BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kesejahteraan penduduk telah mendorong terjadinya. perubahan pola makan yang berdampak negatif dengan mengakibatkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mellitus tingkat kejadiannya terus meningkat di banyak negara di dunia (Lopez et

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat sebagai salah satu kebutuhan hidup mereka. Seiring dengan. juga harus memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya berbagai perubahan dalam kehidupan. Salah satu hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki prinsip agar mahasiswa memiliki peran dan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. dan metabolisme dalam tubuh. Kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Proyeksi konsumsi kedelai nasional

BAB I PENDAHULUAN. Berbasis Sumber Daya Lokal yang tertulis dalam Peraturan Presiden RI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi maka selera terhadap produk teknologi pangan

BAB I PENDAHULUAN. terutama di bidang kesehatan berdampak pada penurunan angka kelahiran,

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lebih memilih makanan instan yang biasa dikenal dengan istilah fast food. Gaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penduduk Indonesia pada tahun 2012 mencapai 237,64 juta jiwa. Hal ini

I. PENDAHULUAN. mineral, serta antosianin (Suzuki, dkk., 2004). antikanker, dan antiatherogenik (Indrasari dkk., 2010).

BAB 1 : PENDAHULUAN. saja. Penyebab timbulnya masalah gizi disebabkan oleh beberapa faktor sehingga

BAB I PENDAHULUAN. masih memiliki beberapa ketertinggalan dan kekurangan jika dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. atau stroke (Mahan dan Escott-Stump, 2008). Sedangkan prevalensi hipertensi pada golongan usia adalah

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur. diperkirakan akan meningkat pada tahun 2025 yaitu 73,7 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada anak-anak membuat anak buta setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan

hiperkolesterolemia, asam urat, dan lain-lain. Pada tahun 2003 WHO (World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam satu dekade terakhir terjadi transisi epidemiologi karena kematian

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meskipun terdapat larangan untuk merokok di tempat umum, namun perokok

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan era globalisasi saat ini telah. memberikan dampak peningkatan urbanisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI DAN FREKUENSI KONSUMSI FAST FOOD DENGAN STATUS GIZI SISWA SMA NEGERI 4 SURAKARTA

tersebut dibanding produk lainnya (BPOM, 2005).

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP) adalah kondisi kurang gizi yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MODEL TIPE PERILAKU KONSUMEN DALAM MEMBELI TEH DI KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. bersifat praktis. Salah satu contohnya dalam memenuhi kebutuhan nutrisi

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini masalah kegemukan ( overweight) merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB I PENDAHULUAN. di pasar saat ini adalah berbentuk flake. Sereal dalam bentuk flake dianggap

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

EDUKASI KESEHATAN KEPADA MASYARAKAT Apakah bermanfaat? Apa peran kita masing-masing?

menyerupai fenomena gunung es. Penelitian ini dilakukan pada subjek wanita karena beberapa penelitian menyebutkan bahwa wanita memiliki risiko lebih

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit degeneratif sejak beberapa dasawarsa silam telah menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

MAKANAN UTUH (WHOLE FOODS) UNTUK KONSUMEN CERDAS. Fransiska Rungkat Zakaria, PhD, Prof. Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan merupakan status gizi tidak seimbang akibat asupan giziyang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi yang biasa disebut sebagai silent

Jumlah total komoditas yang ingin dibeli oleh semua rumah tangga disebut. jumlah yang diminta (quantity demanded) untuk komoditas tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok

BAB 1 : PENDAHULUAN. perubahan. Masalah kesehatan utama masyarakat telah bergeser dari penyakit infeksi ke

Bab I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kualitas hidupnya. Bagi lanjut usia yang mengalami gangguan gizi diperlukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. proses produksi selain dari yang dihasilkan oleh suatu produk utamanya ataupun

PENDAHULUAN. semua orang menginginkan hal yang serba instan, termasuk makanan yang cepat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mata merupakan organ penting dalam tubuh kita. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. penyakit pada konsumen (Silalahi, 2006). Salah satu produk yang. makanan ringan, jajanan atau cemilan. Makanan ringan, jajanan atau

ABSTRAK UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI SKRIPSI, FEBRUARI 2015 BUNGA ASMARA ARNO

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Konsentrasi belajar merupakan proses pemusatan perhatian dan. untuk memilih dan fokus pada suatu objek yang dipandang penting dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan sukses di masa depan, demikian juga setiap bangsa menginginkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gizi lebih adalah masalah gizi di negara maju, yang juga mulai terlihat

BAB I PENDAHULUAN. asupan makanan yang semakin mengarah kepada peningkatan asupan makanan siap saji

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. secara rasional mudah menyebabkan kelebihan masukan yang akan. menimbulkan berat badan meningkat (Sismoyo, 2006).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1

BAB I PENDAHULUAN. ketidakcocokan antara tuntutan fisiologis dan psikologis berdasarkan situasi dari

BAB I PENDAHULUAN. sebagai: Ketahanan pangan terjadi apabila semua orang secara terus

HUBUNGAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN PERILAKU MENGKONSUMSI MAKANAN BERKALSIUM DI PANTI WREDHA X YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fokus perhatian dan titik intervensi yang strategis bagi

I. PENDAHULUAN. Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok

I. PENDAHULUAN. pecan, 10% bekatul, 3% menir atau tepung dan 20% sekam (Labib, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya terus meningkat secara global, termasuk di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bantuan kapang golongan Rhizopus Sp. Menurut Astawan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB I PENDAHULUAN di prediksikan jumlah lansia akan mengalami peningkatan sebesar 28,8 juta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Menopause merupakan berhentinya masa menstruasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi lebih dari 95 persen penduduk

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan penduduk telah mendorong terjadinya perubahan pola makan yang berdampak negatif dengan mengakibatkan meningkatnya berbagai macam penyakit degeneratif dan sindrom metabolik seperti obesitas, kanker, diabetes, dan penyakit jantung. Tingginya kesadaran mengenai adanya hubungan antara makanan dan kemungkinan timbulnya penyakit, telah mengubah pandangan bahwa makanan bukan sekedar untuk mengenyangkan dan sebagai sumber zat gizi, tetapi juga untuk kesehatan (Marsono, 2008). Menurut Biesalski (2001) perhatian secara global mengenai fungsi khusus makanan untuk kesehatan baru signifikan dalam dua dasa warsa terakhir ini dengan dimunculkannya istilah pangan fungsional. Pangan fungsional menurut FOSHU (Food for Specified Health Use) ialah bahan pangan yang berpengaruh positif terhadap kesehatan seseorang, baik jasmani maupun rohani selain kandungan gizi dan cita rasa yang dimilikinya. Sifat fungsional dari makanan fungsional ditentukan oleh komponen bioaktif yang terkandung di dalamnya, misalnya serat pangan, inulin, FOS, prebiotik, probiotik dan antioksidan. Indonesia kaya akan sumber alam dengan kandungan komponen bioaktif yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi berbagai produk pangan fungsional baik tradisional maupun modern (Marsono, 2008). Pengolahan keanekaragaman pangan lokal tersebut potensial untuk dikembangkan menjadi pangan fungsional tradisional seperti tempe, tape, dadih, beras merah, dan susu. Sementara itu, produk pangan fungsional modern seperti

breakfast cereals dan biskuit yang diperkaya serat pangan, pasta yang diperkaya dietary fiber, sport drink yang diperkaya protein dan susu untuk pencernaan (Winarno dan Kartawidjajaputra, 2007). Pemilihan bahan makanan pada konsumen terkait dengan beberapa faktor termasuk sosiodemografi dan motivasi dalam mengkonsumsi pangan fungsional (Verbeke, 2005). Selain itu faktor psikologi seperti food preferences dan food like and dislike juga menentukan jenis makanan yang menjadi pilihan individu (Asp, 1999). Studi epidemiologi di sebuah negara maju menyatakan bahwa faktor pengetahuan, kepercayaan akan manfaat kesehatan pada bahan makanan serta adanya anggota keluarga yang menderita suatu penyakit lebih dominan berpengaruh terhadap pemilihan konsumsi makanan fungsional daripada faktor sosiodemografi (Verbeke, 2005). Pangan fungsional saat ini mulai berkembang seiring dengan semakin tingginya permintaan akan pangan fungsional, kesadaran masyarakat tentang kesehatan, meningkatnya penderita penyakit degeneratif dan populasi lansia serta pengembangan produk komersial. Di Indonesia sendiri, konsumsi pangan fungsional terutama jenis pangan fungsional tradisional seperti tahu dan tempe meningkat setiap tahunnya. Tahun 2002-2012 rata-rata konsumsi tahu sebesar 7,28 kg/kapita/th. Demikian pula dengan rata-rata konsumsi tempe yang tidak jauh berbeda dengan tahu yaitu mencapai 7,61 kg/kapita/th. Sedangkan untuk konsumsi pangan fungsional modern seperti susu sebanyak 50,25 Kkal/kapita/hari (Susenas, BPS 2012). Berdasarkan hasil sebuah penelitian di Kanada, survey statistik menunjukkan bahwa industri pangan fungsional mengalami peningkatan pendapatan mencapai 28% pada tahun 2004 2007 (Cinnamon, 2009).

Peningkatan tersebut sebanding dengan tingginya prevalensi konsumsi pangan fungsional pada penelitian sebelumnya yang dilakukan di Korea, Swedia, dan Finlandia dimana masing masing prevalensi konsumsi pangan fungsional pada orang dewasa mencapai 73,3%, 83%, dan 96% (Kim et al, 2010, Landstrom et al, 2007, Urala et al, 2003a). Konsumsi pangan fungsional ditengarai meningkat dengan pertambahan usia. Sebuah studi di Turki menampilkan hasil bahwa subyek berusia 20 40 tahun memiliki tingkat konsumsi pangan fungsional tertinggi dibanding kelompok populasi lain (Dogan et al, 2011). Sementara itu studi lain menjelaskan bahwa tingkat konsumsi pangan fungsional paling banyak terutama jenis makanan tinggi kalsium serta margarin rendah kolesterol pada kelompok usia 50-64 tahun (dejong et al, 2003). Di Indonesia, hasil survey Euromonitor International tahun 2007 menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap produk makanan yang memperoleh tambahan zat gizi adalah yang paling sehat sehingga hal ini menghasilkan peluang yang signifikan untuk pemasaran produk pangan fungsional. Politeknik Kesehatan Yogyakarta merupakan salah satu Perguruan Tinggi kesehatan yang berada di kota Yogyakarta. Pegawai yang bekerja di Perguruan Tinggi kesehatan lebih sering memperoleh informasi dasar kesehatan sehingga diprediksi memiliki awareness dan kepedulian terhadap upaya mempertahankan status kesehatan. Selain itu, motivasi dan minat yang tinggi pada pegawai yang sering memperoleh informasi kesehatan akan berpengaruh terhadap kepribadian individu serta lingkungannya untuk meningkatkan status kesehatan (Khaira, 2005).

Berdasarkan pertimbangan di atas maka penulis tertarik untuk meneliti bagaimana pengaruh pengetahuan dan sikap dengan tingkat konsumsi pangan fungsional pada pegawai Politeknik Kesehatan Yogyakarta. B. Rumusan Masalah 1. Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan dengan tingkat konsumsi pangan fungsional pada pegawai di Politeknik Kesehatan Yogyakarta? 2. Apakah terdapat hubungan antara sikap dengan tingkat konsumsi pangan fungsional pada pegawai di Politeknik Kesehatan Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap dengan tingkat konsumsi pangan fungsional pada pegawai di Politeknik Kesehatan Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya tingkat pengetahuan mengenai pangan fungsional pada pegawai Politeknik Kesehatan Yogyakarta b. Diketahuinya sikap pegawai terhadap konsumsi pangan fungsional pada pegawai Politeknik Kesehatan Yogyakarta c. Diketahuinya tingkat konsumsi pangan fungsional pada pegawai Politeknik Kesehatan Yogyakarta d. Diketahuinya hubungan pengetahuan dengan tingkat konsumsi pangan fungsional pada pegawai Politeknik Kesehatan Yogyakarta e. Diketahuinya hubungan sikap dengan tingkat konsumsi pangan fungsional pada pegawai Politeknik Kesehatan Yogyakarta

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Menambah wawasan dan mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya tentang manfaat kesehatan dari produk pangan fungsional untuk dapat diaplikasikan sebagai promosi kesehatan. 2. Bagi Subjek Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan pegawai di Politeknik Kesehatan Yogyakarta mengenai manfaat konsumsi pangan fungsional. 3. Bagi Profesi Kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan atau media untuk meningkatkan promosi dan sosialisasi mengenai jenis-jenis pangan fungsional dan manfaat kesehatan serta perlunya mengkonsumsi pangan fungsional pada masyarakat. 4. Bagi Pemerintah Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama dalam bidang gizi, yang telah menjadi dasar dalam suatu inovasi dan pengembangan pangan akan berpeluang untuk memberikan hasil pangan bergizi yang lebih dari sifat awalnya serta potensial meningkatkan manfaat kesehatan. E. Keaslian Penelitian 1. Vella (2012) yang berjudul : Exploration of the Consumption, Awareness, Understanding and Motivating Factors Related to Functional Foods in Older Adults. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor faktor yang mempengaruhi konsumsi makanan fungsional dengan melakukan

survei konsumsi makan terhadap 200 respoden yang berasal dari suatu komunitas lansia berusia 60 tahun di Kanada menggunakan kuisioner. Persamaan dari penelitian ini adalah pada instrumen penelitian yaitu menggunakan kuisioner. Perbedaan penelitian ini adalah pada subjek penelitian yaitu berusia 60 tahun. 2. Stojanovic, et al (2013) yang berjudul : Consumer Acceptance of Functional Food in Montenegro. Pengambilan sampel dengan stratified three - stage random sampling dengan responden sebanyak 479 orang menggunakan kuisioner. Analisis data dilakukan dengan menggunakan perhitungan statistik, seperti: regresi, analisis kluster, t-test, dan chi square. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan, tingkat pengetahuan, dan persepsi mempengaruhi konsumsi pangan fungsional. Persamaan dengan penelitian ini yaitu sama-sama menggunakan kuisioner serta teknik pengambilan sampel dengan membuat strata. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada subjek penelitian yaitu dari lokasi penelitian yang dibagi menjadi 3 daerah penelitian. 3. Annunziata dan Vecchio (2010) yang berjudul: Italian Consumer Attitudes Toward Products for Well-being: The Functional Foods Market. Untuk mengetahui kebiasaan konsumsen dalam mengkonsumsi pangan fungsional, dilakukan survei kuantitatif menggunakan kuisioner terdiri dari 34 pertanyaan dengan jumlah sampel sebanyak 340 orang yang diwawancara saat sedang berbelanja. Analisis data menggunakan uji Anova. Hasil penelitian dibedakan menjadi tiga kluster. Kluster pertama yaitu sebanyak 38% responden mengkonsumsi pangan fungsional tidak dengan alasan, tidak memperhatikan manfaat kesehatan, serta tidak

dapat menjelaskan contoh contoh pangan fungsional. Kluster kedua yaitu sebanyak 32% responden tidak dapat menjelaskan secara jelas mengenai pangan fungsional tetapi percaya dengan manfaat kesehatan yang ada pada pangan fungsional. Kluster ketiga yaitu sebanyak 30% responden mempunyai pengetahuan baik mengenai pangan fungsional. Kluster ini lebih banyak pada wanita dan berpendidikan tinggi. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada instrumen penelitian yaitu menggunakan kuisioner. Sedangkan perbedaan dengan penelitian ini terdapat pada subjek penelitian, serta waktu penelitian yang dilakukan saat subjek sedang berbelanja. 4. Rahmayeti (2007) yang berjudul: Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Konsumsi Serat dan Kolesterol Pada Mahasiswa Minangkabau di Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan pada 67 mahasiswa yang terdiri dari 49 mahasiswa lama dan 18 orang mahasiswa baru. Hasil dari penelitian ini adalah ada hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan konsumsi serat, tidak ada hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan konsumsi kolesterol, tidak ada perbedaan rata-rata konsumsi serat antara mahasiswa lama dan mahasiswa baru, dan tidak ada perbedaan rata-rata konsumsi kolesterol antara mahasiswa lama dan mahasiswa baru. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada rancangan penelitian sama-sama menggunakan rancangan cross sectional. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada variabel terikat yaitu konsumsi serat dan kolesterol serta pada subjek penelitian yaitu pada mahasiswa.

5. Agustina (2008) yang berjudul: Hubungan Pengetahuan Sikap dan Perilaku Wanita Terhadap Konsumsi Hasil Olah Kedelai di Kecamatan Ngampilan. Penelitian ini dilakukan pada 84 wanita yang berusia 45-55 tahun. Hasil dari penelitian ini adalah ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku konsumsi hasil olah kedelai, tidak ada hubungan antara sikap dengan perilaku konsumsi hasil olah kedelai. Ada hubungan antara usia, status menopause dan riwayat penyakit dengan perilaku konsumsi. Faktor yang paling dominan mempengaruhi perilaku konsumsi hasil olah kedelai adalah pengetahuan. Persamaan denga penelitian ini adalah pada rancangan penelitian samasama menggunakan rancangan cross sectional. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada variabel terikat yaitu konsumsi hasil olah kedelai serta pada subjek penelitian yaitu pada wanita.