PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1959 TENTANG PEMERINTAH DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERINTAH DAERAH (Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 Tanggal 7 September 1959) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1959 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1959 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG SEMENTARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMBENTUKAN BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA.

Tentang: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG DAN SEKRETARIAT DAERAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG-ROYONG. SEKRETARIAT DAERAH.

GARIS-GARIS BESAR DARI PADA HALUAN NEGARA (Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1960 Tanggal 29 Januari 1960) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NAMA JABATAN DAN GELAR, KEDUDUKAN, PENGHASILAN DAN LARANGAN KEANGGOTAAN PARTAI POLITIK WAKIL KEPALA DAERAH TINGKAT I

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1959 TENTANG MENYESUAIKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 80 TAHUN 1958 TENTANG DEWAN PERANCANG NASIONAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1959 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN TENTANG

SYARAT-SYARAT DAN PENYEDERHANAAN KEPARTAIAN (Penetapan Presiden Nomor 7 Tahun 1959 Tanggal 31 Desember 1959) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG DAN SEKERTARIAT DAERAH (Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1961 Tanggal 10 Pebruari 1961)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1959 TENTANG SUSUNAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN KAMPUNG (BPK) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1965 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 4 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 1959 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 1959 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1959 TENTANG FRONT NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243 TAHUN 1961 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK MENGENAI GABUNGAN PERUSAHAAN SEJENIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2010 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI CIAMIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI FLORES TIMUR,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PEMERINTAH KOTA BATU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR NOMOR: 7 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA TAHUN 2006 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUPANG NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUPANG,

NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 4 TAHUN 2007 SERI D.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Daftar Isi. Ketetapan SK Rektor. 2. Konstitusi Penjalas... 13

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BUOL

MAJELIS PERWAKILAN MAHASISWA

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG DAN SEKRETARIAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 232 TAHUN 1961 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 45 PRP. TAHUN 1960 TENTANG DEWAN PERUSAHAAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1948 TENTANG SUMPAH JABATAN BAGI PEGAWAI NEGERI DAN ANGGOTA-ANGGOTA ANGKATAN PERANG

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT

MAJELIS PERWAKILAN MAHASISWA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA ( BPD ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GOTONG ROYONG DAN SEKRETARIAT DAERAH (Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1960 Tanggal 23 September 1960)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA DAN PERANGKAT DESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN KAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 21 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 0TAHUN 2007 T E N T A N G TATACARA PEMILIHAN, PENCALONAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA

Transkripsi:

PENETAPAN PRESIDEN NOMOR 6 TAHUN 1959 TENTANG PEMERINTAH DAERAH PRESIDEN, Menimbang : 1. bahwa sebagai lanjutan dari Dekrit Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang tertanggal 5 Juli 1959 tentang kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 perlu segera ditetapkan bentuk dan susunan serta kekuasaan, tugas dan kewajiban Pemerintah Daerah; 2. bahwa keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan keselamatan Negara, nusa dan bangsa serta merintangi pembangunan semesta untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur perlu dihadapi baik dibidang pemerintahan pusat maupun dibidang pemerintahan daerah; Mengingat : De krit Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang tertanggal 5 Juli 1959 juncto pasal 18 Undang-undang Dasar 1945; Mendengar : Musyawarah Kabinet Kerja pada tanggal 1 September 1959; MEMUTUSKAN : Menetapkan : Penetapan Presiden tentang Pemerintah Daerah. BAB I...

- 2 - BAB I. BENTUK DAN SUSUNAN PEMERINTAH DAERAH. Bagian I. Ketentuan umum. Pasal 1. Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasal 2. Dalam menjalankan tugasnya Kepala Daerah dibantu oleh sebuah Badan Pemerintah Harian. Pasal 3. Dengan Kepala Daerah dimaksud juga Kepala Daerah Istimewa, kecuali apabila ditentukan lain. Bagian II. Kepala Daerah. Pasal 4 (1) Kepala Daerah diangkat dan diberhentikan oleh a. Presiden bagi Daerah tingkat I dan b. Menteri Dalam Negeri...

- 3 - b. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah bagi Daerah tingkat II (2) Seorang Kepala Daerah diangkat dari antara calon-calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan. (3) Presiden dan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah masingmasing boleh menetapkan pengangkatan Kepala Daerah tingkat I dan Kepala Daerah tingkat II di luar pencalonan termaksud pada ayat (2) pasal ini. (4) Pengangkatan Kepala Daerah tersebut pada ayat (1) pasal ini dilakukan dengan mengingat syarat-syarat pendidikan, kecakapan dan pengalaman dalam pemerintahan yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden. (5) Kepala Daerah adalah pegawai Negara, yang nama jabatan dan gelarnya, kedudukannya dan penghasilannya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden. (6) Kepala Daerah diangkat untuk suatu masa jabatan yang sama dengan masa duduk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan, tetapi dapat diangkat kembali setelah masa jabatannya berakhir (7) Kepala Daerah tidak dapat diberhentikan karena sesuatu keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasal 5. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah mengatur penentuan pejabat yang mewakili Kepala Daerah apabila Kepala Daerah berhalangan. Pasal 6

- 4 - Pasal 6. (1) Kepala Daerah Istimewa diangkat dari keturunan keluarga yang berkuasa menjalankan pemerintahan di daerah itu dizaman sebelum Republik Indonesia dan yang masih berkuasa menjalankan pemerintahan didaerahnya, dengan memperhatikan syarat-syarat kecakapan, kejujuran, kesetiaan pada Pemerintah Republik Indonesia serta adat istiadat dalam daerah itu dan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. (2) Untuk Daerah Istimewa dapat diadakan seorang Wakil Kepala Daerah Istimewa, yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan syarat-syarat tersebut dalam ayat (1) pasal ini. Pasal 7. Kepala dan Wakil Kepala Daerah Istimewa menerima gaji, uang jalan dan uang penginapan serta segala penghasilan lainnya yang sah yang bersangkutan dengan jabatannya yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden. Pasal 8. (1) Sebelum memangku jabatannya, Kepala Daerah, Kepala dan Wakil Kepala Daerah Istimewa mengangkat sumpah atau mengucapkan janji dalam suatu sidang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dihadapan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah atau pejabat yang ditunjuk olehnya. (2) Susunan...

- 5 - (2) Susunan kata-kata sumpah atau janji yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah. Bagian III. Badan Pemerintah Harian. Pasal 9. Badan Pemerintah Harian terdiri dari sekurang-kurangnya 3 dan sebanyak-banyaknya 5 orang anggota, kecuali dalam hal yang tersebut dalam pasal 19. Pasal 10. (1) Anggota-anggota Badan Pemerintah Harian diangkat dan diberhentikan menurut peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah. (2) Anggota-anggota Badan Pemerintah Harian termaksud pada ayat (1) pasal ini sedapat-dapatnya diangkat dari calon-calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan dari anggota atau di luar anggota Dewan tersebut. Pasal 11. (1) Sebelum memangku jabatannya, anggota-anggota Badan Pemerintah Harian mengangkat sumpah atau mengucapkan janji dihadapan Kepala Daerah. (2) Susunan...

- 6 - (2) Susunan kata-kata sumpah (janji) ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah. Pasal 12. Anggota-anggota Badan Pemerintah Harian menerima uang kehormatan, uang jalan, uang penginapan dan penghasilan lainnya yang sah yang bersangkutan dengan jabatannya menurut peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah. Bagian IV. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasal 13. Untuk sementara waktu pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dilaksanakan berdasarkan peraturan-perundangan yang berlaku. BAB II. KEKUASAAN, TUGAS DAN KEWAJIBAN PEMERINTAH DAERAH. Bagian I. Kepala Daerah. Pasal 14. (1) Kepala Daerah adalah : a. alat pemerintah pusat; b. alat...

- 7 - b. alat pemerintah daerah. (2) Sebagai alat pemerintah Pusat Kepala Daerah; a. mengurus ketertiban dan keamanan umum di daerah; b. menyelenggarakan koordinasi antara jawatan-jawatan Pemerintah Pusat di daerah dan antara jawatan-jawatan tersebut dengan pemerintah daerah; c. melakukan pengawasan atas jalannya pemerintahan daerah; d. menjalankan lain-lain kewenangan umum yang terletak dalam bidang urusan pemerintah pusat; a sampai dengan d menurut peraturan-perundangan yang berlaku, yang hingga saat ini dilakukan oleh Gubernur untuk Daerah tingkat I dan oleh Bupati/Walikota untuk Daerah tingkat II. (3) Sebagai alat pemerintah daerah Kepala Daerah bertindak mah tangga daerah (otonomi) maupun di bidang tugas pembantuan ah tangga daerah (otonomi) maupun dibidang tugas pembantuan dalam pemerintahan. Pasal 15. (1) Kepala Daerah tingkat I mempunyai kekuasaan untuk mempertangguhkan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tingkat I dan keputusan Pemerintah Daerah tingkat II, apabila dipandangnya bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan-perundangan yang lebih tinggi tingkatnya. (2) Kepala Daerah tingkat II mempunyai kekuasaan untuk mempertangguhkan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tingkat II, apabila dipandangnya bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan-perundangan yang lebih tinggi tingkatnya. (3)Dengan...

- 8 - (3) Dengan tidak mengurangi kekuasaannya untuk mempertangguhkan dan/atau membatalkan keputusan Pemerintah Daerah tingkat I dan Pemerintah Daerah tingkat II, yang olehnya sendiri dipandang bertentangan dengan kepentingan umum atau dengan peraturanperundangan yang lebih tinggi tingkatnya, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah mengambil keputusan terhadap keputusankeputusan yang ditangguhkan menurut ayat (1) dan (2) pasal ini. Bagian II. Badan Pemerintah Harian Pasal 16. (1) Anggota-anggota Badan Pemerintah Harian adalah pembantupembantu Kepala Daerah dalam urusan-urusan dibidang rumahtangga daerah (otonomi) dan tugas pembantuan dalam pemerintahan. (2) Anggota-anggota Badan Pemerintah Harian : a. memberikan pertimbangan kepada Kepala Daerah, baik diminta maupun tidak; b. menjalankan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya oleh Kepala Daerah. Bagian III. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasal 17...

- 9 - Pasal 17 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menjalankan kekuasaan, tugas dan kewajiban pemerintahan daerah menurut peraturan-perundangan yang berlaku, selama tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Penetapan Presiden ini. BAB III. KETENTUAN PERALIHAN. Pasal 18 (1) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang ada menjadi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut Penetapan Presiden ini dengan ketentuan, bahwa anggota-anggota mengangkat sumpah atau mengucapkan janji dihadapan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah atau pejabat yang ditunjuk olehnya. (2) Terhadap sumpah atau janji termaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku ketentuan tersebut dalam pasal 8 ayat (2). Pasal 19. Dewan Pemerintah Daerah yang ada dibubarkan dan bekas anggota Dewan tersebut dapat diangkat menjadi anggota Badan Pemerintah Harian, kecuali mereka yang menyatakan tidak bersedia untuk diangkat menjadi anggota Badan Pemerintah Harian. Pasal 20. (1) Dalam waktu selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai berlakunya Penetapan Presiden ini, maka harus sudah dilaksanakan berturut-turut : a. pengambil...

- 10 - a. pengambil sumpah atau pengucapan janji anggota-anggota Dewan Perwakilan Rayat Daerah dimaksud dalam pasal 18; b. pengangkatan Kepala Daerah menurut ketentuan dalam pasal 4; c. pembubaran Dewan Pemerintah Daerah yang ada, pembentukan Badan Pemerintah Harian serta penyumpahan atau pengucapan janji anggota-anggota Badan Pemerintah Harian yang bersangkutan seperti dimaksud dalam pasal 19. (2) Kepala Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Pemerintah Daerah yang ada pada saat mulai berlakunya Penetapan Presiden ini berjalan terus sampai terbentuk dan tersusun Pemerintah Daerah menurut Penetapan Presiden ini. BAB IV. KETENTUAN PENUTUP. Pasal 21. Penyelenggaraan pemerintahan daerah dibidang urusan rumah- tangga daerah (otonomi) dan tugas pembantuan dalam pemerintahan tetap dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang No. 1 tahun 1957, kecuali apabila bertentangan dengan sesuatu ketentuan dalam Penetapan Presiden ini. Pasal 22. Kesulitan-kesulitan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan Penetapan Presiden ini diselesaikan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah. Pasal 23. Penetapan Presiden ini mulai berlaku pada hari ditetapkan. Agar...

- 11 - Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Penetapan Presiden ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Tanjung Pinang pada tanggal 7 September 1959. Presiden Republik Indonesia SOEKARNO. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 September 1959. Menteri Muda Kehakiman, SAHARDJO. LEMBARAN NEGARA TAHUN 1959 NOMOR 94.

ENJELASAN ATAS PENETAPAN PRESIDEN NOMOR 6 TAHUN 1959 TENTANG PEMERINTAH DAERAH. 1. UMUM. 1. Dengan berlakunya lagi Undang-undang Dasar 1945 berdasarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, maka negara dan bangsa Indonesia telah memasuki alam baru dalam sejarah ketata-negaraannya. Kembali ke Undang-undang Dasar 1945 berarti meninggalkan sistim demokrasi liberal, yang dianut oleh Undang-undang Dasar Sementara, yang ternyata telah membawa revolusi bangsa Indonesia yang belum selesai kesuatu arah yang membahayakan kesatuan negara dan persatuan bangsa Indonesia. Revolusi ketata-negaraan harus berjalan tidak saja dibidang horizontal mengenai pemerintahan pusat di Jakarta, tetapi juga harus berlangsung vertikal mengenai pemerintahan daerah. Selanjutnya kembali ke Undang-undang Dasar 1945 berarti pula melaksanakan sistim demokrasi terpimpin; dalam sistim itu kebijaksanaan pemerintahan sejak tanggal 5 Juli 1959 dalam keseluruhannya dipertanggung-jawabkan oleh Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. 2. Oleh karena itu badan-badan pemerintahan sebagai alat untuk menyelamatkan revolusi harus disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Dasar 1945 dalam rangka pelaksanaan demokrasi terpimpin. Penyesuaian ini harus dilaksanakan dengan Penetapan Presiden sebagai pelaksanaan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 dan sebagai satu-satunya jalan untuk meluaskan arus revolusi ketata-negaraan sampai dapat dinikmati oleh rakyat diseluruh wilayah Republik Indonesia. 3. Dalam...

- 2-3. Dalam pada itu harus diperhatikan dua masalah yang penting, yaitu : a. bahwa politik dekonsentrasi dan desentraslisasi berjalan terus dengan menjunjung faham desentraslisasi territorial; b. bahwa untuk kepentingan rakyat, untuk keutuhan pemerintah daerah dan kelancaran administrasi, dualisme dalam pimpinan pemerintahan didaerah harus dihapuskan. 4. Melanjutkan politik dekonsentrasi dan desentralisasi berarti melanjutkan pemberian hak kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah-tangganya sendiri, dengan mengingat kemampuan dan kesanggupan daerah masing-masing. Dengan demikian urusan-urusan yang kini termasuk kewenangan pemerintah pusat semakin lama akan semakin banyak beralih menjadi kewenangan pemerintah daerah, sesuai dengan ketentuan dalam pasal 18 Undang-undang Dasar 1945. Untuk menjunjung sifat Negara Republik Indonesia sebagai Negara kesatuan, politik dekonsentrasi dan desentralisasi yang demikian itu harus disertai suatu ketentuan, yang menjamin hubungan yang erat antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sesuai dengan jiwa dan semangat Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Konstitusi Proklamasi. 5. Pimpinan pemerintahan didaerah kini bersifat dualistis, dalam arti-kata bahwa ada dua pimpinan yang berdiri terpisah, mengenai dua bidang pekerjaan yang pada hakekatnya sangat erat hubungannya satu sama lain. Dua bidang itu ialah : a. bidang pemerintahan umum pusat didaerah ditangan Pamong- praja dan b. bidang otonomi dan tugas pembantuan dalam pemerintah (medebewind) ditangan pemerintah daerah. Pimpinan kedua bidang ini perlu diletakkan dalam satu tangan. 6. Berdasarkan...

- 3-6. Berdasarkan faktor-faktor tersebut diatas, maka untuk mencapai daya-guna sebesarbesarnya, pemerintah daerah diberi bentuk dan susunan serta kekuasaan, tugas dan kewajiban yang pada pokoknya adalah sebagai berikut : a. pimpinan dalam bidang pemerintahan umum pusat didaerah dan pimpinan dalam bidang pemerintah daerah diletakkan ditangan seorang Kepala Daerah; b. kekuasaan eksekutif yang dijalankan oleh Kepala Daerah tidak bersifat kolegial, akan tetapi sebaliknya juga tidak meninggalkan dasar permusyawaratan dalam sistim pemerintahan; c. anggota-anggota Badan Pemerintah Harian merupakan pembantu-pembantu Kepala Daerah dan harus bebas dari keanggotaan partai politik, halamana diatur berdasarkan Peraturan Presiden No. 2 tahun 1959. d. Kepala Daerah adalah pegawai Negara, yang tidak dapat diberhentikan karena sesuatu keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; e. Kepala Daerah mempunyai kekuasaan untuk mempertangguhkan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan dan keputusan Pemerintah Daerah bawahannya, yang dianggapnya bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan perundangan yang lebih tinggi tingkatannya; f. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berwewenang dalam bidang- bidang legislatif, anggaran pendapatan dan belanja serta pembangunan didaerah. 7. Soal-soal yang timbul dalam masa peralihan setelah Penetapan Presiden ini berlaku, sebagian diatur dalam Penetapan Presiden ini, misalnya mengenai Dewan Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang sekarang ada, dan sebagian lagi diatur atau diselesaikan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah (pasal 22). 8. Dalam pada itu perlu dikemukakan, bahwa Penetapan Presiden ini bertujuan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya menertibkan pemerintahan daerah sesuai dengan jiwa dan semangat Undang-undang Dasar 1945 dan demokrasi terpimpin. Perubahan-perubahan...

- 4 - Perubahan-perubahan dimasa datang, misalnya sebagai akibat pelaksanaan politik dekonsentrasi dan desentralisasi, akan diatur dan diselesaikan dalam waktu yang singkat berdasarkan peraturan perundangan yang ada, umpamanya pelaksanaan Undang-undang No. 6 tahun 1959 atau yang akan diadakan. II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Dengan kata Daerah dimaksud daerah-daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah-tangganya sendiri berdasarkan Undang-undang No. 1 tahun 1957. Pasal 2. Mengingat pentingnya tugas Kepala Daerah ia perlu dibantu oleh orang-orang yang memiliki keahlian dalam bidang pemerintahan daerah. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Berhubung dengan pentingnya kedudukan Kepala Daerah sebagai pemusatan pekerjaan baik pada bidang pemerintahan pusat maupun pada bidang pemerintahan daerah, Kepala Daerah diangkat oleh Pemerintah Pusat dan diberi kedudukan sebagai pegawai Negara; pengangkatan itu dilakukan dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan dari instansi-instansi spil (misalnya Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara) dan instansi-instansi militer (misalnya Penguasa Perang/Darurat dalam msa keadaan bahaya (perang/darurat). Syarat-syarat...

- 5 - Syarat-syarat pendidikan, kecakapan dan pengalaman dalam pemerintahan dipentingkan, karena seorang Kepala Daerah hanya dapat menunaikan tugasnya dengan baik, jika ia memenuhi syarat- syarat tertentu. Karena Kepala Daerah tidak bertanggung-jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, ia tidak dapat diberhentikan karena sesuatu keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasal 5. Karena pentingnya kedudukan Kepala Daerah, maka penentuan pejabat yang mewakili Kepala Daerah, apabila ia berhalangan, perlu diatur oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah. Pasal 6. Dalam ketentuan ini tidak dimasukkan lagi unsur pencalonan. Pasal 7. Cukup jelas. Pasal 8. Pengangkatan sumpah atau pengucapan janji dihadapan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah atau pejabat yang ditunjuk olehnya dilangsungkan dengan persaksian anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, karena hubungan kerja antara Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan unsur penting untuk kelancaran jalannya pemerintahan daerah. Pasal 9. Jumlah ini ditetapkan dengan pertimbangan bahwa jumlah anggota Badan Pemerintah Harian sedapat-dapatnya terbatas. Pasal 10...

- 6 - Pasal 10. Dengan mengajukan calon-calon anggota Badan Pemerintah Harian maka Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat turut-serta menyumbangkan pertimbangannya dalam pengangkatan anggota-anggota Badan tersebut, sesuai dengan alam demokrasi terpimpin. Pasal 11. Cukup jelas. Pasal 12. Cukup jelas. Pasal 13. Selama belum ada ketentuan, baru tentang pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, maka pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dijalankan berdasarkan peraturan pengundangan yang berlaku. Pasal 14. Dengan meletakkan pimpinan dua bidang pemerintahan dalam satu tangan, maka hapuslah adanya dualisme dalam pimpinan pemerintahan didaerah. Selanjutnya ditunjuk pada penjelasan umum. Pasal 15. Dalam pasal ini antara lain ditetapkan bahwa : a. Kepala Daerah mempunyai kekuasaan mempertangguhkan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan. b. Kekuasaan untuk membatalkan keputusan Pemerintah Daerah, baik Daerah tingkat I maupun Daerah tingkat II adalah ditangan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah. Pasal 16...

- 7 - Pasal 16. Karena tugas anggota-anggota Badan Pemerintah Harian bersifat membantu Kepala Daerah, maka Kepala Daerah berkewenangan menetapkan cara bekerja, begitupun luasnya tugas anggota-anggota tersebut. Pasal 17. Mengingat kekuasaan, tugas dan kewajiban Dewan Perwakilan Rakyat Daerah maka anggota-anggota Dewan tersebut dapat membatasi kegiatannya diluar sidang-sidangnya (pleno, bahagian, seksi), seperti misalnya mengadakan peninjauan setempat, menghubungi langsung Kepala-kepala dan pegawai-pegawai jawatan daerah yang bersangkutan dan lain-lain sebagainya. Segala kegiatan termaksud seyogyanya disalurkan lewat Kepala Daerah, untuk melancarkan roda pemerintahan dan menghemat keuangan daerah. Pasal, 18. Apabila seseorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak atau tidak bersedia mengangkat sumpah atau mengucapkan janji seperti dimaksud dalam pasal ini dalam waktu yang ditentukan pada pasal 20, maka keanggotaannya dalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah itu gugur. Pasal 19. Kepala Daerah, yang dalam rangka pelaksanaan Penetapan Presiden ini tidak diangkat sebagai Kepala Daerah, diangkat pula. sebagai anggota Badan Pemerintah Harian berdasarkan pasal ini, apabila ia menyatakan kesediaannya. Ketentuan ini didasarkan atas pertimbangan bahwa Kepala Daerah itu semula karena jabatannya juga menjadi anggota Dewan Pemerintah Daerah. Pasal 20...

- 8 - Pasal 20 Penetapan jangka waktu pada ayat (1) dimaksudkan untuk segera mewujudkan ketentuan-ketentuan dalam Penetapan Presiden ini. Ketentuan pada ayat (2) diadakan untuk menghindarkan kekosongan dalam pemerintahan daerah. Pasal 21. Cukup jelas. Pasal 22. Bila dalam melaksanakan Penetapan Presiden ini timbul kesulitan-kesulitan, maka Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah berkewajiban untuk menyelesaikannya. Kesulitan-kesulitan dapat timbul misalnya kalau calon-calon Kepala Daerah yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak memenuhi syarat-syarat tersebut dalam pasal 4 ayat (4). Pasal 23. Tidak memerlukan penjelasan. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR 1843. Termasuk Lembaran-Negara No. 94 tahhun 1959. Diketahui: Menteri Muda Kehakiman, SAHARDJO.

- 9 - ----------------------------------- CATATAN Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1959 YANG TELAH DICETAK ULANG