BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Pasar modal merupakan kegiatan atau perdagangan dana jangka panjang yang meliputi obligasi atau saham. Dana yang dimaksud berbentuk surat berharga atau sekuritas yang memiliki jatuh tempo lebih dari satu tahun. Menurut Undang- Undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek di antara mereka. Pasar modal memiliki fungsi sebagai penyedia fasilitas yang mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak investor dan pihak yang memerlukan dana. Selain itu, pasar modal juga memberikan kemungkinan untuk memperoleh imbalan bagi pemilik dana. Dengan adanya pasar modal, aktivitas perekonomian menjadi meningkat karena pasar modal merupakan alternatif pendanaan bagi perusahaan untuk meningkatkan pendapatan perusahaan. Pada Bursa Efek Indonesia (BEI), terdapat tiga jenis industri, yaitu industri utama, industri manufaktur, dan industri jasa. Industri utama merupakan industri penghasil bahan baku atau pengelola sumber daya alam. Dalam industri utama terdiri dari dua sektor, yaitu sektor pertanian dan sektor pertambangan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral, dan Batubara, pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan 1
penjualan, serta kegiatan pascatambang. Perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI terbagi menjadi lima sub sektor, yaitu pertambangan batubara, pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan logam dan mineral lainnya, pertambangan batu-batuan, serta pertambangan lainnya. Perusahaan pertambangan memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia. Pengaruh tersebut dapat dilihat dari kontribusi yang diberikan kepada Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Pada dasarnya, PDB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. 25 20 15 10 5 0 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Gambar 1.1 Kontribusi Sektor Perusahaan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia periode 2010-2015 (dalam Persentase) Sumber: www.bps.go.id (2016) dan data yang telah diolah (2016) Pada grafik di atas, dapat dilihat besarnya kontribusi yang diberikan oleh beberapa sektor terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, di mana perusahaan pertambangan memiliki tingkat kontribusi yang cenderung menurun di setiap tahunnya. Rendahnya kontribusi tersebut berimbas pada kecilnya tax ratio yang mengindikasikan masih maraknya praktik penghindaran pajak dan 2
pengemplangan pajak di sektor tersebut (www.cnnindonesia.com). Pada dasarnya, tax ratio dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar rupiah kenaikan penerimaan pajak akibat meningkatnya PDB. Dengan kata lain, apabila PDB meningkat, maka penerimaan pajak pun juga akan meningkat dan sebaliknya. Menurut Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik, Suhariyanto, pada tahun 2015 sektor pertambangan dan penggalian berkontribusi sebesar 7.31% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, kondisi tersebut lebih sulit jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Kontribusi sektor tersebut mengalami pertumbuhan negatif yang dipengaruhi oleh sub sektornya, yaitu minyak dan gas bumi serta batubara (www.tempo.co). Meski begitu, jika dilihat dari Penanaman Modal Asing (PMA), sektor pertambangan mengalami peningkatan dengan total realisasi sebesar 82.1 triliun rupiah pada tahun 2015, di mana terjadi peningkatan sebesar 14% dari tahun 2014, yaitu 72 triliun rupiah. Lima besar realisasi PMA berasal dari negara Singapura dengan 1.2 miliar dolar Amerika Serikat, Jepang 1.2 miliar dolar Amerika Serikat, Korea Selatan 0.6 miliar dolar Amerika Serikat, Inggris 0.4 miliar dolar Amerika Serikat, dan Amerika Serikat 0.3 miliar dolar Amerika Serikat (www.republika.co.id). 1.2 Latar Belakang Penelitian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan suatu komponen penting di dalam penyelenggaraan suatu negara. Hal tersebut dapat diketahui bahwa APBN merupakan mesin penggerak penyelenggaraan negara. Di dalam APBN, terdapat struktur yang menjadi dua unsur utama, yaitu penerimaan dan pengeluaran. Untuk melaksanakan pembangunan negara, dibutuhkan dana pembangunan yang tidak sedikit, di mana kebutuhan dana pembangunan tersebut setiap tahunnya meningkat seiring dengan peningkatan jumlah kebutuhan masyarakat. Kebutuhan dana untuk pelaksanaan pembangunan dapat diperoleh dari sumber dalam negeri dan luar negeri. Pendapatan dalam negeri terdiri dari kepabeanan dan cukai, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), penerimaan hibah, serta penerimaan pajak. 3
Tabel 1.1 Realisasi Penerimaan Negara 2010-2015 (dalam Miliar Rupiah) Sumber 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Penerimaan Penerimaan I 992,249 1,205,346 1,332,323 1,432,059 1,545,457 1,496,047 dalam Negeri Penerimaan 723,307 873,874 980,518 1,077,307 1,146,866 1,240,419 Perpajakan Penerimaan 268,942 331,472 351,805 354,752 398,591 255,628 Bukan Pajak II Hibah 3,023 5,254 5,787 6,833 5,035 11,973 Jumlah 995,272 1,210,600 1,338,110 1,438,892 1,550,491 1,508,020 Persentase Penerimaan 72.67% 72.19% 73.28% 74.87% 73.97% 82,25% Pajak dalam APBN Sumber: www.bps.go.id (2015) dan data yang telah diolah (2016) Berdasarkan Tabel 1.1, dapat dilihat bahwa lebih dari 70% penerimaan negara berasal dari pajak dan penerimaan tersebut relatif stabil dari tahun ke tahun. Namun, terjadi penurunan persentase penerimaan pajak dalam APBN pada tahun 2011 dan 2014 yang disebabkan oleh meningkatnya penerimaan selain pajak, seperti penerimaan bukan pajak dan hibah. Dengan demikian, terbukti bahwa pajak merupakan sumber yang vital bagi negara dan dapat mempengaruhi posisi keuangan suatu negara. Selain itu, pajak juga dapat digunakan untuk membiayai kegiatan dalam pemerintahan, seperti pembangunan infrastruktur, biaya pendidikan, biaya kesehatan, subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), dan pembangunan fasilitas publik. Semakin banyak pajak yang dipungut, maka semakin banyak fasilitas yang dapat diberikan kepada rakyat. Oleh sebab itu, pajak merupakan ujung tombak pembangunan negara. Menurut Undang-Undang nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan bab 1 pasal 1, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka, sudah sepatutnya rakyat sebagai warga negara wajib membayar pajak dengan tertib dan sesuai dengan aturan yang berlaku, serta menjadikannya sebagai 4
wujud pengabdian dan peran dalam berkontribusi untuk meningkatkan pembangunan nasional. Hal tersebut sesuai dengan teori bakti yang dipaparkan dalam teori pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2016:6), yaitu dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban. Berdasarkan sistem pemungutan pajak, di Indonesia menganut self assessment system, yaitu Wajib Pajak melakukan penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutangnya secara mandiri. Menurut Mardiasmo (2016:9), self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Dengan diberinya wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang, Wajib Pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor pajak yang terutang atau yang masih harus dibayar, serta mengisi dan melaporkan sendiri Surat Pemberitahuan (SPT) dan Surat Setoran Pajak (SSP) ke kantor pajak. Dengan begitu, fiskus atau pemerintah tidak ikut campur dan hanya mengawasi agar proses tersebut berjalan dengan baik. Pada kenyataannya, pelaksanaan pemungutan pajak tidak selamanya berjalan dengan lancar dan masih banyak Wajib Pajak yang tidak melakukan kewajiban perpajakannya, sebagai contoh adalah perusahaan. Perusahaan, yang berorientasi dengan laba atau keuntungan, memandang pajak sebagai beban yang dapat mengurangi jumlah keuntungan bersih (net income) yang dihasilkan oleh perusahaan itu sendiri, seperti halnya dalam bidang akuntansi. Dalam bidang akuntansi, pajak merupakan salah satu komponen beban yang dapat mengurangi laba perusahaan. Besarnya pajak yang harus disetorkan ke kas negara tergantung dari besarnya jumlah laba yang didapat perusahaan selama satu tahun. Dengan demikian, hal tersebut dapat menyebabkan perusahaan mencari segala cara untuk mengurangi beban pajaknya. Kepentingan tersebut merupakan penghambat bagi pemerintah yang notabene sebagai pemungut pajak. Di satu sisi, perusahaan ingin mengefisienkan dan meminimalkan beban pajak, sedangkan pemerintah menginginkan pajak yang harus dibayar oleh perusahaan guna membiayai pembangunan negara. 5
Penghindaran dan perlawanan terhadap pemungutan pajak merupakan suatu bentuk hambatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas negara. Bentuk hambatan pemungutan pajak, menurut Mardiasmo (2016:10), dapat dikelompokkan menjadi perlawanan pasif dan perlawanan aktif. Perlawanan pasif merupakan suatu kondisi yang terpaksa, di mana masyarakat enggan (pasif) membayar pajak yang disebabkan adanya perkembangan intelektual dan moral masyarakat, sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami, dan sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik, sedangkan perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada pemerintah dengan tujuan untuk menghindari pajak dengan bentuk seperti tax avoidance dan tax evasion Tax avoidance (penghindaran pajak) dan tax evasion (penggelapan pajak) merupakan kedua hal yang dapat dibedakan meski sulit terpisahkan karena dipengaruhi oleh kompleksitas hukum. Tax avoidance, menurut Taylor dan Richardson (2012), adalah pengambilan keuntungan dari celah atau loopholes dalam undang-undang perpajakan untuk mengurangi pajak perusahaan secara signifikan. Tax evasion, menurut Otusanya (2011), adalah praktik melanggar hukum yang memiliki efek mengurangi pendapatan pemerintah yang diperlukan untuk penyediaan infrastruktur, pelayanan publik, dan utilitas umum. Perbedaan tax avoidance dan tax evasion terletak pada legalitasnya. Tax avoidance bersifat legal, sedangkan tax evasion bersifat ilegal. Otusanya (2011) juga menyatakan bahwa perusahaan besar bertaraf internasional pada saat ini lebih memilih untuk mengejar keuntungan dibandingkan patuh pada peraturan pemerintah yang memungkinkan untuk mengurangi jumlah pendapatan mereka, dipicu oleh profitabilitas, persaingan yang ketat antar perusahaan, dan tekanan untuk meningkatkan penghasilan. Pendapat tersebut diperkuat dengan pernyataan Global Financial Integrity, di mana penghindaran pajak di Indonesia sudah cukup besar nilainya dan memprihatinkan. Global Financial Integrity mencatat aliran dana haram atau illicit yang dihasilkan dari penghindaran pajak dan aktivitas ilegal di Indonesia dan dikirim ke luar negeri mencapai 6.6 triliun dolar Amerika Serikat sepanjang satu dekade terakhir dan Indonesia menduduki peringkat ketujuh terbesar sebagai asal dana illicit di seluruh 6
dunia (www.finansial.bisnis.com). Global Financial Integrity merupakan organisasi non-profit yang bergerak dibidang penelitian, konsultasi, dan pembelaan mengenai skala, dampak, dan atribut arus keuangan terlarang atau illicit dari kejahatan, korupsi, dan penghindaran pajak yang memfokuskan pada ekonomi di negara berkembang (www.gfintegrity.org). Adapun kasus yang menjerat salah satu perusahaan besar di Indonesia yaitu PT. Toyota Manufacturing Indonesia. Perusahaan tersebut melakukan praktik penghindaran pajak dengan cara transfer pricing. Kasus tersebut bermula ketika Direktorat Jenderal Pajak menuding PT. Toyota Manufacturing Indonesia menghindari pajak senilai 1.2 triliun rupiah. Petugas pemeriksa pajak menemukan sejumlah temuan yang menunjukkan bahwa PT. Toyota Manufacturing Indonesia menjual mobil-mobil produksi mereka dengan harga yang tidak wajar ke Toyota Motor Asia Pacific Singapura sebelum dijual ke banyak negara. Seperti yang kita ketahui, bahwa Singapura merupakan negara dengan tarif pajak perusahaan terendah di Asia Tenggara sebesar 17%. Tarif tersebut bisa dikatakan jauh lebih rendah dibandingkan Indonesia dengan tarif pajak sebesar 25%. Harga tidak wajar yang dimaksudkan adalah lebih murahnya harga jual dibandingkan dengan harga pokok produksinya, yaitu sebesar 3.49%. Dengan begitu, PT. Toyota Manufacturing Indonesia menanggung kerugian dari penjualan tersebut ke Singapura. Sementara, perusahaan tersebut menjual barangnya kepada pembeli lokal di Indonesia berbeda dengan harga yang pada saat dijual ke Singapura. Temuan tersebut belum cukup untuk disimpulkan bahwa PT. Toyota Manufacturing Indonesia melakukan praktik penghindaran pajak. Untuk itu, petugas pemeriksa pajak menentukan kewajaran harga penjualan suatu perusahaan dengan cara membandingkan harga tersebut dengan transaksi penjualan sejenis di luar negeri. Dari pemeriksaan tersebut, diketahui omzet penjualan pada tahun 2007 melambung tinggi hampir setengah triliun rupiah dari laporan awal yaitu sebesar 27.5 triliun rupiah. Kemudian pada tahun 2008, petugas pemeriksa pajak juga menemukan hal yang serupa di mana, omzet penjualan melonjak dari 1.1 triliun rupiah menjadi 34.5 triliun rupiah. Menurut Kepala Sub-Direktorat Transaksi Khusus Direktorat Jenderal Pajak, Imanul Hakim, kasus Toyota hanyalah salah satu 7
dari sekian kasus yang ditangani. Menurutnya, ada empat sektor industri di Indonesia yang ditengarai rawan melakukan penghindaran pajak. Keempat sektor itu adalah sektor pertambangan, sektor perkebunan, sektor elektronik, dan sektor otomotif (www.investigasi.tempo.co). Perusahaan sektor pertambangan yang terjerat kasus penghindaran pajak salah satunya adalah PT. Adaro Energy. Kasus tersebut terjadi pada tahun 2008, di mana indikasinya adalah memanipulasi harga penjualan batubara. PT. Adaro Energy menjual hasil produksinya, yaitu batubara dengan harga miring. Penjualan tersebut dilakukan dengan menggunakan harga yang ada di bawah harga pasar kepada perusahaan afiliasinya di Singapura yaitu, Coaltrade Services International Pte Ltd. Kemudian, Coaltrade Services International Pte Ltd menjual kembali batubara tersebut ke pasaran sesuai dengan harga pasar. Hal tersebut dimaksudkan guna menghindari pembayaran royalti dan pajak yang sudah seharusnya dibayarkan ke kas negara (www.dpr.go.id). Foreign investors interests dapat diwakili dengan kepemilikan asing, di mana menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal pasal 1 ayat (6), kepemilikan asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia. Kepemilikan asing dapat melalui investasi, joint ventures, merger, dan akuisisi atau kepemilikan ekuitas (Salihu et al., 2015). Kepemilikan asing atau perusahaan-perusahaan yang terkait dengan asing diinginkan bagi kebanyakan negara berkembang untuk mencari dan mendorong pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang cepat karena kinerja yang unggul, produktivitas yang tinggi, nilai saham yang kuat, dan pengungkapan sukarela yang tinggi. Timbulnya alasan mengapa banyak perusahaan asing yang mendirikan cabangnya atau menginvestasikan saham mereka ke negara berkembang adalah sebagai peluang untuk mengeksploitasi sumber daya, biaya untuk tenaga kerja yang lebih rendah, kemajuan teknologi, liberalisasi kebijakan, dan yang paling penting ialah insentif pajak, yang telah memotivasi mereka untuk pergi ke luar negeri (Salihu et al., 2015). 8
Arus masuk investasi asing ke negara-negara berkembang telah menjadi penyebab keprihatinan karena adanya kesempatan untuk melakukan tindakan profit shifting di berbagai cabang perusahaan multinasional pada negara tuan rumah. Profit shifting merupakan pemindahan laba dari wilayah dengan tingkat pajak yang tinggi ke tingkat wilayah dengan pajak yang rendah (Taylor dan Richardson, 2012). Profit shifting diketahui merupakan tindakan yang sering dilakukan perusahaan multinasional melalui skema transfer pricing. Praktek ini dapat menciptakan kompetisi yang tidak sehat diantara pelaku usaha, menciptakan ketidakadilan kepada Wajib Pajak untuk mematuhi kebijakan perpajakan, dan berdampak pada hilangnya pendapatan potensial yang diterima setiap negara karena keuntungan suatu perusahaan akan ditransfer kee negara lain yang mengenakan kebijakan tarif pajak rendah. Transfer pricing merupakan transaksi barang dan jasa antara beberapa divisi pada suatu kelompok usaha dengan harga yang tidak wajar, bisa dengan menaikkan atau menurunkan harga. Tujuan untuk melakukan kegiatan transfer pricing, yaitu untuk mengakali jumlah profit sehingga pembayaran pajak dan pembagian dividen menjadi rendah, serta menggelembungkan profit untuk memoles laporan keuangan. Richardson et al., (2013), kegiatan transfer pricing yang agresif dilakukan oleh perusahaan multinasional mencerminkan adanya transaksi yang tidak wajar dan lazim antara pihak-pihak relasi. Pada tahun 2012, Indonesia telah dirugikan triliunan rupiah karena adanya praktik transfer pricing (www.pajak.go.id). Terkait dengan itu, telah terdapat penelitian untuk mengetahui adanya pengaruh foreign investors interests terhadap tax avoidance, yaitu Salihu et al. (2015). Dalam penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa foreign investors interests yang diproksikan dengan kepemilikan asing memiliki pengaruh positif terhadap tax avoidance. Dengan begitu, semakin besar persentase saham yang dimiliki investor asing, maka kecenderungan melakukan tax avoidance semakin tinggi. Namun, berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Soga et al. (2015) yang menunjukkan bahwa struktur kepemilikan asing berpengaruh negatif terhadap tax avoidance. Soga et al. (2015) berpendapat bahwa perusahaan yang memiliki kepemilikan asing di dalamnya lebih memilih untuk meminimalkan tindakan pajak 9
agresif karena tindakan tersebut dinilai akan mengurangi reputasi perusahaan. Dengan demikian, semakin besar tingkat kepemilikan asing, maka perusahaan akan cenderung berlaku patuh dan tindakan penghindaran pajak akan semakin rendah. Adapun variabel kontrol pada penelitian ini, yang terdiri dari profitabilitas, ukura perusahaan, dan leverage. Profitabilitas merupakan pengukuran kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba atau keuntungan. Profitabilitas dapat diukur dengan menggunakan berbagai macam rasio, salah satunya adalah rasio Return on Assets (ROA). ROA dapat menggambarkan sejauh mana tingkat keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan dalam menggunakan asetnya. Menurut Dewinta dan Setiawan (2016), ROA digunakan karena dapat memberikan pengukuran yang memadai atas keseluruhan efektivitas perusahaan dan juga dapat memperhitungkan profitabilitas. ROA dihitung dengan cara membandingkan net income atau laba bersih perusahaan dengan total aset yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi tingkat rasio ROA, maka semakin baik pengelolaan dan produktivitas aset dalam memperoleh laba bersih. Namun, jika suatu perusahaan memiliki laba atau keuntungan yang tinggi akan berdampak pada peningkatan pajak penghasilan perusahaan di mana hal tersebut tentunya sulit diterima oleh perusahaan-perusahaan yang tujuannya adalah menghasilkan laba sebesar-besarnya dan menekan beban yang ada sehingga situasi tersebut memberikan akibat di mana perusahaan lebih cenderung untuk melakukan praktik tax avoidance guna memperkecil beban pajak tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rinaldi dan Cheisviyanny (2015) serta Dewinta dan Setiawan (2016) menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap tax avoidance. Dengan begitu, semakin tinggi profitabilitas suatu perusahaan, maka kecenderungan melakukan tax avoidance juga akan semakin meningkat. Namun, berbeda dengan hasil penelitian Noor et al. (2010) yang menunjukkan bahwa profitabilitas memiliki pengaruh negatif terhadap tax avoidance. Hal tersebut dikarenakan perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi akan menanggung beban pajak penghasilan yang lebih rendah sejak perusahaan tersebut memanfaatkan insentif pajak dan ketentuan pajak lainnya 10
untuk mengurangi pajak penghasilan mereka di mana akan menimbulkan tarif pajak efektif yang rendah. Ukuran perusahaan merupakan skala yang digunakan untuk menentukan besar atau kecil suatu perusahaan. Untuk menentukan ukuran perusahaan dapat menggunakan total aktiva, yakni dengan semakin besar aktiva yang dimiliki perusahaan, maka perusahaan tersebut cenderung memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang panjang. Aktiva yang dimiliki tersebut dapat mempengaruhi produktivitas suatu perusahaan, dalam hal ini adalah laba yang dihasilkan. Perusahaan yang memiliki total aktiva yang besar cenderung dapat menghasilkan laba atau keuntungan, namun timbul dampak yang dapat mempengaruhi perusahaan untuk tidak patuh atas pembayaran pajak karena timbulnya beban pajak yang tinggi. Hasil penelitian Noor et al. (2010) dan Dharma et al. (2016) menemukan bahwa terdapat pengaruh ukuran perusahaan yang positif terhadap tax avoidance. Mereka berpendapat bahwa semakin besar suatu perusahaan, maka beban pajak yang ditanggung juga semakin besar sehingga kecenderungan untuk melakukan tax avoidance juga semakin meningkat. Berbeda dengan hasil penelitian Rinaldi dan Cheisviyanny (2015) yang menemukan adanya pengaruh ukuran perusahaan yang negatif terhadap tax avoidance. Mereka berpendapat bahwa semakin besar suatu perusahaan dinilai lebih stabil dan lebih mampu dalam menghasilkan laba dan membayar kewajibannya dibandingkan dengan perusahaan dengan yang kecil. Dengan demikian, kecenderungan perusahaan untuk melakukan tax avoidance semakin rendah. Leverage menunjukkan penggunaan dana dari pihak eksternal atau kreditur untuk membiayai investasi maupun aset perusahaan dan merupakan rasio yang mengukur seberapa jauh perusahaan menggunakan utang. Dalam penelitian ini, leverage diukur dengan menggunakan Debt to Asset Ratio (DAR) di mana rasio ini membandingkan antara hutang terhadap aset. Pendanaan melalui hutang akan menimbulkan adanya beban bunga yang harus dibayar oleh perusahaan di mana beban bunga tersebut akan menjadi pengurang laba bersih yang nantinya juga akan mengurangi beban pajak yang harus dibayar oleh perusahaan. 11
Salihu et al. (2015) berpendapat bahwa leverage ditujukan untuk mengurangi tarif pajak yang berlaku karena bunga pinjaman bersifat mengurangi pajak yang harus dibayar sehingga perusahaan yang memiliki tingkat leverage yang tinggi cenderung untuk tidak melakukan tindakan tax avoidance. Hasil penelitian Swingly dan Sukartha (2015) juga menemukan adanya pengaruh leverage yang negatif terhadap tax avoidance. Namun, berbeda dengan Kurniasih dan Sari (2013) yang tidak menemukan adanya pengaruh leverage terhadap tax avoidance. Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas dan adanya hasil perbedaan dalam penelitian-penelitian sebelumnya, maka peneliti ingin melakukan penelitian mengenai tax avoidance. Oleh karena itu, judul dalam penelitian ini adalah Pengaruh Foreign Investors Interests dengan Variabel Kontrol Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, dan Leverage terhadap Tax Avoidance (Studi pada Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010-2015). 1.3 Perumusan Masalah Tax avoidance atau penghindaran pajak merupakan tindakan memanfaatkan celah atau loopholes yang ada di dalam perundang-undangan untuk mengurangi beban pajak perusahaan. Tindakan tersebut dilakukan agar laba perusahaan tidak berkurang secara signifikan akibat pembayaran pajak karena mengingat tujuan utama perusahaan adalah memperoleh laba sebesar-besarnya. Praktik penghindaran pajak yang dilakukan tersebut dapat mengakibatkan persepsi ketidakadilan dan berkurangnya tingkat efektivitas dari sistem perpajakan. Padahal, pajak merupakan salah satu penerimaan negara yang memiliki peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Adanya kepentingan investor asing atau foreign investors interests dapat menyebabkan adanya praktik penghindaran pajak karena hal tersebut memberikan peluang bagi perusahaan untuk melakukan pemindahan laba melalui transfer pricing. Profitabilitas dan ukuran perusahaan juga dinilai dapat menyebabkan adanya praktik penghindaran pajak karena perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi berarti memiliki laba yang tinggi pula sehingga menyebabkan 12
meningkatnya beban pajak yang dikenakan. Sementara itu, ukuran perusahaan yang diukur dengan total aktiva menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki total aktiva dengan jumlah besar cenderung dapat menghasilkan laba atau keuntungan, namun timbul dampak yang dapat mempengaruhi perusahaan untuk tidak patuh atas pembayaran pajak karena timbulnya beban pajak yang tinggi. Berbeda dengan leverage yang dinilai dapat mengurangi praktik penghindaran pajak perusahaan. Hal ini dikarenakan perusahaan dapat memanfaatkan beban bunga yang timbul dari adanya penggunaan utang yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak. 1.4 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka adapun pertanyaan penelitian ini adalah: 1. Bagaimana foreign investors interests, profitabilitas, ukuran perusahaan, leverage, dan tax avoidance pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010-2015? 2. Bagaimana pengaruh secara parsial foreign investors interests dengan variabel kontrol profitabilitas, ukuran perusahaan, dan leverage terhadap tax avoidance pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010-2015? 3. Bagaimana pengaruh secara simultan foreign investors interests dengan variabel kontrol profitabilitas, ukuran perusahaan, dan leverage terhadap tax avoidance pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010-2015? 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui foreign investors interests, profitabilitas, ukuran perusahaan, leverage, dan tax avoidance pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010-2015. 13
2. Untuk mengetahui pengaruh secara parsial foreign investors interests dengan variabel kontrol profitabilitas, ukuran perusahaan, dan leverage terhadap tax avoidance pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010-2015. 3. Untuk mengetahui pengaruh secara simultan foreign investors interests dengan variabel kontrol profitabilitas, ukuran perusahaan, dan leverage terhadap tax avoidance pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010-2015. 1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Aspek Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai pengaruh foreign investors interests dengan variabel kontrol profitabilitas, ukuran perusahaan, dan leverage terhadap tax avoidance pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010 hingga 2015. 1.6.2 Aspek Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak yang meliputi: 1. Direktorat Jenderal Pajak Penelitian ini diharapkan dapat memberikan evaluasi dan masukan dalam pembuatan peraturan perpajakan untuk meminimalisir praktik penghindaran pajak (tax avoidance) yang dilakukan oleh perusahaan. 2. Investor Penelitian ini diharapkan dapat membantu investor dalam memahami praktik penghindaran pajak (tax avoidance) yang dilakukan oleh perusahaan. 3. Perusahaan Penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan agar tetap tertib dengan peraturan perpajakan Indonesia dan tetap membayar pajak dengan jujur. 1.7 Ruang Lingkup Penelitian 1.7.1 Variabel dan Sub Variabel 14
Penelitian ini menggunakan tax avoidance sebagai variabel dependen yang kemungkinan dipengaruhi oleh foreign investors interests sebagai variabel independen dengan profitabilitas, ukuran perusahaan, dan leverage sebagai variabel kontrol. 1.7.2 Lokasi dan Objek Penelitian Lokasi penelitian yang dipilih adalah Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan objek penelitian perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI periode 2010-2015. 1.7.3 Waktu dan Periode Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari tahun 2017 hingga bulan April tahun 2017. Periode penelitian pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dimulai dari tahun 2010 sampai dengan 2015 atau dengan kurun waktu enam tahun. 1.8 Sistematika Penulisan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai gambaran umum objek penelitian, latar belakang penelitian yang mengangkat fenomena yang menjadi isu penting sehingga layak untuk diteliti disertai dengan argumentasi yang ada, perumusan masalah yang menjabarkan identifikasi masalah didasarkan pada latar belakang penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian secara teoretis dan praktis, ruang lingkup penelitian yang menjelaskan dengan rinci batasan dan cakupan penelitian, serta sistematika penulisan secara umum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan landasan teori yang akan digunakan sebagai acuan dasar penelitian secara khusus mengenai tax avoidance, foreign investors interests, profitabilitas, ukuran perusahaan, dan leverage. Pada bab ini pula diuraikan mengenai penelitian terdahulu yang sebagai acuan penelitian, kerangka pemikiran yang membahas rangkaian pola pikir untuk menggambarkan masalah penelitian, dan hipotesis penelitian sebagai jawaban sementara pada penelitian ini. 15
BAB III METODE PENELITIAN Bab ini mendeskripsikan pendekatan, metode, dan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data, identifikasi variabel, menjelaskan tahapan penelitian, populasi dan sampel, menguraikan pengumpulan data dan sumber data, serta teknik analisis data yang mendasari hasil penelitian. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini membahas deskripsi penelitian berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan pembahasan hasil dari analisis penelitian, serta pengujian dan analisis hipotesis. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini menjelaskan penelitian dan saran yang ditujukan kepada berbagai pihak yang merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan serta berisi keterbatasan dan masalah yang dihadapi selama penelitian. 16