I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman serta kemajuan ilmu pengetahuan mengakibatkan situasi

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusianya.

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

I. PENDAHULUAN. dapat kita temukan dan juga berbagai bidang ilmu yang telah ada dapat dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Trends In International Mathematics And Science Study (TIMSS)

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal penting dalam kehidupan karena dapat

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Oleh karena itu, dalam Permendiknas tahun

I. PENDAHULUAN. dan berlangsung sepanjang hayat. Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

I. PENDAHULUAN. pembelajaran agar siswa aktif mengembangkan potensi diri dan keterampilan. makhluk beragama dan makhluk sosial dengan baik.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya

I. PENDAHULUAN. Pendidikan diterima dan dipercaya sebagai kekayaan yang sangat berharga karena

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia, karena

I. PENDAHULUAN. Karakteristik abad 21 berbeda dengan abad-abad sebelumnya. Pada abad 21 ini

I. PENDAHULUAN. keterampilan, dan nilai-nilai serta norma sosial yang berlaku di masyarakat. Pendidikan

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Citra Wulandari, 2015

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. untuk membedakan manusia dengan makhluk lainnya, sehingga berpikir menjadi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting guna meningkatkan kualitas dan potensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga

I. PENDAHULUAN. cerdas, terbuka dan demokratis. Pendidikan memegang peran dalam. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas. Pendidikan juga di pandang sebagai sarana untuk menjadikan

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi kualitas. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Autograph Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMP

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern sehingga mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam

I. PENDAHULUAN. Dalam menghadapi perkembangan zaman, siswa dituntut menjadi individu yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang muncul pada kehidupan setiap

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai arti penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia,karena pendidikan. Dalam pendidikan, terdapat kegiatan yang dapat membantu

BAB 1 PENDAHULUAN. Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm Syaiful Bahri Djamarah, Guru & Anak Didik Dalam Interaksi

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan pengetahuan yang bersifat universal dan mempunyai

I. PENDAHULUAN. karena melalui pendidikan diharapkan akan lahir sumber daya manusia yang berkualitas

I. PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. penting dalam pembelajaran. Behrman, Kliegman, dan Arvin (2000: 130)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia khususnya para siswa di tingkat pendidikan Sekolah Dasar hingga

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa

I. PENDAHULUAN. Kemampuan memecahkan masalah merupakan satu aspek yang sangat. penting dalam pembelajaran. Behrman, Kliegman, dan Arvin (2000: 130)

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi

I. PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Prestasi Indonesia terutama dalam mata pelajaran matematika, masih rendah. Banyak data yang menukung opini ini, seperti:

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang pendidikan nasional. Sesuai dengan fungsi pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan kemampuan untuk memperoleh informasi, memilih informasi dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dirinya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN. jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka

BAB I PENDAHULUAN. merancang dan melakukan percobaan, serta mengembangkannya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATISDAN DISPOSISI MATEMATISDALAM PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATANANG S FRAMEWORK FOR MATHEMATICAL MODELLING INSTRUCTION

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. halnya bahasa, membaca dan menulis. Kesulitan belajar matematika. bidang studi memerlukan matematika yang sesuai.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang dapat bersaing secara nasional dan internasional.

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.c.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang termuat dalam kurikulum

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perubahan zaman, semakin maju pula peradaban dunia yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman serta kemajuan ilmu pengetahuan mengakibatkan situasi dunia selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Beberapa pekerjaan yang sebelumnya dikerjakan oleh manusia, kini mulai digantikan oleh perangkat mesin otomatis. Sebelum kita memasuki abad ke-21, UNESCO (1996) telah mengingatkan bahwa Pekerjaan-pekerjaan yang sepenuhnya bersifat fisik digantikan dengan yang lebih intelektual, lebih bersifat mental, seperti mengendalikan, merawat dan mengawasi mesin, serta dengan kerja perancangan, pengkajian dan pengorganisasian karena mesin akan menjadi lebih cerdas. UNESCO menekankan bahwa pekerjaan-pekerjaan baru ini menuntut pengetahuan dan kemampuan sains dan matematika yang lebih tinggi. Untuk itu, memiliki kemampuan dalam bidang sains dan matematika merupakan salah satu hal yang penting pada abad ke-21. Pengetahuan dan kemampuan matematika yang lebih tinggi dibutuhkan masyarakat untuk berpikir cerdas tentang dunia saat ini. Matematika membiasakan siswa membuat keputusan dan kesimpulan atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, efisien, dan efektif. Pentingnya mata pelajaran matematika juga diungkapkan oleh para akademisi Amerika Serikat dalam Preparing for the 21st Century The Education Imperative tahun 1997. Mereka merekomendasikan

2 kepada kepala negaranya bahwa rakyat harus kenal dekat dengan konsep-konsep dasar sains, matematika, dan teknologi agar dapat berpikir kritis tentang dunia dan membuat keputusan cerdas dalam isu-isu pribadi dan kemasyarakatan. Belajar matematika tidak hanya menuntut siswa untuk berpikir tetapi juga teliti dalam menginterpretasi, cermat dalam menganalisis, dan mengevaluasi beragam informasi untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Hal ini sesuai untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis yang dibutuhkan masyarakat untuk berpikir cerdas tentang dunia saat ini. Kebutuhan akan kemampuan berpikir kritis berhubungan erat dengan situasi dunia yang dinamis, cepat berubah, dan tidak mudah diramal. Kemampuan ini dibutuhkan dalam menganalisis, mengevaluasi, dan mengambil kesimpulan yang tepat akan suatu masalah yang kompleks. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 (BNSP:2006) menegaskan bahwa kemampuan berpikir kritis diperlukan agar siswa dapat mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Sejalan dengan itu, Husnidar (2014) berpendapat bahwa mengajarkan dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting untuk dikembangkan di sekolah agar siswa mampu dan terbiasa menghadapi berbagai permasalahan di sekitarnya. Hal ini menjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan yang penting untuk dikembangkan mulai dari jenjang pendidikan yang paling dasar. Berbicara mengenai kemampuan berpikir kritis, kemampuan siswa Indonesia masih berada dibawah standar internasional. Hal tersebut didasarkan hasil studi

3 oleh TIMSS (Trend in International Mathematics and Science Study), yang dipublikasikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memperlihatkan bahwa skor yang diraih Indonesia masih di bawah skor rata-rata internasional. Hasil studi TIMSS 2003, Indonesia berada di peringkat ke-35 dari 46 negara peserta dengan skor rata-rata 411, sedangkan skor rata-rata internasional 467 (Zakaria, 2014). Hasil studi tahun 2007, Indonesia berada pada peringkat ke-36 dari 49 negara peserta dengan skor rata-rata 397, sedang skor rata-rata internasinal 500 (Zakaria, 2014). Hasil studi TIMSS terbaru pada tahun 2011, Indonesia berada pada di peringkat ke-38 dari 42 negara peserta dengan skor rata-rata 386, sedang skor rata-rata interna-siaonal 500 (Zakaria, 2014). Kondisi yang tidak jauh berbeda terlihat dari hasil studi yang dilakukan PISA (Programme for Intenational Student Assessment). Hasil studi PISA 2009, Indonesia berada di peringkat ke-61 dari 65 negara peserta dengan skor rata-rata 371, sedang skor rata-rata internasional 500 (OECD, 2014). Hasil studi PISA 2012, Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 65 negara peserta dengan skor rata-rata 375, sedang skor rata-rata internasional 500 (OECD, 2014). Studi yang dilakukan TIMSS dan PISA menunjukkan skor yang diraih Indonesia masih di bawah skor rata-rata internasional. Selama tiga studi terakhir terlihat bahawa peringkat Indonesia tidak mengalami peningkatan bahkan semakin menurun. Adapun soal-soal yang digunakan dalam studi TIMSS dan PISA merupakan soal yang terdiri dari masalah-masalah yang tidak rutin untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi. Dalam menghadapi soal-soal ini siswa dituntut untuk berpikir kritis dan kreatif. Hasil studi TIMSS dan PISA

menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa Indonesia masih tergolong rendah. 4 Kondisi serupa terlihat pada salah salah satu SMP di Bandarlampung, yaitu SMP AL-Kautsar. Berdasarkan hasil wawancara, mayoritas siswa SMP tersebut merupakan siswa yang pintar dan unggul. Namun berdasarkan hasil observasi disalah satu kelas, ketika siswa diberikan soal kemampuan berpikir kritis hampir 70% siswa belum memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik (Lampiran C.10). Hasil ini tentu bukan menunjukkan bahwa siswa tersebut bodoh atau soalnya yang terlalu sulit, karena soal yang diberikan adalah masalah dalam kehidupan seharihari siswa. Hal ini terjadi karena siswa masih belum dibiasakan dengan soal-soal maupun pembelajaran yang bertujuan untuk mengasah kemampuan berpikir kritis. Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, diperlukan perbaikan pembelajaran agar mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Salah satu solusi yang dirasa tepat untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa adalah Pembelajaran Socrates Kontekstual. Pembelajaran Socrates Kontekstual merupakan pembelajaran yang menggunakan Metode Socrates dengan Pendekatan Kontekstual. Metode Socrates merupakan sebuah proses diskusi yang berisi pertanyaan-pertanyaan sederhana sampai kompleks, yang digunakan untuk menguji validitas keyakinan siswa terhadap suatu objek. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan akan merangsang siswa untuk selalu berpikir dan mengkritisi jawabanya sendiri maupun temannya. Secara tidak langsung siswa dilatih untuk bersama-sama melakukan interpretasi dan analisis terhadap jawaban-jawaban yang muncul dan

5 kemudian mengevaluasinya. Siswa tidak hanya sekedar bisa menjawab tetapi harus memahami jawaban tersebut dan dapat menyimpulkan sendiri apakah jawabannya benar atau salah. Metode Socrates dipadukan dengan Pendekatan Kontekstual yang di dalamnya mengandung beberapa komponen utama pembelajaran kontekstual. Komponenkomponen itu menurut Ditjen Dikdasmen (2003) antra lain: kontruktivisme (pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit), inquiri (menemukan), questioning (bertanya), lerning community (masyarakat belajar), modeling (pemodelan), dan reflection (refleksi). Pendekatan Kontektual memberikan kesempatan siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui berbagai informasi yang telah ada. Siswa dituntut untuk melakukan interpretasi dan analisis terhadap informasi yang diperoleh dan kemudian mengevaluasinya. Hal ini secara tidak langsung akan mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa, karena interpretasi, analisis dan evaluasi merupakan tahapan dari kemampuan berpikir kritis. Berdasarkan hasil penelitian Yunarti (2011), kolaborasi Metode Socrates dan Pendekatan Kontekstual sangat efektif diterapkan di kelas terutama dalam mengembangkan disposisi berpikir siswa. Facione (2004) menjelaskan bahwa disposisi merupakan sikap dasar dari motivasi internal untuk berpikir kritis. Berdasarkan pendapat Facione ini, seseorang akan mampu berpikir kritis dengan baik apabila ia memiliki disposisi berpikir kritis yang baik pula. Berdasarkan kedua pendapat tersebut Permbelajaran Socrates Kontekstual dirasa efektif dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Efektif yang dimaksud adalah suatu proses

pembelajaran yang sesuai dengan apa yang diharapkan dan tercapainya tujuan pembelajaran tersebut (Sutikno, 2005). 6 Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk melihat apakah Pembelajaran Socrates Kontekstual efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kritis siswa. Oleh karena itu, dilakukan penelitian dengan judul Efektivitas Pembelajaran Socrates Kontekstual Ditinjau dari Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah: apakah Pembelajaran Socrates Kontekstual efektif jika ditinjau dari kemampuan berpikir kritis siswa kelas VII di SMP AL- Kautsar Bandarlampung?. Dari rumusan masalah tersebut dijabarkan pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Apakah kemampuan berpikir kritis siswa setelah mengikuti Pembelajaran Socrates Kontekstual lebih baik dibandingkan sebelum mengikuti Pembelajaran Socrates Kontekstual?. 2. Apakah persentase siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik setelah mengikuti Pembelajaran Socrates Kontekstual lebih dari 60% dari jumlah siswa?. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas Pembelajaran Socrates Kontekstual ditinjau dari kemampuan berpikir kritis siswa.

7 D. Manfaat Penelitian Manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini secara teoritis mampu memberikan sumbangan terhadap perkembangan pembelajaran matematika, terutama terkait kemampuan berpikir kritis siswa dan Pembelajaran Socrates Kontekstual. 2. Manfaat Praktis a. Bagi siswa, memberikan pengalaman baru dalam belajar matematika, yaitu menggunakan Pembelajaran Socrates Kontekstual dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. b. Bagi guru, memberikan masukan tentang efektivitas Pembelajaran Socrates Kontekstual terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. c. Bagi peneliti, menjadi sarana mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan matematika dan sebagai referensi untuk penelitian berikutnya yang sejenis. E. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah 1. Efektivitas pembelajaran adalah ukuran atau acuan keberhasilan dari suatu proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Pembelajaran dikatakan efektif apabila siswa dapat memperoleh pengalaman baru dan kesempatan belajar sendiri, sehingga kemampuannya meningkat dengan cara melakukan aktivitas yang seluas-luasnya sehingga terbentuk

8 kompetensi siswa dan dapat menghasilkan sesuatu yang diharapkan. Efektivitas pembelajaran dalam penelitian ini ditinjau dari beberapa aspek, yaitu: a. Kemampuan berpikir kritis siswa sesudah mengikuti Pembelajaran Socrates Kontekstual lebih baik dibandingkan sebelum mengikuti Pembelajaran Socrates Kontekstual. b. Persentase siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik (mendapat nilai lebih atau sama dangan 70) setelah mengikuti Pembelajaran Socrates Kontekstual lebih dari 60% dari jumlah siswa. 2. Pembelajaran Socrates Kontekstual adalah pembelajaran yang menggunakan metode Socrates dan pendekatan Kontekstual. Metode Socrates adalah metode yang memuat dialog atau diskusi yang dipimpin oleh guru melalui pertanyaan-pertanyaan induktif untuk menguji validitas keyakinan siswa akan suatu objek dan membuat kesimpulan yang benar akan objek tersebut. Pertanyaan-pertanyaan yang digunakan yaitu: tipe pertanyaan klarifikasi, asumsi-asumsi penyelidikan, alasan-alasan dan bukti penyelidikan, titik pandang dan persepsi, implikasi dan konsekuensi penyelidikan, dan pertanyaan tentang pertanyaan. Metode ini dipadukan dengan pendekatan Kontekstual yang membantu siswa mangaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Pendekatan Kontekstual mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya pada kehidupan sehari-hari. Ada enam komponen Pendekatan Kontekstual yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: kontrutivisme (pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit), inquiri

9 (menemukan), questioning (bertanya), lerning community (masyarakat belajar), modeling (pemodelan), dan reflection (refleksi). 3. Kemampuan berpikir kritis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan untuk menganalisis, mengembangkan dan menyeleksi ide-ide yang bertujuan membuat keputusan yang rasional untuk menjawab pertanyaanpertanyaan yang kompleks dalam aktivitas mental. Kemampuan berpikir kritis yang diteliti pada penelitian ini meliputi: interpretasi (kemampuan untuk memahami dan mengungkapkan makna dari berbagai kejadian atau informasi yang dihadapi), analisis (kemampuan untuk membuat rincian atau uraian serta mengidentifikasi hubungan yang berada di antara pernyataan, pertanyaan, atau konsep dari suatu representasi), dan evaluasi (kemampuan untuk menilai dan mengkritisi kredibilitas pernyataan-pernyataan atau representasi-representasi).