BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. 1 Prinsip negara hukum adalah menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Negara yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang. Oleh karena itu menempatkan perpajakan sebagai salah satu sumber penerimaan negara merupakan perwujudan kewajiban kenegaraan dalam kegotongroyongan nasional sebagai peran serta masyarakat membiayai pembangunan. Dasar hukum penerapan pemungutan pajak di Indonesia adalah ketentuan yang terdapat dalam Pasal 23 A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. 2 Undang-undang tersebut merupakan hasil dari suatu kesepakatan antara pemerintah dan wakil rakyat, yang mengikat baik masyarakat yang membayar pajak, maupun pemerintah, sebagai pihak yang memungut pajak. Undang-undang pajak haruslah dirancang sedemikian rupa 1 Pasal 1 ayat (3), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2 Pasal 23 A, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 1
2 sehingga dapat dengan efektif menjadi dasar pemungutan pajak. Dengan demikian undang-undang tersebut harus mengatur tentang hak, kewajiban, dan sanksi bagi wajib pajak dan juga kewenangan, kewajiban dan larangan terhadap fiskus secara detil. Hal ini perlu untuk menjaga keseimbangan kedua belah pihak guna memperlancar pemungutan pajak. 3 Sesuai dengan fungsi demokratis dari pajak adalah fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan wujud sistem gotong-royong, termasuk kegiatan pemerintah dan pembangunan demi kemaslahatan manusia. Fungsi ini seringkali dikaitkan dengan hak seseorang untuk mendapatkan pelayanan dari pemerintah, apabila ia telah melakukan kewajibannya membayar pajak. 4 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang merupakan pajak pusat berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB dengan perubahannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000. Sejalan dengan perkembangan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, dialihkan menjadi salah satu pajak daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), yang diatur pada bagian ketujuh belas Pasal 85 sampai dengan Pasal 93. Peralihan BPHTB dari pajak pusat menjadi pajak daerah tentu tidak terlepas dari permasalahan dalam implementasinya. Diperlukan upaya untuk mengkaji secara lebih mendalam mengenai implementasi BPHTB setelah pemungutannya dilimpahkan pada pemerintah kota atau kabupaten. Pengenaan Bea 3 Marihot Pahala Siahaan, 2010, Hukum Pajak Elementer, Graha Ilmu, Yogyakarta, hlm. 82. 4 Richrad Burton dan Wirawan B. Ilyas, 2001, Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta, hlm.12.
3 Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan harus memperhatikan asas-asas keadilan, kepastian hukum, legalitas, dan kesederhanaan serta didukung oleh sistem administrasi perpajakan yang memudahkan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Setelah memenuhi kewajiban pajaknya tersebut, wajib pajak juga memiliki hak-hak perpajakan, sebagai bagian dari hukum pajak formal. Diantaranya dalam hal pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB, yang diatur secara umum mengenai pengembalian kelebihan pembayaran pajak daerah dan retribusi daerah pada Pasal 165 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Restitusi pajak secara umum berkaitan dengan hak dari wajib pajak untuk mendapatkan pengembalian uang pajak yang telah dibayarkan. Pengembalian uang pajak tersebut terjadi karena adanya pajak yang lebih bayar atau pajak yang tidak terhutang, tetapi sudah terlanjur dibayar. Sesuai dengan asas keadilan, bahwa bila wajib pajak kurang dalam membayar pajak akan dikenakan penagihan dan denda, maka sebaliknya bila terjadi kelebihan pembayaran pajak, harus dikembalikan. 5 Pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB adalah salah satu bagian dari seluruh kegiatan dalam proses pemungutan BPHTB. Pemungutan BPHTB yang menggunakan self assessment system yang ditetapkan menjadi sistem perpajakan nasional maka petugas pajak (fiskus) berfungsi sebagai pengawas atas pemenuhan kewajiban pajak. Berdasarkan pemeriksaan maka 5 Y. Sri Pudyatmoko, 2007, Penegakan dan Perlindungan Hukum Di Bidang Pajak, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, hlm. 186.
4 fiskus akan menetapkan apakah wajib pajak telah melunasi pajak terutang sesuai dengan ketentuan atau tidak, dengan menerbitkan surat ketetapan. Dengan demikian dapat diketahui apakah pajak dibayar semestinya, terdapat kelebihan pembayaran pajak, atau kekurangan pembayaran pajak terutang. 6 Dalam praktik pada umumnya wajib pajak yang seharusnya membayar sendiri pajaknya terkait akta yang akan dibuat, meminta bantuan kepada PPAT atau kantor PPAT untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. 7 Saat menjalankan dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah, wajib pajak dapat diwakili oleh orang atau badan tertentu yang ditunjuk oleh wajib pajak. Bantuan itu meliputi pelaksanaan kewajiban formal dan material serta pemenuhan hak wajib pajak. 8 Melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tersebut setiap daerah diberikan hak untuk memungut pajak BPHTB di daerahnya masing-masing, dengan syarat harus berdasarkan peraturan daerah mengenai pemungutan BPHTB. Suatu daerah yang tidak memiliki peraturan daerah tidak dapat memungut BPHTB. 9 Pemerintah daerah harus memiliki payung hukum untuk melakukan pemungutan BPHTB berupa peraturan daerah, selain itu pemerintah 6 Marihot Pahala Siahaan, 2010, Hukum Pajak Formal, Pendaftaran, Pembayaran, Pelaporan, Penetapan, Penagihan Penyelesaian Sengketa, dan Tindak pidana Pajak, Graha Ilmu, Yogyakarta, hlm. 96. 7 Mustofa, 2014, Tuntunan Pembuatan Akta-Akta PPAT, Cetakan ketiga (Edisi Revisi), Penerbit Karya Media, Yogyakarta, hlm.26. 8 Ibid.,hlm. 17. 9 Diana Anastasia dan Lilis Setiawati, 2009, Perpajakan Indonesia Konsep, Aplikasi dan Penuntun Praktis, CV. Andi Offset, Yogyakarta, hlm. 677.
5 daerah harus menyiapkan sumber daya manusia dan prosedur pemungutan BPHTB. Pemungutan BPHTB di Kota Yogyakarta dilaksanakan sejak tahun 2010, dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2010 tentang BPHTB dan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 102 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Adanya evaluasi maupun klarifikasi oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi terhadap produk hukum berupa peraturan daerah Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 10 Hasil dari evaluasi dan klarifikasi yang dilakukan Pemerintah Pusat menerbitkan Surat Menteri Keuangan Nomor 641/MK.7/2010 Perihal Hasil Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta dan Pemerintah daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menerbitkan Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 116.KEP/2011 tentang Klarifikasi Terhadap Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2010 tentang BPHTB, Perlu adanya penyesuaian pelaksanaan pemungutan BPHTB dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD yaitu mengenai pengembalian kelebihan pembayaran pajak BPHTB dan tentang pemberian insentif. Dalam rangka memberikan kepastian hukum dalam pelayanan pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 10 Pasal 157 ayat (4) Gubernur melakukan evaluasi terhadap Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk menguji kesesuaian Rancangan Peraturan Daerah dengan ketentuan Undang-Undang ini, kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi., Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
6 dilakukan penyempurnaan terhadap Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 tentang BPHTB, pada tanggal 14 Mei 2012 diterbitkannya Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2012 sebagai Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2010 tentang BPHTB. Pasal 1 Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2012 menyatakan, perubahan beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2010 tentang BPHTB. Salah satu perubahannya adalah terdapat BAB dan pasal tambahan, diantara BAB IX dan BAB X disisipkan BAB IX A Pasal 25 A mengenai pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang terdiri atas 7 (tujuh) ayat : 1) Atas kelebihan pembayaran pajak, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan kepada walikota atau pejabat yang ditunjuk. 2) Walikota atau pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan. 3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan walikota atau pejabat yang ditunjuk tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir. 4) Apabila wajib pajak mempunyai utang pajak, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak tersebut. 5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB. 6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, walikota atau pejabat yang ditunjuk memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak.
7 7) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan walikota. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik mengambil tema IMPLEMENTASI PASAL 25 A PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARATA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti telah merumuskan permasalahan sebagai acuan penelitian ini. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah implementasi Pasal 25 A Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2010 tentang BPHTB? 2. Apasajakah faktor penghambat dalam implementasi Pasal 25 A Peraturan Daerah Kota Yogyakarata Nomor 6 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2010 tentang BPHTB? 3. Bagaimanakah peran PPAT dalam implementasi Pasal 25 A Peraturan Daerah Kota Yogyakarata Nomor 6 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2010 tentang BPHTB?
8 C. Keaslian Penelitian Setelah peneliti melakukan penelusuran pada berbagai referensi dan hasil penelitian pada perpustakaan Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Perpustakaan Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, serta Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, peneliti menemukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini. Sepanjang pengetahuan peneliti, kajian pada penelitian ini belum pernah diteliti oleh peneliti lain sebelumnya. Pada beberapa penelitian terdapat perbedaan dengan penelitian ini sehingga keaslian dari penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan. Penelitian terdahulu yang memiliki kaitan dengan penelitian ini antara lain yaitu: 1. Penelitian Tesis yang dilakukan oleh Fajri Albastra, dari Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada. 11 Pada tahun 2012 Fajri Albastra melakukan penelitian dengan judul, Pelaksanaan Pengembalian Kelebihan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan setelah adanya Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Penelitian tersebut mengkaji soal pelaksanaan pengembalian kelebihan kembayaran pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan di Kabupaten Sleman setelah adanya Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 14 Tahun 2010, termasuk pula perlindungan hukum bagi wajib 11 Fajri Albastra, 2012, Pelaksanaan Pengembalian Kelebihan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Setelah Adanya Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
9 pajak yang mengajukan permohonan restitusi. Penelitian tersebut menggunakan metode pendekatan yuridis empiris. Berdasarkan hasil dari penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa pelaksanaan restitusi BPHTB di Kabupaten Sleman telah sesuai dengan Peraturan Bupati Kabupaten Sleman Nomor 28 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan adanya perlindungan hukum bagi wajib pajak dalam peraturan bupati diberikan perlindungan berupa imbalan bunga 2% (dua per seratus) perbulan jika dalam waktu 2(dua) bulan sejak keputusan restitusi diputuskan. Pada penelitian tersebut pelaksanaan pelaksanaan pengembalian kelebihan pembayaran pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan didasarkan pada Peraturan Daearah Kabupaten Sleman Nomor 14 Tahun 2010 tentang BPHTB dan Peraturan Bupati Kabupaten Sleman Nomor 28 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Oleh sebab itu, perbedaan yang terdapat dalam penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan adalah terkait peraturan yang mendasarinya. Penelitian yang dilakukan peneliti berdasarkan Pasal 25 A Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2010 tentang BPHTB yang belum terdapat Peraturan Walikota sebagai peraturan pelaksanaannya di wilayah Kota Yogyakarta.
10 2. Penelitian yang dilakukan oleh Hario Nur Agung Wicaksono, dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2010. 12 Penelitian dengan judul, Implementasi Pelayanan Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dalam Upaya Menjamin Hak Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Yogyakarta tersebut fokus pada implementasi pelayanan pengajuan restitusi pajak pertambahan nilai di Kantor Pelayanan Pajak Yogyakarta dalam merealisasi hak-hak wajib pajak. Selain itu, dalam penelitian itu dikaji pula berbagai kendala yang timbul dalam prosedur pelayanan pengajuan restitusi pajak pertambahan nilai di Kantor Pelayanan Pajak Yogyakarta. Kesimpulan atas hasil penelitian tersebut adalah. implementasi pelayanan restitusi PPN di KPP Pratama Yogyakarta belum sepenuhnya terlaksana dengan kualitas prima dikarenakan masih terdapat kendala-kendala teknis dalam prosedur pelayanan restitusi PPN. Yaitu, adanya ganguan teknis dalam SIDJP dan internet DJP, adanya data profil wajib pajak yang tidak lengkap atau berbeda dan penyertaan dokumen-dokumen pembukuan persyaratan pengajuan restitusi PPN yang tidak atau kurang lengkap. Perbedaan penelitian tersebut dilakukan terhadap PPN Sedangkan yang dilakukan oleh peneliti adalah BPHTB. Dari penelitian di atas terdapat beberapa persamaan dalam hal pembahasan mengenai pelaksanaan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, namun terdapat pula perbedaan mengenai waktu dan lokasi pelaksanaan penelitian serta perbedaan 12 Hario Nur Agung Wicaksono, 2010, Implementasi Pelayanan Restitusi Pajak Pertambahan Nilai Dalam Upaya Menjamin Hak Wajib Pajak di Kantor pelayanan Pajak Yogyakarta, Skripsi, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
11 dalam hal dasar hukum yang dijadikan acuan penelitian. Permasalahan hukum yang penulis angkat adalah mengenai Implementasi Pasal 25 A Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2010 tentang BPHTB dan faktor penghambat serta peran PPAT dalam implementasinya. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang hendak di peroleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Manfaat penelitian ini bagi ilmu pengetahuan adalah diharapkan secara teoritis hasil dari penelitian ini akan dapat memberikan suatu kontribusi dan masukan dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan hukum, hukum pajak, dan Pejabat Pembuatan Akta Tanah (PPAT). 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan bacaan dan sumber informasi bagi masyarakat secara umum, khususnya wajib pajak, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), DPDPK Kota Yogyakarta dan Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta mengenai pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB.
12 E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan judul penelitian ini dan berkaitan pula dengan rumusan masalah yang akan dibahas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan objektif mengenai: Tujuan objektif penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji a. Implementasi Pasal 25 A Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2010 tentang BPHTB. b. Faktor penghambat dalam implementasi Pasal 25 A Peraturan Daerah Kota Yogyakarata Nomor 6 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2010 tentang BPHTB. c. Peran PPAT dalam implementasi Pasal 25 A Peraturan Daerah Kota Yogyakarata Nomor 6 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2010 tentang BPHTB. 2. Tujuan Subjektif Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar M.Kn (Magister Kenotariatan) di Program Studi Magister Kenotariatan Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.