BAB I PENDAHULUAN. pembangunan (agen of development). Hal ini dikarenakan adanya fungsi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sebelum itu, Islam telah mendefinisikan konsep risiko dan usaha dengan sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang kelebihan dana (surplus unit) dan pihak yang membutuhkan. berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. fiqh klasik.dewasa ini, wacana tentang Mudharabah menjadi semakin mencuat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk adanya sebuah lembaga keuangan. Salah satu lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua sektor yang berhubungan dengan berbagai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Institusi keuangan mempunyai peranan yang sangat penting karena melalui

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan jasa-jasa dari bank tersebut. Disamping itu juga tergantung pada. perbankan sangat identik dengan instrumen bunga.

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. keberadaan bank sebagai lembaga keuangan telah bertansformasi menjadi dua

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembiayaan murabahan..., Claudia, FH UI, 2010.

ISTILAH-ISTILAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH

I. PENDAHULUAN. Kebijakan perbankan di Indonesia sejak tahun 1992 berdasarkan ketentuan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan adalah mekanisme pembagian keuntungannya. Pada bank syariah,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari waktu ke waktu. Diawali dengan berdirinya bank syariah di

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya perekonomian suatu negara, semakin meningkat pula

BAB I PENDAHULUAN. untuk meminjam uang atau kredit bagi masyarakat yang membutuhkannya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Abdul Ghafur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009), hlm. 31.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kesenjangan. Pengalaman dengan dominasi sistem bunga selama ratusan

BAB I PENDAHULUAN. usahanya berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian (akad) antara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari ajaran Islam, termasuk aspek ekonomi. Dalam ushul fiqh, ada

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya. Pertumbuhan ini dapat dilihat dari semakin banyaknya bankbank

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam linguistik, analisa atau analisis adalah kajian yang

BAB I PENDAHULUAN. dana dan menyalurkan kredit secara efisien dan efektif kepada pengusaha. memperoleh soliditas dan kepercayaan.

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana. tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya (Kasmir,

No. 10/ 14 / DPbS Jakarta, 17 Maret S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK SYARIAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Di samping itu, bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukarkan uang,

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan lembaga perbankan syariah didorong oleh adanya desakan kuat oleh

BAB I PENDAHULUAN. penghubung antara pihak yang kelebihan dana dan pihak yang membutuhkan dana.

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kelembagaan perbankan syariah di Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Islam, seperti perbankan, reksadana, dan takaful. 1. Banking System, atau sistem perbankan ganda, di Indonesia.

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH THALIS NOOR CAHYADI, S.H. M.A., M.H., CLA

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan atau biasa disebut financial intermediary. Sebagai lembaga keuangan,

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat mengetahui produk apa yang akan mereka butuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. konsumtif sehingga pertumbuhan ekonomi dapat terwujud.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Adanya potensi jumlah penduduk muslim Indonesia yang mencapai ±

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia bisnis tidak lepas dari peran bank selaku pelayan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. pemilik dana. Perbankan di Indonesia mempunyai dua sistem antara lain sistem

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. tidak menawarkan sesuatu yang merugikan hanya demi sebuah keuntungan sepihak.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dengan dilahirkannya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. Sejak Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, ada

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian. dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank,

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah. satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dengan tumbuhnya pemahaman masyarakat bahwa bunga (interest) dan

I. Flow-chart. Dimas Hidim, mahasiswa EPI C, Penjelasan alur/flow chat akad musyarakah :

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu agama yang mengajarkan prinsip at ta awun yakni saling

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keadilan dan keterbukaan, yaitu Perbankan Syariah. operasional bisnisnya dengan sistem bagi hasil.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sebuah kejadian yang menarik. Lahirnya Bank Syariah Mandiri di

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK SYARIAH, PEMBIAYAAN SYARIAH, DAN JAMINAN. diperkenalkan dengan istilah bagi hasil dalam sistem perbankan Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kehadiran bank syariah ditengah-tengah perbankan konvensional

BAB I PENDAHULUAN. syariah diragukan system operasionalnya, tetapi tidak demikian adanya bank syariah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. prinsip syariah sebagai dasar hukumnya berupa fatwa yang dikeluarkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-

BAB I PENDAHULUAN. menggembirakan. Perbankan Syariah mampu tumbuh +/- 37% sehingga total

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyediaan dana secara cepat ketika harus segera dilakukan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/ 19 /PBI/2004 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang menjalankan kegiatan perekonomian. Salah satu faktor penting

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV METODE PERHITUNGAN BAGI HASIL PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BSM CABANG PEKALONGAN DITINJAU DARI FATWA DSN-MUI NO.

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pembukaan Undang Undang Dasar sangat strategis dalam pertumbuhan ekonomi dan stabilitas ekonomi nasional

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Syari ah atau Bank Islam yang secara umum pengertian Bank Islam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat (2) UU No. 10 tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan bank syariah di Indonesia dewasa ini berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pinjaman kepada orang-orang yang membutuhkan dana. Bank

2017, No penyusunan dan pelaksanaan kebijakan perkreditan atau pembiayaan bank bagi bank umum; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di

BAB I PENDAHULUAN. 1 Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana, 2011), 32

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Islam belakangan ini mulai menunjukkan. peningkatan yang berarti di Indonesia maupun dunia. Ekonomi Islam juga

MUDHARABAH dan MUSYARAKAH. Disusun untuk Memenuhi Tugas Manajemen Pembiayaan Bank Syariah C. Dosen Pengampu : H. Gita Danupranata, SE., MSI.

KODIFIKASI PRODUK PERBANKAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Hukum perbankan adalah

BAB I PENDAHULUAN. beragama Islam, bank juga telah mengeluarkan sejumlah produk yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perbankan syariah berawal pada tahun 1950an.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB II LANDASAN TEORI. diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Bank percaya kepada

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

BAB I PENDAHULUAN. melayani kebutuhan masyarakat melalui jasa-jasanya. 1 Perbankan syariah. Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hal Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013,

diinginkan nasabah kepada pihak lainnya seperti kepada supplier yang Baitul māl wa tamwīl (BMT) Amanah Ummah cabang Sukoharjo

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/18/PBI/2004 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

FATWA DSN MUI. Fatwa DSN 01/DSN-MUI/IV/2000: Giro. 1. Giro yang tidak dibenarkan secara syari'ah, yaitu giro yang berdasarkan perhitungan bunga.

BAB I PENDAHULUAN. tabungan dan pembiayaan, Bank Syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT),

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. bagi hasil. Balas jasa atas modal diperhitungkan berdasarkan keuntungan atau

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi yang menghubungkan antara pihak-pihak yang kelebihan (surplus) dana

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH.

BAB I. Bandung, 2003, hal. xi 2 Undang-undang No. 10 Tahun 1998, Tentang Perbankan, hal. 5. Penerapan prinsip..., Indah Fajarwati, FH UI, 2011

Bank Konvensional dan Syariah. Arum H. Primandari

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbankan dalam kehidupan suatu negara merupakan salah satu agen pembangunan (agen of development). Hal ini dikarenakan adanya fungsi utama dari perbankan itu sendiri yaitu sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan. Fungsi inilah yang lazim disebut sebagai intermediasi keuangan (financial intermediary function). 1 Perkembangan yang signifikan terhadap perbankan di Indonesia dimulai pada tahun 1998 dengan dikeluarkannya paket kebijakan oleh Menko Ekuin Radius Prawiro pada tanggal 27 Oktober 1988 atau yang lebih dikenal dengan Pakto 88. Pada tahun 1992 diundangkanlah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dengan menganut single banking system, yang lebih tegas dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 1992 tentang Bank Bagi Hasil. PP tersebut menyatakan bahwa bank hanya diperkenankan melakukan kegiatan operasional usaha secara konvensional atau bagi hasil dan tidak boleh dalam suatu bank memberikan pelayanan memakai dua prinsip secara bersamaan. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1 Abdul Ghofur Anshori, 2008, Kapita Selekta perbankan Syariah di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, hlm. 3

1992 pada dasarnya sudah mulai mengakui eksistensi bank syariah, namun semata-mata hanya bank yang berdasarkan prinsip bagi hasil saja. 2 Perkembangan berikutnya adalah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Sektor perbankan di Indonesia terdiri dari dua macam yaitu bank konvensional dan bank berdasarkan prinsip syariah, baik pada bank umum maupun bank perkreditan rakyat. Bank konvensional adalah bank yang pengelolaannya berdasarkan sistem bunga (interest banking system), sedangkan bank berdasarkan prinsip syariah pada ketentuan Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa yang dimaksud dengan prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan prinsip syariah. Kegiatan tersebut antara lain dapat berupa pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli dengan memperoleh keuntungan (murabahah, salam, istishna ), transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang (qardh), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina). 3 2 Ibid., hlm. 5 3 Ibid., hlm. 8

Bentuk penyaluran dana yang ditujukan untuk kepentingan investasi dalam perbankan Islam dapat dilakukan berdasarkan akad bagi hasil. Akad bagi hasil dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu mudharabah dan musyarakah. Mudharabah atau qirad adalah suatu produk finansial syariah yang berbasis kemitraan (partnership) dan modal (equity). Pembiayaan mudharabah terdiri dari dua pihak yang berjanji melakukan kerjasama dalam suatu ikatan kemitraan. Pihak yang satu merupakan pihak yang menyediakan dana untuk diinvestasikan ke dalam kerjasama kemitraan tersebut, yang disebut pemilik dana (shahib al-maal), sedangkan pihak yang lain menyediakan pikiran, tenaga, dan waktunya untuk mengelola usaha kerjasama tersebut, yang disebut pengelola dana (mudharib). Mereka bersepakat untuk membagi hasil usaha yang berupa keuntungan sesuai dengan porsi yang telah disepakati di awal perjanjian. 4 Nasabah tidak berkewajiban untuk mengembalikan dana bank tersebut apabila terjadi kegagalan pada pembiayaan bentuk mudharabah. Pihak bank yang harus memikul risiko kehilangan dana yang telah diberikan oleh bank syariah kepada pengelola dana (mudharib) untuk diputarkan dalam kegiatan usaha nasabah, sedangkan risiko yang dipikul mudharib hanya berupa tidak memperoleh keuntungan dan remunerasi dari jerih payahnya dalam menjalankan dan mengelola usaha itu. Bank syariah harus memikul risiko finansial, sementara mudharib hanya memikul risiko non finansial. 5 4 5 Abdul Ghofur Anshori, 2009, Perbankan Syariah Di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, hlm. 130. Rahmadi usman, 2014, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 145.

Pengelola dana harus bertanggungjawab atas kerugian yang diakibatkan karena kecurangan atau faktor kelalaian yang dilakukan oleh pihak pengelola dana itu sendiri. Risiko yang dihadapi oleh bank syariah dalam hal pembiayaan yang diberikan berdasarkan akad mudharabah kepada nasabahnya, jauh lebih besar daripada risiko yang dihadapi oleh bank konvensional yang memberikan kredit dengan jaminan. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor: 07/DSN-MUI /IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh) menetapkan bahwa pada prinsipnya dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, maka Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Peraturan Bank Indonesia (PBI) 7/46/PBI/2005 tentang Akad penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, memperbolehkan kepada bank untuk meminta jaminan untuk mengantisipasi risiko apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat dalam akad karena kelalaian dan/ atau kecurangan. Jaminan ini hanya dapat berlaku apabila kerugian terjadi karena karakter buruk dari mudharib yang terbukti melakukan pelanggaran (moral hazard) terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad. 6 Pembiayaan akad mudharabah dapat dibebani dengan hak tanggungan. Peraturan yang saat ini berlaku untuk mengatur tentang penjaminan hak atas 6 Adiwarman A.Karim, 2004, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 208

tanah adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang dapat disebut juga sebagai Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT). Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap krediturkreditur lain. Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 7 UUHT yang berlaku ini menyebabkan timbulnya unifikasi hukum jaminan atau hak tanggungan atas tanah yang berlaku di seluruh wilayah negara Indonesia, sehingga segala sesuatu mengenai penjaminan hak atas tanah menggunakan dasar hukum yang sama yaitu UUHT. APHT adalah perjanjian accessoir/ ikutan, perjanjian pokoknya adalah perjanjian utang atau perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang piutang. Perjanjian tersebut mempunyai ciri-ciri tidak dapat berdiri sendiri, timbul dan hapusnya bergantung dari perikatan pokoknya, dan apabila perikatan pokoknya dialihkan, maka accessoir-nya turut beralih. Esensi dari perjanjian harus terpenuhi yaitu harus ada unsur utang yang menyebabkan 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan dengan Tanah

timbulnya piutang. Piutang inilah yang memerlukan jaminan pembayaran/ pelunasan. 8 APHT sering digunakan untuk menjamin perjanjian pembiayaan akad mudharabah, yang penerapannya dilakukan sesuai dengan UUHT sebagaimana diterapkan juga untuk pemberian jaminan kredit pada perbankan konvensional. Penerapan ini menimbulkan pertanyaan mengenai legalitasnya mengingat tidak adanya peraturan mengenai hal ini. Apakah Hak jaminan kebendaan berupa hak tanggungan sebagai perjanjian pelengkap (accessoir) tersebut telah mengakomodasi pembiayaan akad mudharabah yang menganut sistem perbankan syariah yang berbasis modal (equity) bukan utang. Hal ini menggambarkan adanya gejala kurangnya peraturan untuk menciptakan kesatuan hukum jaminan nasional. Jika gejala ini terus dibiarkan, tidak mustahil akan dapat menumbuhkan pranata hukum yang tidak jelas arah dan tujuan perkembangannya. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bangun Drajat Warga Yogyakarta dalam pemberian pembiayaan kepada nasabahnya, mengedapankan prinsip kehati-hatian guna perlindungan terhadap pembiayaannya. Jaminan yang dibebani dengan menggunakan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) juga dimanfaatkan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bangun Drajat Warga Yogyakarta sebagai salah satu cara mencegah terjadinya kerugian terhadap pembiayaan yang telah diberikan kepada pengelola dana. 8 Mustofa, 2014, Tuntunan Pembuatan Akta-Akta PPAT, Karya Media, Yogyakarta,hlm.269.

Para ulama berpendapat bahwa terdapat dua kaidah penting yang harus diperhatikan dalam menjalankan bisnis dalam setiap transaksi usaha, yaitu kaidah Al-Kharaj bidh dhaman (pendapatan adalah imbalan atas tanggungan yang diambil) dan Al-Ghunmu bil ghurmi (keuntungan adalah imbalan atas kesiapan menanggung kerugian). Konsekuensi logis dari kaidah tersebut adalah Islam melarang setiap jenis transaksi yang di dalamnya terjadi ketidak seimbangan antara risiko dan keuntungan. Islam melarang setiap jenis transaksi yang menghasilkan keuntungan tanpa adanya kesediaan menanggung risiko. 9 Hal ini berpotensi menimbulkan riba, istilah riba yang dimaksud adalah berupa riba nasi ah. Riba Nasi ah, yaitu riba yang timbul akibat transaksi yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama risiko (al ghunmu bil ghurmi) dan hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi dhaman). Riba Nasi ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan antara barang yang diserahkan hari ini dengan barang yang diserahkan kemudian. Al ghunmu (untung) muncul tanpa adanya al ghurmi (risiko), al kharaj (hasil usaha) muncul tanpa adanya dhaman (biaya); yang mana al ghunmu dan kharaj muncul hanya dengan berjalannya waktu. APHT yang dimaksud disini apakah diperuntukan sebagai pengalihan/ transfer risiko atau pembagian risiko. Berdasarkan atas batu uji tersebut, maka perlu kajian lebih lanjut terhadap pembiayaan akad mudharabah yang ditinjau dari syarat sahnya menurut prinsip perbankan syariah saat dibebani dengan hak tanggungan. 9 Wahyudi, 2013, Manajemen Risiko Bank Islam, Salemba Empat, Jakarta, hlm. 81

Berdasarkan keadaan demikian itulah yang kemudian menjadi latar belakang Penulis untuk melakukan penelitian dengan judul : KAJIAN TERHADAP PEMBIAYAAN AKAD MUDHARABAH YANG DIBEBANI DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH BANGUN DRAJAT WARGA YOGYAKARTA B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat diuraikan perumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah pembiayaan akad Mudharabah yang dibebani dengan hak tanggungan sudah sesuai dengan prinsip perbankan syariah? 2. Bagaimana bentuk jaminan yang sesuai untuk produk perbankan syariah yang didasarkan dengan equity (modal)? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, maka tujuan dibuatnya penelitian ini adalah : 1. Mengetahui kesesuaian pembiayaan akad mudharabah yang dibebani dengan hak tanggungan yang dilihat dari prinsip perbankan syariah. 2. Mengetahui bentuk lembaga jaminan yang sesuai untuk produk perbankan syariah yang didasarkan dengan modal (equity) bukan atas hutang (bond).

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Akademis Manfaat untuk ilmu pengetahuan atau teori, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu pengetahuan hukum pada khususnya dalam bidang perbankan yakni mengenai kesesuaian pembiayaan akad mudharabah yang dibebani dengan hak tanggungan yang dilihat dari prinsip perbankan syariah pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bangun Drajat Warga Yogyakarta. 2. Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi semua pihak, yakni bagi masyarakat umum, dan pihak bank khususnya dalam kaitan kajian pembiayaan akad mudharabah yang dijamin dengan hak tanggungan. E. Keaslian Penelitian Hasil penelusuran dan pengamatan kepustakaan yang penulis lakukan di perpustakaan, terdapat beberapa penelitian yang membahas mengenai pembiayaan akad mudharabah, namun belum ada yang secara spesifik membahas mengenai praktik secara langsung pembiayaan akad mudharabah yang dibebani dengan hak tanggungan yang kemudian dilakukan pengkajian dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Pengamatan yang penulis lakukan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

dapat dilihat bahwa telah ada penelitian mengenai pembiayaan akad mudharabah yang diikatkan dengan hak tanggungan, yang antara lain dilakukan oleh: 1. Budi Arta Aris (2009) Pengikatan jaminan dengan hak tanggungan sebagai upaya meminimalisasi risiko side streaming pada pembiayaan mudharabah (Studi kasus pada PT. Bank Rakyat Indonesia Syariah Cabang Padang). 10 Rumusan masalahnya adalah: a. Apa saja risiko-risiko yang dihadapi oleh pihak bank selaku shahibul maal dalam pembiayaan mudharabah? b. Bagaimana pelaksanaan pengikatan jaminan dengan hak tanggungan pada pembiayaan mudharabah? Kesimpulannya adalah: Penelitian yang dilakukan lebih terfokus kepada faktor risiko yang akan dihadapi pihak bank dalam pembiayaan mudharabah. Kategori risiko yang dimaksudkan terdiri dari 3 jenis risiko antara lain risiko bisnis, merupakan risiko yang bersumber dari faktor ekonomi secara makro atau global. Risiko non bisnis, yaitu risko yang terjadi akibat kelalaian ataupun adanya unsur kesengajaan dari pihak intern, risiko dari nasabah, merupakan risiko yang terjadi akibat kelalaian atau iktikad tidak baik dari nasabah dalam menjalankan kerjasama. 10 Budi Arta Aris, 2009, Pengikatan Jaminan Dengan Hak Tanggungan Sebagai Upaya Meminimalisasi Risiko Side Streaming Pada Pembiayaan Mudharabah (Studi kasus pada PT.Bank Rakyat Indonesia Syariah Cabang Padang), Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Budi Arta Aris menyimpulkan bahwa pengikatan jaminan dengan hak tanggungan yang dilaksanakan dalam pembiayaan mudharabah, sama dengan pengikatan jaminan dengan hak tanggungan yang dilakukan pada pengikatan secara konvensional berdasarkan undang-undang hak tanggungan. 2. Dewa Putu Dipta Dadia Nugraha (2011) dengan judul: Pembebanan hak tanggungan pada perjanjian pembiayaan dengan akad mudharabah dan korelasinya dengan akta pemberian hak tanggungan yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah (PPAT) 11. Rumusan masalahnya adalah: a. Secara teoritik bolehkah lembaga jaminan berupa hak tanggungan digunakan untuk menjamin pembiayaan dengan bentuk mudharabah? b. Apakah akta pemberian hak tanggungan (APHT) dapat digunakan untuk menjamin pembiayaan dalam bentuk mudharabah? Kesimpulannya adalah: Akta pembebanan hak tanggungan yang ada sekarang bisa digunakan untuk menampung perjanjian pembiayaan mudharabah, karena beberapa isian yang diwajibkan dalam APHT seperti perjanjian utang piutang yang dijadikan dasar pembebanan sudah dapat dipenuhi oleh perjanjian pembiayaan mudharabah. 11 Dewa Putu Dipta Dadia Nugraha, 2011, Pembebanan Hak Tanggungan Pada Perjanjian Pembiayaan Dengan Akad Mudharabah dan Korelasinya Dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan Yang Dibuat Oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Penulis dalam penelitian ini tidak setuju dengan redaksi utangpiutang, karena perjanjian mudharabah bukan merupakan perjanjian utang piutang. Maka sebaiknya guna memperluas pengertian APHT, redaksi utang-piutang dapat diganti dengan perjanjian. 3. Umi Khaerah Pati (2012) Kepatuhan bank syariah terhadap prinsip Al Ghunmu Bil Ghurmi dalam penggunaan akta pemberian hak tanggungan pada akad pembiayaan mudharabah dan musyarakah. 12 Rumusan masalahnya adalah: a. Bagaimana Kepatuhan bank syariah terhadap prinsip Al-Ghunmu Bil Ghurmi dalam penggunaan akta pemberian hak tanggungan pada akad pembiayaan mudharabah dan musyarakah? b. Bagaimana kesesuaian akta pemberian hak tanggungan sebagai jaminan mudharabah dan musyarakah pada bank syariah? Kesimpulannya adalah: Bank Syariah belum mematuhi prinsip al-ghunmu bil ghurmi dalam hal ini pengembalian modal pembiayaan dan nisbah bagi hasil yang diharapkan dari hasil eksekusi jaminan oleh bank syariah tanpa adanya bukti bahwa nasabah melakukan moral hazard, hasil dari eksekusi tersebut menjadi riba nasi ah bagi bank syariah. Penggunaan jaminan berupa agunan yang diikuti dengan hak tanggungan yang dituangkan dalam akta pemberian hak tanggungan dapat disesuaikan dengan akad pembiayaan mudharabah dan 12 Umi Khaerah Pati, 2012, Kepatuhan bank syariah terhadap prinsip Al Ghunmu Bil Ghurmi dalam penggunaan akta pemberian hak tanggungan pada akad pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah, Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

musyarakah dengan jenis utang yang akan ada yakni jenis utang yang timbul dari 2 (dua) sebab yaitu dari karakter buruk nasabah, risiko bisnis dan risiko penurunan pembiayaan yang mana jumlahnya dapat ditentukan pada saat permohonan eksekusi Hak Tanggungan diajukan Berdasarkan penelitian-penelitian di atas terdapat perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, adapun perbedaannya adalah : 1. Perbedaan dengan penelitian Pertama adalah bahwa dalam penelitain tersebut membahas faktor risiko yang akan dihadapi pihak bank dalam pembiayaan mudharabah. Penelitian ini hanya sebatas memberi informasi bahwa pengikatan jaminan dengan hak tanggungan yang dilaksanakan dalam pembiayaan mudharabah sama dengan pengikatan jaminan dengan hak tanggungan yang dilakukan pada pengikatan secara konvensional tanpa ada kajian lebih detail. Sedangkan dalam penelitian ini penulis membahas mengenai kesesuaian pembiayaan akad mudharabah yang dibebani dengan lembaga jaminan berupa hak tanggungan. Penulis menganalisa lebih lanjut antara peraturan yang mengatur mengenai jaminan yaitu Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dengan prinsip perbankan syariah. 2. Perbedaan dengan penelitian Kedua adalah bahwa dalam penelitain kedua tersebut hampir sama dengan penelitian pertama di atas yaitu hanya menyatakan kondisi bahwa sampai saat ini memang Akta Pembebanan Hak Tanggungan yang ada sekarang bisa digunakan

untuk menampung perjanjian pembiayaan mudharabah tanpa ada kajian dan analisis lebih lanjut terhadap prinsip dan kaidah yang terkandung di dalamnya. Sedangkan dalam penelitian ini penulis tidak sekedar mengkaji boleh atau tidaknya pembiayaan akad mudharabah diikatkan dengan jaminan APHT, namun lebih lanjut membahas mengenai sesuai atau tidaknya pengikatan jaminan hak tanggungan tersebut. Penelitian ini berusaha untuk mencari solusi atau alternatif jaminan yang seperti apa yang sesuai dengan prinsip syariah. 3. Perbedaan dengan penelitian Ketiga adalah bahwa dalam penelitain tersebut lebih khusus membahas kepatuhan bank syariah terhadap prinsip Al-Ghunmu Bil Ghurmi dalam penggunaan akta pemberian hak tanggungan pada akad pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah. Sedangkan dalam penelitian ini penulis membahas mengenai kesesuaian akad perbankan syariah pada saat dibebani dengan hak tanggungan yang ditinjau dari sudut pandang Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan dan dari sudut pandang prinsip perbankan syariah. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini merupakan hasil karya pribadi dan bukan hasil tiruan dari pihak lain.