BAB IV ANALISA ANTENA ARRAY PADA ANTENA RADAR CUACA PESAWAT EMBRAER 135

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS HASIL PENGUKURAN

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI ANTENA MIKROSTRIP. bahan substrat yang digunakan. Kemudian, menentukan bentuk patch yang

BAB II ANTENA MIKROSTRIP. dalam sistem komunikasi tanpa kabel atau wireless. Perancangan antena yang baik

: Widi Pramudito NPM :

BAB III PERANCANGAN ANTENA DAN METODOLOGI PENGUKURAN

BAB II TEORI DASAR ANTENA. Dilihat dari latar belakang telekomunikasi berupa komunikasi wireless,

BAB II TEORI DASAR ANTENA

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP PATCH ARRAY SEGI EMPAT TRIPLE BAND PADA FREKUENSI 2,3, 3,3 GHz DAN 5,8 GHz

STUDI PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY PATCH SEGITIGA DUAL-BAND UNTUK APLIKASI WLAN (2,45 GHZ) DAN WiMAX (3,35 GHZ)

BAB 2 LANDASAN TEORI

RANCANG BANGUN ANTENA YAGI 2,1 GHz UNTUK MEMPERKUAT PENERIMAAN SINYAL 3G

BAB II TINJAUAN TEORITIS

ANALISIS ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DENGAN TEKNIK PLANAR ARRAY

STUDI PERANCANGAN ANTENA SUSUN MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DUAL-BAND (2.4 GHz dan 3.3 GHz)

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

BAB 3 PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP ARRAY

BAB II ANTENA MIKROSTRIP BIQUAD

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 2/Mei 2014

HALAMAN JUDUL PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP MODEL PIFA LAPORAN TUGAS AKHIR OLEH: ANASTASIA MIRA PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO

BAB III. PERANCANGAN ANTENNA YAGI 2,4 GHz

Simulasi Pola Radiasi Antena Dipole Tunggal

STUDI PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DENGAN TIPE POLARISASI MELINGKAR MENGGUNAKAN ANSOFT

BAB IV PENGUKURAN ANTENA

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

BAB II ANTENA MIKROSTRIP

BAB 4 PENERAPAN DGS PADA ANTENA SUSUN MULTIBAND

BAB II ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS ANTENA

ANALISA EFISIENSI ANTENA DIPOLE DITINJAU DARI PENGGUNAAN BAHAN REFLEKTOR

PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP MULTI-PATCH COPLANAR DIPOLE DUAL BAND UNTUK APLIKASI WIMAX

ANALISA ANTENA DIPOLE-λ/2 PADA MODUL PRAKTIKUM B4520 MENGGUNAKAN SIMULATOR ANSOFT HFSS VERSI 10.0 DAN CST MICROWAVE STUDIO 2010

BAB I PENDAHULUAN. Wireless Local Area Network (WLAN) merupakan salah satu aplikasi

PERANCANGAN ANTENA HELIX UNTUK FREKUENSI 2,4 GHz

BAB II DASAR TEORI. antena sebagai alat yang mengubah gelombang terbimbing dari saluran tranmisi

PERANCANGAN ANTENA HELIX UNTUK FREKUENSI 2,4 GHz

PERANCANGAN PROTOTYPE ANTENA MIKROSTRIP PATCH ARRAY FREKUENSI 2,76 GHz UNTUK APLIKASI ANTENA RADAR MARITIM

BAB 3 PERANCANGAN ANTENA SEGITIGA

BAB II DASAR TEORI. Antena radio pertama dibuat oleh Heinrich Hertz yang tujuannya untuk

BAB III PERANCANGAN ANTENA DAN SIMULASI

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Jenis-jenis Antena pada Wireless

BAB II DASAR TEORI. (transmitting antenna) adalah sebuah transduser (pengubah) elektromagnetis,

PERANCANGAN ANTENA YAGI UDA 11 ELEMEN PADA FREKUENSI MHz (TVONE) MENGGUNAKAN SOFTWARE NEC-Win Pro V e

Perancangan dan Pembuatan Antena Mikrostrip Telur (Egg) Dengan Slot Lingkaran Pada Frekuensi Ultra Wideband (UWB)

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Unjuk Kerja Antena UWB Egg Berdasarkan Dimensinya

BAB 8 HIGH FREQUENCY ANTENNA. Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk

Materi II TEORI DASAR ANTENNA

LAMPIRAN 1 GRAFIK PENGUKURAN PORT TUNGGAL

BAB II TEORI DASAR ANTENA DAN PROPAGASI GELOMBANG RADIO

BAB 2 DASAR PERANCANGAN COUPLER. Gambar 2.1 Skema rangkaian directional coupler S S S S. ij ji

Kata kunci : Dipole Tunggal, Faktor Pengali Panjang Gelombang, Pola Radiasi, Parameter Antena b. Panjang antena (L) I. PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 PENERAPAN DGS PADA ANTENA SUSUN SINGLE BAND

SIMULASI MODEL INDOOR CEILING MOUNT ANTENNA SEBAGAI PENGUAT SINYAL WI-FI MENGGUNAKAN SIMULATOR ANSOFT HFSS V10.0

Rancang Bangun Dan Analisis Antena Yagi 11 Elemen Dengan Elemen Pencatu Folded Dipole Untuk Jaringan VOIP

DESAIN DAN PEMBUATAN ANTENA LOG - PERIODIC DIPOLE ARRAY PADA RENTANG FREKUENSI MHz DENGAN GAIN 9 dbi

B A B 1 TEORI DASAR ANTENA

STUDI PERANCANGAN SALURAN PENCATU UNTUK ANTENA MIKROSTRIP ARRAY ELEMEN 2X2 DENGAN PENCATUAN APERTURE COUPLED

Analisis Perubahan Fasa Terhadap Pola Radiasi untuk Pengarahan Berkas Antena Stasiun Bumi

BAB II TINJAUAN TEORITIS

APLIKASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENGOPTIMALKAN POLA RADIASI SUSUNAN ANTENA

BAB II TEORI DASAR. tracking untuk mengarahkan antena. Sistem tracking adalah suatu sistem yang

BAB II DASAR TEORI. radiasi antena tidak tetap, tetapi terarah dan mengikuti posisi pemakai (adaptive).

PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP MODEL BOWTIE DENGAN PROXIMITY COUPLING UNTUK MEMPERLEBAR BANDWIDTH

DESAIN DAN PEMBUATAN ANTENA LOG PERIODIC DIPOLE ARRAY PADA RENTANG FREKUENSI MHz DENGAN GAIN 8,5 dbi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 4 PENGUKURAN ANTENA, HASIL dan ANALISA

PERANCANGAN PROTOTYPE ANTENA MIKROSTRIP PATCH ARRAY FREKUENSI 2,76 GHz UNTUK APLIKASI ANTENA RADAR MARITIM

ACOUSTICS An Introduction Book of : Heinrich Kuttruff

Sistem Antena Array Paralel untuk Menghasilkan Lobe Radiasi Utama dalam Arah Bervariasi

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP DIPOLE UNTUK FREKUENSI 2,4 GHz

Modul #04. Susunan Antena. Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi Jurusan Teknik Elektro - Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Bandung 2008

Gambar 2.1 Sistem Koordinat untuk Menganalisis Antena

Desain Antena Array Mikrostrip Tapered Peripheral Slits Pada Frekuensi 2,4 Ghz Untuk Satelit Nano

BAB 3 ANTENA MIKROSTRIP SLOT SATU DAN DUA ELEMEN DENGAN BENTUK RADIATOR SEGIEMPAT

BAB II TEORI DASAR ANTENA DAN ANALISA. Untuk sistim komunikasi tanpa kabel, antena adalah salah satu dari beberapa

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

ANTENA YAGI. Oleh : Sunarto YBØUSJ

BAB III PERANCANGAN ANTENA ARRAY FRACTAL MIKROSTRIP

Gambar 4.1 Konfigurasi pengukuran port tunggal

Antena. Prinsip dan Aplikasi

UNTUK OLEH : : NIM SEMARANG

BAB II ANTENA MIKROSTRIP

Pertemuan 9 SISTEM ANTENA. DAHLAN ABDULLAH

STUDI PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP MULTI-PATCH STACKED DUAL-BAND PADA FREKUENSI WiMAX (3,3 GHZ DAN 5,8 GHZ)

PERBANDINGAN KINERJA ANTENA MIKROSTRIP SUSUN DUA ELEMEN PATCH

SKRIPSI. PERANCANGAN ANTENA BOW-TIE MIKROSTRIP PADA FREKUENSI 1.6 GHz UNTUK SISTEM GROUND PENETRATING RADAR (GPR) ALFIN HIDAYAT

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

RANCANG BANGUN ANTENA MIKROSTRIP PATCH ARRAY SEGIEMPAT TRIPLE-BAND (2,3 GHz, 3,3 GHz dan 5,8GHz) Disusun Oleh : RAMLI QADAR NIM :

STUDI PERANCANGAN ANTENA SUSUN MIKROSTRIP PATCH SEGIEMPAT DUAL-BAND (2.4 GHz dan 3.3 GHz) Oleh APLI NARDO SINAGA

BAB II DASAR TEORI. Universitas Sumatera Utara

Mata Kuliah: ANTENA & PROPAGASI. Oleh: Budi Aswoyo

Perancangan, Realisasi, dan Pengujian Antena Helik Mode Axial pada Access Point Wireless-G 2,4 GHz Broadband Linksys

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

CATATAN PRAKTIKUM ET 3200 PRAKTIKUM TEKNIK TELEKOMUNIKASI 4 Antena dan propagasi gelombang. Kontribusi : Dr.-Ing. Chairunnisa

BAB II DASAR TEORI. Antena adalah sebuah komponen yang dirancang untuk bisa memancarkan

Desain Antena Hexagonal Patch Array untuk Peningkatan Gain dan Bandwidth pada Frekuensi 2,4 GHz

Transkripsi:

BAB IV ANALISA ANTENA ARRAY PADA ANTENA RADAR CUACA PESAWAT EMBRAER 135 4.1 Analisa Single Slot antena Untuk menganalisa sebuah slot, maka slot tersebut dapat diasumsikan sebagai dua dipol dengan radius. Dengan prinsip Babinet Booker, kita dapat menggunakan prinsip matematika yang sama dengan yang antena dipol gunakan. Baik dipol maupun slot keduanya beradiasi dengan pola yang sama namun berbeda dalam polarisasi. Slot bisa diasumsikan sebagai dua buah dipol. Tegangan yang melalui slot berpropagasi sepanjang slot menuju ke akhir sirkuit. Dapat dilihat pada gambar 4.1 distribusi arus untuk slot/dipol dengan variasi panjang elemen (semua dalam lambda) dengan simulasi menggunakan software MATLAB. Panjang Elemen Distribusi arus Polar Plot.8.7 λ/4.6.5.4.3.2-9 9 12 12.1 15 15 -.2 -.15 -.1 -.5.5.1.15 18 λ/2 1.9.8.7.6.5.4.3.2-9 9 12 12.1 -.25 -.2 -.15 -.1 -.5.5.1.15.2.25 15 18 15 3/4λ 1.9.8.7.6.5.4.3.2-9 9 12 12.1 15 15 -.4 -.3 -.2 -.1.1.2.3.4 18 31

32 λ 1.9.8.7.6.5.4.3.2-9 9 12 12.1 15 15 -.5 -.4 -.3 -.2 -.1.1.2.3.4.5 18 1.5λ 1.9.8.7.6.5.4.3.2-9 9 12 12.1 15 15 -.8 -.6 -.4 -.2.2.4.6.8 18 3λ 1.9.8.7.6.5.4.3.2-9 9 12 12.1 15 15-1.5-1 -.5.5 1 1.5 18 Gambar 4.1. Simulasi slot antena dengan beberapa panjang gelombang Distribusi tegangan pada slot adalah sama dengan arus magnet pada dipol dan begitu sebaliknya. Dapat terlihat pada gambar bahwa tengah-tengah antena diasumsi sebagai sumber input, sehingga bentuk gelombang yang berpropagasi terlihat seperti pada gambar 4.1. Kemudian pada gambar dapat dilihat pula bahwa semakin besar panjang gelombang, maka akan semakin tinggi direktivitasnya, namun akan semakin menambah lobe yang ada. Berdasarkan perbandingan di atas, maka dapat dikatakan bahwa sebuah dipol atau slot akan mempunyai pola gelombang dan direktivitas terbaik tanpa adanya tambahan lobe pada panjang gelombang λ/2. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa pola radiasi berubah menurut faktor pengali setengah panjang gelombang. Jumlah lobe pada masing-masing sisi antena tergantung dari kelipatan ½ panjang gelombang (λ/2) yang digunakan. Arah arus menunjukkan bahwa fasa arus berubah 18 untuk setiap perpindahan dari satu potongan λ/2 ke potongan λ/2 berikutnya. Jumlah lobe pada antena dipol tunggal (L = ½ λ) hanya terdiri dari major lobe saja, sehingga lebih terarah ke tujuan yang sebenarnya daripada ke arah yang lain, sehingga lebih efisien. Kebutuhan akan direktivitas dan gain yang tinggi tidak dapat dipenuhi oleh sebuah slot antena. Menambah panjang gelombang tidak menyelesaikan

33 masalah, karena direktivitas bertambah namun juga disertai dengan keberadaan lobe lainnya yang juga bertambah. 4.2 Analisa Antena Array 4.2.1 Analisa Antena Array elemen sepanjang sumbu Z Array adalah gabungan antena yang dibentuk dari dua atau lebih radiator dasar. Setiap radiator dinamakan sebagai elemen. Elemen yang digunakan disini adalah terbentuk dari slot, dan analisa mengenai slot sudah diketahui di bagian sebelumnya. Analisa untuk antena array dimulai dengan linier array. Gambar 4.2 menunjukkan simulasi dua dimensi antena array linier yang terdiri dari beberapa elemen yang identik yang diletakkan pada sumbu Z. Elemen merupakan slot dengan jarak antar elemen yang disimulasikan pada jarak d yang berbeda. Jumlah elemen.25 λ.5 λ.75λ λ 4 8 1 12 Gambar 4. 2 Simulasi untuk sejumlah N elemen sepanjang sumbu Z dengan variasi jarak d (dalam λ) Sesuai dengan hasil yang didapat pada sebuah slot antena, maka dapat dilihat bahwa total medan dari sebuah linier array adalah sama dengan perkalian dari satu elemen dengan faktor array. Pada gambar dua dimensi perhitungan yang

34 dilakukan dengan MATLAB di atas, terlihat bahwa pola radiasi dipengaruhi oleh jumlah elemen dan juga jarak antar elemen atau salah satunya. Pada jumlah elemen yang lebih kecil dengan jarak antar elemen yang kecil, terlihat direktivitas yang terjadi menjadi kecil dan lobe tambahan yang ada tidak banyak. Pada saat elemen ditambah dengan jarak antar elemen yang kecil, terdapat perbaikan pada direktivitas, tapi sejalan juga dengan tambahan lobe lainnya. Begitu juga saat jumlah elemen sedikit tapi jarak antar elemen ditambah, maka akan terjadi penambahan direktivitas dan penambahan lobe tambahan. Sesuai tujuan antena array yaitu untuk mendapatkan gain yang tinggi tanpa harus menambah panjang antena, maka penambahan elemen dengan jarak antar elemen kurang dari λ merupakan pilihan terbaik, namun juga tetap harus diperhitungkan adanya penambahan lobe, sehingga antena array linier menjadi terbatas hanya untuk mendapatkan direktivitas atau gain yang tidak terlalu tinggi karena akan dibatasi oleh L atau jumlah total panjang antena berdasarkan jumlah jarak antar elemen yang terjadi. Tabel berikut memperlihatkan hasil perhitungan untuk Half Power Beamwidth (HPBW) dan Direktivitas (D) oleh software matlab berdasarkan gambar 4.2. Tabel 4.1. Perbandingan perhitungan HPBW dan D Jumlah HPBW D elemen λ/4 λ/2 ¾ λ λ λ/4 λ/2 ¾ λ λ 4 54 26 17 55 3 6 7 6 8 25 12 8 38 6 9 1 9 1 2 1 6 34 7 1 11 1 12 17 8 5 31 8 11 12 1 Dari table 4.1 ini dapat dilihat suatu perbandingan bahwa Half Power Beamwidth (HPBW) berbanding terbalik dengan direktivitas. Semakin kecil HPBW, maka akan semakin besar direktivitas dan pola radiasi semakin terarah.

35 Jumlah elemen λ/4 λ/2 ¾ λ λ 4 8 1 12 Gambar 4. 3 Simulasi polar plot untuk sejumlah N elemen sepanjang sumbu Z dengan variasi jarak d (dalam λ) Dari gambar 4.3 juga dapat diketahui bahwa semakin banyak jumlah lobe, maka major lobe yang paling dekat dengan sumbu akan selalu lebih besar dari yang lain sedangkan lobe yang lainnya yaitu minor lobe berada di luar major lobe. Saat panjang gelombang bertambah, direktivitas akan semaikin runcing namun pola radiasi akan semakin tidak terarah atau tidak jelas dikarenakan banyaknya lobe tambahan terutaman keberadaan major lobe. 4.2.2 Analisa Antena Array elemen sepanjang sumbu X Gambar 4.4 menunjukkan pola radiasi dari faktor array dan direktivitas serta polar plot dari beberapa elemen yang diletakkan sepanjang sumbu X.

36 Dapat terlihat dari gambar 4.4 untuk antena linier array yang diletakkan sepanjang sumbu X dan dibandingkan dengan gambar 4.3 untuk antena linier array dengan penempatan elemen sepanjang sumbu Z, terdapat perbedaan orientasi pola radiasi. Semua yang berlaku pada antena linier array untuk elemen sepanjang sumbu Z akan berlaku juga untuk antena dengan penempatan elemen pada sumbu X ataupun Y. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa secara numerik dan perhitungan terdapat perbedaan untuk kedua antena, namun pola radiasi yang terbentuk akan sama dengan perbedaan pada arah orientasi pola radiasinya yang akan selalu keluar dari tengah slot. Jumlah elemen λ/4 λ/2 ¾ λ λ 4 8 (< φ <3 derajat) 1-4 -18-32 1-46 9 9 12 12 15 18 15 12 Gambar 4.4 Simulasi polar plot untuk sejumlah N elemen sepanjang sumbu X dengan variasi jarak d (dalam λ)

37 4.2.3 Analisa antena planar array Antena linier array diketahui mampu mendapatkan direktivitas atau gain yang lebih baik daripada antena single slot, namun kembali menemui keterbatasan saat dia diminta untuk mendapatkan gain yang lebih tinggi tanpa adanya lobe tambahan yang akan terus bertambah dan terjadinya major lobe yang akan mengganggu pola radiasi yang diinginkan. Marilah kita lihat gambar tiga dimensi array planar yang telah dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak MATLAB dan berdasarkan data yang didapatkan. Gambar 4.5. Gambar tiga dimensi antena planar array dengan jumlah elemen 12 dan jarak dx,6λ dan jarak dy,8λ Gambar di atas adalah gambar tiga dimensi dari antena planar array dengan dimensi Mx (jumlah elemen pada sumbu x) berjumlah 12 dan Ny (jumlah elemen pada sumbu y) sebanyak 12, jarak antar elemen pada sumbu x (dx) adalah,6 λ jarak antar elemen pada sumbu y (dy) sebesar,8λ. Pola radiasi tiga dimensi yang dihasilkan perangkat lunak tidak memperlihatkan secara jelas karakteristik antena yang diinginkan, karena pada dasarnya pola radiasi akan terlihat hampir sama. Maka hasil simulasi dua dimensi

38 kembali digunakan untuk mendapatkan analisa yang lebih baik dari antena array planar dengan dimensi yang berubah. Mx = 4, Ny = 4 dx =,6 dy =,8 dx =,6 dy =,6 dx =,8 dy =,8 dx =,8 dy =,6 9 9 9 9 2 4 12 28 44 db 44 28 12 4 2 9 9 2 4 12 28 44 db 44 28 12 4 2 2 4 12 28 44 db 44 28 12 4 2 Mx = 8, Ny = 8 HPBW = 2.5 ; D = 15.6 HPBW = 22.33 ; D = 14,6 HPBW = 16.7 ; D = 16.5 HPBW = 17.6 ; D = 15,6 9 9 9 9 9 9 12 6 24 42 db 42 24 6 12 12 6 24 42 db 42 24 6 12 12 6 24 42 db 42 24 6 12 Mx = 12, Ny = 12 HPBW = 9.9 ; D = 21.8 HPBW = 1.87 ; D = 2.9 HPBW = 8.2 ; D = 22.7 HPBW = 8.6 ; D = 21.9 9 9 12 6 24 42 db 42 24 6 12 9 9 9 9 12 6 24 42 db 42 24 6 12 12 6 24 42 db 42 24 6 12 Mx = 16, Ny = 16 HPBW = 6.6 ; D = 25.7 HPBW = 6.6 ; D = 25.6 HPBW = 5.4 ; D = 26.5 HPBW = 5.7 ; D = 25,6 9 9 9 9 9 9 12 6 24 42 db 42 24 6 12 12 6 24 42 db 42 24 6 12 12 6 24 42 db 42 24 6 12 Mx = 32 Ny = 32 HPBW = 4.9 ; D = 28.35 HPBW = 5.4 ; D = 27.3 HPBW = 4.1 ; D = 29.4 HPBW = 4.3 ; D = 28.3 9 9 9 9 9 9 4 2 2 4 db 4 2 2 4 4 2 2 4 db 4 2 2 4 4 2 2 4 db 4 2 2 4 HPBW = 2.5 ; D = 34.9 HPBW = 2.7 ; D = 33.7 HPBW =2. ; D = 36.1 HPBW = 2.1 ; D = 34.9 Gambar 4.6. Matriks perbandingan planar array dengan variasi jumlah elemen (Mx dan Ny) dan variasi jarak antar elemen (dx dan dy dalam λ) Gambar matriks di atas adalah gambar dua dimensi dari antena dengan variasi jarak yang berbeda dan jumlah elemen Mx dan Ny yang berbeda pula yang berhasil disimulasikan dengan MATLAB yang dipotong horizontal.

39 Melihat perbandingan di atas, dapat terlihat bahwa jumlah elemen yang sedikit akan menghasilkan pola radiasi dengan gain atau direktivitas yang tidak terlalu terarah atau tidak direktif walaupun jarak antar elemen divariasikan. Sedikit perubahan terjadi namun tidak signifikan bila kita menginginkan direktivitas yang terarah. Dengan penambahan jumlah elemen masing-masing pada sumbu x dan sumbu y, maka terjadi perubahan pola radiasi yang lebih baik. Pola radiasi kembali berulang sama seperti pada antena yang lainnya, bahwa pada saat direktivitas bertambah, maka akan bertambah pula jumlah lobe tambahan. Bertambahnya lobe tambahan yang terlalu banyak tentu saja tidak diharapkan, karenanya dengan perbandingan yang dihasilkan dari simulasi di atas, pemilihan jumlah slot planar 12 x 12 dan dengan jarak dx =.6 λ dan dy =.8 λ adalah merupakan keputusan terbaik mengingat antena radar yang terpasang pada pesawat Embraer 135 ini berukuran 12 inch atau sekitar cm dengan slot berukuran ½ λ. Selain hal tersebut di atas yang didapatkan, maka bila kita lihat perbandingan gain atau direktivitas yang dihasilkan oleh planar array dengan yang dihasilkan oleh linier array, maka didapat kesimpulan bahwa planar array mampu menghasilkan gain yang lebih tinggi. Itulah sebabnya pula, planar array dijadikan pilihan untuk antena radar ini yang diharapkan mampu menghasilkan gain dan direktivitas yang maksimum dengan dimensi yang minimum. 4.2.4 Perbandingan hasil pengukuran pabrik dan hasil perhitungan simulasi MATLAB Gambar 4.7 memperlihatkan hasil perhitungan dengan menggunakan perangkat lunak MATLAB (- - -) dan hasil pengukuran yang dilakukan oleh pabrik (-----). Gambar dengan menggunakan MATLAB adalah gambar perhitungan planar array dengan dimensi Mx yaitu jumlah elemen pada sumbu x = 12, Ny yaitu jumlah elemen pada sumbu y = 12, dx yaitu jarak antar elemen pada sumbu x =,6λ dan dy yaitu jarak antar elemen pada sumbu y =,8 λ.

4 Gambar 4.7. Perbandingan hasil pengukuran dan hasil perhitungan Pada gambar di atas dapat dilihat, bahwa hasil berdasarkan perhitungan MATLAB dan hasil pengukuran pabrik tidak terlihat jauh berbeda. Pola radiasi yang terbentuk hampir mirip, side lobe yang terbentuk dari hasil pengukuran masih dalam batas yang diinginkan berdasarkan pengukuran, dan hasil perhitungan memperlihatkan bahwa side lobe yang terbentuk tidak sebanyak yang terdapat pada pengukuran. Besarnya amplitudo yang terbentuk-pun hampir sama, dengan hasil pada perhitungan terlihat lebih direktif. Gain yang didapat dari hasil perhitungan MATLAB seperti terlihat pada gambar 4.6 adalah 25,7 db, sementara melihat spesifikasi pabrik untuk antena ini disebutkan bahwa gain antena ini adalah 28 db. Memang ada sedikit perbedaan antara hasil pengukuran dan hasil perhitungan, namun hal ini dapat dikatakan masih dalam batas toleransi sebuah alat untuk berkinerja. Hasil perhitungan yang didapat adalah murni dengan asumsi semua dalam keadaan ideal dan juga dipengaruhi oleh keakuratan data yang dimasukkan ke dalam perangkat lunak. Hasil pengukuran pabrik akan sangat dipengaruhi oleh berbagai macam hal diantaranya antena itu sendiri, alat

41 pengukurnya, komponen-komponen tambahan pada antena yang akan dapat menambah kinerja antena dan hal lainnya. Namun berdasarkan hasil yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa bila data yang dimasukkan serta program yang dijalankan benar, maka akan didapat hasil yang cukup akurat. Perangkat lunak MATLAB dapat dijadikan solusi dalam analisa ataupun perancangan sebuah antena dikarenakan hasilnya yang cukup memadai.