BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 138 TAHUN 2015 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS,

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI PADA SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 8 TAHUN 2012 T E N T A N G

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 63 TAHUN 2015

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2010

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 11 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 SERI E.4 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI BENGKAYANG NOMOR 1<? TAHUN 2013 KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN BUPATI BENGKAYANG,

BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan

WALIKOTA PROBOLINGGO

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI

BERITA DAERAH KOTA BOGOR

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 1 TAHUN TENTANG

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

SALINAN NOMOR 5/E, 2010

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 26 TAHUN 2015

WALIKOTA MAKASSAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN. PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR Nomor 1 Tahun 2016 TENTANG

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 61 TAHUN 2014

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014

BUPATI MALUKU TENGGARA BARAT

ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2016

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2011

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 80 TAHUN 2015 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 2 TAHUN 2016

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA BANJARMASIN

BUPATI BURU SELATAN KEPUTUSAN BUPATI BURU SELATAN NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

WALIKOTA LUBUKLINGGAU PROPINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN WALIKOTA LUBUKLINGGAU NOMOR G TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR RIAU. b. bahwa untuk meningkatkan kemampuan petani dalam penerapan pemupukan berimbang diperlukan subsidi pupuk;

Transkripsi:

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 138 TAHUN 2015 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI PADA SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 ayat (2) Peraturan Gubernur Banten Nomor 73 Tahun 2015 tentang Kebutuhan Dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Pada Sektor Pertanian Tahun 2016, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Alokasi Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Pada Sektor Pertanian dan Perikanan Kabupaten Tangerang Tahun Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat (Berita Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2851); 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010); 5. Undang-Undang

-2-5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411); 6. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073); 7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5015); 8. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Holtikultura (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5015); 9. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pupuk Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4079); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4741); 12. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2005 tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi Sebagai Barang Dalam Pengawasan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2005 tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi Sebagai Barang Dalam Pengawasan; 13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40/Permentan OT./140/4/2007 tentang Rekomendasi Pemupukan N, P dan K pada Padi Sawah Spesifikasi Lokal; 14. Peraturan

-3- Menetapkan 14. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 17/M- DAG/PER/6/2011 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian; 15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan SR.140/8/2011 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pupuk An-Organik; 16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 60/Permentan SR.310/12/2015 tentang Kebutuhan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 17. Peraturan Gubernur Banten Nomor 73 Tahun 2015 tentang Kebutuhan Dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Pada Sektor Pertanian Tahun MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI PADA SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2016. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Tangerang. 2. Menteri Pertanian adalah Menteri Pertanian Republik Indonesia. 3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Tangerang. 4. Bupati adalah Bupati Tangerang. 5. Inspektorat adalah Inspektorat Kabupaten Tangerang. 6. Dinas adalah Dinas Pertanian dan Peternakan. 7. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan 8. Pupuk adalah bahan kimia atau organism yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak langsung. 9. Pupuk an-organik adalah pupuk hasil proses rekayasa secara kimia, fisik dan atau biologi, dan merupakan hasil industri atau pabrik pembuat pupuk. 10. Pupuk Organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya yang telah melalui rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral atau mikroba,yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. 11. Pemupukan

-4-11. Pemupukan berimbang adalah pemberian pupuk bagi tanaman sesuai dengan status hara tanah dan kebutuhan tanaman untuk mencapai produktivitas yang optimal dan berkelanjutan. 12. Pupuk Bersubsidi adalah barang dalam pengawasan yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan kelompok tanu dan/atau petani disektor pertanian. 13. Kebutuhan Pupuk Bersubsidi adalah alokasi sejumlah pupuk bersubsidi per-kecamatan yang dihitung berdasarakan usulan dari Dinas yang membidangi sektor pertanian di Daerah. 14. Harga Eceran Tertinggi yang selanjutnya disingkat HET adalah harga pupuk bersubsidi yang diberi oleh Petani/kelompok tani di penyalur Lini IV yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian. 15. Harga Pokok Penjualan yang selanjutnya disingkat HPP adalah biaya pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi yang diproduksi oleh prodisen pupuk dengan komponen biaya yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian. 16. Sektor Pertanian adalah sektor yang berkaitan dengan budidaya tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, hijauan pakanan ternak dan budidaya ikan dan/atau udang. 17. Petani adalah perorangan warga negara Indonesia yang mengusahakan budidaya tanaman pangan atau holtikultura dengan luas tertentu. 18. Pekebun adalah perorangan warga negara Indonesia yang mengusahakan budidaya tanaman perkebunan dengan luas tertentu. 19. Peternak adalah perorangan warga negara Indonesia yang mengusahakan budidaya tanaman hijauan pakan ternak dengan luas tertentu. 20. Petambak adalah perorangan warga negara Indonesia yang mengusahakan lahan untuk budidaya ikan dan/atau udang dengan luas tertentu. 21. Produsen adalah perusahaan yang memproduksi pupuk an-organik dan pupk organik di dalam negeri. 22. Penyalur di Lini III adalah Distributor sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan tentang pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian yang berlaku. 23. Penyalur Lini IV adalah Pengecer Resmi sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan tentang pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian yang berlaku. 24. Kelompok

-5-24. Kelompok Tani adalah kumpulan petani yang mempunyai kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan sumber daya pertanian untuk bekerjasama meningkatkan produktivitas usaha tani dan kesejahteraan anggotanya dalam mengusahakan lahan usaha tani secara bersama pada satu hamparan atau kawasan. 25. Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani yang selanjutnya disingkat RDKK adalah perhitungan rencana kebutuhan pupuk bersubsidi yang disusun oleh kelompok tani yang diusahakan petani, pekebun, peternak dan petambak rakyat berdasarkan rekomendasi pemupukan berimbang spesifik lokasi. 26. Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida yang selanjutnya disingkat KPPP adalah wadah koordinasi instansi terkait dalam pengawasan pupuk dan pestisida yang dibentuk oleh Bupati. BAB II PENGATURAN PUPUK BERSUBSIDI (1) Jenis Pupuk Bersubsidi: Bagian Kesatu Peruntukan Pasal 2 a. Pupuk an-organik; dan b. Pupuk organik yang diproduksi dan/atau diadakan oleh Produsen. (2) Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan bagi: a. Petani; b. Pekebun; c. Peternak yang mengusahakan lahan dengan total luasan paling besar 2 (dua) hektar; dan d. Petambak dengan luasan paling besar 1 (satu) hektar setiap musim. (3) Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimasuk pada ayat (1) tidak diperuntukkan bagi: a. Perusahaan tanaman pangan; b. Holtikultura; c. Perkebunan; dan d. Peternakan atau perusahaan perikanan budidaya. Bagian Kedua

-6- Bagian Kedua Pengalokasian Kebutuhan Pasal 3 (1) Kebutuhan Pupuk Bersubsidi dihitung sesuai dengan anjuran berimbang spesifik lokasi atau disesuaikan dengan alokasi Pupuk Bersubsidi. (2) Pengalokasian kebutuhan Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci menurut: a. jenis; b. jumlah; c. subsektor; dan d. sebaran bulanan. (3) Rincian alokasi kebutuhan Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud ayat (2) meliputi: a. alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi menurut subsektor di Kabupaten Tangerang b. realokasi kebutuhan pupuk bersubsidi menurut subsektor di Kabupaten Tangerang c. rekapitulasi alokasi kebutuhan jenis pupuk urea bersubsidi sektor pertanian menurut sebaran bulan d. alokasi kebutuhan jenis pupuk urea bersubsidi subsektor tanaman pangan menurut sebaran bulan e. alokasi kebutuhan jenis pupuk urea bersubsidi subsektor tanaman padi menurut sebaran bulan f. alokasi kebutuhan jenis pupuk urea bersubsidi subsektor tanaman jagung menurut sebaran bulan g. alokasi kebutuhan jenis pupuk urea bersubsidi subsektor hortikultura menurut sebaran bulan tahun h. alokasi kebutuhan jenis pupuk urea bersubsidi subsektor peternakan menurut sebaran bulan tahun i. alokasi kebutuhan jenis pupuk urea bersubsidi subsektor perikanan budidaya menurut sebaran bulan j. rekapitulasi alokasi kebutuhan jenis pupuk SP-36 bersubsidi sektor pertanian menurut sebaran bulan k. alokasi

-7- k. alokasi kebutuhan jenis pupuk SP-36 bersubsidi subsektor tanaman pangan menurut sebaran bulan l. alokasi kebutuhan jenis pupuk SP-36 bersubsidi subsektor tanaman padi menurut sebaran bulan m. alokasi kebutuhan jenis pupuk SP-36 bersubsidi subsektor tanaman jagung menurut sebaran bulan n. alokasi kebutuhan jenis pupuk SP-36 bersubsidi subsektor hortikultura menurut sebaran bulan tahun o. alokasi kebutuhan jenis pupuk SP-36 bersubsidi subsektor peternakan menurut sebaran bulan tahun p. alokasi kebutuhan jenis pupuk SP-36 bersubsidi subsektor perikanan budidaya menurut sebaran bulan q. rekapitulasi alokasi kebutuhan jenis pupuk ZA bersubsidi sektor pertanian menurut sebaran bulan r. alokasi kebutuhan jenis pupuk ZA bersubsidi subsektor tanaman pangan menurut sebaran bulan s. alokasi kebutuhan jenis pupuk ZA bersubsidi subsektor tanaman padi menurut sebaran bulan t. alokasi kebutuhan jenis pupuk ZA bersubsidi subsektor hortikultura menurut sebaran bulan tahun u. alokasi kebutuhan jenis pupuk ZA bersubsidi subsektor peternakan menurut sebaran bulan tahun v. rekapitulasi alokasi kebutuhan jenis pupuk NPK bersubsidi sektor pertanian menurut sebaran bulan w. alokasi kebutuhan jenis pupuk NPK bersubsidi subsektor tanaman pangan menurut sebaran bulan x. alokasi kebutuhan jenis pupuk NPK bersubsidi subsektor tanaman padi menurut sebaran bulan y. alokasi kebutuhan jenis pupuk NPK bersubsidi subsektor tanaman jagung menurut sebaran bulan z. alokasi

-8- z. alokasi kebutuhan jenis pupuk NPK bersubsidi subsektor hortikultura menurut sebaran bulan tahun aa. alokasi kebutuhan jenis pupuk NPK bersubsidi subsektor peternakan menurut sebaran bulan tahun bb. rekapitulasi alokasi kebutuhan jenis pupuk organik bersubsidi sektor pertanian menurut sebaran bulan cc. alokasi kebutuhan jenis pupuk organik bersubsidi subsektor tanaman pangan menurut sebaran bulan dd. alokasi kebutuhan jenis pupuk organik bersubsidi subsektor hortikultura menurut sebaran bulan tahun dan ee. alokasi kebutuhan jenis pupuk organik bersubsidi subsektor peternakan menurut sebaran bulan tahun 2016. (4) Rincian pengalokasian kebutuhan pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan Bupati ini. Pasal 4 (1) Apabila terjadi kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat dilakukan realokasi antara kecamatan, waktu dan subsektor. (2) Apabila Pupuk Bersubsidi pada bulan berjalan tidak mencukupi, Produsen menyalurkan alokasi pupuk bersubsidi dari sisa alokasi bulanan sebelumnya dan/atau dari alokasi bulan berikutnya dengan tidak melampaui alokasi 1 (satu) tahun. (3) Realokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan setelah ada rekomendasi dari Kepala Dinas. BAB III PENYALURAN Pasal 5 (1) Pelaksanaan pengadaan dan penyaluran Pupuk Bersubsidi ke penyalur Lini ke IV dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pengadaan dan penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk sektor pertanian. (2) Penyaluran

-9- (2) Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk sektor pertanian oleh penyalur di Lini ke IV ke Petani atau Kelompok Tani, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: a. penyaluran Pupuk Bersubsidi oleh penyalur di Lini IV berdasarkan RDKK sesuai dengan wilayah tanggung jawabnya; b. penyaluran pupuk sebagaimana dimaksud pada huruf a, memperhatikan kebutuhan Kelompok Tani dan alokasi dimasing-masing wilayah; dan c. penyaluran Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud pada huruf a, sesuai dengan prinsip 6 (enam) tepat yang meliputi tepat jenis, jumlah, harga, tempat, waktu dan mutu. (3) Untuk kelancaran penyaluran Pupuk Bersubsidi dari Lini IV ke Petani atau Kelompok Tani sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Dinas melakukan pendataan RDKK. (4) Optimalisasi pemanfaatan Pupuk Subsidi ditingkat Petani atau Kelompok tani dilakukan melalui pendampingan penerapan pemupukan berimbang spesifik lokasi oleh penyuluh. Pasal 6 (1) Produsen, penyalur di Lini I, Lini II dan penyalur di Lini IV, menjamin ketersediaan Pupuk Bersubsidi sesuai kebutuhan: a. Petani; b. Pekebun; c. Peternak; dan d. Petambak. (2) Untuk menjamin ketersediaan pupuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Produsen berkoordinasi dengan Dinas untuk penyerapan Pupuk Bersubsidi sesuai realokasi. Pasal 7 (1) Penyaluran di Lini IV dalam penjualan Pupuk Bersubsidi disesuaikan dengan HET. (2) HET pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut: a. Pupuk urea : Rp1.800,00 b. Pupuk SP-36 : Rp2.000,00 c. Pupuk ZA : Rp1.400,00 d. Pupuk NPK : Rp2.300,00 e. Pupuk organik : Rp500,00 (3) HET

-10- (3) HET Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku untuk pembelian oleh: a. Petani; b. Pekebun; c. Peternak; dan d. Petambak di Lini IV. (4) Pembelian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan secara tunai dalam kemasan pupuk sebagai berikut: a. Pupuk urea : 50 Kilogram b. Pupuk SP-36 : 50 Kilogram c. Pupuk ZA : 50 Kilogram d. Pupuk NPK : 20 atau 50 Kilogram a. Pupuk organik : 20 atau 50 Kilogram (5) Kemasan Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberi label tambahan berwarna merah, mudah dibaca dan tidak mudah hilang/terhapus dengan bertuliskan: Pupuk Bersubsidi Pemerintah Barang Dalam Pengawasan (6) Khusus penyediaan dan penyaluran pupuk Urea bersubsidi berwarna merah (pink) dan ZA bersubsidi berwarna jingga (orange). BAB IV PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI Pasal 8 (1) Dinas bersama lembaga penyuluh pertanian dan/atau perikanan melaksanakan pembinaan kepada Kelompok tani dalam penyusunan RDKK sesuai luas areal usaha tani dan/atau kemampuan penyerapan pupuk di tingkat petani diwilayahnya. (2) Produsen wajib melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penyediaan dan penyaluran Pupuk Bersubsidi dari Lini IV. (3) KPPP melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penyaluran, penggunaan dan harga Pupuk Bersubsidi di wilayahnya. Pasal 9

-11- Pasal 9 (1) Kepala Dinas menyampaikan laporan hasil pemantauan dan pengawasan Pupuk Bersubsidi kepada Bupati. (2) KPPP menyampaian laporan pemantauan dan pengawasan Pupuk Bersubsidi kepada Bupati. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), merupakan bahan laporan Bupati kepada Gubernur Banten. BAB V PENUTUP Pasal 10 Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Tangerang. Ditetapkan di Tigaraksa pada tanggal 30 Desember 2015 BUPATI TANGERANG, ttd Diundangkan di Tigaraksa pada tanggal 30 Desember 2015 A. ZAKI ISKANDAR SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN TANGERANG, ttd ISKANDAR MIRSAD BERITA DAERAH KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2015 NOMOR 140