BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kertas seni atau biasa disebut kertas daur ulang merupakan kertas yang biasa digunakan sebagai bahan pembuatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Limbah merupakan sampah sisa produksi yang mengandung bahan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Pahan (2008) nama latin pelepah sawit yaitu Elaeis guineensis,

I. PENDAHULUAN. seiring dengan meningkatnya konsumsi di masyarakat. Semakin pesatnya

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data yang diperoleh dari Kementerian

BAB I PENDAHULUAN. Jamur tiram putih banyak dijumpai di alam, terutama dimusim hujan

BAB I PENDAHULUAN. Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh. manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

= 2 hours) and factor 2 is a incubation duration (L 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

BAB I PENDAHULUAN. terpakai dan mengandung bahan yang dapat menimbulkan gangguan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab VII Penggunaan Lakase pada Pemutihan Pulp Kimia

Pada bagian ini diuraikan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian dan ruang lingkup penelitian.

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari)

TINJAUAN PUSTAKA. fungi kelompok tertentu yang memiliki kemampuan enzimatik sehingga. kekuatan kayu dan mengakibatkan kehancuran (Zabel, 1992).

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERTUMBUHAN dan PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA DENGAN PENAMBAHAN LIMBAH PERTANIAN JERAMI PADI dan BATANG JAGUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terutama diperkotaan. Budidaya jamur di Indonesia masih sangat

PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI, SERASAH DAUN PISANG DAN BEKATUL NASKAH PUBLIKASI

DELIGNIFIKASI BAMBU PETUNG (DENDROCALAMUS ASPER) DENGAN EKSTRAK ABU JERAMI PADI DAN KAYU. Endah Sulistiawati, Imam Santosa

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Salah satu contoh sektor

PEMANFAATAN PUPUK KANDANG SAPI UNTUK PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

Rancangan Penelitian

KERTAS SENI DARI PELEPAH TANAMAN SALAK MELALUI BIOCHEMICAL PULPING KULTUR CAMPURAN JPP

BAB I PENDAHULUAN. bebas, dikatakan tumbuhan sederhana karena tidak berklorofil dan tidak

PRETREATMENT DENGAN Phanerochaete chrysosporium DALAM HIDROLISIS ASAM ENCER SLUDGE KERTAS AI ROSAH AISAH

TUGAS AKHIR SB091358

I. PENDAHULUAN. Industri peternakan di Indonesia khususnya unggas menghadapi tantangan

I. PENDAHULUAN. Sampah merupakan salah satu permasalahan utama di Indonesia yang sampai saat ini

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah padi dan singkong. Indonesia dengan luas area panen ha

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya jamur merang (Volvariella volvacea), jamur kayu seperti jamur

BAB I PENDAHULUAN. Jenis jamur itu antara lain jamur kuping, jamur tiram, jamur shitake.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. kelapa sawit terbesar di dunia. Luas perkebunan sawit di Indonesia dari tahun ke

Diterima : 02 Maret 2011, Revisi Akhir : 12 Oktober 2011

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram dan jamur merang termasuk dalam golongan jamur yang dapat dikonsumsi dan dapat hidup di

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Cahyana (1999),kandungan gizi jamur tiram putih yaitu protein

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Allah SWT di muka bumi ini sebagai makhluk yang

II. TINJAUAN PUSTAKA A. JAGUNG B. LIGNOSELULOSA

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas

PERTUMBUHAN MISELIUM JAMUR PELAPUK PUTIH ISOLAT DARI EDUPARK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. keperluan pendidikan, perkantoran, dan pengemasan dalam perindustrian.

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jamur kuping, jamur tiram, jamur merang, jamur shiitake dan sebagainya.

4 PENGARUH PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO PADA PADA BAMBU BETUNG TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR LIGNIN DAN SELULOSA

1. PENDAHULUAN Latar Belakang. Kelapa sawit (Elaeis guineensis) dibudidayakan lebih dari 15 juta ha lahan di

NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Prasyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Biologi.

The 6 th University Research Colloquium 2017 Universitas Muhammadiyah Magelang. Keywords: Batang pisang, batang jagung, bibit F2, Pertumbuhan Miselium

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada

I. PENDAHULUAN. Salah satu bahan pakan alternatif yang potensial dimanfaatkan sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung. Permukaan

BAB I PENDAHULUAN. satu sektor penting dalam mendukung perekonomian, sehingga bidang pertanian

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON, AMPAS TEBU DAN ARANG SEKAM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. TINJAUAN PUSTAKA. dari sel-sel lepas dan sel-sel bergandengan berupa benang (hifa). Kumpulan dari

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

I.PENDAHULUAN. dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. diikuti dengan meningkatnya limbah pelepah sawit.mathius et al.,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Limbah dan Pemanfaatannya. Telco 1000guru dengan SMA Batik 1 Solo 23 Februari 2012

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram. Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah

TINJAUAN PUSTAKA. Nama Botani dari Eucalyptus grandis adalah Eucalyptus grandis Hill

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

Pemanfaatan Sisa Biomassa Tanaman Ganyong Sebagai Media Tambahan Pertumbuhan Jamur Tiram

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UJI KINERJA DIGESTER DENGAN MENGGUNAKAN VARIABEL TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PROSES PULPING JERAMI PADI

MORFOLOGI SERAT PELEPAH TANAMAN SALAK HASIL PROSES BIOPULPING MENGGUNAKAN KULTUR Phanerochaete chrysosporium dan Trametes versicolor

I. PENDAHULUAN.. Kulit pisangmerupakan limbah dari industri pengolahan pisang yang belum

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya kegunaan kayu sengon menyebabkan limbah kayu dalam bentuk serbuk gergaji semakin meningkat. Limbah serbuk gergaji kayu menimbulkan masalah dalam penanganannya, yaitu dibiarkan membusuk, ditumpuk dan dibakar yang kesemuanya berdampak negatif terhadap lingkungan. Pari, dkk, (2002) menyatakan bahwa produksi total kayu gergajian Indonesia mencapai 2,6 juta m 3 per tahun dengan asumsi bahwa jumlah limbah yang terbentuk sebesar 54,24% dari produksi total. Oleh karena itu, dihasilkan limbah penggergajian kayu sebanyak 1,4 juta m 3 per tahun dan angka ini cukup besar karena mencapai sekitar separuh dari produksi kayu gergajian. Pemanfaatan limbah serbuk gergaji kayu sengon selama ini digunakan sebagai bahan campuran pembuatan meubel, pembuatan etanol, media tanam budidaya jamur dan bahan pulp dalam pembuatan kertas (Fatriasari, 2011). Kertas yang biasanya dibuat dari limbah serbuk gergaji mengandung selulosa tinggi, contohnya adalah serbuk gergaji kayu sengon yang mempunyai kandungan selulosa 49%, lignin 26,8%, pentosa 15,6%, abu 0,6% dan silika 0,2% (Martawiyaja, dkk, 2005 dalam Hapsari, 2014). Selain itu, limbah serbuk gergaji kayu sengon memiliki keunggulan sebagai media tumbuh jamur karena tidak mengandung getah yang dapat menjadi zat ekstraktif dalam menghambat pertumbuhan jamur tiram (Reyeki, 2013). Pada proses pembuatan kertas, serbuk gergaji akan diolah menjadi pulp (bubur kertas) dengan cara delignifikasi baik secara kimiawi maupun biologi. Delignifikasi bertujuan untuk mendegradasi lignin secara selektif sehingga menguraikan ikatan kimianya dengan komponen kimia lain pada bahan berlignoselulosa. Dengan demikian, substrat selulosa dan hemiselulosa yang tersisa akan lebih mudah diakses oleh enzim pengurai termasuk enzim hidrolisis (Sun dan Cheng, 2012; Rosgaard et al., 2009). 1

2 Delignifikasi secara kimiawi yaitu proses degradasi lignin dengan menggunakan zat-zat kimia seperti soda api, sodium sulfat, garam sulfit klorit dan hidrogen peroksida yang jika digunakan dalam jumlah banyak dan dalam jangka waktu yang lama, limbah dari zat-zat kimia tersebut akan berdampak pada pencemaran lingkungan. Delignifikasi secara biologi atau prosesnya sering disebut biodelignifikasi merupakan proses degradasi lignin dengan menggunakan mikroorganisme sebagai agen pelapuk. Pada biodelignifikasi, bahan-bahan kimia akan digantikan oleh sejenis mikroba yang mampu mengeluarkan enzim untuk memutihkan (manganese peroksidase, lakase, lignin peroksidase) dan juga mampu mendegradasi lignin. Mikroba tersebut adalah golongan jamur pelapuk kayu yang dapat dijumpai di alam. Hasil kerja dari mikroorganisme tersebut tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan sangat aman sehingga bisa digunakan dalam waktu yang panjang (Asfa, 2016). Mikroorganisme yang dapat dipakai untuk proses delignifikasi adalah jamur pelapuk putih (Tuomela et al., 2000). Jamur pelapuk putih (JPP) merupakan mikroorganisme dari kelas Basidiomycetes yang mampu mendegradasi lignin dan selulosa pada proses delignifikasi. Degradasi lignin melibatkan aktivitas enzim lignolitik yang dihasilkan oleh JPP yaitu Lignin Peroksidase (LiP), Manganese Peroksidase (MnP) dan Lakase. Salah satu JPP yang sering digunakan dalam delignifikasi adalah Phanerochaete chrysosporium dan Trametes versicolor (Bajpai, 2012). P. chrysosporium dan T. versicolor merupakan jamur paling efektif dalam mendegradasi lignin kayu (Perez et al., 2002). Keduanya memiliki enzim pendegradasi lignin cukup lengkap seperti lakase, manganase peroksidase dan lignin peroksidase (Hossain & Ananthraman, 2006). Phanerochaete chrysosporium merupakan JPP yang menghasilkan enzim ekstraseluler LiP, MnP dan Lakase (Bajpai, 2012). P. chrysosporium mempunyai suhu pertumbuhan optimum 40 o C, ph 4-7 dan aerob. Selain itu jamur ini juga mempunyai kemampuan kolonisasi dan delignifikasi pada substrat yang bervariasi (softwood atau hardwood) (Kang et al., 2007), serta selektif yaitu mendegradasi lignin terlebih dahulu, kemudian diikuti

3 komponen selulosa (Isroi et al, 2011). Hal tersebut selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Fadilah, dkk, (2008) yang menyatakan hasil degradasi lignin pada batang jagung menggunakan P. chrysosporium dapat mencapai 81,4 % pada inkubasi selama 30 hari.. Penelitian Azhari, dkk, (2014) menyatakan bahwa kadar lignin dalam sampel kayu sengon setelah perlakuan delignifikasi oleh Trametes versicolor mengalami penurunan sebesar 37.31% dari kadar lignin yang sebelumnya 23.96% menjadi 16.09% dan Irawati et al., (2009) menunjukkan pengurangan kadar lignin sebesar 2,51% - 12.59% selama 30 hari pada kayu sengon oleh P. chrysosporium. Maka disimpulkan bahwa T. versicolor mampu mendegradasi lignin lebih besar dibandingkan dengan P. chrysosporium pada kayu sengon. Hal tersebut juga selaras dengan pernyataan Rahayu, dkk, (2016), yang menyatakan bawa berdasarkan analisis SEM, JPP T. versicolor paling bagus mendegradasi lignin dibandingkan Pleurotus ostreatus dan Phanerochaete chrysosporium pada serat pelepah tanaman salak inkubasi 45 hari. Ermawar dkk, (2006) membuktikan bahwa penggunaan kultur campur Trametes versicolor dan Pleurotus ostreatus memiliki aktivitas jamur yang paling baik pertama dan kedua dalam merombak lignin dan holoselulosa dalam jerami padi diantara empat jenis jamur pelapuk putih yang diteliti. Waktu inkubasi optimum yang digunakan adalah 4 minggu dan hasil nilai kandungan lignin pada inkubasi 4 dan 6 minggu tidak berbeda nyata. Hal tersebut juga selaras dengan hasil penelitian Fatriasari, dkk, (2007) yang menyatakan bahwa perlakuan kultur campur antara Trametes versicolor dan Pleurotus ostreatus lebih efektif untuk meningkatkan selektifitas delignifikasi dibandingkan dengan kultur tunggal pada biopulping bambu betung. Selain itu, penelitian lanjutan Fatriasari, dkk, (2010) mengenai penggunaan kultur campur menunjukkan bahwa perlakuan awal bambu dengan kultur campur Trametes versicolor, Phanerochaete chrysosporium dan Pleurotus ostreatus memberikan kualitas pulp yang lebih baik dibandingkan dengan kultur tunggal ditinjau dari bilangan kappa, selektifitas delignifikasi dan rendemen.

4 Pada penelitian tersebut, menggunakan suhu ruang (29-30 C) dengan waktu inkubasi selama 30 hari dan 45 hari. Hasil tersebut juga diperkuat dengan penelitian Anita et al., (2011) yang menyatakan bahwa inokulasi T. versicolor dan P. ostreatus dalam bentuk kultur tunggal dan kultur campur ke dalam bagas dengan variasi jumlah inokulum sebesar 5%, 10%, dan 15% (w/v) serta perbandingan inokulum sebesar 1/1 menunjukkan bahwa kultur tunggal Pleurotus ostreatus selama masa inkubasi empat minggu lebih menguntungkan untuk digunakan pada pretreatment bagas, dengan tingkat degradasi lignin yang cukup tinggi (17,95%) dan kehilangan kandungan α- selulosa (11,00%). Pertumbuhan merupakan salah satu karakteristik penting dalam sel hidup. Pertumbuhan pada jamur ditandai dengan pemanjangan hifa. Pertumbuhan JPP merupakan salah satu parameter penting untuk mengevaluasi kinerja suatu mikroorganisme dalam kultur (Crueger, 1984 dalam Risdianto, dkk, 2007). Pertumbuhan jamur dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor media tumbuh dan faktor lingkungan. Faktor media tumbuh salah satunya adalah nutrisi yang merupakan faktor penting dalam pertumbuhan jamur. Media tumbuh harus mengandung unsur C, N dan S. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan jamur yaitu suhu, kelembaban ruangan, cahaya, dan sirkulasi udara (Lestari, dkk, 2013). Sedangkan, Rosyida, dkk, (2013) menyatakan bahwa karakteristik isolat JPP dipengaruhi oleh media, temperatur inkubasi dan ph media. Bentuk inokulum juga berpengaruh penting pada laju pertumbuhan jamur. JPP dapat ditumbuhkan pada media padat (PDA) untuk mempermudah dan mempercepat pengamatan pertumbuhan jamur. Hal tersebut dibuktikan pada penelitian Risdianto et al., (2007) yang menunjukkan bahwa laju pertumbuhan Marasmius sp. dengan bentuk inokulum padat agar menggunakan kultur tunggal lebih cepat daripada Trametes hirsuta. Berdasarkan kandungannya, serbuk gergaji kayu sengon sangat bagus untuk dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan JPP. Pemanfaatan serbuk gergaji kayu sengon sebagai media pertumbuhan jamur merupakan upaya

5 strategis dalam peningkatan dan pengolahan hasil hutan secara maksimal karena tidak akan ada bagian dari kayu yang akan terbuang sia-sia (Gusmaelina, dkk, 2003). Hal tersebut juga selaras dengan Penelitian Hariadi, dkk, (2013) yang menyatakan bahwa pertumbuhan miselium pada perlakuan media tanam serbuk gergaji lebih cepat dibandingkan dengan media tanam jerami padi dikarenakan pada media tanam serbuk gergaji lebih banyak mengandung selulosa dan lignin daripada media tanam jerami. Sejauh ini, penelitian menggunakan F1 dilakukan pada budidaya jamur dan belum ditemukan pada proses biodelignifikasi. Oleh karena itu, dilakukan penelitian menggunakan inokulum JPP berupa F1 dengan media serbuk gergaji kayu sengon, dengan perlakuan berupa waktu inkubasi selama 30 hari serta jenis inokulum meliputi kultur tunggal dan campur. B. Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini permasalahan perlu dibatasi untuk menghindari perluasan masalah, agar lebih efektif dan efisien dalam melakukan penelitian. Adapun pembatasan masalah sebagai berikut: 1. Subyek penelitian Subyek penelitian adalah jenis JPP (Phanerochaete chrysosporium dan Trametes versicolor) dan serbuk gergaji kayu sengon. 2. Obyek penelitian Obyek penelitian adalah pertumbuhan Phanerochaete chrysosporium dan Trametes versicolor pada media serbuk gergaji kayu sengon dengan proses biodelignifikasi. 3. Parameter Parameter yang diukur adalah pertumbuhan JPP pada proses biodelignifikasi serbuk gergaji kayu sengon secara makroskopis meliputi persebaran miselium, warna serbuk, tekstur serbuk dan mikroskopis meliputi kerapatan spora, ketebalan miselium dan sifat permukaan menggunakan Flat Digital Microscope dan SEM (Scanning Electron Microscope).

6 C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah yang di ajukan adalah Bagaimana pertumbuhan kultur tunggal dan campur jamur pelapuk putih (Phanerochaete chrysosporium dan Trametes versicolor) pada proses biodelignifikasi serbuk gergaji kayu sengon? D. Tujuan penelitian Untuk mengetahui pertumbuhan kultur tunggal dan campur jamur pelapuk putih (Phanerochaete chrysosporium dan Trametes versicolor) pada proses biodelignifikasi serbuk gergaji kayu sengon. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bidang ilmu pendidikan, khususnya pendidikan biologi dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran laboratorium, terutama pembelajaran mikrobiologi. 2. Bagi Peneliti Peneliti dapat mengetahui secara langsung laju pertumbuhan Phanerochaete chrysosporium dan Trametes versicolor pada proses biodelignifikasi serbuk gergaji kayu sengon dengan jenis kultur yang berbeda. 3. Bagi Masyarakat Masyarakat mendapatkan informasi mengenai hasil pertumbuhan Phanerochaete chrysosporium dan Trametes versicolor pada media serbuk gergaji kayu sengon. 4. Bagi Penelitian Selanjutnya Memberi sumbangan pemikiran bagi peneliti selanjutnya dan dapat dipakai sebagai bahan masukan apabila melakukan penelitian sejenis.