BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYIMPANAN SEMENTARA LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DI INDUSTRI ATAU USAHA SUATU KEGIATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa limbah suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun dapat merusak, mencemarkan lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia; b. bahwa pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun perlu ditangani secara serius mengingat bahaya dan resiko yang dapat merugikan bagi kehidupan masyarakat; c. bahwa sesuai dengan ketentuan dalam Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada Lampiran huruf K tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup, Sub Bidang 5 Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3), Pemerintah Kabupaten berwenang mengatur tentang Penyimpanan Sementara Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; d. berdasarkan berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Izin Penyimpanan Sementara Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Industri Atau Usaha Suatu Kegiatan; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
-2-2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9) sebagai Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
-3-11. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859); 12. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air; 13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 32); 14. Peraturan Daerah Kabupaten Kotabaru Nomor 05 Tahun 1991 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Dati II Kotabaru (Lembaran Daerah Kabupaten Kotabaru Dati II Kotabaru Tahun 1991 Nomor 02); 15. Peraturan Daerah Kabupaten Kotabaru Nomor 19 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Kotabaru (Lembaran Daerah Kabupaten Kotabaru Tahun 2007 Nomor 19); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KOTABARU dan BUPATI KOTABARU MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG IZIN PENYIMPANAN SEMENTARA LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DI INDUSTRI ATAU USAHA SUATU KEGIATAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Kotabaru.
-4-2. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 3. Bupati adalah Bupati Kotabaru. 4. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan, merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. 5. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. 6. Limbah bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disebut limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. 7. Penyimpanan limbah B3 adalah kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh orang dan/atau badan dengan maksud menyimpan sementara limbah B3. 8. Dinas/Badan adalah Dinas/Badan yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang lingkungan hidup. 9. Evaluasi adalah proses pengukuran akan efektivitas strategi yang digunakan dalam upaya mencapai tujuan. 10. Verifikasi adalah penilaian kesesuaian antara persyaratan yang diajukan oleh pemohon dengan kondisi nyata di lokasi kegiatan yang dilengkapi dengan Berita Acara. 11. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah yang selanjutnya disebut PPNS Daerah adalah Pegawai Negeri pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah. BAB II PENYIMPANAN LIMBAH B3 Pasal 2 (1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan penyimpanan limbah B3.
-5- (2) Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 3 (1) Untuk dapat melakukan penyimpanan limbah B3, setiap orang wajib memiliki izin Bupati atau Pejabat yang menerima delegasi. (2) Pengajuan permohonan diajukan secara tertulis kepada Bupati atau Dinas/Badan yang ditunjuk. (3) Setiap permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didalamnya wajib disebutkan sekurang-kurangnya tentang nama, sumber, karakteristik dan jumlah limbah B3 yang akan disimpan. BAB III PERSYARATAN UNTUK MENDAPATKAN IZIN Pasal 4 (1) Setiap pemohon wajib memenuhi persyaratan administrasi dan teknis. (2) Persyaratan administrasi meliputi : a. memiliki izin lingkungan; b. melampirkan : 1. identitas penanggungjawab usaha; dan 2. akta pendirian badan usaha. (3) Persyaratan teknis meliputi : a. memenuhi ketentuan teknis tempat penyimpanan limbah B3 dengan menyerahkan dokumen penjelasannya; b. memenuhi ketentuan teknis pengemasan limbah B3 dengan menyerahkan dokumen penjelasannya; (4) Pemenuhan ketentuan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB IV PENERBITAN DAN PENOLAKAN PERMOHONAN IZIN Pasal 5 (1) Setiap pengajuan permohonan izin harus dilakukan pemeriksaan.
-6- (2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Dinas/Badan yang ditunjuk dalam jangka waktu 2 (dua) hari kerja setelah diajukan permohonan izin. (3) Pemohon izin berhak mendapatkan pemberitahuan dan/atau menerima bukti tertulis terkait pengajuan permohonan izin setelah dilakukan pemeriksaan. Pasal 6 (1) Setiap pengajuan permohonan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 wajib dikembalikan. (2) Permohonan izin dapat diajukan kembali setelah pemohon memenuhi ketentuan dan persyaratan. Pasal 7 (1) Pengajuan permohonan izin yang telah dinyatakan memenuhi ketentuan dan persyaratan oleh Dinas/Badan yang ditunjuk wajib segera disampaikan kepada Bupati. (2) Bupati menugaskan Dinas/Badan yang ditunjuk untuk melakukan verifikasi. (3) Ketentuan teknis dan jangka waktu pelaksanaan verifikasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 8 (1) Penerbitan izin dapat dilakukan apabila berdasarkan hasil verifikasi dinyatakan memenuhi persyaratan. (2) Penerbitan izin wajib diumumkan melalui website minimal 1 (satu) hari kerja setelah hari penerbitan. (3) Setiap penerbitan izin disampaikan kepada Menteri. Pasal 9 (1) Permohonan izin wajib ditolak apabila berdasarkan hasil verifikasi dinyatakan tidak memenuhi persyaratan. (2) Penolakan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan alasan penolakan.
-7- BAB V MASA BERLAKU IZIN, REGISTRASI ULANG DAN PERPANJANGAN IZIN Pasal 10 (1) Izin berlaku selama 5 (lima) tahun. (2) Setiap 1 (satu) tahun wajib dilakukan registrasi ulang. (3) Terhadap registrasi ulang yang diajukan, dinas/badan yang ditunjuk wajib melakukan evaluasi Pasal 11 (1) Izin yang habis masa berlakunya dapat diperpanjang. (2) Pengajuan perpanjangan izin dapat dilakukan dalam masa paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum batas akhir berlakunya izin. Pasal 12 Permohonan perpanjangan izin hanya akan diproses berdasarkan pernyataan tertulis dari pemohon yang menyatakan tidak terdapat/tidak melakukan perubahan dalam bentuk apapun sebagaimana pengajuan permohonan izin sebelumnya. Pasal 13 (1) Setiap pengajuan perpanjangan izin wajib dilakukan verifikasi. (2) Bupati menunjuk Dinas/Badan yang ditunjuk untuk melaksanakan verifikasi. Pasal 14 Ketentuan teknis dan jangka waktu pelaksanaan verifikasi dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 15 Pemberian perpanjangan izin atau penolakan izin berdasarkan hasil verifikasi berlaku secara mutatis mutandis sebagaimana perlakuan pada pelaksanaan verifikasi dalam Pasal 8 dan Pasal 9.
-8- Pasal 16 Tata Cara Pengajuan Permohonan izin dan perpanjangan izin diatur dengan Peraturan Bupati. BAB VI PENARIKAN IZIN Pasal 17 Izin dinyatakan tidak berlaku apabila : a. pemegang izin selaku pemilik usaha mengalihkan kepemilikan usahanya kepada pihak lain; dan/atau b. terjadi perubahan jenis usaha. BAB VII KEWAJIBAN PEMEGANG IZIN Bagian Kesatu Dasar Pasal 18 Setiap pemegang izin wajib untuk : a. melakukan identifikasi limbah B3 yang dihasilkan; b. melakukan pencatatan nama dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan; c. melakukan penyimpanan limbah B3 yang sesuai dengan persyaratan teknis yang telah diverifikasi; dan d. melakukan penanggulangan darurat sampai dengan pemulihan fungsi lingkungan jika terjadi keadaan yang dapat atau mengakibatkan berdampak pada kerusakan lingkungan. Bagian Kedua Pengamanan Dari Bahaya Limbah B3 Pasal 19 Setiap pemegang izin wajib untuk : a. memfungsikan tempat penyimpanan limbah B3 sebagai tempat penyimpanan limbah B3;
-9- b. menyimpan limbah B3 yang dihasilkan ke dalam tempat penyimpanan limbah B3; c. melakukan pengemasan limbah B3 sesuai dengan karakteristik limbah B3; dan d. melekatkan label dan simbol limbah B3 pada kemasan limbah B3. Bagian Ketiga Jangka Waktu Penyimpanan Pasal 20 (1) Setiap pemegang izin, wajib memanajemen jangka waktu penyimpanan, meliputi: a. 90 (sembilan puluh) hari sejak limbah B3 dihasilkan, untuk limbah B3 yang dihasilkan 50 (lima puluh) kilogram per hari atau lebih; b. 180 (seratus delapan puluh) hari sejak limbah B3 dihasilkan, untuk limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 (lima puluh) kilogram per hari untuk limbah B3 kategori 1; c. 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sejak limbah B3 dihasilkan, untuk limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 (lima puluh) kilogram per hari untuk limbah B3 kategori 2 dari sumber tidak spesifik dan dari sumber spesifik umum; atau d. 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sejak limbah B3 dihasilkan untuk limbah B3 kategori 2 dari sumber spesifik khusus. (2) Daftar limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 21 (1) Setiap penyimpanan limbah B3 yang akan memasuki jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 bagi pemegang izin yang telah memiliki izin pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan/atau penimbunan dari Menteri dapat melakukan pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan/atau penimbunan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.
-10- (2) Pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan/atau penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diketahui oleh Pemerintah Daerah. (3) Dalam hal pemegang izin tidak memiliki izin dari Menteri untuk melakukan pemanfaatan, pengolahan dan/atau penimbunan wajib segera menyerahkan limbah B3 kepada pihak lain. (4) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi : a. pengangkut limbah B3 yang memiliki izin; b. pengumpul limbah B3 yang memiliki izin; c. pemanfaat limbah B3 yang memiliki izin; d. pengolah limbah B3 yang memiliki izin; dan/atau e. penimbun limbah B3 yang memiliki izin. Bagian Keempat Pemenuhan Pelaporan Pasal 22 (1) Setiap pemegang izin wajib menyusun dan menyampaikan laporan penyimpanan limbah B3. (2) Laporan ditujukan kepada Bupati dan ditembuskan kepada Menteri setiap 3 (tiga) bulan sejak izin diterbitkan. (3) Bentuk, tatacara, isi pelaporan keberadaan limbah B3 yang disimpan setelah jangka waktu penyimpanan berakhir diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Bagian Kelima Memiliki Penetapan Pasal 23 (1) Pemegang izin wajib memiliki penetapan Bupati dalam hal : a. menghentikan kegiatan penyimpanan; atau; b. memindahkan lokasi dan/atau fasilitas penyimpanan limbah B3.
-11- (2) Untuk memperoleh penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan pemulihan fungsi lingkungan hidup dan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati. (3) Permohonan penetapan melampirkan : a. identitas pemohon; b. laporan pelaksanaan penyimpanan limbah B3; dan c. laporan pelaksanaan pemulihan fungsi lingkungan. (4) Bupati menugaskan Dinas/Badan yang ditunjuk untuk melakukan evaluasi permohonan. (5) Bentuk dan tata cara evaluasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB IX LARANGAN Pasal 24 Setiap pemegang izin dilarang melakukan pencampuran penyimpanan limbah B3 yang disimpannya. BAB X PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 25 Bupati atau Dinas/Badan yang ditunjuk melakukan pembinaan ketaatan penanggungjawab usaha dan atau kegiatan dalam melaksanakan penyimpanan sementara limbah B3. Pasal 26 (1) Untuk melaksanakan pengawasan Bupati mengangkat Pejabatnya sebagai Pejabat Pengawas Lingkungan Daerah. (2) Pejabat Pengawas Lingkungan Daerah bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap ketaatan pelaku usaha.
-12- (3) Pejabat Pengawas Lingkungan Daerah berwenang : a. melakukan pemantauan yang meliputi pengamatan, pemotretan, perekaman audio visual, dan pengukuran; b. meminta keterangan kepada masyarakat yang berkepentingan, karyawan yang bersangkutan, konsultan, kontraktor, dan perangkat pemerintahan setempat; c. membuat salinan dari dokumen dan atau membuat catatan yang diperlukan, antaran lain dokumen perizinan, data limbah B3 yang dihasilkan dan disimpan, dokumen surat keputusan organisasi perusahaan; d. memasuki tempat tertentu; e. mengambil contoh dari limbah B3 yang dihasilkan dan disimpan termasuk bahan baku dan bahan penolong; f. memeriksa peralatan yang digunakan dalam pengelolaan untuk penyimpanan, utilitas, dan instalasi pengemasan; g. memeriksa instalasi, dan atau alat transportasi; dan h. serta meminta keterangan dari pihak yang bertanggungjawab atas usaha dan atau kegiatan. Pasal 27 Pejabat pengawas dalam melaksanakan tugasnya wajib memperlihatkan surat tugas dan atau tanda pengenal. BAB XI SANKSI Bagian Kesatu Sanksi Administratif Pasal 28 (1) Setiap penanggungjawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21 dan Pasal 22 Bupati berwenang menjatuhkan sanksi administrasi. (2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa : a. peringatan tertulis;
-13- b. paksaan pemerintah; c. pembekuan izin; d. pencabutan izin. Bagian Kedua Paksaan Pemerintahan Atau Uang Paksa Pasal 29 (1) Setiap penanggungjawab usaha dan atau kegiatan yang tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) atas kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk melaksanakan pemulihan fungsi lingkungan Bupati berwenang menerapkan paksaan pemerintahan atau uang paksa. (2) Dalam hal penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan pemerintah, Bupati berwenang mengenakan sanksi administratif berupa pembekuan atau pencabutan izin. (3) Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada ketentuan Pasal 79, Pasal 80, Pasal 81 dan Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. (4) Uang paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada ketentuan Pasal 82 ayat (2) Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bagian Ketiga Ganti Kerugian Pasal 30 (1) Setiap orang yang tindakannya, usahanya dan/atau kegiatannya mengelola limbah B3 untuk penyimpanan sementara yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan bertanggungjawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan sebagaimana ketentuan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
-14- (2) Ganti kerugian dimohonkan melalui gugatan dipengadilan termasuk pemulihan fungsi lingkungan. (3) Hak gugat dapat diajukan oleh Pemerintah Daerah, Masyarakat dan Organisasi Lingkungan Hidup. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91 dan Pasal 92 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. BAB XII PENYIDIKAN Pasal 31 (1) Selain oleh Pejabat Penyidik Umum, Penyidikan atas tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah ini dilakukan oleh PPNS di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-Undangan. (2) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat sekaligus merupakan Pejabat Pengawas Lingkungan Daerah yang diangkat oleh Bupati. (3) Dalam melakukan Tugas Penyidikan, PPNS sebagaimana dimaksud ayat (1) berwenang : a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang adanya tindak pidana pelanggaran; b. melakukan tindakan pertama pada kejadian dan melakukan pemeriksaan saat itu ditempat; c. menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. melakukan penyitaan benda dan/atau Surat; e. memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; f. mendatangkan orang ahli yang dipergunakan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; dan
-15- g. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik bahwa tidak terdapat bukti atau Peristiwa tersebut bukan merupakan tindak Pidana dan selanjutnya melalui Penyidik memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka dan keluarganya. BAB XIII SANKSI PIDANA Pasal 32 (1) Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 untuk penyimpanan sementara tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara dan denda. (2) Lama pidana penjara dan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada ketentuan Pasal 102 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 33 (1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan untuk penyimpanan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara dan denda. (2) Lama pidana penjara dan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada ketentuan Pasal 103 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. BAB XIV KETENTUAN KHUSUS Pasal 34 (1) Untuk pengelolaan limbah B3 bagi kegiatan penyimpanan limbah B3 kategori 2 dari sumber spesifik khusus dikecualikan dari ketentuan pemenuhan persyaratan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b termasuk ketentuan teknis tentang pengemasan limbah B3.
-16- (2) Selain pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan pula untuk ketentuan teknis untuk ketersediaan peralatan penanggulangan keadaan darurat. BAB XV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 35 Setiap izin penyimpanan sementara limbah B3 di Industri atau usaha suatu kegiatan yang telah diberikan sebelum berlakunya peraturan daerah ini dinyatakan tetap berlaku sampai dengan habis masa berlakunya. BAB XVI KETENTUAN PENUTUP Pasal 36 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kotabaru. Ditetapkan di Kotabaru pada tanggal 18 November 2014 BUPATI KOTABARU, Diundangan di Kotabaru pada tanggal 18 November 2014 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KOTABARU, H. IRHAMI RIDJANI H. SURIANSYAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU TAHUN 2014 NOMOR 21 NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU, PROVINSI KALIMANTAN SELATAN : ( 171/2014)
-1- PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYIMPANAN SEMENTARA LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DI INDUSTRI ATAU USAHA SUATU KEGIATAN I. UMUM Limbah B3 yang dibuang langsung ke dalam lingkungan dapat menimbulkan bahaya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya. Mengingat risiko tersebut, perlu diupayakan agar setiap kegiatan akan menghasilkan limbah B3 melakukan pengelolaan. Kebijakan pengelolaan limbah B3 yang ada saat ini perlu dilakukan dalam bentuk pengelolaan yang terpadu karena dapat menimbulkan kerugian 90 terhadap kesehatan manusia, mahluk hidup lainnya dan lingkungan hidup apabila tidak dilakukan pengelolaan dengan benar. Pengelolaan Limbah B3 yang secara terpadu mengatur keterkaitan setiap simpul pengelolaan limbah B3 yaitu kegiatan penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, pemanfaatan, dan penimbunan limbah B3. Berdasarkan kewenangan perizinan yang ada pada Pemerintah Daerah Kabupaten Kotabaru terkait dengan pengelolaan limbah B3 meliputi : 1. Pengelolaan limbah B3 untuk Penyimpanan limbah B3; 2. Pengelolaan limbah B3 untuk pengumpulan limbah B3 skala Kabupaten/Kota; dan 3. Lokasi Pengolahan dan Dumping limbah B3. Sangat penting bagi Pemerintah Daerah menetapkan Peraturan Daerah tentang Izin Penyimpanan Sementara Limbah B3 di Industri Atau Usaha Suatu Kegiatan, karena dalam wilayah administratif Kabupaten Kotabaru terdapat banyak Industri atau Usaha Suatu Kegiatan yang menghasilkan limbah B3. Dengan pengaturan pengendalian limbah B3 salah satunya berupa pengelolaan untuk penyimpanan diharapkan salah satu mata rantai siklus perjalanan limbah B3 yang dihasilkan oleh industri atau usaha suatu kegiatan dapat dikendalikan dan diawasi. Setiap mata rantai perlu diatur, sedangkan perjalanan limbah B3 dikendalikan dengan sistem manifest limbah B3. Dengan sistem manifest dapat diketahui berapa jumlah B3 yang dihasilkan dan berapa yang telah dimasukkan dalam tempat penyimpanan melalui pengemasan dan dikemanakan setelah itu.
-2- II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Limbah B3 sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Daerah ini tidak memerlukan uji karakteristik untuk penetapannya sebagai limbah B3. Penetapannya secara langsung sebagai limbah B3 didasarkan pada kajian ilmiah, referensi dan literatur internasional, dan karakteristiknya yang telah diketahui mengacu pada peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 3 Informasi mengenai karakteristik limbah B3 diperlukan untuk penanganan limbah B3 dimaksud dengan tepat. Pasal 4 Dokumen yang menjelaskan tentang pengemasan limbah B3 diperlukan untuk limbah B3 yang memerlukan pengemasan sebelum dilakukan penyimpanan. Ayat (4) Pasal 5 Yang dimaksud dengan pemeriksaan adalah menelaah pemenuhan persyaratan izin secara formal dan bahwa tindakan ini bukan tindakan menelusuri suatu keabsahan dari dokumen pemenuhan persyaratan yang akan membutuhkan waktu lama dan sehubungan dalam administrasi perizinan apabila dikemudian hari ditemukan suatu perbuatan tercela dari pemohon berupa ketidakbenaran data atau dokumen yang diajukan untuk pemenuhan syarat izin akan dikenakan sanksi pencabutan izin.
-3- Yang dimaksud pemberitahuan dan/atau pemberian bukti tertulis adalah memberikan kepastian hukum kepada pemohon dalam pelayanan publik yang diberikan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka pencapaian Good Governance agar dari masa itu dapat diperhitungkan masa waktu untuk penerbitan atau penolakan izin. Pasal 6 Pasal 7 Verifikasi secara teknis yang mesti diatur dalam Peraturan Bupati sekurang-kurangnya mengatur tentang : a. tempat penyimpanan limbah B3 : 1. Lokasi penyimpanan limbah B3; 2. Fasilitas penyimpanan limbah B3 yang sesuai jumlah, karakteristik limbah B3 dan kelengkapan upaya pengendalian pencemaran lingkungan; dan 3. Ketersediaan peralatan penanggulangan keadaan darurat. b. lokasi penyimpanan : 1. Lokasi dalam penguasaan yang bersangkutan; 2. Bebas banjir dan tidak rawan bencana alam; atau 3. Dapat direkayasa dengan teknologi apabila tidak bebas banjir dan rawan bencana alam. c. fasilitas penyimpanan : 1. Bangunan (desain konstruksi yang melindungi dari hujan dan sinar matahari, penerangan dan ventilasi atau drainase dan bak penampungan); 2. Tangki dan/atau kontainer; 3. Silo; 4. Penumpukan limbah (waste pile); 5. Waste impoindment; dan/atau 6. Bentuk tertentu sesuai dengan perkembangan teknologi d. Peralatan penanggulangan keadaan darurat: 1. Alat pemadam api; dan 2. Cadangan air untuk menyiram.
-4- e. Bahan pengemasan: 1. Bahan yang sesuai karakteristik limbah B3; 2. Mampu mengungkung limbah B3 untuk selalu dalam kemasan; 3. Penutup yang kuat dan mencegah tumpahan dari tempat pengemasan; dan 4. Kondisi kemasan yang baik tidak bocor, berkarat atau rusak. f. Labelisasi : 1. Nama limbah pada kemasan; 2. Identitas penghasil limbah; 3. Tanggal dihasilkan dan dikemas; dan 4. Simbol sesuai karakteristik. Pasal 8 Penyampaian kepada Menteri dalam hal ini adalah Menteri Lingkungan Hidup dalam rangka koordinasi sehubungan dengan Menteri memiliki kewenangan penerbitan izin lainnya tentang pengelolaan limbah B3 yang merupakan perizinan primer. Pasal 9 Yang dimaksud dengan alasan penolakan adalah dasar dilakukan penolakan agar pemohon dapat mengetahui dan mendapatkan kepastian perihal pengajuan izin. Pasal 10 Pasal 11
-5- Pasal 12 Yang dimaksud tidak terdapat/tidak melakukan perubahan adalah pemenuhan persyaratan administrasi, teknis dan pengamanan yang berfungsi sebagai pemenuhan persyaratan lingkungan tidak dirubah sebagaimana permohonan pengajuan izin yang telah diverifikasi dan apabila berdasarkan evaluasi dan verifikasi yang bersangkutan melakukan perubahan maka wajib mengajukan izin baru bukan dalam kapasitas perpanjangan izin. Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Pasal 17 Izin dinyatakan tidak berlaku merupakan satu tindakan pemerintahan dalam bentuk menarik kembali apa yang sudah diberikan. Hal ini sesuai dengan asas Contrarius Actus yang berarti bahwa setiap keputusan hanya bisa dinyatakan batal apabila ditarik kembali oleh si pembuat keputusan. Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Yang dimaksud dengan Menteri dalam hal pengangkutan limbah B3 adalah Menteri Perhubungan Republik Indonesia. Ayat (4)
-6- Pasal 22 Pasal 23 Ayat (4) Ayat (5) Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Pasal 29 Ayat (4)
-7- Pasal 30 Ayat (4) Pasal 31 Pasal 32 Pasal 33 Pasal 34 Pasal 35 Cukup jelas Pasal 36 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 13