TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh karena itu, sumber air sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas dan kualitasnya. Di Indonesia, umumnya sumber air minum berasal dari air permukaan (surface water), air tanah, (ground water), dan air hujan. Termasuk air permukaan adalah air sungai dan air danau, sedangkan air tanah dapat berupa air sumur dangkal, air sumur dalam, maupun mata air (Marsaulina dkk., 2012). Interaksi dari berbagiai komponen lingkungan yang membentuk suatu sistem disebut sebagai sistem ekologi atau ekosistem. Hubungan timbal balik dalam suatu ekosistem memiliki tingkat keserasian dan tingkat keselarasan yang tinggi dalam perjalanan ruang dan waktu. Ekosistem air tawar merupakan sumber daya air yang paling praktis dan murah untuk kepentingan domestik maupun industri. Selain itu ekosistem air tawar menawarkan sistem pembuangan berbagai jenis limbah yang memadai dan paling murah yang sering disalahgunakan manusia dengan membuang segala limbah ke sistem perairan alami tersebut, tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu (Barus, 2004). Sungai merupakan ekosistem yang sangat penting bagi manusia.sungai memberikan protein hewani seperti ikan dan udang. Sungai di beberapa tempat, misalnya di Sumatera dan Kalimatan, dipergunakan penduduk sebagai prasarana transportasi. Sungai juga menyediakan air bagi manusia baik untuk berbagai kegiatan seperti pertanian, industry maupun domestik (Lilik dkk., 2011).
Sungai merupakan salah satu sumberdaya air alami yang harus dijaga, karena sangat rentan terhadap pengaruh masukan limbah akibat dari peningkatan aktivitas antropogenik. Peningkatan aktivitas antropogenik di sungai telah sering dilaporkan memberikan dampak negatif terhadap penurunan kualitas air dan bagi kehidupan biota akuatik yang hidup di dalamnya (Sudarso dkk., 2009). Ikan Mystacoleucus marginatus. Klasifikasi ikan cencen menurut Kottelat (1993) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Actinopterygii : Cypriniformes : Cyprinidae : Mystacoleucus : Mystacoleucus marginatus. Gambar ikan cencen dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2.Ikan Cencen (Mystacoleucus marginatus); (Foto: Kaban, 2015)
Ikan cencen termasuk dalam famili cyprinidae memiliki ciri-ciri yaitu bentuk tubuh pipih dan panjang dengan punggung meninggi, kepala kecil moncong meruncing, mulut kecil terletak pada ujung hidung dan sungut sangat kecil atau rudimenter. Di bawah garis rusuk terdapat sisik 5½ buah dan 3-3½ buah diantara garis rusuk dan permulaan sirip perut. Garis rusuk sempurna berjumlah antara 29-31 buah. Badan berwarna keperakan agak gelap dibagian punggung. Pada moncong terdapat tonjolantonjolan yang sangat kecil.sirip punggung dan sirip ekor berwarna abu-abu atau kekuningan, dan sirip ekor bercagak dalam dengan lobus membulat, sirip dada berwarna kuning dan sirip dubur berwarna orange terang. Ikan cencen merupakan salah satu ikan asli Indonesia. Ikan ini dalam habitat aslinya adalah ikan yang berkembang biak di sungai, danau, dan rawa-rawa dengan lokasi yang disukai adalah terdapat aliran air. Ikan ini memiliki sifat biologis yang membutuhkan banyak oksigen dan hidup di perairan tawar dengan suhu tropis 22-28 0 C, serta ph 7 (Kottelat dkk., 1993). Pencemaran Pencemaran air yaitu masuknya mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Menurut Dini (2011) pencemaran air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal. Seiring dengan peningkatan pertumbuhan penduduk, maka semakin meningkat pula usaha untuk memenuhi berbagai kebutuhan yang mengikutinya. Sehingga semakin variatif pula aktivitas manusia. Salah satunya aktivitas industri. Sebab industri-industri kecil tersebut pada umumnya membuang limbahnya langsung ke selokan/ badan air tanpa pengolahan
terlebih dahulu. Hal ini dapat menyebabkan pencemaran air karena dalam limbah tersebut mengandung unsur toksik yang tinggi. Analisis kualitas air dilakukan dengan membandingkan kualitas air sungai Sibiru-biru hasil pengukuran dengan Baku mutu kualitas air sungai sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Penentuan status mutu air dengan menggunakan metode indeks pencemaran (pollution index) sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003. Parameter Fisika dan Kimia Perairan Pengukuran parameter fisika dan kimia hanya dapat menggambarkan kualitas lingkungan pada waktu tertentu. Untuk indikator biologi dapat memantau secara kontiniu dan merupakan petunjuk yang mudah untuk memantau terjadinya pencemaran. Keberadaan organisme perairan dapat digunakan sebagai indikator terhadap pencemaran air selain indikator kimia dan fisika. Organisme perairan dapat digunakan sebagai indikator pencemaran karena habitat, mobilitas danumurnya yang relatif lama mendiami suatu wilayah perairan tertentu (Zaenudin, 2013). Suhu Suhu merupakan parameter fisik yang sangat mempengaruhi pola kehidupan organisme perairan, seperti distribusi, komposisi, kelimpahan dan mortalitas. Suhu juga akan menyebabkan kenaikan metabolisme organismee perairan, sehingga kebutuhan oksigen terlarut menjadi meningkat. Peningkatan suhu perairan akan meningkatkan
kecepatan metabolisme tubuh organisme yang hidup didalamnya, sehingga konsumsi oksigen menjadi lebih tinggi. Peningkatan suhu perairan sebesar 10 o C, menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sebanyak dua sampai tiga kali lipat (Taqwa, 2010). Arus Kecepatan arus bervariasi di tempat-tempat yang berbeda dari aliran yang sama (membujur atau melintang dari poros arah aliran). Kecepatan arus dipengaruhi oleh perbedaan gradient/ketinggian antara hulu dengan hilir sungai. Apabila perbedaan ketinggiannya cukup besar maka arus air akan semakin besar. Kecepatan arus akan mempengaruhi jenis dan sifat organisme yang hidup di perairan tersebut. kecepatan arus adalah faktor penting di perairan mengalir. Kecepatan arus besar (> 5 m/detik) mengurangi jenis flora yang dapat tinggal sehingga hanya jenis-jenis yang melekat saja yang tahan terhadap arus dan tidak mengalami kerusakan fisik (Murijal, 2012). Supartiwi (2000) mengklasifikasikan sungai berdasarkan kecepatan arusnya yaitu : 1. Berarus sangat cepat (>100 cm/detik) 2. Berarus cepat (50-100 cm/detik) 3. Berarus sedang (25-50cm/ detik) 4. Berarus lambat (10-25 cm/detik) 5. Berarus sangat lambat (<10cm/detik). Kedalaman
Di perairan yang dalam, penetrasi cahaya matahari tidak sampai ke dasar, karena itu suhu air di dasar perairan yang dalam lebih rendah dibandingkan dengan suhu air di dasar perairan yang dangkal. Tipe substrat perairan dipengaruhi oleh adanya arus dalam perairan. Kedalaman air mempengaruhi kelimpahan dan distribusi makrozoobentos. Dasar perairan yang kedalaman airnya berbeda akan dihuni oleh organisme atau makrozoobentos yang berbeda pula, sehingga terjadi stratifikasi komunitas menurut kedalaman (Rahayu, 2004). Kecerahan Faktor cahaya yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan ke luar dari permukaan air kondisi optik dalam air selain dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, juga dipengaruhi oleh substrat dan benda-benda lain yang terdapat di dalam air, vegetasi yang ada di sepanjang aliran air juga dapat mempengaruhi intensitas cahaya yang masuk ke dalam air (Barus, 2004). Kekeruhan Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan oleh banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh bahan organik dan anorganik baik tersuspensi maupun terlarut seperti lumpur, pasir halus dan plankton (Dian dan Syahroma, 2008). Kecerahan air sungai semakin ke hilir semakin rendah. Semakin ke hilir semakin banyak material yang ada di dalam air sungai yang semakin menurunkan kecerahan air
sungai berakibat pada pada penurunan kecerahan air sungai. Kekeruhan air sungai ditunjukkan oleh banyaknya material yang tersuspensi di dalam air sungai. Sedimen tersuspensi dari daratan dibawa oleh aliran permukaan saat hujan turun. Pada musim hujan, kekeruhan semakin meningkat dengan nilai TSS yang semakin besar. Air sungai menjadi warna coklat keruh (Lilik dkk., 2011). Derajat Keasaman (ph) Perairan Derajat keasaman (ph) merupakan satu dari parameter kimia perairan yang dapat dijadikan indikasi kualitas perairan.perairan yang baik memiliki nilai ph yang normal yaitu 7 ph yang berkisar antara 6,5 8,5 masih cukup baik bagi kehidupan ikan dan biota lainnya. ph yang tinggi pada suatu perairan merupakan perairan yang produktif (Rahayu, 2004). DO (Demand Oxygen) Oksigen di perairan bersumber dari udara maupun hasil proses fotosintesis dan fitoplankton dan tumbuhan air. Hilangnya oksigen diperairan di karena akan respirasi organisme akuatik dan dekomposisi bahan organik oleh mikroba dalam kondisi aerob. Apabila di perairan tidak tersedia oksigen yang cukup maka akan mengakibatkan terjadinya kondisi anaerob, yang selanjutnya akan mengakibatkan terganggunya biota akuatik (Murijal, 2012).
BOD 5 (Biochemical Oxygen Demand) BOD lebih tinggi pada musim kemarau dibandingkan pada musim hujan. Air hujan akan masuk ke sungai dapat mengencerkan pencemar bahan organik sehingga menurunkan BOD. Sesungguhnya penentuan BOD merupakan suatu prosedur bioassay yang menyangkut pengukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh organisme selama organisme tersebut menguraikan bahan organik yang ada dalam suatu perairan, pada kondisi yang harnpir sama dengan kondisi yang ada di alam (Lilik, 2011). TSS (Total Suspended Solid) Total padatan tersuspensi adalah bahan-bahan tersuspensi (>1 um). Terdiri atas lumpur dan pasir halus jasad-jasad renik terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa kedalam badan air. Padatan tersuspensi yang tinggi akan mempengaruhi biota diperairan melalui dua cara. Pertama, menghalangi dan mengurangi penetrasi cahaya kedalam badan air. Kondisi ini mengurangi pasokan oksigen terlarut dalam badan air. Kedua secara langsung TDS yang tinggi yang dapat menggangu biota perairan (Sitorus, 2009).