BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. seks mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan seksnya, mereka

BAB I PENDAHULUAN. Data Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) dan Perkumpulan. Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jateng tahun 2012 mengenai

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

BAB I PENDAHULAN. Kasus kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang sangat. kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian,

BAB I PENDAHULUAN. ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

BAB I PENDAHULUAN. antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB I PENDAHULUAN. bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

Pendidikan seksualitas remaja. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. kelompok umur tahun dengan total jiwa, jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seksualitas merupakan bagian integral dari kepribadian yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. WHO mendefinisikan, masa remaja (adolence) mulai usia 10 tahun sampai 19

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun)

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyebaran arus informasi yang tidak terbatas dan dibatasi menyebabkan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memiliki jumlah remaja sebesar 43,5 juta jiwa (usia 10-

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh : PUJI YATMI J

BAB I PENDAHULUAN. tentang kesehatan reproduksi ini penting untuk. diberikan kepada remaja, melihat semakin meningkatnya kasus-kasus remaja

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah seksualitas merupakan salah satu topik yang menarik untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Kelompok usia remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah kelompok umur tahun (Sarwono, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia. Hal

BAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa

BABI PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, fenomena pernikahan dini kian lama

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan karakteristik..., Sarah Dessy Oktavia, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah remaja usia tahun di Indonesia menurut data SUPAS 2005 yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa anak-anak berakhir,

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang sering terjadi di tengah-tengah masyarakat. Banyak hal yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. juta jiwa adalah remaja usia tahun (BkkbN,2014). Menurut bidang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia berkualitas untuk mewujudkan bangsa yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri kenyataan bahwa remaja sekarang sudah berperilaku seksual secara bebas.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mendorong semua lapisan masyarakat untuk masuk kedalam

SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan secara fisik, kematangan

BAB I PENDAHULUAN. psikis, maupun secara social (Sudarsono, 2004). Inilah yang disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan era global saat ini membawa remaja pada fenomena maraknya

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanakkanak. menjadi masa dewasa. Masa transisi ini kadang

BAB I PENDAHULUAN. BKKBN tahun 2006 menunjukkan bahwa di kota-kota besar seperti Medan, sudah pernah melakukan hubungan seks pra-nikah.

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai hidup, cinta, persahabatan, agama dan kesusilaan, kebenaran dan kebaikan. Maka dari itu dapat dinamakan masa pembentukan dan penentuan nilai dan cita-cita, Munculnya perilaku seks bebas dikalangan remaja yang marak belakangan ini tidak terlepas dari pengaruh era globalisasi yang dianggap sebagai bentuk modernitas bagi sebagian remaja. Era globalisasi membuat orang semakin mudah mengakses berbagai informasi termasuk tentang seksologi sehingga berimplikasi pada terjadinya perilaku seks bebas di kalangan remaja (Nurhidayati dkk, 2013). Informasi yang salah tentang kesehatan reproduksi yang diperoleh dapat memicu persepsi yang salah dan dapat menyebabkan perilaku seks bebas yang berakibat pada terjadinya transmisi infeksi menular seksual termasuk HIV dan AIDS, kanker servik, kehamilan tidak diinginkan, aborsi dan pernikahan dini dikalangan remaja. Memperhatikan dampak yang dapat terjadi pada remaja karena perilaku seks bebas, maka diperlukan analisis lebih lanjut antara keterkaitan akses media informasi dan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi terhadap perilaku seks bebas pada remaja di Indonesia (Wijaya, 2012). Menurut WHO diseluruh dunia setiap tahunnya diperkirakan sekitar 40-60 juta orang melakukan seks bebas, didunia diperkirakan 1,2 miliar atau sekitar 1/5 dari jumlah penduduk dunia yang hamil diluar nikah. 1

2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia mengungkapkan bahwa dari 1189 remaja belum menikah (berusia 13-19 tahun) di Jawa Barat dan 922 remaja di Bali, ditemukan 7% remaja perempuan di Jawa Barat dan 5% di Bali mengakui pernah mengalami kehamilan akibat tidak bisa mengendalikan dorongan biologisnya sehingga melakukan seks bebas. Berdasarkan beberapa data, diantaranya dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan sebanyak 32 persen remaja usia 14 hingga 18 tahun dikota-kota besar di Indonesia (Jakarta, Surabaya, dan Bandung) pernah berhubungan seks. Data ini didukung beberapa hasil penelitian bahwa terdapat 98 persen mahasiswi Yogyakarta yang melakukan seks pra nikah mengaku pernah melakukan aborsi. Secara kumulatif, aborsi di Indonesia diperkirakan mencapai 2,3 juta kasus per tahun. Setengah dari jumlah itu dilakukan oleh wanita yang belum menikah, sekitar 10-30 persen adalah para remaja (Widyaningrum, 2015). Menurut survey Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Pusat (BKKBN) tahun 2011, 63% remaja di Indonesia usia sekolah SMP dan SMA sudah melakukan hubungan seksual diluar nikah atau seks bebas 21% diantaranya melakukan aborsi (Handayani, 2015). Di Jawa Timur sedikitnya 38,266 remaja diduga pernah berhubungan intim diluar nikah atau melakukan seks bebas dari 765,762 remaja (Rohman, 2014). Tingkat pernikahan dini di Kabupaten Pacitan cukup tinggi, sejak 2015 hingga 2017 ada 147 pasangan yang menikah. Lebih dari 90% yaitu pernikahan dini pernikahan tersebut disebabkan karena pasangan wanita hamil diluar nikah. Wakil Panitera Pengadilan Agama Pacitan mengatakan pada 2015 jumlah pasangan muda yang

3 mengajukan dispensasi nikah sebanyak 105 pasangan. Sedangkan pada 2016 hingga Agustus ada sebanyak 45 pasangan yang mengajukan dispensasi nikah. Jumlah lebih banyak ditemui pada 2014 yaitu dengan 130 pengajuan dispensasi nikah dan pada 2013 sebanyak 126 pengajuan dispensasi nikah sosialisasi perlu dilakukan dengan membentuk pusat informasi konseling remaja dilingkungan siswa dan mahasiswa. Harapannya, pengetahuan terkait kompleksnya persoalan kesehatan reproduksi remaja dipahami pelajar dan mahasiswa. Sehingga, perilaku seks diluar nikah bagi para remaja itu bisa diceggah (Madiunpos, 2016). Berdasarkan survei yang dilakukan di SMKN Kebonagung, didapatkan jumlah siswa kelas X secara keseluruhan sebanyak 225 siswa, dengan jurusan Teknik Sepeda Motor (TSM) sebanyak 84 siswa, jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian (TPHP) sebanyak 66 siswa, dan jurusan Multimedia (MM) sejumlah 75 siswa. Hasil survei tersebut juga menunjukkan bahwa setiap tahunnya ada kejadian hamil diluar nikah yaitu sekitar 1-2 siswa. Faktor utama penyebab remaja melakukan seks bebas adalah kurangnya pemahaman akan bahaya seks bebas. Adapun faktor lain yang mendukung diantaranya pengaruh menonton video porno, majalah porno dan akses situs porno diinternet, kurangnya pendidikan agama, pengaruh lingkungan pergaulan, usia yang belum matang dalam menghadapi suatu permasalahan, kurangnya perhatian orang tua, serta rasa ingin tahu yang tinggi sehingga remaja tersebut ingin mencoba melakukan seks bebas. Setelah diketahui faktor-faktor penyebab tersebut, maka perlu adanya perubahan persepsi remaja akan bahaya seks bebas

4 dikalangan remaja agar remaja tersebut dapat menghindari atau meminimalkan keinginan untuk melakukan hubungan seks bebas (Nurhidayati & Pratiwi, 2013). Focus Group Discussion (FGD) atau Diskusi Kelompok Terarah adalah metode dan teknik dalam mengumpulkan data kuantitatif dimana sekolompok orang berdiskusi tentang suatu fokus masalah atau topik tertentu di pandu oleh seorang fasilitator atau moderator. Menggunakan teknik dan metode FGD dalam waktu relatif singkat dapat digali mengenai persepsi, pendapat, sikap, motivasi, pengetahuan, masalah dan harapan perubahan berkaitan dengan masalah tertentu (Indrizal, 2014). Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian dari Azza dkk (2016) di pondok Miftahul Hasan Gunung Sepikul Paku Sari Kabupaten Jember tentang Model Pembelajaran Reproduksi Sehat Melalui Kelompok Sebaya Remaja Putri kepada 50 remaja putri menggunakan pendekatan kuantitatif dan menggunakan kelompok dengan tujuan menyusun model pembelajaran reproduksi sehat. Hasilnya menyatakan bahwa ada peningkatan pengetahuan. FGD merupakan salah satu cara dimana seseorang dapat mendapatkan informasi tentang pengetauhan baru, FGD merupakan bentuk diskusi yang memungkinkan seseorang menerima informasi dengan lebih mudah karena didalam FGD seseorang akan dituntut aktif berdiskusi dan mengeluarkan pendapatnya. Masing-masing anggota kelompok FGD akan saling bertukar pengetauhan dan informasi mengenai topik yang sedang didiskusikan. Semakin banyak mendapat pengetahuan yang baru bisa mengubah persepsi seseorang (Indrizal, 2014).

5 Untuk mengubah persepsi remaja terhadap bahaya seks bebas maka tindakan seperti penyuluhan dari pihak kesehatan dengan pemberian pengetahuan dengan pendekatan menggunakan FGD Focus Group Discussion perlu dilakukan, keuntungan menggunakan FGD dibandingkan dengan metode lain yaitu karena sesuai dengan karakteristik FGD menjelaskan bahwa FGD dapat diikuti oleh para peserta yang idealnya terdiri dari 7-11 orang. Kelompok tersebut harus cukup kecil agar memungkinkan setiap individu mendapat kesempatan mengeluarkan pendapatnya. Jumlah yang relatif terbatas ini diharapkan juga penggalian masalah melalui diskusi atau pembahasan kelompok dapat dilakukan secara relatif lebih memadai. Selain menggunakan FGD untuk meningkatkan kemampuan mengendalikan dorongan biologis bisa dilakukan dengan memberikan pendidikan agama dan budi pekerti dalam kehidupan sehari-hari, misalnya menegakan sholat, mengaji, dan berpuasa atau sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan masing-masing. Dukungan dari keluarga dan lingkungan sekolah harus tingkatkan. Peran orang tua terhadap anak sebagai contoh yang baik terhadap anaknya harus dijalankan dan guru sebagai pembina dan pendidik generasi muda harus menjadi teladan didalam maupun diluar sekolah. Dukungan tersebut sangat penting untuk memberikan informasi yang benar dan akurat terhadap bahaya seks bebas dan kesehatan reproduksi. Bila setiap orang tua, keluarga, dan pemerintah masingmasing memberikan perhatian yang cukup pada remaja dan turut serta mendukung terpeliharanya nilai-nilai moral dan etika, maka akan tercipta suasana sehat bagi kehidupan remaja.

6 Berdasarkan fenomena yang tejadi diatas maka peneliti tertarik meneliti tentang Pengaruh Focus Group Discussion Tentang Kesehatan Reproduksi Terhadap Persepsi Seks Bebas Remaja pada Siswa Kelas X di SMKN Kebonagung Pacitan Tahun 2017. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Pengaruh Focus Group Discussion Tentang Kesehatan Reproduksi Terhadap Persepsi Seks Bebas Remaja pada Siswa Kelas X di SMKN Kebonagung Pacitan Tahun 2017? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Menjelaskan pengaruh FGD pendidikan repoduksi untuk meningkatkan persepsi bahaya seks bebas remaja. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi persepsi sebelum dilakukan FGD tentang kesehatan reproduksi terhadap persepi seks bebas remaja. 2. Mengidentifikasi persepsi sesudah dilakukan FGD tentang kesehatan repoduksi terhadap persepsi seks bebas remaja. 3. Menganalisis persepsi sebelum dan sesudah dilakukan FGD tentang kesehatan reproduksi terhadap persepsi seks bebas remaja.

7 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Seks bebas dapat diartikan hubungan antara dua orang yang berjenis kelamin berbeda dimana terjadi hubungan seksualitas tanpa adanya ikatan pernikahan atau dapat bebas berganti-ganti pasangan. Sehingga juga banyak dampak yang ditimbulkan seperti kehamilan diluar nikah, keterpaksaan menikah usia dini, infeksi menular seksual. Dengan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi remaja menambah pengetahuan dan dapat terhindar dari seks bebas. 1.4.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada remaja, sekolah, instansi kesehatan, peneliti, dan peneliti lain. 1. Bagi Remaja Memberikan pengetahuan kepada remaja tentang bahaya seks bebas supaya bisa menghindari penyebab-penyebab terjadinya seks bebas. 2. Bagi Sekolah Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkat pengetahuan remaja di SMKN KEBONAGUNG tentang seks bebas, untuk dijadikan sebagai bahan masukan bagi pihak sekolah sebagai upaya penceggahan dini terhadap perilaku menyimpang seks bagi siswa dan menentukan kebijakan mengenai program pendidikan seks dilingkungan sekolah.

8 3. Bagi Instansi Kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan manfaat bagi instansi kesehatan untuk lebih meningkatkan program pendidikan seksualitas di kalangan remaja SMK. 4. Bagi Peneliti Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan penelitian dan pengalaman berharga dalam melatih kemampuan peneliti dalam melakukan penelitian selanjutnya. 5. Bagi Peneliti lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan seks pada remaja. 1.5 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian serupa yang pernah dilakukan antara lain adalah: 1. Azza dkk (2016) Model Pembelajaran Reproduksi Sehat Melalui Kelompok Sebaya Remaja Putri Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekaan kuantitatif pra eksperimen dengan pendekatan pre post test design dan kelompok terarah dengan 50 responden. Hasilnya ada pengaruh pembelajaran reproduksi sehat melalui kelompok sebaya terhadap pemahaman santri wati. Persamaan dalam penelitian ini yaitu dalam metode sama-sama menggunakan kelompok terarah, terdapat perbedaan didalamnya yaitu pada lokasi dan tempat.

9 2. Widido (2013) Analisis Kendala dan Kebutuhan Remaja Akan Layanan dan Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : Metode dalam penelitian ini mengguakan kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan focus group discussion (FGD) dengan responden 429 siswa. Hasilnya pengetahuan kesehatan reproduksi remaja secara kuantitatif bisa dikatakan cukup tinggi. Persamaan dalam penelitian ini yaitu metode yang digunakan. Perbedaan dalam penelitian ini adalah lokasi dan tempat penelitian. 3. Hidayangsih (2014) Perilaku Beresiko dan Permasalahan Kesehatan Reproduksi Pada Remaja Kesimpulan dari penelitian ini adalah : Penelitian ini menggunakan metode diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion) kepada 30 remaja yang terpilih menjadi sampel. Hasil penelitian bisa dikatakan efektif dalam menggali sebab-sebab apa saja yang menjadi permasalahan remaja menikah diusia muda. Persamaan dalam penelitian ini yaitu metode yang digunakan yaitu dengan menggunakan Focus Group Discussion. Perbedaan dalam penelitian ini adalah dilokasi penelitian.