BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perubahan dramatis dimasa pubertas. Banyak orang tua

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian dan analisa Bab IV maka dapat diperoleh. 1. Tingkat Interaksi sosial pada remaja di Pondok Pesantren Bahrul Ulum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan-kegiatan dan peraturan yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. (punishment) sebagai ganjaran atau balasan terhadap ketidakpatuhan agar

BAB 1 PENDAHULUAN. Pesantren adalah tempat para santri (Dhofier, 2011). Pesantren sendiri berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. emosional. Salah satu tahap yang akan dihadapi individu jika sudah melewati. masa anak-anak akhir yaitu masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif (Sugiyono, 2005:14) Bila dilihat kedalaman analisisnya, jenis

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Santri, sebagaimana dia seorang remaja, mengalami periode transisi

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis,

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja juga merupakan priode yang penting, dimana pada masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. masa anak-anak ke masa dewasa di mana pada masa-masa tersebut. sebagai masa-masa penuh tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi minum minuman keras (miras) di tengah kehidupan masyarakat Bali sudah

BAB I PENDAHULUAN. banyak mengalami perubahan serta kesulitan yang harus dihadapi. Masa remaja. hubungan lebih matang dengan teman sebaya.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. tidak dekat dengan ustadzah. Dengan kriteria sebagai berikut dari 100

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan. warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan seseorang dari masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB I PENDAHULUAN. kenakalan remaja seperti penyalahgunaan obat-obatan terlarang, pergaulan. bebas dan kasus penyimpangan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. mental, emosional, sosial dan fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Hurlock (1980) bahwa salah satu tugas perkembangan masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pentingnya pendidikan moral dan sosial. Dhofier (1990) menyatakan moral dan

I. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Secara psikologis masa remaja dikatakan sudah mencapai masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS SISWA DI ORGANISASI SEKOLAH DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI SISWA DENGAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak

BAB I PENDAHULUAN HUBUNGAN KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP NEGERI 1 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. diselaraskan dengan tuntutan dari lingkungan, sehingga perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pesantren berasal dari kata santri yang di awali dengan kata pe- dan diakhiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. sering diartikan juga sebagai sekolah agama bagi pelajar muslim (Sumadi,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bisnis, maka selayaknya SDM tersebut dikelola sebaik mungkin. Kesuksesan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I Pendahuluan. Manusia sebagai mahluk sosial memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan transisi dalam moralitas (Suhud & Tallutondok., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. banyak disampaikan menggunakan bahasa yang berbeda-beda. Sehingga

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengaruh besar terhadap kehidupan selanjutnya. Istilah remaja atau adolescence

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. lingkungan (Semiun, 2006). Penyesuaian diri diistilahkan sebagai adjustment.

BAB I PENDAHULUAN hingga (Unicef Indonesia, 2012). Menurut Departemen Sosial

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. akademis dengan belajar, yang berguna bagi nusa dan bangsa di masa depan

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. mengharapkan pengaruh orangtua dalam setiap pengambilan keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadikannya sebagai insal kamil, manusia utuh atau kaffah. Hal ini dapat terwujud

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai (A) Tipe Penelitian (B). Identifikasi Variabel Penelitian, (C). Definisi

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahap perkembangannya, seperti pada tahap remaja.

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan muncul generasi-generasi yang berkualitas. Sebagaimana dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. adalah masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks. Banyak hal yang

Bab I Pendahuluan. Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup bermasyarakat atau dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. bahkan sampai jam enam sore jika ada kegiatan ekstrakulikuler di sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Harapan remaja dan orang tua mereka seolah-olah sering dilanggar seiring dengan perubahan dramatis dimasa pubertas. Banyak orang tua melihat anak-anak mereka mengalami perubahan dari sosok yang patuh menjadi tidak patuh, beroposisi, dan menolak standar orang tua. Orang tua sering kali lebih ketat mengawasi dan memaksa remaja untuk mematuhi standar-standar orang tua. Orang tua yang mengetahui bahwa remaja membutuhkan waktu yang lama untuk melakukan suatu yang benar biasanya mampu menangani remaja lebih kompeten (Santrock 2007:13). Seorang individu rata-rata tingkat SMP sampai SMA, berarti memasuki masa remaja yang merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke dewasa. Remaja, kata tersebut mengandung banyak kesan. Parke dan buriel (1998, 2006, santrock 2007:13) Orang tua dapat berperan penting sebagai menejer terhadap peluang yang dimiliki remaja, mengawasi relasi sosial remaja, sebagai inisiator dan pengatur dalam kehidupan sosial. Younis dan Ruth (2002, Santrock 2007 : 13) untuk membantu remaja mencapai potensi seutuhnya salah satu peran yang penting orang tua adalah sebagai menejer yang efektif, menemukan informasi membuat kontak, membantu menyusun pilihan-pilihannya dan memberikan bimbingan, menrut Furtenberg (1999, Santrock 2007: 13) hal ini akan membantu remaja terhindar dari perangkap dan membantu mereka menyelesaikan tugasnya dengan membuat berbagai pilihan dan keputusan.

Dalam mewujudkan remaja yang terhindar dari perangkap dan membantu mereka menyelesaikan tugasnya dengan membuat berbagai pilihan dan keputusan secara mandiri serta mampu bersosialisasi dengan baik, menjadikan alasan banyak orang tua perkotaan menyekolahkan anak-anaknya ke pesantren. Karena pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam yang bertujuan untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Kelebihan pesantren adalah mampu memadukan catur pusat pendidikan, yaitu kyai, santri, asrama, dan masjid sebagai tempat ibadah dan tempat belajar didalam satu tempat. Kondisi ini menjadikan santri berada dalam pengawasan dan pembinaan pendidik selama 24 jam penuh. Pesantren memang diidealisasikan sebagai lembaga pendidikan yang dapat melindungi anak-anak remaja dari pengaruh-pengaruh negatif, menawarkan penguasaan ilmu pengetahuan dan agama sekaligus, serta sebagai pembimbing dan pengasuh selama 24 jam yang di ibaratkan sebagai pengganti orang tua. Remaja di pesantren adalah anak-anak dengan tingkat kematangan atau usia yang kurang lebih sama atau teman sebaya. Salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman sebaya adalah untuk memberikan sumber informasi dan komparasi tentang dunia di luar keluarga. Melalui kelompok teman sebaya anak-anak menerima umpan balik dari teman-teman mereka tentang kemampuan mereka. Anak-anak menilai apa-apa yang mereka lakukan, apakah dia lebih baik dari pada teman-temannya, sama, ataukah lebih buruk dari apa yang anak-anak lain kerjakan. Hal demikian akan sulit dilakukan

dalam keluarga karena saudara-saudara kandung biasanya lebih tua atau lebih muda (bukan sebaya) (Santrock, 2007 : 55). Pengalaman dengan teman sebaya memiliki pengaruh yang penting bagi perkembangan anak-anak, pengaruh ini dapat bervariasi, tergantung pada pengukurannya, perumusan hasil yang diperoleh, serta lintasan hasil yang diperoleh menurut Hatup (1999, Santrosk 2007 : 56). Melalui interaksi dengan teman-teman sebaya, remaja mempelajari modus relasi yang timbal balik secara simetris J. Piaget dan H.S. Sullivan, (1932, 1953 Santrock 2007 : 57 ). Anak-anak megesplorasi prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan melalui pengalaman mereka ketika menghadapi perbedaan pendapat, mereka juga belajar mengamati minat dan sudut pandang teman-temannya agar mereka dapat mengintegrasikan minat dan sudut pandangnya sendiri dalam aktivitas yang berlangsung bersama kawan-kawan. Penyelarasan dapat muncul dalam berbagai bentuk dan mempengruhi berbagai aspek kehidupan remaja. Menurut Jhon W. Santrock (2007 : 60), konformitas muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh mereka, sehingga remaja mengadopsi sikap atau prilaku teman sebayanya. Konformitas terhadap pengaruh teman sebaya dapat berdampak positif dan negatif. Beberapa tingkah laku konformitas negatif antara lain menggunakan kata-kata jorok, mencuri, tindakan perusakan (vandalize), serta mempermainkan orang tua dan guru. Namun demikian, tidak semua konformitas terhadap kelompok sebaya berisi tingkah laku negatif. Konformitas terhadap teman sebaya mengandung keinginan untuk terlibat

dalam dunia kelompok sebaya seperti berpakaian sama dengan teman, dan menghabiskan sebagian waktunya bersama anggota kelompok. Tingkah laku konformitas yang positif terhadap teman sebaya antara lain bersama-sama teman sebaya mengumpulkan dana untuk kepentingan kemanusiaan (Santrock, 2007 : 60). Desakan dari teman sebaya merupakan suatu tema yang terdapan pada kehidupan remaja. Kekuatan dari pengaruh ini dapat teramati dalam hampir semua dimensi prilaku remaja, seperti pilihan pakaian, musik, bahasa, nilai, aktivitas luang, dan sebagainya. Para orang tua, guru, dan orang tua lainnya dapat membantu remaja dalam mengatasi desakan dari teman sebayanya menurut Clasen dan Brown (1987 Santrock 2007 : 61). Remaja membutuhkan kesempatan yang banyak untuk bercakap-cakap dengan teman sebaya dan orang dewasa mengenai dunia sosial dan berbagai tekanana yang dialaminya. Remaja dapat belajar bahwa kendali dalam dunia sosial berlangsung secara timbal balik, orang lain dapat berusaha menggendalikan mereka, namun mereka juga dapat berusaha memiliki kendali pribadi terhadap tindakan mereka dan tindakan orang lain.(santrock 2007 : 61). Dengan cara ini, remaja menarik perhatian pada diri sendiri dan supaya dipandang sebagai individu, sementara pada saat yang sama remaja mempertahankan identitas dirinya terhadap kelompok sebaya. Di Pondok Pesantren, remaja menghabiskan waktu bersama-sama 24 jam sehari dan Pesantren menyediakan berbagai aktivitas bagi kegiatan berkelompok dengan teman sebaya. Remaja berkelompok berdasarkan minat dan kemampuan yang

sama dimana kelompok yang menjadi acuan atau sasaran tersebut mempunyai arti penting baginya. Bertemunya orang-perorangan secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang-orang atau kelompok-kelompok manusia bekerjasama, saling berbicara, dan seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama. Menurut H. Bonner Interaksi sosial merupakan suatu hubungan antara dua orang atau lebih individu, dimana kelakuan individu mempengaruhi, mengubah atau mempengaruhi individu lain atau sebaliknya. Menurut S.S. Sargent, Social interation is to consider social behavior always within a group frame work, as related to group structure and function (Santosa, 2006:11) yang artinya tingkah laku sosial individu dipandang sebagai akibat adanya struktur dan fungsi kelompok. Dalam penelitian terdahulu skripsi milik Sagantoro (2011), di Universitas Muhammadiyah Surakarta, ada hubungan antara penerimaan diri dengan interaksi sosial pada remaja di SMA Muhammadiyah 3 Masaran, berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien korelasi r = 0,626, p = 0,000 (p < 0,01). Semakin banyak partisipasi sosial, semakin besar kopetensi sosial remaja. Dengan demikian remaja memiliki kepercayaan diri yang diungkapkan melalui sikap yang tenang dan seimbang dalam situasi sosial. Bertambah dan bertambahnya perasangka dan diskriminasi dalam masa remaja sangant dipengaruhi oleh lingkungan dimana remaja berada dan oleh sikap serta prilaku rekan-rekan dan teman-teman baiknya. Remaja sebagai

kelompok lebih pilih-memilih dalam memili rekan baik. Oleh karena itu, remaja yang latar belakang sosial, agama atau sosial ekonominya berbeda dianggap kurang disenangi dibandingkan latar belakangnya yang sama (Hurlock 2002 : 214). Kondisi ini akan memberikan peluang terjadinya gambaran yang dimiliki penerimaan diri menjadi baik didalam teman sebaya dipesantren. Penerimaan diri ini mengandaikan adanya kemampuan diri dalam psikologis seseorang, yang menunjukkan kualitas diri. Hal ini berarti bahwa tinjauan tersebut akan diarahkan pada seluruh kemampuan diri yang mendukung perwujudan diri secara utuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Supratinya (1995:84-85) penerimaan diri adalah memiliki penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri, atau lawannya, tidak bersikap sinis terhadap diri sendiri. Penerimaan diri ini berkaitan dengan tiga hal, yaitu, Kerelaan kita untuk membuka dan mengemukapkan aneka pikiran, perasaan dan reaksi kitakepada orang lain, Kesehatan psikologis kita dan Penerimaan kita terhadap orang lain. Sedangkan menurut Perls (Schultz, 1991:186) penerimaan diri berkaitan dengan orang yang sehat secara psikologis yang memiliki kesadaran dan penerimaan penuh terhadap siapa dan apa diri mereka. Chaplin (2008 : 451) mengatakan penerimaan diri adalah sikap yang pada dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat sendiri, serta pengetahuan- pengetahuan akan keterbatasan-keterbatasan sendiri. Penelitian terdahulu milik Ulva Ulandari di UNS-F Surakarta (2011), hubungan antara kestabilan emosi dan penerimaan diri dengan kecemasan komunikasi

interpersonal pada remaja siswa kelas X SMA N 1 Boyolali, diambil dengan teknik cluster random sampling. Data diambil dengan menggunakan Skala Kestabilan Emosi, Skala Penerimaan Diri dan Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal. Data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis regresi ganda. Analisis data menunjukkan nilai F=32,93; p<0,05 dan nilai R=0,667. Data observasi dan wawancara yang saya dapat dalam pesantren tersebut, kelangsungan interaksi sosial terlihat sangat sederhana namun sebenarnya interaksi merupakan suatu proses yang komplek karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mendasar, faktor tersebut terdapat dalam bentuk-bentuk interaksi sosial seperti kerja sama contoh gotong-royong membersihkan pesantren setiap jumat pagi, Persaingan contoh berlomba mendapat nilai yang terbaik, Pertentangan contoh merjuangan idialisme dalam diri masing atau ingin berkuasa, Persesuaian adalah bersepakat untuk menyudahi pertentangan contoh memilih ketua kamar, Perpaduan contoh berbagi kue atau makanan. Adanya bentuk-bentuk penerimaan diri dipesantren seperti ketika melanggar peraturan berani bertanggungjawab (dita zir),merasa sama dengan temennya, dan penerima celaan dengan obyektif seperti pemberian nama julukan. Dari fakta yang ditemukan di lapangan (kantor keamanan) terdapat sejumlah pelanggaran yang menunjukkan interaksi sosial dan penerimaan diri seperti, pelanggaran rokok yang dilakukan oleh BD, AI, AS, dan SA pada tanggal 08-05-2011 dengan hukuman petal (potong rambut) dan membaca Al- Qur an di depan gerbang dengan perjanjian jika mengulanggi akan

mendapatkan hukuman yang lebih berat. Fakta ke-dua adalah tidak melaksanakan sholat berjama ah yang dilakukan oleh MF, MC, dan D pada tanggal 02-06-2011 dengan hukuman membersihkan mushola dan jerambah dengan perjanjian jika mengulangi akan mendapatkan sanksi dengan membaca al-qur an setiap hari satu jam sekali selama tiga hari. Fakta ke-tiga adalah bermain playstation yang dilakukan oleh SA, SD, dan BD pada tanggal 2-05- 2011 dengan hukuman membaca Al-Qur an di halaman pesantren dan membersihkan kamar mandi dengan perjanjian jika mengulanggi akan mendapatkan sanksi lebih berat. Melihat fenomena yang ada di lapangan belum dapat diketahui dengan pasti hubungan interaksi sosialdalam kelompok teman sebaya terhadap penerimaan diri. Hal ini dikarenakan belum ada penelitian yang mengulas mengenai hubungan interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya terhadap penerimaan diri. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang Hubungan interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya terhadap penerimaan diri remaja di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Ribath al-ghozali Tambakberas Jombang B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat interaksi sosial remaja dalam kelompok teman sebaya di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Ribath al-ghozali Tambakberas Jombang?

2. Bagaimana tingkat penerimaan diri remaja di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Ribath al-ghozali Tambakberas Jombang? 3. Adakah hubungan interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya terhadap penerimaan diri remaja di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Ribath al-ghozali Tambakberas Jombang? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui tingkat interaksi sosial remaja dalam kelompok teman sebaya di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Ribath al-ghozali Tambakberas Jombang. 2. Mengetahui tingkat penerimaan diri remaja di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Ribath al-ghozali Tambakberas Jombang. 3. Adanya hubungan interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya terhadap penerimaan diri remaja di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Ribath al- Ghozali Tambakberas Jombang. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Untuk mengembangkan pengetahuan dan menambah pengalaman penulis tentang hal-hal yang berkaitan dengan hubungan interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya terhadap penerimaan diri, serta sebagai bahan pustaka dan kajian untuk penelitian berikutnya. 2. Manfaat Praktisi

Bagi lembaga pendidikan : Sebagai bahan dalam memperkaya khazanah studi Psikologi di Perguruan Tinggi Islam khususnya, dan Perguruan Tinggi lain pada umumnya yang intens terhadap Psikologi. Sebagai bahan informasi bagi lembaga pendidikan untuk selalu lebih maju dan berkembang dengan konsep-konsep yang baru. Bagi peneliti : Peneliti bisa mengetahui dan memahami sejauh mana hubungan interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya terhadap penerimaan diri remaja di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Ribath al-ghozali Tambakberas Jombang. Bagi subjek : Subjek bisa mengetahui sejauh mana hubungan interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya terhadap penerimaan diri, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas diri. 3. Manfaat sosial Pihak pengurus pesantren dan orang tua santri dapat mengetahui sejauh mana hubungan interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya terhadap penerimaan diri, sehingga dapat memahami perkembangan psikologis dan mewujudkan moral islam pada individu (santri).