AKAR TUBUH: BERANGKAT DARI KATA, MERAJUT MAKNA 1 Hermawan 2 A. Pengantar Menulis puisi pada hakikatnya mencipta dunia dalam kata. Kata-kata merupakan piranti bagi penulis merekayasa sebuah dunia, yakni dunia yang mungkin, dunia imajinasi, imitasi, dan sekaligus ekspresi (Dimas, 2016). Dalam kajian ilmu morfologi kita mengenal bahwa kata adalah kumpulan dari beberapa huruf yang diucapkan dan mengandung makna sebagai ungkapan perasaan (KBBI.1977). Dalam hal ini dapat kita lihat bahwa kata memiliki kedudukan yang penting dalam merealisasikan sebuah makna. Melalui pilihan dan pilahan kata, sebuah dunia makna akan tercipta. Makna tidak lain adalah nyawa yang menandai sebuah dunia kehidupan. Setiap penyair memiliki sisasat dalam mengungkapkan ide-ide kreatifnya. Ide-ide tersebut tertuang dalam bahasa. Bahasa bagi penyair diupayakan sebagai cara komunikasi estetis ketika penulisan kreatif dilakukan. Bahasa senantiasa menyajikan pikiran, perasaan, dan sikap dari penuturnya. Dalam kehidupan manusia bahasa memiliki fungsi simbolik, emotif, dan afektif. Dengan kata lain bahwa bahasa mewakili setiap sendi kehidupan manusia. Dari sanalah tercipta karya yang mengungkapkan nilai-nilai estetik, salah satunya berupa puisi. Sebagai karya seni, puisi memiliki kriteria yang merujuk pada aspek kreatifnya. Aspek kreatif puisi itu adalah kedalaman, keutuhan, keterkaitan, keserasian, keaslian, dan kebaruan. Kedalaman, sering juga disebut kekentalan, greget, semangat, pemikiran, dan perenungan penyair dalam mengolah ide pokok, gagasan atau tema. Keutuhan mengacu kepada keseluruhan bentuk, isi atau pesan serta gaya bahasa yang digunakan. Keterkaitan, lebih mengarah pada hubungan antara makna kata, susunan kalimat/baris/larik secara keseluruhan (judul dan isi puisi). Keserasian, dapat ditilik melalui keserasian aspek bunyi, rima dan sajaknya. Keaslian, merujuk kepada apakah puisi itu merupakan plagiat, meniru, menjiplak karya orang lain atau tidak. Sedangkan kebaruan, dapat dideteksi melalui tipografi dan aktualisasi isi dan wacana pemikirannya. 1 Makalah disampaikan dalam Kegiatan Bedah Buku Antologi Puisi Akar Tubuh di Kantor Bahasa Provinsi Jambi. Jambi, 20 September 2016 2 Mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jambi
Mengakar dari beberapa kriteria yang merujuk pada aspek kreatif sebuah puisi, Faktor lain yang menjadi daya tarik puisi semata-mata tidak ditentukan oleh temanya, melainkan lebih kepada bagaimana tema itu disajikan. Cara penyajian mencakup gaya penyajian, kekaburan dan kejelasan makna, nada dan suasana yang dibangun dalam puisi tersebut. Sesuatu yang kabur dan samar atau tidak jelas biasanya tidak menarik. Kekaburan bisa terjadi karena penulis puisi menggunakan kata-kata yang tidak konkret. Akibat dari pengiasan dan perlambangan yang tidak tepat dapat mengilangkan suasana yang menggugah hati pembaca. Hal yang menarik dan menjadi pertanyaan awal adalah: apa yang menjadi keunggulaan buku ini dan mengapa perlu dilakukan sebuah pembedahan. Dasar inilah yang kemudian coba dikembangkan oleh penulis menjadi tema besar Berangkat Dari Kata, Merajut Makna. Sebuah tema besar yang mencoba menyajikan hal-hal mendasar dari sebuah karya sastra dan esensi sastra sebagai media pembelajaran, sumber pengalaman, penyalur aspirasi dan pendidikan karakter. Maka, penyair seharusnya tertarik pada pernyataan bagaimana teks puisi berfungsi dalam komunikasi manusia (Balcerzan, 1974:194). Dari sudut pandang teori komunikasi, tiga lapisan komunikasi dapat dikenali dalam teks puisi. Lapisan pertama berkenaan dengan hubungan komunikasi antara penyair, teks dan pembaca. Lapisan kedua dan ketiga didapati dalam teks itu sendiri. B. Resensi Sastra Buku yang merangkum sekitar delapan puluh delapan puisi ini memang tidak merujuk pada satu tema besar, namun lebih kepada menulis puisi sebagai bentuk ekspresi jiwa kreatif. Dalam hal ini menulis dimaknai menjadi dua hal, yaitu menulis sebagai sebuah pengalaman dan menulis sebagai sebuah pengetahuan. Dalam dunia puisi, puisi senantiasa menawarkan daya tarik berupa tawaran dunia fantasi yang diolah berdasarkan diksi dan imajinasi. Penyair menyeleksi kata yang secara fantastis menumbuhkan ruang imajinasi bagi para pembaca puisinya. Melalui imaji dan diksi inilah penyair mengajak para pembacanya memasuki dunia fantasi lewat puisi-puisi yang digubahnya. Kita simak salah satu puisi karya Ayu Fransiska yang berawal dari sebuah kata:
Kata dan Jiwa Kata replika jiwa Tak berasa saat diisi dusta Perih saat merangkai luka Merekah saat ceria Membakar saat bergelora Kata cerminan jiwa Ia lahir dari rasa Tumbuh dalam dekapan cerita Mati tanpa hadirnya makna Kata pembunuh jiwa Menghujam dengan tajam Menikam saat gagal paham Kata penyejuk jiwa Saat dironce dengan cinta Jambi, 09 Februari 2016 Bahasa, kata ialah tanda bermakna. Terkadang kita perlu mengatakan sesuatu dengan kata atau dengan tanda. Pada larik pertama: Kata replika jiwa, mengisyaratkan bahwa kata adalah ungkapan dan ekspresi jiwa pengarangnya. Untuk mengungkapkan sesuatu yang sedang dirasa adalah melalui bahasa dan bahasa ada karena kata-kata yang menjadi struktur penting dari bahasa. Pada larik selanjutnya: Tak berasa saat diisi dusta/perih saat merangkai luka/merekah saat ceria/membakar saat bergelora. Bahwa kata senantiasa mewakili perasaan atau ungkapan jiwa pengarangnya. Setiap kata yang tercipta senantiasa menyajikan makna yang berbeda. Ketika kata bisa menjadi sebuah kedustaan Tak berasa saat diisi dusta, dan kata bisa menjadi sebuah kebahagiaan Merekah saat ceria. Pengimajinasian dan perlambangan melalui diksi yang tepat
menjadikan makna yang hendak disampaikan penulis, dapat masuk dan diterima oleh pembaca. Puisi kedua berikut juga berangkat dari kata kata, Tarmizi: Kata Jika kata tak lagi setajam pedang Mengapa membuat hati luka Jika kata tak selembut sutra Mengapa membuat hati bahagia Saat pahit kata terucap Indahnya bintang pun menghilang Saat manisnya kata terucap Gelapnya langit menjadi terang Entah kekuatan apa yang ada pada kata Sampai sekarang masih menjadi rahasia Tapi di setiap kata terucap Terlantun berjuta doa Kekuatan kata hadir pada puisi karya Tarmizi. Artinya, setiap kata yang terucap bisa menghadirkan ekspresi yang berbeda, karena setiap kata yang terucap ada makna yang hendak disampaikan. Baik makna yang tersirat maupun makna yang tersirat. Namun pada larik Tapi di setiap kata terucap/terlantun berjuta doa, ada sesuatu yang sudah menjadi ketentuan mutlak, selalu ada doa yang secara tersirat memang tidak dipaparkan oleh penutur, namun hakikatnya telah pasti bahwa ada sebuah harapan oleh si penutur kepada lawan tuturnya. Puisi berikut juga hadir dan berawal dari kata: Memandang Langit Mereka memandang langit
Begitu biru, begitu haru Hingga perlahan mata mereka Tertutup tumpukan gedung Yang tertawa setiap harinya Raut wajah mereka terpaut Pada hutan yang mulai rebah Dan tanah yang makin gelisah Mereka memandang langit Begitu hitam, begitu kelam. Fib unja, 23 maret 2016 Puisi yang berjudul Memandang Langit, karya Windy Kaunang Yogi Saputra, berhasil merefleksikan tentang kondisi sekitar. Bagaimana kekuatan kata-kata mewakili kondisi lingkungan sekitar. Sebuah penggambaran alam yang memprihatikan, perkembangan zaman justru menjadikan alam semakin sengsara. Ada sebuah persoalan yang hendak dibangun oleh penulis, persoalan yang mengakar pada suatu kondisi yang fundamental dalam tataran kehidupan manusia. Persoalan yang direfleksikan dalam katakata sebagai bentuk kritik kepada pihak yang senantiasa menjadikan alam harus menahan duka, hsl ini diwakilkan dalam larik Pada hutan yang mulai rebah/dan tanah yang makin gelisah. Dari kedua contoh karya sastra di atas, akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan akhir bahwa berawal dari sebuah kata kita mampu merefleksikan keadaan alam sekitar, keadaan yang ada di dalam hati. Dengan kata-kata ada sebuah makna yang hendak disampaikan, dan dengan kata-kata, secara tidak langsung akan memberikan dampak kepada pemahaman atau pola pikir pembacanya.
C. Strategi Menghadapi Masa Depan Sastra Menghadapi era globalisasi saat ini, untuk menjaga eksistensi sastra perlu sebuah penawaran-penawaran khusus atau dengan kata lain perlu sebuah strategi khusus agar eksistensi sastra tetap terjaga. Salah satu strategi yang coba penulis tawarkan adalah: politik menjual pisang goreng. Politik adalah seni atau cara untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu dan mempertahankan tujuan tertentu. Beberapa politik yang digunakan penjual pisang goreng adalah sebagai berikut: 1. Senantiasa menyediakan pisang yang berkualitas Artinya sastra pun harus dijaga kualitasnya. Pisang yang belum begitu masak biasanya dapat di karbit. Pisang itu dapat di goreng, namun rasanya beda. Sastra karbitan, juga tidak akan enak dibaca. Oleh karena itu perlu dipersiapkan mulai dari benih pisang, dirawat dan akhirnya bberbuah pisang. Mengelola sastra pun demikian halnya. Rasa pisang pun perlu dipertahankan buumbunya, jika sudah laku, jangan mengurangi kualitasnya. 2. Menyajikkan variasi pisang goreng. Kepiawaian penjual sangat ditunggu pelanggan. Ketika pisang goreng dibuat keripik, hebat juga harganya. Yang paling penting dalam sastra pun perlu polesan. Proses globalisasi mengakibatkan berubahnya paradigma tentang Pembinaan dan Pengembangan sastra. Penerbitan karya tidak hanya sebagai sebuah bentuk pendokumentasian karya, namun bisa dikembangkan sbagai sebuah sumber pembelajaran di sekolah ataupun perguruan tinggi. Demikian catatan sederhana ini dikemukakan dengan satu harapan, semoga catatan ini tidak menambah runyam sebuah kenikmatan pembacaan. Salam Kreatif.