SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69/PMK.04/2012 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69/PMK.04/2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/PMK.04/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90/PMK.04/2012 TENTANG

2011, No.94 2 barang untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial dan kebudayaan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76/PMK. 011/2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59/PMK.04/2014 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 63/PMK.04/2011 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR63/PMK.04/2011 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

2011, No.95 2 umum, perlu dilakukan penyesuaian terhadap mekanisme pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang oleh Pemerintah Pusat atau Pemerin

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

63/PMK.04/2011 REGISTRASI KEPABEANAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.011/2009 TENTANG

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG PROSEDUR DAN MEKANISME PENYALURAN CADANGAN BERAS PEMERINTAH UNTUK PENANGANAN TANGGAP DARURAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

2015, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

2015, No c. bahwa dalam rangka mendukung penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Bidang Keuangan di Badan Koordinasi Penanaman Modal, perlu

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

GULANG BENCANA BENCAN DAERAH KABUPATEN KABUPATE MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS,

2016, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Neg

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 122/PMK. 04/2011 TENTANG

1 of 5 21/12/ :57

-2- kepolisian, termasuk suku cadang, serta barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang yang dipergunakan bagi keperluan pertahanan d

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2018 TENTANG KETENTUAN IMPOR JAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

No. 1411, 2014 BNPB. Logistik. Peralatan. Penanggulangan Bencana. Manajemen. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUB NOMOR 39/PMK.04/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 240/PMK.06/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 228/PMK.04/2014 TENTANG

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PRT/M/2013 TENTANG PEDOMAN PENANGGULANGAN DARURAT BENCANA AKIBAT DAYA RUSAK AIR

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 240/PMK.06/2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/PERMEN-KP/2014 TENTANG

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/PMK.04/2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/PMK.04/2017 TENTANG PENUNDAAN PEMBAYARAN UTANG BEA MASUK, BEA KELUAR,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

2016, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, dan dalam rangka memberikan pelayanan kep

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123/PMK.06/2013 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENGGUNAAN BERAS REGULER DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.460, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Penghapusan. Barang Milik Negara. Provinsi Sumatera Barat. Provinsi Jambi.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123/PMK.06/2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA YANG BERASAL DARI ASET LAIN-LAIN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 2 TAHUN : 2010 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG

PEDOMAN BANTUAN LOGISTIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TEGAL

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123/PMK.06/2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA YANG BERASAL DARI ASET LAIN-LAIN

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN TUBAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.04/2011 TENTANG IMPOR SEMENTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 274/PMK.04/2014 TENTANG

1 of 5 21/12/ :45

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

2 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Impor Sementara Dengan Menggu

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-1- PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 2 /BC/2011 TENTANG PENGELOLAAN JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

2 ketentuan mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesi

SALINAN MENTERI NOMOR DENGAN. Pembuatan. elektronika. barang. terhadap. impor. c. bahwa. telah memenuhi. Komponen. dan bahan. Bea Masuk.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69/PMK.04/2012 TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI ATAS IMPOR BARANG KIRIMAN HADIAH/HIBAH UNTUK KEPENTINGAN PENANGGULANGAN BENCANA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 25 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, atas impor barang kiriman hadiah/hibah untuk kepentingan penanggulangan bencana alam diberikan pembebasan bea masuk; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 25 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pembebasan Bea Masuk dan/atau Cukai atas Impor Barang Kiriman Hadiah/Hibah untuk Kepentingan Penanggulangan Bencana Alam; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661); 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755); 3. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI ATAS IMPOR BARANG KIRIMAN HADIAH/HIBAH UNTUK KEPENTINGAN PENANGGULANGAN BENCANA ALAM. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Undang Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006. 2. Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang selanjutnya disingkat BNPB adalah lembaga pemerintah non kementerian yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden yang dibentuk dalam rangka menjalankan tugas dan fungsi penyelenggaraan penanggulangan bencana. 3. Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang selanjutnya disingkat BPBD adalah perangkat daerah yang dibentuk untuk melaksanakan tugas dan fungsi penanggulangan bencana di daerah. 4. Bencana Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. 5. Tanggap Darurat Bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. 6. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana. 7. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana. 8. Logistik adalah segala sesuatu yang berwujud dan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup manusia yang terdiri atas sandang, pangan dan papan atau

turunannya seperti sembako, obat, pakaian dan kelengkapannya, air, jas tidur, dan sebagainya. 9. Peralatan adalah segala bentuk alat dan peralatan yang dapat dipergunakan untuk membantu penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana, pemenuhan kebutuhan dasar dan untuk pemulihan segera prasarana dan sarana vital. 10. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan. 11. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. 12. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. 13. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan. BAB II PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI Pasal 2 (1) Atas impor barang kiriman hadiah/hibah untuk kepentingan penanggulangan Bencana Alam diberikan pembebasan bea masuk dan/atau cukai. (2) Pembebasan bea masuk dan/atau cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan dalam kondisi sebagai berikut: a. masa Tanggap Darurat Bencana; b. masa transisi menuju Rehabilitasi dan Rekonstruksi; atau c. masa Rehabilitasi dan Rekonstruksi. (3) Kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dinyatakan secara tertulis oleh BNPB, BPBD, atau Pemerintah Daerah. (4) Pembebasan bea masuk dan/atau cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya diberikan terhadap barang yang dimasukkan melalui pintu masuk (entry point) bantuan internasional yang telah ditetapkan oleh BNPB atau BPBD. Bagian Kesatu Barang Kiriman Hadiah/Hibah yang Mendapat Pembebasan Bea Masuk dan/atau Cukai Pasal 3 (1) Barang kiriman hadiah/hibah untuk kepentingan penanggulangan Bencana Alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), meliputi Logistik dan Peralatan. (2) Peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikelompokkan menjadi:

a. kelompok kendaraan bermotor dan/atau alat berat; dan b. kelompok barang selain kendaraan bermotor dan/atau alat berat. Bagian Kedua Subjek yang Mendapat Pembebasan Bea Masuk dan/atau Cukai Pasal 4 (1) Pemohon yang dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan pembebasan bea masuk dan/atau cukai atas impor barang kiriman hadiah/hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dalam kondisi masa Tanggap Darurat Bencana dan masa transisi menuju Rehabilitasi dan Rekonstruksi adalah: a. badan atau lembaga yang bergerak di bidang ibadah untuk umum, amal, sosial, atau kebudayaan; b. Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; atau c. lembaga internasional atau lembaga asing non pemerintah. (2) Pemohon yang dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan pembebasan bea masuk dan/atau cukai atas impor barang kiriman hadiah/hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dalam kondisi masa Rehabilitasi dan Rekonstruksi adalah: a. badan atau lembaga yang bergerak di bidang ibadah untuk umum, amal, sosial, atau kebudayaan; atau b. Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. (3) Dalam hal pemohon yang mengajukan permohonan untuk memperoleh pembebasan bea masuk dan/atau cukai dalam kondisi masa Rehabilitasi dan Rekonstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah lembaga internasional atau lembaga asing non pemerintah, terhadap pengajuan permohonan tersebut berlaku ketentuan mengenai pembebasan bea masuk dan/atau cukai untuk badan internasional dan pejabatnya. (4) Badan atau lembaga yang mengajukan permohonan pembebasan bea masuk dan/atau cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. badan atau lembaga tersebut merupakan badan hukum yang berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. pendirian badan hukum sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang dibuktikan dengan akta notaris; dan c. badan atau lembaga tersebut bersifat non profit.

Bagian Ketiga Pengajuan Pembebasan Bea Masuk dan/atau Cukai Pasal 5 (1) Untuk mendapatkan pembebasan bea masuk dan/atau cukai atas impor barang kiriman hadiah/hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dalam kondisi masa Tanggap Darurat Bencana dan masa transisi menuju Rehabilitasi dan Rekonstruksi, pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pabean tempat pemasukan barang dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan: a. daftar barang yang diajukan fasilitas pembebasan bea masuk dan/atau cukai, yang telah ditandasahkan oleh BNPB, BPBD, atau Gubernur di daerah tertimpa bencana atau tempat pemasukan barang di luar lokasi Bencana Alam; b. surat keterangan dari pemberi hadiah/hibah di luar negeri (gift certificate) yang dalam pengadaannya tidak menggunakan devisa Indonesia dan terdapat pernyataan bahwa barang tersebut adalah barang kiriman hadiah/hibah; dan c. rekomendasi BNPB, BPBD, atau Gubernur di daerah tertimpa bencana atau tempat pemasukan barang di luar lokasi Bencana Alam. (3) Dalam hal barang kiriman hadiah/hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 merupakan barang yang terkena ketentuan larangan dan/atau pembatasan barang impor, selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan harus dilampiri dengan: a. surat rekomendasi dari instansi teknis terkait yang berwenang menetapkan peraturan mengenai larangan dan/atau pembatasan barang impor; atau b. daftar barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a yang ditandasahkan oleh BNPB atau BPBD setelah mendapat pelimpahan wewenang dari instansi teknis terkait sebagaimana dimaksud pada huruf a. (4) Dalam hal pemohon tidak dapat melampirkan surat keterangan dari pemberi hadiah/hibah di luar negeri (gift certificate) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, pemohon dapat melampirkan surat keterangan atau surat pernyataan barang kiriman hadiah/hibah dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (5) Atas permohonan pembebasan bea masuk dan/atau cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean

meneruskan permohonan kepada Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk. (6) Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. (7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai pembebasan bea masuk dan/atau cukai. (8) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk atas nama Menteri menyampaikan surat pemberitahuan yang menyebutkan alasan penolakan. Pasal 6 (1) Untuk mendapatkan pembebasan bea masuk dan/atau cukai atas impor barang kiriman hadiah/hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dalam kondisi masa Rehabilitasi dan Rekonstruksi, pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan: a. rincian jumlah dan jenis barang yang dimintakan pembebasan bea masuk dan/atau cukai beserta nilai pabeannya; b. surat keterangan dari pemberi hadiah/hibah di luar negeri (gift certificate) yang dalam pengadaannya tidak menggunakan devisa Indonesia dan terdapat pernyataan bahwa barang tersebut adalah barang kiriman hadiah/hibah; dan c. rekomendasi dari BNPB atau BPBD. (3) Dalam hal barang kiriman hadiah/hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 merupakan barang yang terkena ketentuan larangan dan/atau pembatasan barang impor, selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan harus dilampiri dengan surat rekomendasi dari instansi teknis terkait yang berwenang menetapkan peraturan mengenai larangan dan/atau pembatasan barang impor. (4) Atas permohonan pembebasan bea masuk dan/atau cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak

tanggal permohonan diterima secara lengkap. (5) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai pembebasan bea masuk dan/atau cukai. (6) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk atas nama Menteri menyampaikan surat pemberitahuan yang menyebutkan alasan penolakan. BAB III PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI DENGAN MENGGUNAKAN JAMINAN (VOORUITSLAG) Bagian Kesatu Jaminan Pasal 7 (1) Atas impor barang kiriman hadiah/hibah untuk kepentingan penanggulangan Bencana Alam diberikan persetujuan pengeluaran barang impor untuk dipakai dengan menggunakan jaminan (vooruitslag). (2) Penggunaan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan sebagai berikut: a. untuk kondisi masa Tanggap Darurat Bencana, dan masa transisi menuju Rehabilitasi dan Rekonstruksi digunakan jaminan tertulis sesuai peraturan perundang-undangan mengenai jaminan dalam rangka kepabeanan yang dikeluarkan oleh Kepala BNPB, Kepala BPBD, atau Pejabat Pemerintah Daerah paling rendah setingkat Eselon II. b. untuk kondisi masa Rehabilitasi dan Rekonstruksi digunakan: 1) jaminan tunai, customs bond, atau garansi bank (bank guarantee) sesuai peraturan perundang-undangan mengenai jaminan dalam rangka kepabeanan atas impor barang kiriman hadiah/hibah oleh badan atau lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a; atau 2) jaminan tertulis sesuai peraturan perundang-undangan mengenai jaminan dalam rangka kepabeanan yang dikeluarkan oleh Pejabat Pemerintah Pusat atau Pejabat Pemerintah Daerah paling rendah setingkat Eselon II. Bagian Kedua Pengajuan Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai Dengan Menggunakan Jaminan (Vooruitslag) Pasal 8 (1) Dalam kondisi masa Tanggap Darurat Bencana dan masa

transisi menuju Rehabilitasi dan Rekonstruksi, surat rekomendasi dari: a. BNPB atau BPBD; b. Gubernur di daerah yang tertimpa Bencana Alam; atau c. Gubernur di daerah tempat pemasukan barang di luar lokasi Bencana Alam, diperlakukan sebagai permohonan pengeluaran barang impor untuk dipakai dengan menggunakan jaminan (vooruitslag) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1). (2) Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) mengajukan surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor Pabean tempat pemasukan barang dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (3) Pengajuan surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilampiri dengan: a. daftar barang yang diajukan fasilitas pembebasan bea masuk dan/atau cukai, yang telah ditandasahkan oleh BNPB, BPBD, atau Gubernur di daerah tertimpa bencana atau tempat pemasukan barang di luar lokasi Bencana Alam; b. dokumen pelengkap pabean (invoice, packing list, airwaybill atau bill of lading); c. surat keterangan dari pemberi hadiah/hibah di luar negeri (gift certificate) yang dalam pengadaannya tidak menggunakan devisa Indonesia dan terdapat pernyataan bahwa barang tersebut adalah barang kiriman hadiah/hibah; dan d. jaminan tertulis dari Kepala BNPB, Kepala BPBD, atau Pejabat Pemerintah Pusat atau Pejabat Pemerintah Daerah paling rendah setingkat Eselon II. (4) Dalam hal barang kiriman hadiah/hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 merupakan barang yang terkena ketentuan larangan dan/atau pembatasan barang impor, selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan harus dilampiri dengan: a. surat rekomendasi dari instansi teknis terkait yang berwenang menetapkan peraturan mengenai larangan dan/atau pembatasan barang impor; atau b. daftar barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a yang ditandasahkan oleh BNPB atau BPBD setelah mendapat pelimpahan wewenang dari instansi teknis terkait sebagaimana dimaksud pada huruf a. (5) Dalam hal pemohon tidak dapat melampirkan surat keterangan dari pemberi hadiah/hibah di luar negeri (gift certificate) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, pemohon melampirkan surat keterangan atau surat pernyataan barang kiriman hadiah/hibah sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4). (6) Ketentuan untuk melampirkan dokumen pelengkap pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, dikecualikan terhadap importasi barang-barang yang diangkut oleh sarana pengangkut militer dan digantikan oleh cargo manifest yang ditandatangani oleh pimpinan sarana pengangkut militer tersebut. Pasal 9 Dalam kondisi masa Rehabilitasi atau Rekonstruksi, tata cara pengajuan pengeluaran barang impor untuk dipakai dengan menggunakan jaminan (vooruitslag) dilaksanakan sesuai peraturan perundangan-undangan mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai dengan menggunakan jaminan (vooruitslag). BAB IV PEMBERITAHUAN PABEAN IMPOR Pasal 10 (1) Pemberitahuan pabean atas impor barang kiriman hadiah/hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK). (2) Pemenuhan administrasi pabean atas Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) yang belum diselesaikan kewajiban kepabeanannya, dilakukan dengan menyatukan keputusan mengenai pemberian pembebasan bea masuk dan/atau cukai yang telah diterbitkan pada berkas Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK). BAB V PENYELESAIAN KEWAJIBAN PABEAN Pasal 11 Terhadap barang kiriman hadiah/hibah untuk kepentingan penanggulangan Bencana Alam berupa kendaraan bermotor dan/atau alat berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a yang telah mendapatkan keputusan pembebasan bea masuk dan/atau cukai, dilakukan dengan cara: a. pemindahtanganan; b. dimusnahkan; atau c. diekspor kembali. Bagian Kesatu Pemindahtanganan Pasal 12 (1) Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a berupa pemindahan hak, alih aset, atau perubahan

penggunaan barang bantuan untuk kegiatan lain di luar peruntukannya oleh penerima fasilitas pembebasan bea masuk dan/atau cukai. (2) Untuk mendapatkan persetujuan pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a, pemohon mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk. (3) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah: a. badan atau lembaga yang bergerak di bidang ibadah untuk umum, amal, sosial, atau kebudayaan; b. Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; atau c. lembaga internasional atau lembaga asing non pemerintah. (4) Untuk kendaraan bermotor dan alat berat, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan oleh pimpinan atau pejabat yang berwenang dari pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan harus dilampiri dengan: a. keputusan mengenai pemberian fasilitas pembebasan bea masuk dan/atau cukai; b. Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK); dan c. bukti fisik asli berupa foto, cek fisik nomor mesin, dan nomor rangka kendaraan bermotor atau alat berat. (5) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan untuk kendaraan bermotor, selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), permohonan harus dilampiri dengan Formulir B. (6) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. (7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai pembebasan bea masuk dan/atau cukai. (8) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditolak, Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk atas nama Menteri menyampaikan surat pemberitahuan yang menyebutkan alasan penolakan. Bagian Kedua Pemusnahan Pasal 13 (1) Untuk mendapatkan persetujuan pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b, pemohon mengajukan

permohonan kepada Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk, dengan menyebutkan alasan pemusnahan. (2) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. badan atau lembaga yang bergerak di bidang ibadah untuk umum, amal, sosial, atau kebudayaan; b. Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; atau c. lembaga internasional atau lembaga asing non pemerintah. (3) Untuk kendaraan bermotor dan alat berat, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan: a. keputusan mengenai pembebasan bea masuk dan/atau cukai; b. Pemberitahuan Impor barang Khusus (PIBK); dan c. bukti fisik asli berupa foto, cek fisik nomor mesin, dan nomor rangka kendaraan bermotor atau alat berat. (4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan untuk kendaraan bermotor, selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), permohonan harus dilampiri dengan Formulir B. (5) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. (6) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai persetujuan pemusnahan tanpa kewajiban membayar bea masuk dan/atau cukai. (7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk atas nama Menteri menyampaikan surat pemberitahuan yang menyebutkan alasan penolakan. Bagian Ketiga Ekspor Pasal 14 (1) Untuk mendapatkan persetujuan diekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c, pemohon mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk, dengan menyebutkan alasan diekspor kembali.

(2) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. badan atau lembaga yang bergerak di bidang ibadah untuk umum, amal, sosial, atau kebudayaan; b. Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; atau c. lembaga internasional atau lembaga asing non pemerintah. (3) Untuk kendaraan bermotor dan alat berat, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan: a. keputusan mengenai pembebasan bea masuk dan/atau cukai; b. Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK); dan c. bukti fisik asli berupa foto, cek fisik nomor mesin, dan nomor rangka kendaraan bermotor atau alat berat. (4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan untuk kendaraan bermotor, selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), permohonan harus dilampiri dengan Formulir B. (5) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. (6) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai persetujuan diekspor kembali tanpa disertai kewajiban membayar bea masuk dan/atau cukai. (7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk atas nama Menteri menyampaikan surat pemberitahuan yang menyebutkan alasan penolakan. BAB VI PENGAWASAN Pasal 15 (1) Terhadap barang impor kiriman hadiah/hibah yang diberikan pembebasan bea masuk dan/atau cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dilakukan pemeriksaan pabean meliputi penelitian dokumen dan/atau pemeriksaan fisik. (2) Penerima fasilitas pembebasan bea masuk dan/atau cukai yang tidak memenuhi ketentuan mengenai pembebasan bea masuk dan/atau cukai atas impor barang kiriman hadiah/hibah, wajib membayar bea masuk yang terutang

dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 16 Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, ketentuan mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai dengan menggunakan jaminan (vooruitslag) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.04/2007 tentang Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai Dengan Menggunakan Jaminan (Vooruitslag), dinyatakan tidak berlaku untuk kondisi masa Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Pasal 17 Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Mei 2012 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. AGUS D.W. MARTOWARDOJO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 7 Mei 2012 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 491