2016, No Kehutanan tentang Penyuluh Kehutanan Swasta dan Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 199

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.42/Menhut-II/2012 TENTANG PENYULUH KEHUTANAN SWASTA DAN PENYULUH KEHUTANAN SWADAYA MASYARAKAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lemb

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Perlindungan. Pengelolaan. LHK. Peran. Masyarakat. Pelaku Usaha. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Repub

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG PEMBIAYAAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBIAYAAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG

2016, No Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 te

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. ASN. Revolusi Mental. Kode Etik. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

2016, No d. bahwa Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a, sudah tidak sesuai dengan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 5 TAHUN 2010

2016, No Hidup dan Kehutanan tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Serat Tanaman Hutan; Mengingat : 1.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.29/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENDAMPINGAN KEGIATAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN

2017, No Meningat : 1. Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6,

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM

2016, No f. bahwa Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, sudah tidak sesuai

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.78/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAMA PENYULUHAN KEHUTANAN

BUPATI TEMANGGUNG BUPATI TEMANGGUNG,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 35/Menhut-II/2012

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.21/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BANJAR. BAB I KETENTUAN UMUM.

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.78/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAMA PENYULUHAN KEHUTANAN

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.24/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Negeri Sipil dalam Jabatan Fungsional Binaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Penyesuaian (Inpassing); Mengingat : 1

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2 yang dilimpahkan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b,

2016, No dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Pedoman Kerja

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 28 TAHUN 2008 T E N T A N G

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No. -2- Kehutanan, diperlukan penyempurnaan Peraturan Menteri Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam huruf b; d. bahwa berdasarkan pertimbangan se

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.56/Menhut-II/2014 TENTANG MASYARAKAT MITRA POLISI KEHUTANAN

2016, No sebagaimana dimaksud dalam huruf a, sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan saat ini; e. bahwa berdasarkan pertimbangan s

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Mamuju Utara di Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara

2018, No Menteri Pertanian sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu ditinjau kembali; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud da

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG

2016, No d. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 54 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2010 tentang Penelitian dan Pengembangan, serta Pendidika

2016, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Le

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik

2016, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkun

2015, No Tahun 1999 Nomor 167; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Ta

AN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2015 TENTANG KEMITRAAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.44/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN UNIT PERCONTOHAN PENYULUHAN KEHUTANAN

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

2016, No Peraturan Presiden Nomor 102 Tahun 2014 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomia

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

UU Nomor 16 Tahun 2006 Tentang SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (SP3K)

2017, No Dilimpahkan kepada Direktur Jenderal Kekayaan Negara kepada Pejabat di Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara untuk dan atas n

-2- Pasal 68 ayat huruf c dan Pasal 69 ayat UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.93/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2016 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan Lembaran

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

2017, No Januari 2017 telah diberikan persetujuan jadwal retensi arsip fasilitatif fungsi keuangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nom

2017, No Perikanan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kelaut

2017, No masing-masing Kementerian/Lembaga mempunyai kewajiban untuk menyusun peraturan perundang-undangan yang mengatur pedoman penyusunan for

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Kepemimpinan Tingkat I, Tingkat II, Tingkat III, Tingkat IV, Prajabatan Calon Pegawai Negeri Sipil Golongan III Serta Prajabatan Calon

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Wanawiyata. Widyakarya PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

2015, No Nomor P.13/Menhut-II/2013 tentang Standar Biaya Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu; Men

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

2016, No Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asas

2017, No Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 198, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4019); 4. Pe

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERAT URAN DAERAH K ABUP AT EN BAT ANG NOMOR

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1.

Transkripsi:

No.1410, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Penyuluh Kehutanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.76/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2016 TENTANG PENYULUH KEHUTANAN SWASTA DAN PENYULUH KEHUTANAN SWADAYA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, telah diatur kelembagaan penyuluhan swasta dan swadaya masyarakat dapat dibentuk sesuai dengan kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha; b. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.42/Menhut-II/2012 tentang Penyuluh Kehutanan Swasta dan Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat telah ditetapkan penyuluh kehutanan swasta dan penyuluh kehutanan swadaya masyarakat; c. bahwa dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/Menlhk-Setjen/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang berdampak pada kelembagaan penyuluhan dan nomenklatur; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan

2016, No.1410-2- Kehutanan tentang Penyuluh Kehutanan Swasta dan Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Kehutanan, Perikanan dan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4660); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2009 tentang Pembiayaan, Pembinaan dan Pengawasan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 87, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5018); 5. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 17); 6. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/Menlhk-II/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 713);

-3-2016, No.1410 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TENTANG PENYULUH KEHUTANAN SWASTA DAN PENYULUH KEHUTANAN SWADAYA MASYARAKAT. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. 2. Penyuluh Kehutanan Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Penyuluh Kehutanan PNS adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup kehutanan untuk melakukan kegiatan penyuluhan kehutanan. 3. Penyuluh Kehutanan Swasta yang selanjutnya disebut PKS adalah penyuluh yang berasal dari dunia usaha dan/atau lembaga yang mempunyai kompetensi dalam bidang penyuluhan. 4. Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat yang selanjutnya disebut PKSM adalah pelaku utama yang berhasil dalam usahanya dan warga masyarakat lainnya yang dengan kesadarannya sendiri mau dan mampu menjadi penyuluh. 5. Kelembagaan Penyuluhan adalah lembaga pemerintah dan/atau masyarakat yang mempunyai tugas dan fungsi menyelenggarakan penyuluhan.

2016, No.1410-4- 6. Sasaran Penyuluhan Kehutanan adalah pihak yang paling berhak memperoleh manfaat penyuluhan meliputi sasaran utama (pelaku utama dan pelaku usaha) dan sasaran antara (pemangku kepentingan lainnya). 7. Pelaku Utama adalah masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan, petani, beserta keluarga intinya. 8. Pelaku Usaha adalah perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang dibentuk menurut hukum Indonesia yang mengelola usaha kehutanan. 9. Unit Pelaksana Teknis yang selanjutnya disebut UPT adalah UPT lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang melaksanakan kegiatan penyuluhan kehutanan. Pasal 2 Penyelenggaraan PKS dan PKSM bertujuan: a. mendukung Pemerintah dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penyuluhan kehutanan; dan b. untuk meningkatkan kinerja pelaku utama dan pelaku usaha penyelenggaraan penyuluhan kehutanan dalam pendampingan kegiatan pembangunan kehutanan. BAB II KELEMBAGAAN PENYULUHAN KEHUTANAN Pasal 3 Kelembagaan PKS dan PKSM merupakan wadah bagi PKS dan PKSM. Pasal 4 (1) Kelembagaan PKS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat merupakan bagian organisasi pelaku usaha atau gabungan dari beberapa pelaku usaha yang membentuk kelembagaan PKS tersendiri. (2) Kelembagaan PKS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berkedudukan di provinsi atau kabupaten/kota. (3) Kelembagaan PKS sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

-5-2016, No.1410 bertanggung jawab kepada instansi pelaksana penyuluhan kehutanan provinsi. Pasal 5 (1) Kelembagaan PKSM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat berbentuk organisasi profesi, perkumpulan, yayasan, forum, jaringan dan lainnya. (2) Kelembagaan PKSM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada instansi pelaksana penyuluhan kehutanan provinsi. Pasal 6 (1) Kelembagaan PKS dan PKSM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 mempunyai tugas : a. menyusun perencanaan penyuluhan yang terintegrasi dengan programa penyuluhan di tingkat kabupaten/kota, provinsi dan pusat; b. melaksanakan koordinasi dengan instansi pelaksana penyuluhan kehutanan kabupaten/kota, provinsi atau pusat, pelaku utama dan pelaku usaha sesuai dengan kebutuhan; c. menjalin kemitraan usaha dengan berbagai pihak dengan dasar saling menguntungkan, menumbuh kembangkan kepemimpinan, kewirausahaan, serta kelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha; d. menyampaikan informasi dan teknologi usaha kepada sesama pelaku utama dan pelaku usaha; e. melaksanakan proses pembelajaran melalui percontohan dan pengembangan model usaha tani bagi pelaku utama dan pelaku usaha; f. melaksanakan kajian mandiri untuk pemecahan masalah dan pengembangan model usaha, pemberian umpan balik, dan kajian teknologi; dan g. melakukan pemantauan pelaksanaan penyuluhan yang difasilitasi oleh pelaku utama dan pelaku usaha.

2016, No.1410-6- (2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditentukan melalui: a. penyusunan program bersama; b. rembug; c. pertemuan teknis; d. lokakarya; atau e. temu usaha. (3) Kelembagaan PKS dan PKSM dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat memberikan fasilitasi berupa: a. pelatihan; b. materi penyuluhan; c. pemanfaatan sarana dan prasarana penyuluhan; atau d. insentif untuk kelembagaan PKSM. (4) Insentif untuk kelembagaan PKSM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, dapat berupa: a. penghargaan; b. pengakuan; c. sertifikasi; d. pengembangan hutan kemasyarakatan/hutan tanaman rakyat. BAB III PENYULUH KEHUTANAN SWASTA DAN PENYULUH KEHUTANAN SWADAYA MASYARAKAT Bagian Kesatu Umum Pasal 7 (1) PKS dan PKSM bersifat mandiri. (2) Setiap pelaku usaha dibidang kehutanan yang kegiatan/usahanya berkaitan langsung dengan masyarakat wajib memiliki dan/atau menugaskan karyawan sebagai PKS paling sedikit 2 (dua) orang.

-7-2016, No.1410 (3) PKSM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk berdasarkan kesepakatan antara pelaku utama dan pelaku usaha. Pasal 8 PKS dan PKSM mempunyai tugas: a. menyiapkan, melaksanakan, mengembangkan kegiatan penyuluhan kehutanan; b. menyusun rencana kegiatan penyuluhan kehutanan; c. melaksanakan kegiatan penyuluhan kehutanan secara mandiri; d. berperan aktif menumbuhkembangkan kegiatan penyuluhan kehutanan; e. menyampaikan informasi dan teknologi baru dan tepat guna kepada pelaku utama; dan f. mengolah data hasil lapangan untuk dijadikan program dan metode penyuluhan kehutanan. Bagian Kedua Penyuluh Kehutanan Swasta Pasal 9 (1) PKS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dibentuk oleh pelaku usaha dengan persyaratan: a. warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan kartu identitas penduduk; b. bekerja pada bagian/divisi yang menangani pemberdayaan masyarakat; c. memiliki keterampilan dan keahlian teknis dalam bidang kehutanan; d. mempunyai sifat kepemimpinan, kemampuan komunikasi, dan teladan bagi pelaku utama; dan e. diutamakan karyawan yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan penyuluhan kehutanan.

2016, No.1410-8- Pasal 10 (1) Terhadap calon PKS yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dilakukan identifikasi dan penilaian oleh pelaku usaha atau lembaga yang mempunyai kompetensi dalam bidang penyuluhan kehutanan. (2) Berdasarkan hasil identifikasi dan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku usaha atau lembaga yang mempunyai kompetensi dalam bidang penyuluhan kehutanan menetapkan calon PKS menjadi PKS. (3) Penetapan PKS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan c.q Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Pasal 11 (1) PKS dalam melaksanakan tugas berkoordinasi dengan Penyuluh Kehutanan PNS dan PKSM. (2) PKS dalam melaksanakan tugas dapat berkonsultasi dengan instansi pelaksana penyuluhan di kabupaten/kota atau instansi pelaksana penyuluhan di provinsi dalam hal: a. menyusun metode dan materi penyuluhan kehutanan; dan/atau b. membangun kerjasama dan kemitraan dengan pihak-pihak terkait dalam pengembangan usaha pelaku utama. (3) PKS bersama dengan instansi pelaksana penyuluhan kabupaten/kota, UPT dan UPT Daerah, menyelaraskan, mengakses kegiatan-kegiatan yang mendukung penyelenggaraan penyuluhan kehutanan, dan mendapatkan informasi tentang program pembangunan kehutanan.

-9-2016, No.1410 Bagian Kedua Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat Pasal 12 (1) PKSM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ditetapkan dengan persyaratan : a. warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan kartu identitas penduduk; b. memiliki keterampilan dan keahlian teknis dalam bidang kehutanan; c. telah melakukan upaya-upaya nyata dibidang pembangunan kehutanan secara sukarela/swadaya atau telah berhasil mengembangkan usaha produktif bidang kehutanan dan dapat dicontoh oleh masyarakat di sekitarnya; d. mempunyai sifat kepemimpinan, kemampuan komunikasi, dan teladan bagi masyarakat; dan e. mendapat pengakuan dari masyarakat di sekitarnya bahwa yang bersangkutan memiliki kemampuan sebagai penyuluh kehutanan. Pasal 13 (1) Terhadap calon PKSM yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, diusulkan secara tertulis oleh kepala desa/lurah/yang setingkat kepada instansi pelaksana penyuluhan provinsi. (2) Calon PKSM yang diusulkan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan verifikasi oleh instansi pelaksana penyuluhan provinsi. (3) Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pimpinan instansi pelaksana penyuluhan kehutanan provinsi menetapkan PKSM. (4) Penetapan PKSM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan c.q Badan Penyuluhan dan pengembangan Sumber Daya Manusia.

2016, No.1410-10- Pasal 14 (1) PKSM dapat melakukan penyuluhan kehutanan pada skala nasional, provinsi dan kabupaten/kota. (2) Pengakuan skala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada kemampuan, kapasitas, kompetensi, dan luas wilayah pelayanan. (3) Pengakuan skala sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh pembina PKSM. (4) Tata cara pengakuan skala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Badan. Pasal 15 (1) PKSM dalam melaksanakan tugas berkoordinasi dengan Penyuluh Kehutanan PNS dalam hal: a. menyusun rencana kerja/kegiatan, metode dan materi penyuluhan kehutanan; b. melaksanakan pendampingan berbagai usaha produktif bidang kehutanan; c. memecahkan masalah dalam pengembangan usaha; dan d. mengembangkan kerjasama dan kemitraan dengan pihak-pihak terkait dalam pengembangan usaha pelaku utama dan pelaku usaha. (2) PKSM secara berjenjang berkonsultasi dengan instansi pelaksana penyuluhan di daerah kabupaten/kota, daerah provinsi, Pusat, atau UPT/UPT Daerah dalam hal: a. menyusun metode dan materi penyuluhan kehutanan yang bersifat kebijakan maupun bersifat teknis usaha bidang kehutanan; b. membangun kerjasama dan kemitraan dengan pihak-pihak terkait dalam pengembangan usaha pelaku utama; dan c. mendapatkan rekomendasi untuk kegiatan penyuluhan kehutanan; dan/atau d. menyelaraskan dan mengakses kegiatan-kegiatan yang mendukung penyelenggaraan penyuluhan kehutanan, dan mendapatkan informasi tentang program pembangunan kehutanan.

-11-2016, No.1410 BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 16 PKS dan PKSM berhak : a. menerima pengakuan resmi dari Pemerintah atau pemerintah daerah; b. mengikuti pendidikan dan pelatihan bidang lingkungan hidup dan kehutanan; c. mengikuti berbagai kegiatan penyuluhan dalam bidang pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan yang difasilitasi oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau swasta; d. memanfaatkan sarana dan prasarana penyuluhan lingkungan hidup dan kehutanan yang dimiliki oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan peraturan yang berlaku; dan e. menerima fasilitasi bantuan biaya dari Pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha atau lembaga yang mempunyai kompetensi dalam bidang penyuluhan lingkungan hidup dan kehutanan. Pasal 17 PKS dan PKSM wajib: a. melakukan kegiatan penyuluhan lingkungan hidup dan kehutanan; dan b. melakukan koordinasi dan konsultasi dengan Penyuluh Kehutanan PNS dan lembaga penyuluhan kehutanan di wilayahnya. Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1151), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 21 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

2016, No.1410-12- Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Agustus 2016 MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 19 September 2016 SITI NURBAYA DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA