TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA JAJANAN ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA DENPASAR ABSTRAK Oleh Putu Bagus Satya Nugraha I Made Sarjana I Nyoman Darmadha Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Perlindungan konsumen dalam kehidupan bermasyarakat sering kali kurang mendapat perhatian. Terdapat banyak produk-produk yang beredar di pasaran masih perlu dipertanyakan kualitas dan mutunya tidak terkecuali juga di lingkungan sekolah. Sekolah dasar merupakan tempat para siswa untuk menuntut ilmu namun tidak dapat dipungkiri disekolah juga terjadi transaksi antara pelaku usaha dan konsumen. Konsumen yang berada di lingkungan sekolah dasar pada umumnya adalah siswa-siswa yang cenderung memiliki pengetahuan yang kurang mengenai produk yang dikonsumsi. Disamping itu kesadaran pelaku usaha dalam menggunakan bahan tambahan pangan yang sesuai dengan aturan masih kurang. Pelaku usaha masih terikat dengan pola pikir mencari untung sebanyakbanyaknya tanpa memperhatikan hak-hak dari konsumen yang menggunakan produk tersebut. Pemerintah sebagai pemegang kewenangan juga di harapkan mampu melakukan pengawasan serta penindakan apa bila terjadi pelanggaran hukum mengenai hal tersebut. Kata Kunci : perlindungan konsumen, pelaku usaha, bahan tambahan pangan ABSTRACT Consumer protection was needed a lot of concern by the society. Many products were still lack of quality that found in the market. It also happened in school s environment. Elementary school is a place that many students studied, played and sometimes they bought some snacks in the canteen. In fact we could not ignore that there were interaction between seller and consumer. The consumers in elementary school were the students who did not have enough knowledge about the products that were consumed by them. Besides, some seller did not use the appropriate of food addictives to their products. It is caused by their desire to achieve many profits without giving attention to consumer s rights. The government as BBPOM (Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan) had authority to manage and gave some knowledge to them about how to use the appropriate of food addictives based on the rules. Key words : consumer protection, seller, food addictives 1
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selain sebagai tempat menuntut ilmu sekolah juga sering kali menjadi tempat bertransaksi antara pelaku usaha dan konsumen. Pelaku usaha yang menjual jajanan anak sekolah untuk di konsumsi oleh para siswa-siswi sekolah sering kali hanya mementingkan keuntungan pribadi tanpa memikirkan kualitas dan mutu produk yang di jualnya. Tidak terkecuali dalam hal penggunaan bahan tambahan pangan baik berupa pemanis, pengawet ataupun pewarna. Di masyarakat masih ada ditemukan jajanan anak sekolah yang menggunakan bahan tambahan pangan tidak sesuai dengan aturan. Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tampak bahwa iktikad baik lebih ditekankan pada pelaku usaha, karena meliputi semua tahapan dalam melakukan kegiatan usahanya, sehingga dapat diartikan bahwa kewajiban pelaku usaha untuk beriktikad baik mulai dari saat barang tersebut dirancang sampai pada tahap purna penjualan, sebaliknya konsumen hanya diwajibkan beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa. 1 Cakupan konsumen dalam undang-undang ini adalah sempit. Bahwa yang dapat dikualifikasikan sebagai konsumen sesungguhnya tidak hanya terbatas pada subyek hukum lain yang juga sebagai konsumen akhir yaitu badan hukum. 2 Konsumen yang dimaksud dalam undang-undang perlindungan konsumen adalah konsumen akhir yaitu pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk. 3 1.2 Tujuan Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini yaitu untuk mengetahui tingkat kesadaran pelaku usaha dalam menggunakan bahan tambahan pangan pada jajanan anak sekolah dan memberikan informasi kepada masyarakat Kota Denpasar terhadap haknya sebagai konsumen dalam transaksi jual-beli dalam kehidupan bermasyarakat. II. ISI 1 Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2009, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, h. 44. 2 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 5. 3 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2003, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia Pustaka, Jakarta, h. 10. 2
2.1 Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian empiris yaitu penelitian hukum yang memakai sumber data primer, data yang diperoleh berasal dari wawancara dan observasi. Dalam penelitian ini selain menelaah peraturan perundangundangan dan kebijakan yang mengatur perlindungan konsumen juga menyoroti bagaimana fungsi aturan-aturan hukum bekerja dalam masyarakat dan kesadaran serta kepatuhan masyarakat terhadap hukum. Diisamping itu juga lebih relevan dilakukan penelitian lapangan terhadap hal-hal yang berrkaitan dengan permasalahan yang ada. 2.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan 2.2.1 Bentuk Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Kerugian Konsumen Sebagai Akibat Dari Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pada Jajanan Anak Sekolah Dasar Di Kota Denpasar Tanggung jawab pelaku usaha terhadap kerugian yang diderita konsumen sebagai akibat dari penggunaan bahan tambahan pangan yang menyalahi aturan pada jajanan anak sekolah dasar dibagi menjadi 2 bentuk : 1. Tanggung jawab moril. Tanggung jawab ini lahir karena pelaku usaha sebagai mahluk ciptaan tuhan. 2. Tanggung jawab hukum yang terdiri dari tanggung jawab hukum secara perdata dan tanggung jawab hukum secara pidana. Tanggung jawab hukum secara perdata di atur dalam Pasal 60 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan pelaku usaha dapat dikenakan sanksi administratif yaitu berupa ganti rugi yang besaran ganti ruginya diputus oleh badan penyelesaian sengketa konsumen. Sedangkan tanggung jawab secara pidana diatur dalam Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan pelaku usaha yang melakukan pelanggaran dalam hal pelanggaran standar produksi dan lainnya dapat diancam hukuman pidana penjara 5 tahun atau hukuman denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Selain itu dalam Pasal 63 di atur mengenai hukuman tambahan bagi pelaku usaha berupa perampasan barang tertentu, pengumuman putusan hukum, dan pembayaran ganti rugi. 3
2.2.2 Tindakan Yang Dilakukan Balai besar Pengawas Obat Dan Makanan Di Denpasar Kepada Pelaku Usaha Yang Melanggar Aturan Hukum Mengenai Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Tindakan yang dilakukan oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Denpasar kepada pelaku usaha yang melanggar aturan hukum mengenai penggunaan bahan tambahan pangan pada jajanan anak sekolah terdiri dari: 1. Tindakan preventif. Tindakan preventif adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran hukum terhadap penggunaan bahan tambahan pangan. Contohnya empowering kepada masyarakat, penyebaran kader, pameran di acara pemerintah kota, pembentukan Tim Piagam Bintang Keamanan Pangan Kantin Sekolah, dan pembinaan teknologi kepada warga sekolah. 2. Tindakan represif. Tindakan reprensif adalah tindakan yang dilakukan setelah terjadinya pelanggaran aturan hukum oleh pelaku usaha mengenai penggunaan bahan tambahan pangan sehingga menimbulkan efek jera bagi yang melanggar. Untuk pelaku usaha dengan jenis industri besar tindakan yang dilakukan berupa pemberhentian ijin edar, penarikan produk dan pemberhentian kegiatan produksi. Namun apabila yang melakukan pelanggaran adalah pelaku usaha jenis industri rumah tangga maka yang melakukan tindakan tersebut cukup dinas kesehatan kabupaten/kota dengan surat rekomendasi dari Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan. III. KESIMPULAN - Tanggung jawab pelaku usaha terhadap kerugian yang diderita konsumen sebagai akibat dari penggunaan bahan tambahan pangan yang menyalahi aturan pada jajanan anak sekolah dasar dibagi menjadi 2 bentuk tanggung jawab moril yaitu tanggung jawab yang lahir karena pelaku usaha sebagai mahluk ciptaan tuhan. Sedangkan yang kedua adalah tanggung jawab hukum yang terdiri dari tanggung jawab hukum secara perdata dan tanggung jawab hukum secara pidana. Tanggung jawab hukum secara perdata di atur dalam Pasal 60 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan pelaku usaha dapat dikenakan sanksi 4
administratif yaitu berupa ganti rugi yang besaran ganti ruginya diputus oleh badan penyelesaian sengketa konsumen dan tanggung jawab secara pidana diatur dalam Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan pelaku usaha yang melakukan pelanggaran dalam hal pelanggaran standar produksi dan lainnya dapat diancam hukuman pidana penjara 5 tahun atau hukuman denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Selain itu dalam Pasal 63 di atur mengenai hukuman tambahan bagi pelaku usaha berupa perampasan barang tertentu, pengumuman putusan hukum, dan pembayaran ganti rugi. - Tindakan yang dilakukan oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan untuk menanggulangi penggunaan bahan tambahan pangan pada jajanan anak sekolah dasar di Kota Denpasar terdiri dari 2 bentuk yaitu tindakan preventif yaitu tindakan yang diambil oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Denpasar untuk mencegah terjadinya pelanggaran penggunaan bahan tambahan pangan dan tindakan represif yaitu tindakan yang dilakukan oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Denpasar setelah terjadinya pelanggaran oleh pelaku usaha dengan tujuan menimbulkan efek jera kepada pelaku usaha. IV. DAFTAR PUSTAKA Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2009, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta. Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2003, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia Pustaka, Jakarta. 5