasien hemodialisis tidak mematuhi setidaknya sebagian dari regimen hemodialisis mereka. Pasien dianggap tidak patuh jika mereka sudah melewatkan satu atau lebih sesi dialisis dalam satu bulannya, memperpendek waktu dialisis dengan satu atau lebih sesi dengan lebih dari 10 menit perbulan. Melewatkan satu atau lebih dialisis dalam sebulan dihubungkan dengan 30%

6 peningkatan resiko kematian, dan memperpendek waktu dialisis dikaitkan dengan 11% lebih tinggi resiko relatif dari kematian (Syamsiah, 2011). Hasil penelitian Nabolsi (2013) yang melakukan penelitian di Yordania menemukan bahwa kepatuhan menjalani terapi mempunyai hubungan yang positif dengan kualitas hidup, dimana kualitas hidup pasien lebih baik ditemukan pada pasien yang patuh terhadap terapi hemodialisis. Hemodialisis mengakibatkan pasien kehilangan kebebasan, tergantung pada pemberi layanan kesehatan, perpecahan dalam perkawinan, keluarga dan kehidupan sosial serta berkurang atau hilangnya pendapatan. Karena hal tersebut maka aspek fisik, psikologis, sosioekonomi dan lingkungan dapat terpengaruh secara negatif, berdampak pada kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis (Nurchayati, 2010). Kualitas hidup adalah persepsi individu terhadap posisinya dalam kehidupan sesuai dengan sistem budaya dan nilai-nilai tempat mereka hidup dalam kaitannya dengan kepentingannya, tujuan hidupnya dan standar yang ingin dicapainya. WHO telah merumuskan empat dimensi kualitas hidup yaitu dimensi fisik, dimensi psikologis, dimensi sosial dan dimensi lingkungan. Keempat dimensi tersebut sudah dapat menggambarkan kualitas kehidupan pasien gagal ginjal kronis dengan terapi hemodialisa yang mempunyai agama, etnis dan budaya yang berbeda (WHO, 1996). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu 1) Jenis kelamin, dimana pasien perempuan cenderung memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan pasien laki-laki (Zyoud, 2015). 2) Usia, pasien yang berusia lanjut biasanya memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dan cenderung

7 depresi (Yartin, 2012). 3) Pendidikan, pasien berpendidikan rendah juga berpengaruh terhadap kualitas hidup (Yartin, 2010). 4) Lama menjalani hemodialisis, dimana pasian yang belum lama menjalani hemodialisis mempunyai peluang untuk depresi dan penurunan kualitas hidup (Yartin, 2012). 5) Pekerjaan, 6) status nutrisi, 7) Kondisi komorbid (Yartin). 8) Kecemasan, pasien penyakit ginjal kronis sering mengalami kecemasan hingga depresi (Cahyani, 2015). 9) Kepatuhan menjalani terapi, bertujuan untuk mencegah ketidaknyamanan yang akan mempengaruhi kualitas hidup pasien itu sendiri (Adrian, 2015). Hasil penelitian Theofilou (2011) yang membandingkan kualitas hidup pasien dengan terapi hemodialisis dan peritoneal dialisis, menemukan bahwa pada pasien hemodialisis memiliki kualitas hidup yang lebih buruk dalam beberapa aspek dari lingkungan dan juga hubungan sosial. Kedua kelompok terapi melaporkan adanya kecemasan hingga depresi tinggi, namun pada pasien hemodialisis ditemukan angka kejadian bunuh diri dan gangguan tidur yang lebih tinggi dibandingkan pasien dengan peritoneal dialisis. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Agustus 2016 melalui wawancara dengan 6 orang pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis 4 orang pasien mengatakan takut dengan kondisi kesehatan yang semakin memburuk, perasaan tidak tenang selama hemodialisis, mengalami gangguan dalam beraktivitas dan mengalami perubahan dalam bekerja. Pasien mengatakan mudah lelah, tidak mampu berjalan jauh serta merasa bergantung pada orang lain. Dua orang pasien mengatakan tidak mempunyai hambatan dalam bekerja dan beraktivitas seperti biasanya serta tidak mempunyai hambatan dalam hubungan sosial. Berdasarkan tanda dan gejala kecemasan di peroleh data bahwa

8 3 orang mengalami perasaan gelisah dan sesekali sesak nafas, 2 orang mengalami insomnia, anoreksia, dan terlihat gelisah, serta 1 orang berbicara cepat, sulit untuk mengendalikan diri dan merasa terancam. Enam orang pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis, semuanya selalu menjalani hemodialisis sesuai dengan jadwal yang ditentukan setiap minggunya, namun 1 orang diantaranya mengatakan pernah lupa minum obat, 3 orang mengatakan susah untuk mengikuti program pembatasan cairan dan 4 orang sering mengkonsumsi makanan yang tidak dianjurkan. Uraian diatas membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang. B. Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang diatas dan berbagai fenomena yang muncul dapat ditetapkan permasalahan penelitian mengenai Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di RSUP. DR. M. Djamil Padang tahun 2016?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di RSUP. DR. M. Djamil Padang tahun 2016.

9 2. Tujuan khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah teridentifikasinya: a. Karakteristik pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis b. Hubungan antara usia dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis c. Hubungan antara jenis kelamin dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis d. Hubungan antara pendidikan dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis e. Hubungan antara pekerjaan dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis f. Hubungan antara lama menjalani hemodialisis dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis g. Hubungan antara kecemasan dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis h. Hubungan antara kepatuhan dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis i. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi Pendidikan Dapat sebagai tambahan kepustakaan untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan dalam bidang keperawatan medikal bedah.

10 2. Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai bahan acuan dalam mengembangkan penelitian lebih lanjut mengenai kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis. 3. Bagi Pelayanan Keperawatan Sebagai masukan dan informasi kepada tenaga kesehatan tentang masalah kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis sehingga dapat memberikan gambaran terhadap asuhan keperawatan yang baik.