BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sikap serta tingkah laku. Di dalam pendidikan terdapat proses belajar,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning

BAB II KAJIAN TEORI. dapat diketahui hasilnya melalui penilaian proses dan penilaian hasil. Hasil

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eva Agustina,2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia dewasa ini telah mendapat perhatian yang

BAB I PENDAHULUAN. saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. 1

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara psikologis, Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu

Mata Pelajaran IPA di SMALB bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL. contextual teaching and learning

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. sendiri. Sedangkan Sinaga dan Hadiati (2001:34) mendefenisikan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pendidikan dan teknologi menuntut pengembangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tujuan pembelajaran IPA di atas yakni menumbuh kembangkan pengetahuan dan keterampilan, maka hal ini sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. keluaran ( Output ) dengan kompetensi tertentu. Proses belajar dan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA MATERI DAUR AIR

DASAR FILOSOFI. Manusia harus mengkontruksikan pengetahuan pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh siswa kelas VII SMPN 1 Bandar Lampung. Berdasarkan hasil

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Ruang Lingkup IPA SD/MI

BAB I PENDAHULUAN. fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetap juga merupakan suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1I KAJIAN PUSTAKA Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang menekankan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu 19 orang siswa mendapat nilai di bawah 65 atau 47,5%. Sedangkan nilai

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil belajar

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Langeveld pendidikan adalah pemberian bimbingan dan bantuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF

BAB II LANDASAN TEORI. Secara umum pengertian pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, keadaan atau proses sesuatu,

BAB I PENDAHULUAN. bantu memecahkan masalah dalam berbagai bidang ilmu. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ZULFA SAFITRI A54F100040

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

Mata Pelajaran IPA di SMALB bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Tentang Pembelajaran Pelajaran IPA Pengertian IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sering disebut juga sebagai

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL PADA BAHAN AJAR GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR. Oleh TITA ROSTIAWATI 1 MAULANA 2 ABSTRAK

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Djojoesoediro (2010) istilah Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA dikenal juga

Penerapan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Gaya Magnet di Kelas V SDN 2 Labuan Lobo Toli-Toli

BAB I PENDAHULUAN. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Eka Atika Sari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Riyanti Dini Lestari, 2013

Pendekatan Kontekstual (CTL) dalam KTSP pada Pembelajaran di SD

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan

BAB II PENERAPAN METODE INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR

KAJIAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL GURU BAHASA INDONESIA SMA NEGERI MAROS

Condition of Ind. Ind.Condition-1. Ind.Condition-2. The Rural. Ind. Rural Policy. Rulal Educational. Higher Education. Non Formal Ed.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKS (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)

BAB I. PENDAHULUAN. belajar. Membelajarkan siswa yaitu membimbing kegiatan siswa belajar,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah suatu proses penyampaian maksud pembicara kepada orang

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dengan menggunakan sumber belajar dapat

materi yang ada dalam suatu pengajaran.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. belajar. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

Fitriana Rahmawati STKIP PGRI Bandar Lampung. Abstrak. n 1 +n 2 2

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan menengah. Salah satu bidang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

YANIK SULISTYANI SDN Ngletih Kec.Kandat Kab.Kediri

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Kata kunci : Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah proses penemuan

BAB I PENDAHULUAN. dan ilmu atau pengetahuan. Tujuan pembelajaran matematika adalah terbentuknya

42. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD pada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), menurut Permendiknas RI No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi, dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Hal ini didasarkan pada hubungan IPA dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pembelajaran IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah, sehingga pembelajarannya menggunakan pembelajaran berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL). IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa IPA adalah ilmu yang mempelajari tentang alam semesta beserta isinya yang dilakukan secara 6

7 langsung atau berdasarkan pengalaman melalui pengamatan, percobaan dan pembuktian-pembuktian. Permendiknas RI No 22 tahun 2006 mengatur Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut. (1)Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. (2)Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas. (3)Energi dan perubahannya meliputi gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana. (4)Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya Permendiknas RI No 22 tahun 2006 mengatur Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. (1)Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-nya. (2)Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. (3)Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. (4)Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. (5)Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. (6)Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. (7)Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA di SD/MI merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. SK dan KD untuk mata pelajaran IPA siswa kelas 5 semester II secara rinci disajikan melalui tabel 2.1 di halaman berikut.

8 Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPA Kelas 5 Semester II Standar Kompetensi 5. Menerapkan sifatsifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya/model Kompetensi Dasar 6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya Sumber: Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi 2.1.2 Hasil Belajar Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 58 mengemukakan bahwa, Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Slameto (dalam Syaiful Bahri Djamarah, 2011: 13) berpendapat bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Darmansyah (2006:13) hasil belajar adalah hasil penelitian terhadap kemampuan siswa yang ditentukan dalam bentuk angka. Ini berarti ada proses belajar yang merupakan kemampuan siswa yang harus diukur melalui angka. Ranah Kognitif dibagi ke dalam 6 (enam) tingkatan oleh Bloom yaitu : mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6). a. Pada tingkat mengingat/hafalan : siswa mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang. (Soal mengingat: soal yang menuntut jawaban yang berdasarkan hafalan). Menurut Purwanto (2011: 51) kemampuan mengingat merupakan kemampuan tingkat kognitif paling rendah. Kemampuan ini merupakan kemampuan memanggil kembali fakta yang disimpan dalam

9 otak. Zainal Arifin (2012: 184) menyatakan pada tingkat mengingat mencakup kemampuan menghafal materi pembelajaran berupa fakta. b. Pada tingkat memahami : siswa membangun makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru. (Soal pemahaman : soal yang menuntut pembuatan pernyataan masalah dengan kata-kata penjawab sendiri, pemberian contoh prinsip atau contoh konsep). Suharsimi Arikunto (2013: 131) mengungkapkan bahwa pada tingkat ini siswa harus memahami hubungan di antara fakta- fakta atau konsep. Menurut Zainal Arifin (2012: 184) tingkatan pemahaman meliputi kemampuan membandingkan,mengidentifikasi karakteristik, dan menyimpulkan. c. Pada tingkat aplikasi : siswa menerapkan atau menggunakan suatu prosedur dalam keadaan tertentu. (Soal aplikasi : soal yang menuntut penerapan prinsip dan konsep dalam memecahkan masalah). Zainal Arifin (2012: 184) menyatakan bahwa pada tingkatan aplikasi mencakup kemampuan menerapkan rumus, dalil, atau prinsip terhadap kasus-kasus nyata yang terjadi di lapangan. d. Pada tingkat analisis : siswa diminta untuk memecah-mecah materi ke dalam bagian-bagian penyusunnya dan menentukan hubungan antar bagian dan antar bagian dengan keseluruhan atau tujuan. (Soal analisis : soal yang menuntut kemampuan menunjukkan bagian-bagian yang penting dan relevan, menulis garis besar sebuah tulisan, memilih struktur yang paling sesuai, dan menentukan pendapat atau tujuan dari materi). Kemampuan analisis adalah kemampuan memahami sesuatu dengan menguraikannya ke dalam unsur-unsur (Purwanto, 2011: 51). e. Pada tingkat evaluasi : siswa dituntut membuat keputusan berdasarkan kriteria dan standar tertentu. (Soal analisis : soal yang menuntut pemeriksaan terhadap produk atau proses atau penerapan solusi pada suatu masalah, dan pemberian kritik terhadap hipotesis atau pendapat orang lain). Menurut Zainal Arifin (2012: 184) mencakup kemampuan menilai terhadap objek studi dengan menggunakan kriteria tertentu. f. Pada tingkat mencipta : siswa dituntut untuk membuat produk baru dengan

10 mereorganisasi beberapa bagian menjadi pola atau struktur baru yang belum pernah ada sebelumnya. (Soal mencipta : soal yang menuntut pembuatan hipotesis atau alternatif, mencari dan memilih solusi pemecahan masalah, dan merancang dan menciptakan produk sesuai dengan spesifikasi tertentu). Pendapat para ahli tentang hasil belajar tersebut dapat disimpulkan hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh seseorang setelah seseorang melakukan kegiatan belajar. Hasil belajar biasanya diberikan dalam bentuk nilai atau angka. Untuk mendapatkan hasil belajar bisa dilakukan dengan cara tes maupun non tes, bisa melalui ulangan, tugas dan sebagainya. Penelitian ini dibatasi pada hasil belajar ranah kognitif. Hasil belajar ranah kognitif merupakan salah satu hasil belajar dimana mengakibatkan suatu perubahan pada diri seseorang setelah mengikuti proses pembelajaran dalam hal berpikir seperti pengetahuannya bertambah, pemahamannya meningkat, dan sebagainya. 2.1.3 Pembelajaran Berbasis CTL 2.1.3.1 Pengertian CTL Johnson (2011 : 67) menyatakan bahwa sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan materi akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, baik konteks pribadi, sosial dan budaya mereka. Di samping itu, Dharma Kesuma (2010 : 5) menyatakan bahwa kontekstual adalah kata adjektif/sifat dari kata benda konteks yang berati kondisi,ngmembentuk keadaa lingkungan atau dapat diartikan secara ringkas konteks adalah lingkungan. Jadi, CTL adalah proses pembelajaran yang menghubungkan isi pelajaran dengan lingkungan. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang situasi dan isinya khusus untuk memberi kesempatan kepada siswa agar dapat memecahkan masalah, latihan, dan tugas secara riil dan otentik (Jamal, 2012 : 53). Sedangkan Wina Sanjaya (2006: 109) menyatakan pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi yang dipelajari dan

11 menghubungkannnya dengan situasi kehidupan nyata. Definisi tentang pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran melalui pengalaman langsung, agar siswa dapat menemukan sendiri pengetahuan yang dipelajari dengan mengaitkan atau menghubungkan pengetahuan tersebut dengan kehidupan nyata sehari-hari. 2.1.3.2 Karakteristik CTL Masnur Muslich (2009: 41-42) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual memungkinkan terjadinya 5 bentuk dasar atau karakteristik pembelajaran, yaitu: 1) Relating atau menghubungkan yaitu belajar dalam konteks pengalaman nyata yang menghubungkan konsep baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa. 2) Experiencing atau mencoba yaitu belajar dilakukan melalui kegiatan pengalaman langsung berkenaan dengan konsep yang dipelajari sehingga siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya melalui proses menemukan (inquiry). 3) Applying atau aplikasi yaitu belajar dalam bentuk menerapkan hasil belajar ke dalam kehidupan nyata. 4) Cooperating atau bekerja sama yaitu belajar dalam bentuk berbagi informasi dan pengalaman, saling merespon, dan saling berkomunikasi antar siswa. 5) Transferring atau transfer ilmu yaitu belajar dengan menggunakan pengetahuan dan pengalaman dalam konteks atau situasi baru untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman belajar yang baru.

12 Karakteristik pembelajaran berbasis CTL adalah sebagai berikut: 1) kerja sama, 2) saling menunjang, 3) menyenangkan dan tidak membosankan, 4) belajar dengan bergairah, 5) pembelajaran terintegrasi, 6) menggunakan berbagia sumber belajar, 7) siswa terlibat aktif, 8) siswa melakukan sharing dengan teman, 9) siswa kritis dan guru kreatif, 10) dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta, gambar, 11) laporan kepada orang tua bukan hanya rapot tetapi juga hasil kerja dan karya siswa (Yatim Riyanto, 2010: 176). 2.1.3.3 Komponen-komponen CTL Penerapan pendekatan CTL di dalam kelas menggunakan 7 komponen atau asas pokok dalam CTL yaitu konstruktivisme (constructivism), inkuiri (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection) dan penilaian sebenarnya (authentic assessment). Trianto (2010: 111) menyatakan, kelas yang menggunakan pendekatan kontekstual adalah kelas yang menggunakan ketujuh prinsip atau komponen CTL dalam pembelajarannya. 1) Konstruktivisme Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman (Hamruni, 2012: 142). Konstruktivisme merupakan landasan filosofis pendekatan konstektual. Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit dan diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep, atau kaidah yang tinggal diambil atau diingat tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman. Pembelajaran

13 kontekstual dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka dengan terlibat aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru. 2) Inkuiri Inkuiri adalah proses pencarian dan penemuan pengetahuan melalui proses berpikir secara sistematis. Inkuiri merupakan inti dari CTL. Pengetahuan dan keterampilan siswa bukan diperoleh dari hasil mengingat fakta yang diberikan guru tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Kegiatan pembelajaran harus dirancang guru yang mengarah pada kegiatan siswa menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. 3) Bertanya Bertanya adalah salah satu cara untuk memperoleh pengetahuan. Dengan bertanya siswa dapat menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang diketahui dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Bertanya dapat diterapkan dalam setiap proses dan aktivitas pembelajaran. bertanya dapat dilakukan antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, atau antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas (narasumber). Bertanya juga ditemukan dalam kegiatan diskusi, kerja kelompok, ketika siswa menemui kesulitan, ketika mengamati, dan sebagainya. Pembelajaran kontekstual guru harus merancang kegiatan yang terus mendorong siswa untuk bertanya. 4) Masyarakat belajar Konsep masyarakat belajar dalam pendekatan pembelajaran CTL menyarankan agar hasil belajar diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing atau berbagi informasi antar teman, antar kelompok dan antara yang tahu kepada yang belum tahu (Trianto, 2010: 116). Penerapan konsep masyarakat belajar dalam kelas CTL dilakukan dengan pembentukan kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen baik kemampuan dan kecepatan belajarnya maupun bakat dan minatnya. Hamruni (2012: 145-146) mengemukakan bahwa semua orang dapat

14 saling terlibat, dapat saling membelajarkan, saling bertukar informasi dan bertukar pengalaman dalam masyarakat belajar. 5) Pemodelan Menurut Hamruni (2012: 146) emodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan atau menghadirkan sesuatu yang dapat ditiru atau dicontoh setiap siswa. Pemodelan dapat dilakukan dengan kegiatan mendemonstrasikan kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa. Pemodelan tidak hanya dilakukan oleh guru, tetapi dapat juga dilakukan oleh siswa yang mempunyai pengalaman dan kemampuan atau dapat juga mendatangkan ahli dari luar sesuai bidangnya. Pemodelan merupakan asas penting dalam CTL karena dapat menghindarkan dari pembelajaran teoristik-abstrak. 6) Refleksi Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang sudah dipelajari atau apa yang sudah dilakukan pada masa lalu (Trianto, 2011: 117). Refleksi menurut Hamruni (2012: 146) adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari dengan cara mengurutkan kembali kejadian atau peristiwa yang telah dilalui sebelumnya. Proses refleksi memungkinkan siswa dapat memperbarui (merevisi) pengetahuan yang sudah ada dalam struktur kognitifnya atau bahkan menambah pengetahuan baru. Refleksi dilakukan di akhir pembelajaran. Siswa diberi kesempatan untuk merenung dan mengingat kembali apa yang telah dipelajari agar dapat menafsirkan dan menyimpulkan sendiri pengalaman belajarnya. 7) Penilaian autentik/sebenarnya Penilaian autentik/sebenarnya adalah proses pengumpulan informasi tentang perkembangan belajar siswa (Hamruni, 2012:147). Pendekatan pembelajaran CTL, memungkinkan penilaian tidak hanya sebatas pada hasil belajar kognitif siswa saja. Tetapi juga penilaian terhadap keterampilan/performance siswa. Penilaian tidak hanya dilakukan guru tetapi dapat juga dilakukan oleh siswa atau orang lain.

15 2.1.3.4 Penerapan Dalam Pembelajaran Pendekatan pembelajaran CTL dapat diterapkan dalam kurikulum, bidang studi apa saja, dan dalam kelas yang bagaimanapun keadaannya (Depdiknas dalam Trianto, 2010: 111). Langkah-langkah penerapan CTL di dalam kelas adalah sebagai berikut: 1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna jika bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilannya. 2) Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. 3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa melalui bertanya. 4) Ciptakan masyarakat belajar (pembentukan kelompok belajar). 5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran. 6) Lakukan refleksi di akhir pembelajaran. 7) Lakukan penilaian sebenarnya dengan berbagai cara. Pendekatan pembelajaran CTL menuntut peran guru sebagai fasilitator yaitu merencanakan dan menyediakan kegiatan-kegiatan belajar yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa untuk memecahkan masalah sesuai dengan asas-asas dalam pendekatan pembelajaran CTL. Pusat pembelajaran bukan guru melainkan siswa. Setiap kegiatan pembelajaran harus melibatkan siswa secara aktif untuk mengalami langsung dan mengaitkan apa yang dipelajari dengan kehidupan nyatanya. Pendekatan pembelajaran CTL lebih menekankan kepada proses daripada hasil. 2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang relevan telah dilakukan oleh Ardy Meitadi Dwikarindrinata pada tahun 2012 dengan judul Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) Siswa Kelas 5 SDN 2 Kalongan Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013 menunjukkan bahwa pendekatan CTL dapat meningkatkan hasil belajar IPS yang nampak pada peningkatan rata-rata dari pra siklus, siklus I, Siklus II, dan Siklus III, yakni 71,25; 89,85; 92,00; 93,50. Ketuntasan belajar dari

16 42,31% menjadi 76,92% pada siklus I, 92,30 pada siklus II dan meningkat menjadi 100% pada siklus III. Kelebihan dalam penelitian tentang penggunaan pendekatan CTL yang telah dilakukan adalah dapat meningkatkan hasil belajar dan dapat mencapai 100% tuntas belajar dengan peningkatan ± 150%, dan pengukuran hasil belajar yang dilakukan meliputi pengukuran proses dan pengukuran hasil belajar. Sejalan dengan penelitian ini, dilakukan juga oleh Yustina Belo Saranga pada tahun 2014 dengan judul Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pendekatan Pembelajaran CTL Siswa Kelas IV SD YPK Marthen Luther Yenbeser Distrik Waigeo Selatan Raja Ampat Semester II Tahun 2013-2014 menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran berbasis CTL dapat meningkatkan hasil belajar IPA yang nampak pada peningkatan ketuntasan hasil belajar IPA dari 0% menjadi 50% pada siklus I, 83, 33% pada siklus II. Peningkatan juga nampak pada rata-rata hasil belajar IPA, dari 30,17 menjadi 70,06 pada siklus I, dan meningkat menjadi 73, 00 pada siklus II. Skor minimum yang dipeoleh juga mengalami peningkatan dari 22,00 menjadi 58,25 pada siklus I kemudian meningkat menjadi 59,25 pada siklus II. Sedangkan untuk skor maksimal yang diperoleh siswa juga mengalami peningkatan dari 34, 00 menjadi 82,25 pada siklus I kemudian meningkat menjadi 83,75 pada siklus II. Penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan adanya kelebihan dalam peningkatkan hasil belajar IPA yakni ketuntasan belajar meningkat ± 80%, skor rata-rata meningkat ± 130%, skor maksimal meningkat ± 160%, dan skor minimumnya meningkat ± 200%. Kelebihan lain yang nampak dalam penelitian ini adalah tentang pengukuran hasil belajar yang dilakukan, yaitu meliputi pengetahuan dan unjuk kerja. Namun dalam penelitian ini terdapat beberapa kelemahan, yaitu meskipun peningkatan hasil belajar IPA menunjukkan peningkatan hasil belajar yang signifikan, namun ketuntasannya belum dapat mencapai 100%. Kelemahan lain yang ditemukan dalam penelitian ini adalah tidak dijelaskan tentang pelaksanaan refleksi di dalam pembelajaran berbasis CTL. Untuk itu dalam penelitian yang akan dilakukan akan meningkatkan hasil belajar IPA mencapai 100% tuntas.

17 Hasil penelitian lain yang sejalan adalah penelitian yang dilakukan oleh Emil pada tahun 2013 dengan judul Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Melalui Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) Pada Siswa Kelas 5 di SD Negeri Tlompakan 03 Tuntang Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013 yang nampak bahwa pendekatan pembelajaran berbasis CTL dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA. Hal ini nampak pada peningkatan jumlah aktivitas siswa dari 41% menjadi 71% pada siklus I dan meningkat menjadi 87% pada siklus II. Sedangkan untuk peningkatan ketuntasan hasil belajar IPA juga menunjukkan peningkatan dari 65% menjadi 86% pada siklus I dan meningkat menjadi 100% tuntas pada siklus II. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Emil nampak memiliki kelebihan dalam keberhasilan pencapaian ketuntasan belajar IPA mencapai 100%. Namun di sisi lain, dalam penelitian ini terdapat kelemahan, yakni variabel aktivitas belajar dan hasil belajar tidak dibahas keterkaitannya secara mendalam, sehingga variabel ini nampak seperti berdiri sendiri-sendiri. Di samping itu penilaian hasil belajar hanya diukur berdasarkan tes saja. Oleh karena itu dalam penelitian yang akan dilaksanakan hanya menggunakan variabel hasil belajar dan pembelajaran berbasis CTL. Penilaian hasil belajar juga tidak hanya dilakukan melalui tes saja, namun juga melalui unjuk kerja, berupa pengukuran sikap dan keterampilan. Penelitian-penelitian diatas membuat peneliti mendapatkan gambaran untuk melakukan penelitian dengan menerapkan model pembelajaran CTL untuk meningkatkan hasil belajar IPA pada kelas V SDN Kumesu 01 Reban Batang. Dengan memanfaatkan model pembelajaran CTL diharapkan dapat meningkatkan keterampilan guru dan meningkatkan aktivitas siswa yang pada akhirnya menunjang peningkatan hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPA dengan cara memperbanyak proses pembelajaran yang berisi tindakan percoban atau praktek sendiri oleh siswa. Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian-penelitian yang sudah ada sehingga dapat menambah pengetahuan mengenai model pembelajaran yang dapat menjadi alternatif dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar disekolah.

18 2.3 Kerangka Pikir Kajian teori di atas dapat disusun kerangka berpikir sebagai berikut. Selama ini, guru menguasai konsep dan materi pelajaran IPA dengan baik. Akan tetapi, dalam pelaksanaan pembelajaran guru belum menggunakan model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan tujuan pembelajaran IPA. Guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional berupa transfer pengetahuan kepada siswa menggunakan metode ceramah. Siswa belum dilibatkan secara aktif untuk menemukan sendiri pengetahuan dari materi yang dipelajari melalui kegiatan pengalaman Dalam pembelajaran IPA dibutuhkan pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran sehingga bermakna bagi siswa. Dalam hal ini kemungkinan pendekatan yang lebih tepat adalah pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) yang menekankan keterlibatan siswa secara aktif untuk menemukan sendiri pengetahuannya dan menemukan makna dari apa yang dipelajari dengan menghubungkan materi yang dipelajari tersebut dengan kehidupan sehari-hari. Penggunaan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran IPA akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar aktif dengan melakukan atau mengalami langsung kegiatan yang mengarah pada penemuan materi IPA. Pembelajaran yang bermakna akan meningkatkan antusias siswa dalam belajar. Berdasarkan hal tersebut, maka pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa.

19 Kondisi Awal Dari guru, pembelajaran yang dilakukan masih berpusat pada guru, kurang mengajak siswa ke dunia nyata, sehingga siswa kurang dalam mengkostruksi dan menemukan sendiri pengetahuan yang ada. Dari siswa kurang antusias dalam mengikuti proses pembelajaran. Siswa kurang diajak mengaitkan materi dengan dunia nyata. Siswa masih enggan bertanya bila belum mengerti. Dari KBM, pembelajaran kurang kondusif, karena siswa pasif dalam pembelajaran. Pengunaan media masih kurang. Hasil belajar masih dibawah KKM 71. Pelaksanaan 1. Mempersiapkan sumber belajar dari media lingkungan alam (fisik) untuk mengembangkan pemikiran siswa dengan dapat membangun pengetahuan sendiri. 2. Membimbing siswa melakukan pengamatan lingkungan alam (fisik). 3. Melakukan tanya jawab untuk mengembangkan rasa ingin tahu siswa. 4. Mengelompokan siswa secara heterogen dengan membimbing diskusi. 5. Membimbing siswa mempersentasikan hasil diskusi. 6. Melakukan refleksi terhadap pembelajaran 7. Memberi penilaian hasil pembelajaran. Kondisi Akhir 1. Keterampilan guru meningkat. 2. Menumbuhkan pada siswa cara berfikir kritis, rasional dan ilmiah terhadap lingkungan sekitarnya. 3. Hasil belajar meningkat dengan KKM 71. Gambar 1 Kerangka Pikir

20 2.4. Hipotesis Tindakan Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan hasil belajar IPA materi sifat-sifat cahaya pada siswa kelas 5 SD Negeri Kumesu 01 Reban Batang semester II tahun pelajaran 2015/ 2016.