BAB I PENDAHULUAN. lainnya adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable)

dokumen-dokumen yang mirip
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

Pertambangan adalah salah satu jenis kegiatan yang melakukan ekstraksi mineral dan bahan tambang lainnya dari dalam bumi.

BAB I PENDAHULUAN. bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1646); 3.

BAB I PENDAHULUAN. meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, bijih besi, dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia

NOMOR 11 TAHUN 2OO9 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang

TENTANG LAHAN DENGAN. dan dan. hidup yang. memuat. dengan. pembukaan. indikator. huruf a dan. Menimbang : Tahun Swatantra. Tingkat.

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

RINGKASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

BAB I PENDAHULAUN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BUPATI TANAH LAUT PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN REKLAMASI DAN JAMINAN PASCA TAMBANG

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya tambang (bahan galian). Negara Indonesia termasuk negara yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG

PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

BENCANA LINGKUNGAN PASCA TAMBANG

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TENTANG PENINGKATAN NILAI TAMBAH BATUBARA MELALUI KEGIATAN PENGOLAHAN BATUBARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PENJUALAN DAN/ATAU RENCANA PENGIRIMAN HASIL TAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 6 TAHUN 2011 T E N T A N G PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATU BARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. hewan tumbuan dan organisme lain namun juga mencangkup komponen abiotik

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2012 NOMOR 20 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 20 TAHUN 2012 BUPATI KERINCI,

BAB I PENGANTAR. ekonomi tinggi. Penggalian terhadap sumber-sumber kekayaan alam berupa

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

RANCANGAN PERMEN ESDM NO. TH

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran

BAB 1 PENDAHULUAN. kekayaan sumber daya alam dan mineral, seperti minyak mentah, batu bara,

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang).

BAB II PENGATURAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DI INDONESIA. pemanfaatan sumber daya alam tambang (bahan galian) yang terdapat dalam bumi

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI PROVINSI JAWA TENGAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PRESIDEN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Reklamasi dan Pascatambang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang No.41 Tahun 1999 hutan memiliki fungsi

Pengertian. Istilah bahasa inggris ; Mining law.

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA

KEWENANGAN PEMERINTAH DAN POTENSI PENERIMAAN PAJAK PADA SEKTOR PERTAMBANGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

BAB I PENDAHULUAN. 95 BT hingga 141 BT (sekitar 5000 km) dan 6 LU hingga 11 LS 2 tentu

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN MUARA ENIM

1 Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yang semakin meningkat mengandung resiko pencemaran dan. yang menjadi pendukung kehidupan manusia telah rusak.

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 26 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. Cipta. hlm Salim HS Hukum Penyelesaian Sengketa Pertambangan di Indonesia. Bandung: Pustaka Reka

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTER! ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG

KEBIJAKAN REKLAMASI PADA LAHAN BEKAS TAMBANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 2012

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

BAB I PENDAHULUAN. (tambang). Bahan galian meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4

GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang dikruniai Tuhan dengan sumber daya alam yang begitu melimpah. Secara umum sumber daya alam dapat dibagi ke dalam 2 (dua) jenis yaitu sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable) seperti air, tanah, udara, dll. Sedangkan jenis sumber daya alam lainnya adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable) seperti minyak bumi, gas alam, mineral, baubara, dll. 1 Berdasarkan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Salah satu sektor yang menghasilkan sumber daya alam yang penting di Indonesia adalah sektor pertambangan, baik itu pertambangan mineral dan batubara maupun juga pertambangan minyak dan gas bumi. Menurut catatan yang dikeluarkan oleh Indonesia Minnng Association pada tahun 2009, Indonesia memiliki kekayaan tambang yang besar, yaitu meliputi: 1. Kandungan timah terbesar kedua di dunia; 2. Kandungan tembaga terbesar keempat di dunia; 3. Kandungan nikel terbesar kelima di duna; 4. Kandungan emas terbesar ketujuh di dunia; dan 1 Salim HS, 2014, Hukum Pertambangan Mineral Dan Batubara, cetakan kedua, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 36 1

5. Kandungan minyak bumi dan batubara dengan kualitas terbaik di dunia. 2 Berdasarkan data tersebut, tidak diragukan lagi jika Indonesia menjadi salah satu tempat tujuan para perusahaan ataupun investor yang bergerak di bidang pertambangan untuk melaksanakan kegiatan usahanya di Indonesia. Pertambangan di era Orde Baru sudah diatur sejak tahun 1967 dengan dikeluarkannya Undang Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Pertambangan. Seiring perkembangannya undang-undang tersebut khususnya untuk pertambangan mineral dan batubara, diubah dengan Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Pengertian pertambangan dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 1 UU Minerba yang mengatakan bahwa pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengelolaan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. Untuk melaksanakan kegiatan usaha pertambangan, maka suatu perusahaan harus memiliki Izin Usaha Pertambangan (selanjutnya disebut dengan IUP) yang dikeluarkan oleh pemerintah sesuai kewenangannya baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) UU Minerba, IUP terdiri atas dua tahap, yaitu IUP Eksplorasi dan IUP Operasi 2 Arif Zulkifli, 2014, Pengelolaan Tambang Berkelanjutan, Graha Ilmu, Yogyakarta, hlm. 11. 2

Produksi yang diberikan sesuai dengan tahapan kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP. Kegiatan pertambangan sangat berkaitan erat dengan lingkungan, bahkan ada pendapat bahwa tidak ada pertambangan yang tidak merusak lingkungan. Setiap kegiatan pertambangan selalu mempunyai dampak lingkungan, baik berupa pencemaran ataupun perusakan lingkungan. Pencemaran lingkungan berdasarkan Pasal 1 angka 14 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tetang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) adalah masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup. Selain itu, kegiatan pertambangan juga menimbulkan kerusakan lingkungan di wilayah usaha pertambangan dan juga di wilayah sekitar pertambangan. Berdasarkan Pasal 1 angka 17 UUPPLH, yang dimaksud dengan kerusakan lingkungan adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, sebagai contoh antara lain adalah perubahan fisik tanah yang diakibatkan oleh kegiatan pertambangan. Di samping dampak negatif, kegiatan pertambangan juga memberikan dampak positif, yaitu antara lain, peningkatan pendapatan daerah yang berasal dari pajak, retribusi ataupun pungutan-pungutan lain, serta terbukanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah pertambangan. 3

Dalam rangka mengantisipasi dampak negatif kegiatan pertambangan, pemerintah melalui Pasal 39 ayat (1) huruf n UU Minerba menegaskan bahwa salah satu ketentuan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan IUP eksplorasi adalah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Lebih lanjut, Pasal 99 UU Minerba menyatakan bahwa setiap pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan rencana reklamasi dan rencana pascatambang pada saat mengajukan permohonan IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi. Fungsi dokumen AMDAL adalah sebagai acuan bagi para pemegang IUP untuk melaksanakan pemulihan keadaan lingkungan. Sebagai tindak lanjut Pasal 99 UU Minerba, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2010 tantang Reklamasi dan Pascatambang sebagai acuan dalam peaksanaan kegiatan reklamasi dan pascatambang. Berdasarkan Pasal 1 angka 26 UU Minerba, yang dimaksud dengan reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya; sedangkan berdasarkan Pasal 1 angka 27 UU Minerba, yang dimaksud dengan pascatambanga adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan. Dengan dikeluarkannya PP No 78 Tahun 2010 tersebut, seluruh pemegang IUP 4

diharapkan dapat melakukan kegiatan pertambangan dengan memikirkan dampak setelah terjadinya kegiatan penambangan, bukan hanya untuk mencari keuntungan, sehingga setelah kegiatan pertambangan selesai lahan tersebut dapat digunakan kembali sesuai dengan peruntukan awalnya dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai potensi pertambangan melimpah adalah di Provinsi Kalimantan Timur dengan pertambangan migas dan non-migasnya. Hingga tahun 2014 Provinsi Kalimantan Timur memiliki potensi petambangan minyak bumi dengan produksi mencapai 35,21 juta barrel, gas bumi dengan produksi mencapai 605,58 juta MMBTU, dan batubara dengan produksi mencapai 234.661.519 ton. 3 Hingga bulan Agustus 2014 ada sekitar 1192 (seribu seratus sembilan puluh dua) Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah di Provinsi Kalimantan Timur dan persebarannya pun terletak di berbagai wilayah seperti Paser, Kutai Barat, Kutai Timur, Kartanegara, Berau, Penajam Paser Utara, Balikpapan, Samarinda dan Bontang. 4 Dalam kenyataan yang ditemukan di lapangan setelah peraturan ini dibuat dan disahkan masih ada saja beberapa perusahaan pemegang IUP yang tidak mematuhi ketentuan mengenai reklamasi dan pascatambang. Sebagai 3 http://www.kaltimprov.go.id/hal-potensi-pertambangan-dan-migas.html, diakses pada tanggal 3 April 2016, Pukul 17.45. 4 http://pertambangan.kaltimprov.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=133%3aiupkalimantan-timur&catid=40%3apertambangan-umum&itemid=103&lang=in, diakses pada tanggal 3 Maret 2016, pukul 17.33. 5

contoh, kasus yang terjadi di Kota Samarinda, Kalimantan Timur pada tahun 2012, yaitu PT. Nuansa Coal Invesment mendapatkan sanksi administratif berupa teguran tertulis. Hal tersebut dikarenakan perusahaan tersebut tidak melakukan pelaporan rutin dan tepat waktu kepada pemerintah terkait dengan pelaksanaan RKL-RPL (Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan) yang telah dibuat oleh perusahaan tersebut. Kasus lain adalah CV. Bara Energi Kaltim mendapatkan sanksi administratif berupa pencabutan izin yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Samarinda dikarenakan perusahaan pemegang IUP tersebut tidak melakukan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan dokumen RKL-RPL, pengelolaan air limbah yang tidak maksimal dan tidak melaksanakan kewajiban pemulihan keadaan lingkungan (reklamasi pascatambang). 5 Dalam pengelolaan dampak negatif kegiatan pertambangan terdapat istilah from the cradle to the grave (dari ayunan sampai dengan kubur) yang berarti bahwa kegiatan pertambangan memerlukan perhatian khusus dalam pelaksanaannya baik dari penetapan lokasi tambang, pelaksanaan kegiatan peratambangan sampai pada penutupan dan kegiatan pascatambang. Bukan hanya dari pemerintah sebagai pihak yang melakukan pengawasan, tetapi juga diperlukan perhatian khusus dan tanggung jawab dari para pemegang izin pertambangan dalam melaksanakan kegiatan pertambangan di indonesia. 5 http://www.menlh.go.id/penerapan-sangsi-administrasi-paksaan-pemerintah-terhadap-perusahaanpertambangan-di-kota-samarinda/. Diakses pada tanggal 1 Maret 2016, Pukul 17.20. 6

Berdasarkan penjabaran latar belakang masalah tersebut, maka salah satu hal yang perlu untuk diteliti adalah pelaksanaan kegiatan reklamasi dan pascatambang dalam pelaksanaan pertambangan mineral dan batubara di Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang sudah dikemukakan, permasalahan yang dapat diangkat adalah bagaimanakah pelaksanaan kewajiban reklamasi dan pascatambang di Kota Samarinda berkenaan dengan pertambangan mineral dan batubara berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi Dan Pascatambang? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dapat diketahui bahwa penulisan hukum/skripsi ini dilakukan untuk membahas permasalahan yang telah dikemukakan dalam rumusan masalah dan bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan reklamasi dan pascatambang khususnya pertambangan mineral dan bataubara di Kota Samarinda Kalimantan Timur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi Dan Pascatambang. D. Manfaat Penetiltian Melalui penulisan hukum/skripsi yang dilakukan diharapkan penelitian ini mempunyai banyak manfaat antara lain: 7

1. Manfaat Teoritis Penulisan hukum/skripsi ini diharapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya di bidang hukum pertambangan dan lingkungan hidup mengenai pelaksanaan kewajiban reklamasi dan pascatambang berkenaan dengan pertambangan mineral dan bataubara di Kota Samarinda Kalimantan Timur berdasarkan peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi Dan Pascatambang. 2. Manfaat Praktis: a) Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan serta masukan bagi Dinas Pertambangan dan Energi Kota Samarinda Kalimanatan Timur terkait dengan pelaksanaan kegiatan reklamasi dan pascatambang yang terjadi di Kota Samarinda. b) Bagi Pelaku Usaha Pertambangan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pelaku usaha pertambangan terkait pelaksanaan kewajiban reklamasi dan pascatambang. E. Keaslian Penelitian 1. Idientitas penulis : Cheny Firmanila Ristha (Universitas Mulawarman) Judul Skripsi : Kewenangan Pemerintah Daerah Terhadap Kegiatan Reklamasi Dan Pascatambang (Studi Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 8

78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi Dan Pascatambang Dengan Peraaturan Walikota Samarinda Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Reklamasi Dan Penutupan Tambang) Rumusan Masalah : Bagaimanakah kewenangan Pemerintah Daerah terhadap kegiatan reklamasi dan pascatambang berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang dan Peraturan Walikota Samarinda Nomor 5 Tahun 2009 tentang reklamasi dan penutupan tambang? Hasil Penelitian: a) Kewenangan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota yang tercantum dalam UU Minerba meliputi penetapan kebijakan (penetapan peraturan di bidang tambang), kewenangan berikutnya dalam hal perizinan terdapat beberapa tahapan yang harus diajukan bagi pemegang IUP dan IUPK sebelum melakukan kegiatan usaha pertambangan. Kewenangan pemerintah daerah alam hal pembinaan dan pengawasan masih lemah, karena terlalu mudah memberikan suatu izin usaha pertambangan dan hal itu tidak sejalan dengan pengawasan kegiatan usaha pertambangan karena masih banyak perusahaan tambang yang belum melaksanakan kewajiban untuk melaksanakan kegiatan reklamasi dan pascatambang. Sedangkan menurut Peraturan Walikota Samarinda Nomor 5 Tahun 2009 berupa penilaian dan persetujuan rencana reklamasi dan rencana 9

penutupan tambang, pelaksanaan, pelaporan, pencairan dan pelepasan jaminan reklamasi dan jaminan penutupan tambang, dan pengawasan pelaksanaan. 2. Idientitas Penulis : Andi Alaudin (Universitas Mulawarman) Judul Skripsi : Kajian Yuridis Tentang Tenggat Waktu Pelaksanaan Reklamasi Lahan Pasca Pertambangan Ditinjau Dari Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi Dan Pascatambang (Studi Pelaksanaan Reklamasi PT. Cahaya Energi Mandiri) Rumusan Masalah : 1) bagaimana dampak yang ditimbulkan akibat dari keterlambatan pelaksanaan reklamasi oleh PT. Cahaya Energi Mandiri (CEM)? 2) Bagaimana akibat hukum dari keterlambatan pelaksanaan reklamasi oleh PT. CEM? Hasil Penelitian : 1) Dampak negatif dari kegiatan penambangan dapat dikelompokan dalam bentuk kerusakan permukaan bumi, ampas buangan (tailing), kebisingan, polusi udara, menurunnya permukaan bumi (land subsidence), dan kerusakan karena transportasi alat dan pengangut berat. Sepanjang siklus pemanfaatannya batubara menimbulkan kerusakan yang berpengaruh pada bumi dan manusia di dalamnya. Siklus hidup batubara mulai dari bawah tanah hingga ke limbah beracun yang dihasilkan, biasannya disebut sebagai rantai kepemilikan. Rantai kepemilikan ini memiliki tiga rantai utama penambangan, pembakaran, sampai ke pembuangan limbahnya. 10

Setiap bagian dari rantai ini, menimbulkan daya rusak yang harus ditanggung bumi dan manusia di dalamnya. 2) Berkaitan dengan keterlambatan pelaksanaan reklamasi lahan pascatambang, khususnya yang terkait dengan Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010, sebenarnya juga telah memberikan sanksi bagi jika dilanggar dan telah tercantum pada pasal 50 ayat (1), (2), (3), dan (4). 3. Idientitas Penulis : Ismed Inoun (Unversitas Bangka Belitung) Judul Skripsi : Pengelolaan Lahan Tailing Timah Di Pulau Bangka Belitung: Penelitian Yang Telah Dilakukan Dan Prospek Kedepan Rumusan Masalah : 1) Apa dampak operasi tambang timah di Pulau Bangka Belitung? 2) Apa saja masalah reklamasi dan revegetasi lahan di Pulau Bangka Belitung? Hasil Penelitian : 1) Dampak terbesar dari operasi pertambangan timah di Pulau Bangka Adalah semakin meluasnya lahan kritis dan marjinal dalam bentuk tailing yang mempunyai sifat fisik dan kimia tanah serta iklim mikro yang jelek, sehingga untuk memanfaatkannya kembali untuk lahan pertanian diperlukan upaya raklamasi lahan. 2) Masalah-masalah reklamasi dan revegetasi lahan di Pulau Bangka antara lain pembongkaran kembali lahan yang telah direklamasi oleh masyarakat, manajemen pengelolaan tanah bekas galian yang tidak tepat dan pemilihan 11

spesies revegetasi yang kurang bermanfaat secara ekonomis bagi masyarakat lokal. 3) Sejumlah penelitian teknologi reklamasi lahan tailing bekas penambangan timah di Pulau Bangka ke depan diarahkan pada pemanfaatan potensi sumber bahan organik lokal dan penggunaan spesies eksotik yang tidak saja bermanfaat secara ekologis, tetapi juga secara ekonomis mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di sekitar lokasi reklamasi. Dari ketiga judul penelitian hukum yang dilakukan oleh Cheny Firmanila Ristha, Alan Alaudin dan Ismed Inoun berbeda dengan penulisan hokum yang dilakukan oleh penulis, perbedaannya terletak pada objek penelitiannya dimana penelitian yang dilakukan oleh Cheny Firmanila Ristha berfokus kepada kewenangan pemerintah daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 dan Peraturan Walikota Samarinda Nomor 5 Tahun 2009 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang, penelitian yang dilakukan Alan Alaudin berfokus pada pentingnya ketepatan waktu pelaksanaan reklamasi yang dilakukan oleh pemegang IUP sehingga menghindari dari sengketa antara perusahaan dengan masyarakat sekitar, dan penelitaian yang dilakukan oleh Ismed Inoun berfokus pada metode yang dipakai dalam pelaksanaan reklamasi lahan bekas penambangan timah di Pulau Bangka Belitung dan prospek kedepannya dari metode yang digunakan. 12

Sedangkan penelitian ini berfokus pada pelaksanaan kegaitan reklamasi dan pascatambang dalam pertambangan mineral dan batubara di Kota Samarinda berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang. F. Batasan Konsep 1. Pertambangan, berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Minerba pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. 2. Pertambangan Mineral, berdasarkan Pasal 1 angka 4 UU Minerba, pertambangan mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau bahan batuan, di luar panas bumi, minyak bumi, serta air tanah. 3. Pertambangan Batubara, berdasarkan Pasal 1 angka 5 UU Minerba, pertambangan batubara adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal. 4. Reklamasi, berdasarkan Pasal 1 angka 26 UU Minerba reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. 13

5. Pascatambang, berdasarkan Pasal 1 angka 27 UU Minerba kegiatan pascatambang atau disebut pascatambang adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah pertambangan. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelilian Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris, yaitu penelitian yang dilakukan/berfokus pada fakta sosial. Penelitian ini memerlukan data primer yang didukung dengan data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 2. Sumber Data a. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui wawancara dengan responden dan narasumber terkait pelaksanaan kewajiban reklamasi dan pascatambang berkenaan dengan pertambangan minerba berdasarkan PP No 78 Tahun 2010 di Kota Samarinda (sebagai data utama). b. Data sekunder terdiri atas: 1) Bahan Hukum Primer yaitu: a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 14

b) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. c) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. d) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. e) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan. f) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. g) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang. h) Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. i) Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 8 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Reklamasi Dan Pascatambang. j) Peraturan Walikota Samarinda Nomor 5 Tahun 2009 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang. 2) Bahan hukum Sekunder yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendapat dan fakta-fakta hukum yang diperoleh dari buku, 15

internet dan pendapat hukum dari narasumber yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan reklamasi dan pascatambang berkenaan dengan pertambangan minerba berdasarkan PP No 78 Tahun 2010 di Kota Samarinda. 3. Cara Pengumpulan Data a. Untuk memperoleh data primer dilakukan dengan: 1) Wawancara yaitu cara pengumpulan data dengan mengajukan beberapa pertanyaan secara langsung kepada narasumber dan responden tentang obyek yang akan diteliti berdasarkan pedoman wawancara yang telah disusun sebelumnya. 2) Studi pustaka yaitu cara pengumpulan data dengan mempelajari peraturan perundang-undangan yang terkait, buku-buku literature dan berita-berita serta artikel dari internet yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. 4. Lokasi Penelitian Lokasi yang menjadi tempat yang akan diteliti adalah Kota Samarinda Kalimantan Timur. 5. Populasi dan Sample Pengambilan populasi dan sample menggunakan metode Purposive Sampling, yaitu pemilihan sekelompok subjek atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang 16

dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat yang sudah diketahui sebelumnya 6 6. Analisis Data a. Data primer yang diperoleh dari responden dikuantitatifkan kemudian dianalisis secara kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami dan merangkai data yang telah dikumpulkan secara sistematis sehingga diperoleh suatu gambaran mengenai keadaan yang diteliti. b. Data primer diperbandingkan dengan data sekunder untuk mengetahui ada tidaknya kesenjangan antara data primer dengan data sekunder. c. Berdasarkan analisis data tersebut proses penalaran/metode berfikir dalam penarikan kesimpulan digunakan metode berfikir induktif yaitu cara berfikir dimana suatu kesimpulan ditarik dari hal yang khusus untuk menentukan hal yang umum. 7 H. Sistematika Skripsi Sistematika skripsi merupakan rencana isi penulisan hukum/skripsi yaitu: BAB I BAB II : PENDAHULUAN : PEMBAHASAN A. Pertambangan Mineral dan Batubara 6 Amiruddin dan Zainal Asikin, 2014, Pengantar Metode Penelitain Hukum, Cetakan ke-8, Rajawali Pers, Jakarta, hlm 106. 7 http://bangbiw.com/definisi-berfikir-induktif-dan-contohnya/, diakses pada tangga l 9 Maret 2016, pukul 17.56. 17

B. Reklamasi dan Pascatambang Pertambangan Mineral dan Batubara C. Pelaksanaan Kewajiban Reklamasi dan Pascatambang BAB III : SIMPULAN DAN SARAN 18