BAB III PENUTUP. bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional. Pemberantasan korupsi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi. Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang

perundang-undangan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi serta tugas dan wewenang Kejaksaan, maka dapat disimpulkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. kekerasan. Hal ini dapat dilihat dari tabel tentang jumlah kejahatan yang

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

AKIBAT HUKUM PENGHENTIAN PENYIDIKAN PERKARA PIDAN DAN PERMASALAHANNYA DALAM PRAKTIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat. disimpulkan sebagai berikut:

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB III PENUTUP. menyimpulkan hal-hal sebagai berikut : Jaksa Agung Muda, peraturan perihal Jaksa Agung Muda Pengawasan

BAB III PENUTUP. pada bab-bab sebelumnya maka dapat dijabarkan kesimpulan sebagai berikut:

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan pembahasan dan analisis, disimpulkan bahwa

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan analisis pembahasan, hasil penelitian yang penulis

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB III PENUTUP. di wilayah hukum pengadilan Negeri Klaten sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

BAB III PENUTUP. (Berita Acara Pelaksanaan Putusan Hakim) yang isinya. dalam amar putusan Hakim.

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

BAB III PENUTUP KESIMPULAN. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

KEWENANGAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PROSES PRA PENUNTUTAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Richard Olongsongke 2

BAB I PENDAHULUAN. material. Fungsinya menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1

DAFTAR PUSTAKA. Arief, Barda Nawawi, Kebijakan Kriminal, op.cit, hal.2

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN. Untuk menjawab rumusan masalah yang dikemukakan penulis, berdasarkan

BAB III PENUTUP. a. Faktor kemandirian kekuasaan kehakiman atau kebebasan yang. pengancaman pidana di dalam undang-undang.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

KEPUTUSAN BERSAMA KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : KEP Nomor : KEP- IAIJ.

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI

DAFTAR PUSTAKA. Bakhri, Syaiful, 2009, Hukum Pembuktian Dalam Praktik Peradilan Pidana, Cetakan I, P3IH FH UMJ dan Total Media, Yogyakarta.

Lex Crimen Vol. V/No. 6/Ags/2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR PUSTAKA. Adami Chazawi, 2008, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Bandung, Alumni,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada Periode Sebelum dan Sesudah Berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, (Tesis Fakultas Hukum Indonesia:1999) hal.3.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini

BAB III PENUTUP. waktu yang lama, dilain pihak kejaksaan harus segera dapat menentukan kerugian

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. PENYITAAN SEBAGAI OBJEK PRAPERADILAN 1 Oleh: Arif Salasa 2

BAB III PENUTUP. terdahulu, maka penulis menyimpulkan beberapa hal yaitu :

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Achmad, Menguak Realitas Hukum: Rampai Kolom Dan Artikel Pilihan Dalam Bidang Hukum, (Jakarta: Kencana, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

I. PENDAHULUAN. biasa. Khusus di Negara Indonesia sendiri, tindak pidana korupsi sudah ada sejak

BAB III PENUTUP. pidana pembunuhan berencana yang menggunakan racun, yaitu: b. Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang merupakan dasar

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN BAGI PENUNTUT UMUM DALAM MELAKUKAN PENUNTUTAN DILIHAT DARI PERAN KORBAN DALAM TERJADINYA TINDAK PIDANA

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan penelitian dan pembahasan, maka dapat dirumuskan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

DAFTAR PUSTAKA. Asikin, Zainal & Amiruddin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Mataram: Divisi Buku Perguruan Tinggi PT.

BAB III PENUTUP. sebagai jawaban dari permasalahan dalam penulisan hukum ini yakni bahwa:

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

URGENSI PENERAPAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA MENANGGULANGI TINDAK PIDANA KORUPSI

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014

Transkripsi:

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Umum Tindak pidana korupsi di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional. Pemberantasan korupsi adalah dengan mengandalkan diperlakukannya secara konsisten Undang-Undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jaksa sebagai penyidik merangkap sebagai penuntut umum dalam penanganan tindak pidana korupsi. Maka untuk menyelesaikan kewajibannya tersebut Jaksa harus bekerja sama dengan pihak lain yang terkait. Kerja sama dengan pihak lain ini disebut dengan hubungan hukum, karena dalam melakukan kerja sama dalam suatu aturan atau hukum yang sifatnya pasti. Hubungan hukum dengan pihak lain itu dapat berupa perseorangan, badan hukum dan instansi pemerintahan yang lain. 2. Khusus a. Peran Jaksa Dalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi Lembaga kejaksaan dalam tindak pidana umum berwenang sebagai penuntut umum. Tetapi dalam tindak pidana korupsi Lembaga Kejaksaan

berwenang sebagai penuntut umum sekaligus sebagai penyidik. Kewenangan jaksa sebagai penyidik dalam tindak pidana khusus diatur oleh Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia khususnya dalam Pasal 30 Ayat 1 huruf d. b. Proses Penanganan Tindak Pidana Korupsi. 1) Penyelidikan Bunyi dari Pasal 30 Ayat 1 huruf d Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yaitu :: Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu Pengertian penyelidikan dimuat pada Pasal 1 butir 5 KUHAP yang berbunyi : Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menemukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undangundang ini. 2) Penyidikan Pengertian penyidikan dimuat pada Pasal 1 angka 2 KUHAP yang berbunyi : Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 3) Penuntutan Pengertian penuntutan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dapat dilihat dalam pasal 1 butir 7 yang menyebutkan: Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini dengan permintaan supaya diperiksa oleh hakim disidang pengadilan

c. Hambatan Jaksa Dalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi, yaitu: 1) Dalam hal terjadinya tindak pidana korupsi ada seseorang yang mengetahui telah terjadi tindak pidana korupsi, tetapi tidak melaporkan kepada pihak yang berwajib. Hal ini dikarenakan karena orang tersebut takut kepada atasannya. 2) Dalam hal terjadinya tindak pidana korupsi ada seseorang yang mengetahui telah terjadi tindak pidana korupsi, tetapi dilarang oleh rekan sesama pelaku tindak pidana korupsi. 3) Dalam hal terjadinya tindak pidana korupsi ada seseorang yang mengetahui telah terjadi tindak pidana korupsi, tetapi tidak berani dalam melaporkannya. 4) Saksi dan terdakwa yang terlalu lama karena sering berpindah-pindah tempat tinggalnya, sehingga akan menjadikan penyidikan memakan waktu yang lama. Untuk itu kerja sama dengan instansi terkait sangat perlu guna suksesnya penanganan tindak pidana korupsi. 5) Kesulitan yang timbul adalah dalam hal penyidik untuk menemukan harta benda tersangka atau keluarganya yang didapat dari hasil tindak pidana korupsi untuk disita sebagai barang bukti. Penyitaan ini sangat penting sifatnya yaitu untuk mengembalikan keuangan negara yang telah di korupsi, untuk selanjutnya digunakan untuk melaksanakan pembangunan. Pada dasarnya penanganan tindak pidana korupsi diprioritaskan untuk mengembalikan keuangan negara.

B. Saran Mengingat bahwa masalah korupsi sudah menjamur dan sangat meresahkan masyarakat karena merugikan negara, maka hendaknya bagi penegak hukum khususnya Lembaga Kejaksaan meningkatkan kinerjanya terutama dalam penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Selain itu juga terdapat beberapa saran dari penulis yaitu : 1. Dalam berperannya Jaksa sebagai penyidik sekaligus sebagai penuntut umum dalam tindak pidana korupsi, maka perlu ditingkatkan koordinasi antara sesama penegak hukum dan instansi yang terkait. 2. Dalam proses penanganan tindak pidana korupsi khususnya dalam penyidikan harus dilakukan secara sungguh-sungguh guna didapatkannya bukti-bukti yang kuat sehingga dapat dilimpahkan ke pengadilan. 3. Dalam proses penanganan tindak pidana korupsi khususnya dalam penuntutan jaksa menuntut terdakwa dengan ancaman yang setinggitingginya sesuai dengan aturan yang berlaku. 4. Sebaiknya jaksa selalu mensurvei pada tiap-tiap pegawai kantor / instansi untuk menanyakan apakah terjadi korupsi di kantor tersebut. Kemudian jaksa merahasiakan pelapor demi kepentingan hukum. 5. Jaksa dalam melakukan penyidikan terlalu lama karena terdakwa berpindah-pindah, maka sebaiknya jaksa dalam melakukan

penyidikan dilakukan secepat mungkin dan dengan sungguhsungguh. 6. Dalam hal sulitnya menemukan harta benda tersangka atau keluarganya sebagai barang bukti, maka diperlukan kerjasama yang baik dengan instansi pemerintahan, badan hukum dan dapat dengan perseorangan.

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2000. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prayek. Yogyakarta: Rineka Cipta. Chazawi, Adam 2001. Hukum Pidana. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada. Effendy, Marwan. 2005. Kejaksaan RI. Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. Hartanti, Evi. 2005 Tindak Pidana Korupsi. Sinar Grafika. Indopos.co.id.27 September 2006. Internet. Jaya, Nyoman Serikat Putra 2000. Tindak Pidana Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di Indonesia. Universitas Diponegoro. Lubis, Mochtar. Bunga Rampai Korupsi. LP3ES Maheka, Arya. 2006. Mengenali dan Memberantas Korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia. Marpaung, Leden. Tindak Pidana Korupsi Masalah dan Pemecahannya. Sinar Grafika. Moeljatno: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Moleong, Lexy J. 2004 Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:PT.Remaja Rosdakarya. Muladi dan Arief Barda Nawawi. 1992. Bunga Rampai Hukum Pidana.Bandung. Prakoso, Djoko. 1994. Eksistensi Jaksa. Jakarta Timur:Ghalia Indonesia. Soekanto, Soerjono. 2002. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. PT Raja Grafindo Persada. Indonesia. Soemitro, Hanitijo Rony. 1988. Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri. Ghalia Indonesia. Semarang. Sutarto, Suryono. 2004. Hukum Acara Pidana Jilid I. Semarang:Universitas Diponegoro.

2004. Hukum Acara Pidana Jilid II. Semarang:Universitas Diponegoro. Undang-Undang No.8 Tahun 1981 (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) Undang-Undang Republik Indonesia No 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Jakarta:CV. Eko Jaya. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi