BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi suatu negara, terutama negara berkembang. Kekurangan pangan yang terjadi secara meluas di suatu negara akan menyebabkan kerawanan ekonomi, sosial dan politik yang dapat menggoyahkan stabilitas negara tersebut (Suryana, 2002). Sampai saat ini, baik secara psikologis maupun politis, kebijakan pangan di Indonesia masih merupakan isu yang sangat penting yang akan berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan (Amang, 2000) salah satu komoditas pangan adalah ubi kayu. Ubi kayu merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang telah lama dibudidayakan petani, bahkan pada lokasi yang telah tumbuh industri pengolahan, komoditas ini dijadikan sebagai usaha bisnis untuk menopang kebutuhan ekonomi keluarga. Usahatani ubi kayu yang dapat dilakukan di lahan kering dan bersifat marginal adalah merupakan alternative pilihan, jadi sebagai sumber bahan pangan keluarga, dan secara ekonomis tentunya petani ubi kayu mengharapkan keuntungan dari usahanya. Disisi lain aspek keamanan mutu dan keragaman merupakan kondisi yang harus dipenuhi dalam pemenuhan kebutuhan pangan penduduk secara cukup, merata dan terjangkau (Rachman dan Ariani, 2002). Salah satu jenis agribisnis yang banyak dikembangkan di Indonesia adalah agribisnis ubi kayu. Ubi kayu adalah sayuran pokok penting karena kontribusinya yang tinggi sebagai sumber kalori harian bagi jutaan orang. Seluruh produksi ubi
kayu terutama di negara berkembang dan bagian terbesar berasal dari pertanian kecil yang sering memiliki lahan yang di olah seadanya (Rubatzky, 1998). Ubi kayu mempunyai peranan yang strategis dan multiguna, sebagai penghasil sumber bahan pangan karbohidrat, bahan baku industri, makanan,kosmetika, dan pakan serta bahan energi. Sebagai bahan baku industri, ubi kayu dapat diolah menjadi tapioka, sirup glukosa, High Fructose Syrup (HFS), CitricAcid, Monosodium Glutamate, bahan perekat plywood, maltosa, sorbitol, etanol dan lain sebagainya. Dalam struktur perekonomian Indonesia, ubi kayu mempunyai kontribusi terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sektor tanaman pangan terbesar ketiga setelah padi dan jagung. Pada tahun 2003 kontribusi ubi kayu terhadap PDB sebesar Rp 6,1 trilyun. Nilai tersebut hanya dari on farm dan belum termasuk dari sub sistem hulu dan hilir. Dari gambaran tersebut terlihat bahwa komoditas ubi kayu memberikan andil yang cukup besar terhadap perekonomian nasionalmaupun daerah. Dengan manfaat yang multiguna tersebut, ubi kayu dari hasil olahannya menjanjikan bisnis yang menguntungkan apabila diusahakan secara agribisnis. Bahan baku ubi kayu cukup tersedia dan sudah dikenal oleh masyarakat, mudah dibudidayakan serta mudah beradaptasi di lahan kering dan marginal. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan perubi kayuan Indonesia adalah (i) rendahnya penerapan teknologi, (ii) terbatasnya modal usahatani ; (iii) sempitnya lahan skala usaha, (iv) terjadinya fluktuasi produksi dan harga pada
panen raya, (v) sifat ubi kayu yang mudah rusak. Selain itu, pengembangan ubi kayu ke depan masih menghadapi berbagai permasalahan kritis, seperti kemitraan usaha yang belum berkembang dan berjalan dengan baik, dan terbatasnya permodalan serta persaingan dengan komoditas lain. (Litbang Pertanian, 2010). Mengurangi ketergantungan terhadap beras sebagai bahan pangan pokok yang konsumsinya semakin meningkat dari tahun ke tahun pada akhirnya mendorong untuk mengembangkan jenis bahan pangan alternatif. Untuk itu perlu dilakukan penganekaragaman pangan lokal (diversifikasi) non beras salah satunya budidaya tanaman ubi kayu sebagai upaya menguatkan ketahanan pangan dengan mengurangi tingkat kerawanan pangan. Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai) selain menjadi salah satu penyumbang beras di Provinsi Sumut juga mempunyai potensi yang besar untuk pengembangan usaha di bidang pertanian jenis komoditas lainnya, karena didukung oleh agroklimat, topografi dan penduduk yang mata pencahariannya hampir 60% bergerak di bidang pertanian. Varietas ubi karet atau ubi bunga dapat berproduksi sampai dengan 100 ton per hektar, sementara varietas ubi kayu lokal hanya mampu berproduksi sekitar 30 40 ton per hektar (www.serdangbedagaikab.go.id, 2010). Pertumbuhan Ekonomi Serdang Bedagai tahun 2013 diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 meningkat 5,97 persen terhadap tahun 2012. Pertumbuhan tersebut terjadi pada semua sektor ekonomi termasuk sektor pertanian yang mencapai 5,19 persen.
Berdasarkan hasil di Sumatera Utara, usahatani ubi kayu cukup potensial. Seperti tercantum pada tabel 1.1. Tabel 1.1. Jumlah Produksi Ubi Kayu di Sumatera Utara Tahun 2009-2012 Tahun Jumlah Produksi (Ton) 2012 1.171.520 2011 1.091.711 2010 905.571 2008 1.007.284 2009 736.771 Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara Permintaan ubikayu terus meningkat baik untuk konsumsi, pakan dan industri olahan (gaplek, chips, tapioka dan tepung kasava) dan bahan energi baru terbarukan. Luas panen ubikayu di Indonesia pada tahun 2011 seluas 1,18 juta hektar dan produksi yang dicapai sebesar 24,04 juta ton dengan produktivitas sebesar 20,29 ton/ha. Sedangkan pada tahun 2012 luas tanam ubikayu diproyeksikan seluas 1,29 juta hektar dan diharapkan luas panen yang akan dicapai seluas 1,24 juta hektar dengan produktivitas 20,23 ton/ha maka produksi ubikayu nasional diharapkan mencapai 25 juta ton. (Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2012). Berkaitan dengan potensi pertanian sebagai mata pencaharian yang dapat diandalkan secara berkelanjutan (sustainable), penelitian Stone, Lieblein & Francis (2008) di Tanzania dapat menjadi rujukan. Menurut mereka, ada beberapa catatan bagi kebijakan yang harus dilakukan agar pertanian menjadi mata pencaharian yang mampu meningkatkan kesejahteraan petani pelakunya, yaitu: kebijakan dengan pendekatan yang bersifat menyeluruh dari semua aspek, sosialekonomi-lingkungan; perlunya sertifikasi produk organik, karena sertifikasi ternyata berpengaruh positif terhadap kesejahteraan petani organik, dan; kebijakan
yang lebih menitikberatkan pada intervensi agroekosistem secara komprehensif, bukan hanya sekedar memaksimumkan hasil produksi (Stone, Lieblein & Francis, 2008). Untuk menilai apakah suatu usaha dapat dikatakan layak, bisa digunakan analisis vialibilitas finansial. Seperti yang tercantum pada (National Regulatory System for Community Housing, 2014), viabilitas finansial adalah kemampuan usaha untuk menghasilkan pendapatan yang cukup untuk menutupi biaya produksi, pengeluaran operasional, kewajiban finansial, pengeluaran mikro dan seluruh pernyataan pengeluaran hingga pertumbuhan usaha di masa depan. Penilaian viabilitas finansial adalah sebuah proses yang terintegrasi, termasuk di dalamnya laporan pengeluaran, pernyataan pengeluaran, rencana usaha (business plan), dan segala informasi yang mendukung perhitungan viabilitas finansial. Viabilitas finansial terfokus pada segala pengeluaran finansial pada tahun atau periode sebelumnya. Performa dan tren finansial yang terjadi dibandingkan dengan pendanaan yang ada. Hal-hal itu digunakan untuk meramalkan apakah suatu usaha tetap viabel di masa depan. Melihat komoditi ubi kayu di Serdang Bedagai sebagai komoditi unggul dan kondisi sosial ekonomi para petani ubi kayu yang secara visual cukup sejahtera membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang analisis viabilitas finansial ubi kayu di Desa Pegajahan, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini bertujuan menguji apakah usaha tani ubi kayu di Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai adalah usahatani yang viabel atau tidak viabel.
1.2. Identifikasi Masalah 1. Berapa besar pendapatan bersih usahatani ubi kayu di daerah penelitian? 2. Bagaimana viabilitas finansial petani ubi kayu di daerah penelitian? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Untuk menganalisis jumlah pendapatan bersih usahatani ubi kayu di daerah penelitian. 2. Untuk menganalisis viabilitas finansial petani ubi kayu di daerah penelitian. 1.4. Kegunaan Penelitian 1. Sebagai bahan masukan bagi petani ubi kayu dalam usaha perbaikan tingkat pendapatan. 2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan instansi terkait dalam menetapkan kebijakan dalam pengembangan dan peningkatan pendapatan petani ubi kayu. 3. Sebagai bahan pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti serta salah satu cara dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.