BAB I PENDAHULUAN. Bahasa menunjukkan cermin pribadi seseorang. Karakter, watak, atau pribadi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. memenuhi keinginannya sebagai mahluk sosial yang saling berhubungan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa merupakan alat pertukaran informasi. Namun, kadang-kadang

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Dalam Negara manapun remaja adalah penerus. pertanda akan merosotnya akhlak anak bangsa. 1

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa menunjukkan cerminan pribadi seseorang. Karakter, watak, atau

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. masalah dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian ini

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi atau alat interaksi yang digunakan oleh manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERGESERAN TINDAK KESANTUAN DIREKTIF MEMOHON DI KALANGAN ANAK SD BERLATAR BELAKANG BUDAYA JAWA. Naskah Publikasi

BAB I PENDAHULUAN. mengkaji makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar.

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA DI KALANGAN MAHASISWA DALAM BERINTERAKSI DENGAN DOSEN DAN KARYAWAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan masa peralihan untuk menuju kedewasaan, dimana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Kenakalan remaja merupakan salah satu masalah dalam bidang pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan utama yang dihadapi bangsa Indonesia adalah minimnya nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini permasalahan pendidikan merupakan permasalahan yang. merupakan bagian dari upaya membangun karakter dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa merupakan komponen terpenting dalam kehidupan manusia.

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Diajukan oleh: RIZKA RAHMA PRADANA A

BAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,

BAB I PENDAHULUAN. dalam pikiran kita. Dengan demikian bahasa yang kita sampaikan harus jelas dan

BAB I PENDAHULUAN. bersifat fisik maupun rohani (Ahid, 2010: 99). Beberapa orang juga

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. motivasi pokok penanaman pendidikan karakter negara ini. Pendidikan karakter perlu

BAB I PENDAHULUAN. Berbahasa adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam kehidupannya memerlukan komunikasi untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. pendapat dari seorang penutur kepada mitra tutur. mengemukakan pendapat, yang perlu diperhatikan bukan hanya kebahasaan

PEMBELAJARAN UNGGAH-UNGGUHING BAHASA JAWA SEBAGAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA SISWA KELAS 5 SD MUHAMMADIYAH PK BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengguna bahasa itu sendiri. saling memahami apa yang mereka bicarakan. Fenomena ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. telah berupaya meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan pendidikan diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya.

keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada (Yamin, 2010:64). Tetapi terkadang dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesantunan berbahasa pada hakikatnya erat kaitannya dengan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat agar terjalin suatu kehidupan yang nyaman. komunitas selalu terlibat dalam pemakaian bahasa, baik dia bertindak

BAB I PENDAHULUAN. ini. Akan tetapi, perkembangan teknologi dan industri yang menghasilkan budaya teknokrasi

BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial antara orang satu dengan yang lainnya. Dalam. komunikasi dibutuhkan alat komunikasi agar hubungan antarmanusia

BAB 3 METODELOGI PENELITIAN. dan sifat masalahnya, maka penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif,

kurikulum. Bahkan, ada yang mengatakan No teacher no education. Maksudnya, tanpa guru, tidak terjadi proses pendidikan. 3

KELUARGA ADALAH MINIATUR PERILAKU BUDAYA. Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar Dosen : Muhammad Burhan Amin

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilaksanakan guna

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN. Levinson (1987: 60) disebut dengan FTA (Face Threatening Act). Menurut Yule

I. PENDAHULUAN. Era Globalisasi membuat jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan. dimasyarakatkan luas pada khususnya. Agar bangsa Indonesia tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. baru belum terbentuk. Hal ini karena sendi-sendi kehidupan selama ini dianggap

I. PENDAHULUAN. banyak faktor. Salah satu di ataranya adalah faktor guru. Guru memegang

BAB I PENDAHULUAN. hal yang penting untuk diberikan sejak usia dini. Pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu fondasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah mempunyai tugas penting dalam menyiapkan siswa-siswi untuk

I. PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan yang terjadi pada bangsa kita saat ini sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia. Keluarga yang terdiri dari orang tua dan anak, masing-masing memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan karakter mutlak diperlukan bukan hanya di sekolah, tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dan perguruan tinggi pasti terdapat tenaga kependidikan. Dalam tenaga

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan manusia

ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. sekitar, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai moral atau agama. Tidak dapat. kebutuhan manusia satu dengan yang lainnya.

PENGANTAR ETIKA PROFESI

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mempengaruhi kehidupan manusia. Inti perspektif sosiologis ialah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. Seni Pertunjukan Daerah Dulmuluk

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyampaikan ide, gagasan, atau pendapat. Alat komunikasi itu disebut

menafsirkan makna homonim dan homofon, kesalahan dalam menafsirkan makna indiom, kesalahan dalam menafsirkan arti peribahasa, pengembalian stimulus,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas tentang : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,

BAB I PENDAHULUAN. sedang mengalami perubahan menuju era globalisasi. Setiap perubahan

BAB I PENDAHULUAN. didapat dalam semua kebudayaan dimanapun di dunia. Unsur kebudayaan universal

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kearifan. Tradisi Mesatua di Bali lambat laun semakin tergerus dengan roda

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Diantini Nur Faridah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika. Disusun oleh:

BAB I PENDAHULUAN. Budi Pekerti merupakan etika, sopan dan santun yang termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, ide-ide, nilai-nilai kejadian-kejadian yang membangun cerita,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu topik yang menarik untuk dibahas, karena

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana seseorang bertindak dan berprilaku. moral. Etika pergaulan perlu di terapkan misalnya (1) Berpakaian rapi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan, bukan hanya terjadi ketika seseorang

BAB I PENDAHULUAN. akan dapat diterima orang lain, sehingga tercipta interaksi sosial sesama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Isu tentang lingkungan hidup merupakan salah satu perhatian utama dunia

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan tentang urgensi profesionalisme guru pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa dapat menjalin hubungan yang baik, dan dapat pula

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BAHASA, SASTRA, DAN AKSARA JAWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses mental seseorang dapat mempengaruhi tuturan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KAJIAN PEMAKAIAN DEIKSIS SOSIAL DALAM TAJUK RENCANA HARIAN SOLOPOS EDISI JANUARI-FEBRUARI 2010 SKRIPSI

Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan. manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa menunjukkan cermin pribadi seseorang. Karakter, watak, atau pribadi seseorang dapat diidentifikasi dari perkataan yang ia ucapkan. Penggunaan bahasa yang sopan, santun, sistematis, teratur, jelas, dan lugas mencerminkan pribadi penuturnya yang berbudi. Upaya untuk menciptakan lingkungan masyarakat yang bertutur kata santun merupakan hal yang sangat penting karena masyarakat yang sekarang ini tengah bergerak ke arah yang semakin maju dan modern. Setiap perubahan masyarakat melahirkan konsekuensikonsekuensi tertentu yang berkaitan dengan masalah nilai dan moral. Misalnya kemajuan di bidang komunikasi melahirkan pergeseran budaya belajar anak-anak dan benturan-benturan antara tradisi Barat yang bebas dengan tradisi timur yang penuh keterbatasan norma. Demikian pula dampaknya pada nilai-nilai budaya termasuk tata cara dan kesantunan berbahasa di kalangan generasi muda termasuk pelajar. Dalam kondisi ini pendidikan di sekolahan dituntut untuk memiliki kemampuan mendidik dan mengembangkan etika berbahasa santun agar siswa dapat berkomunikasi dengan lebih baik. Bagaimanapun berbahasa yang baik merupakan cermin dari kepribadian yang baik. Salah satu faktor yang menimbulkan rendahnya kualitas berbahasa antara lain adanya perubahan situasi masyarakat yang semakin buruk dan kompleks. Sementara pembinaan berbahasa yang berkualitas atau berbahasa kurang santun mendapat perhatian maksimal dari berbagai lapisan masyarakat (Azis, 2001: 1). 1

Pemahaman nilai kesantunan tidak terkait dengan bakat (heritage) yang diperoleh secara turun temurun, tetapi muncul sebagai bentuk kompetensi yang diperloeh dengan pemahaman terhadap aspek sosial dan psikologis yang perlu diperhatikan dalam bertutur. Nilai budaya yang tinggi tidak dibawa sejak lahir, tetapi berasal dari proses sosialisasi dan konstruksi sosial budaya suatu bangsa. Dijelaskan pula oleh Deutshmann (2003:24), bahwa kesantunan tidak bersifat universal, tetapi berlatar sosial sehingga bentuk dan latar tidak bisa dipisahkan. Ada tiga hal yang menentukan bentuk kesantunan yakni, norma budaya, situasi, dan sifat pesan yang disampaikan. Dapat dipahami bahwa konteks tuturan menentukan bentuk kesantunan yang diperankan oleh penutur. Kesantunan lebih berkenaan dengan subtansi bahasa, sedangkan etika berkenan dengan perilaku atau tingkah laku dalam bertutur. Tingkah laku dalam berbahasa haruslah disertai norma-norma yang berlaku dalam budaya itu. Beberapa pakar menyebut normanorma budaya tersebut sebagai etika berbahasa atau tata cara berbahasa. Beberapa pakar yang membahas kesantunan berbahasa antara lain, Lakoff (1972), Fraser (1978), Brown dan Levinson (1978), dan Lecch (1983). Menurut Brown dan Levinson (1978) teori tentang kesantunan berbahasa itu berkisar atas nosi muka atau wajah, yakni citra diri yang bersifat umum dan selalu ingin dimiliki oleh setiap anggota masyarakat. Muka ini meliputi dua aspek yang saling berkaitan, yaitu muka negatif dan muka positif. Muka negatif itu mengacu pada citra diri setiap orang yang berkeinginan agar ia dihargai dengan jalan membiarkannya bebas melakukan tindakannya atau membiarkannya bebas dari keharusan mengerjakan sesuatu. Sedangkan muka positif mengacu pada citra diri setiap orang yang berkeinginan agar apa yang dilakukannya, apa yang dimilikinya atau apa yang merupakan nilai-nilai yang ia yakini diakui orang lain sebagai suatu hal yang baik, yang menyenangkan, dan patut dihargai.

Karena ada dua sisi muka yaitu muka positif dan muka negatif, maka kesantunan pun dibagi menjadi dua, yaitu kesantunan negatif untuk menjaga muka negatif dan kesantunan positif untuk menjaga muka positif. Kesantunan ini dapat ditafsirkan sebagai upaya untuk menghindari konflik antara penutur dan lawan tuturnya di dalam proses komunikasi. Pemakaian budaya santun dalam ragam kesantunan positif perlu diterapkan di kalangan generasi muda termasuk pelajar. Bahasa santun merupakan alat yang paling tepat dipergunakan dalam berkomunikasi. Anak perlu dibina dan didik berbahasa santun positif, sebab anak merupakan generasi penerus yang akan hidup sesuai dengan zamannya. Bila anak dibiarkan berbahasa tidak santun maka tidak mustahil bahasa santun positif yang sudah adapun bisa hilang dan selanjutnya lahir generasi yang arogan, kasar, dan kering dari nilainilai etika dan agama. Akan tetapi terkadang nilai dari kesantunan positif ini sering sekali mengalami pergeseran dari penggunaannya, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Tidak hanya di kalangan masyarakat, pergeseran kesantunan positif juga sering terjadi pada kalangan pelajar terhadap gurunya. Sering kita menjumpai beberapa kasus terjadi pergeseran kesantunan positif di kalangan pelajar yang berlatar belakang kebudayaan Jawa. Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada penggunaan kesantunan positif di kalangan pelajar. Oleh karena itu, penelitian ini mengambil judul Pergeseran Kesantunan Positif di Kalangan Siswa Kelas IX Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Surakarta yang Berlatar Belakang Kebudayaan Jawa. Lokasi Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Surakarta yang terletak di Jalan MT.Haryono 24D tepat berada di pusat kota Solo, menjadi sasaran dalam penelitian ini karena tidak jarang penulis menjumpai ada banyak dari kalangan siswa di MTs

tersebut, khususnya kelas IX dalam berkomunikasi kepada gurunya dan sesama teman sudah memakai prinsip sopan santun, akan tetapi sering mengalami pergeseran kesantunan positif. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah pola kesantunan yang digunakan oleh kalangan siswa kelas IX Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Surakarta? 2. Bagaimanakah bentuk-bentuk pergeseran kesantunan positif yang terjadi di kalangan siswa kelas IX Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Surakarta? 3. Faktor apa sajakah yang mempengaruhi pergeseran kesantunan positif di kalangan siswa kelas IX Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Surakarta? C. Tujuan Penelitian Merujuk dari rumusan masalah diatas, sehingga penelitian ini bertujuan antara lain. 1. Mendeskripsikan pola kesantunan yang digunakan di kalangan siswa kelas IX Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Surakarta. 2. Menjelaskan bentuk-bentuk pergeseran kesantunan positif yang terjadi di kalangan siswa kelas IX Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Surakarta. 3. Menggali faktor apasajakah yang mempengaruhi pergeseran kesantunan positif di kalangan siswa kelas IX Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Surakarta. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat baik teoritis maupun praktis.

1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan penerapan kesantunan positif yang sesuai dengan teori prinsip kesopanan. Penerapan tersebut berhubungan kesantunan positif pada kalangan siswa kelas IX Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Surakarta dengan guru. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dalam penelitian ini dimaksudkan dapat memberikan acuan bagi mahasiswa dalam melakukan penelitian selanjutnya, terutama dalam bidang Pragmatik. Selain itu, secara praktis penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan pembaca mengenai penggunaan kesantunan positif atau wajah positif yang baik dan benar khususnya dalam penggunaan komunikasi kesantunan yang berlatar belakang kebudayaan Jawa.