BAB 1 PENDAHULUAN. kejahatan dirasa sudah menjadi aktivitas yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan

dokumen-dokumen yang mirip
RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG


ANALISIS PENGARUH TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG TERHADAP MEKANISME PERBANKAN DI INDONESIA

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pencucian Uang atau yang sering sebut dengan istilah Money Laundering

GUBERNUR BANK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

I. UMUM. Perubahan dalam Undang-Undang ini antara lain meliputi:

PT Bank OCBC NISP, Tbk Anti Money Laundering & Counter Financing Terrorism KUTIPAN KEBIJAKAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB I PENDAHULUAN. persaingan ekonomi yang ketat. Persaingan ini mengharuskan perusahaan

1.4. Modul Mengenai Pengaturan Pemberantasan Pencucian Uang Di Indonesia

BAB 7 PENUTUP. Universitas Indonesia 112

- 2 - PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2...

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/ 23 /PBI/2003 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENAL NASABAH (KNOW YOUR CUSTOMER PRINCIPLES)

BAB II PRINSIP MENGENAL NASABAH DI PASAR MODAL. uang dengan cara mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau

Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) Jawablah pertanyaan dibawah ini!


PENANGANAN KEJAHATAN ALIRAN DANA PERBANKAN, KORUPSI DAN PENCUCIAN UANG. Oleh : Yenti Garnasih

PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DALAM MENCEGAH DAN MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SULAIMAN BAKRI / D ABSTRAK

2017, No pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaim

BAB 3 METODA DAN DESAIN PENELITIAN. dilakukan secara langsung kepada pimpinan Bank yang dijadikan sebagai

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Oleh : Putu Kartika Sastra Gde Made Swardhana Ida Bagus Surya Darmajaya. Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kedelapan, Permintaan Keterangan Kepada PPATK (Berdasarkan Informasi PPATK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Modul E-Learning 1. Modul bagian pertama yaitu Pengenalan Pencucian Uang bertujuan untuk menjelaskan:

BAB 2 SKEMA PROSES BISNIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perorangan saja, akan tetapi juga bisa terdapat pada instansi-instansi swasta dan

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2003

Perpustakaan LAFAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. meningkatkan risiko karena dengan semakin beragamnya instrumen/produk keuangan

No pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Ke

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

Governance Brief. Menggunakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang Menjerat Aktor Intelektual Illegal Logging

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, dimana tujuan dari pembangunan nasional itu sendiri

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/12/PBI/2009 TENTANG UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan. Pertukaran. Informasi.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

P e d o m a n. Prinsip Mengenal Nasabah (PMN)

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesepuluh, Penelusuran Aset Penelusuran Aset. Modul E-Learning 3

FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQS)

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI

PENGENALAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENDANAAN TERORISME

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/ 20 /PBI/2010

2 lembaga keuangan mikro, dan lembaga pembiayaan ekspor sebagai Pihak Pelapor; dan 2. menyatakan advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, akuntan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/ 28 /PBI/2009 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME BAGI BANK UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-03/1.02.1/PPATK/03/12 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PIHAK PELAPOR DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

V PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK)

KETENTUAN RAHASIA BANK DAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG: SUATU ANALISIS YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Petunjuk Penyusunan Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Era modernisasi saat ini, kejahatan sering melanda disekitar lingkungan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/27/PBI/2012 TENTANG PENERAPAN PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME BAGI BANK UMUM

2012, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K

BAGI PIHAK PELAPOR DAN PIHAK LAINNYA. Bagian Kedua, Pengenalan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

(Disampaikan oleh Direktorat Hukum Bank Indonesia)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tindak pidana kejahatan dari hari ke hari semakin beragam. Tindak pidana kejahatan dirasa sudah menjadi aktivitas yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor diantaranya naiknya harga baik barang maupun jasa secara merata yang mengharuskan setiap kalangan untuk tetap menaikkan pendapatannya guna memenuhi kebutuhan tersebut. Mahalnya kebutuhan sehari-hari juga dipicu dengan kenaikan inflasi yang terjadi hampir di semua negara yang mengakibatkan hampir semua harga barang dan jasa yang melonjak dan tidak terhindarkan. Menurut ilmu ekonomi, inflasi dapat diartikan sebagai suatu proses meningkatnya harga secara umum dan terus-menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihannya likuiditas dipasar yang memicu konsumsi bahkan spekulasi, sampai akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Karena ketidakstabilan perekonomian tersebut, menuntut kerja keras dan upaya seseorang untuk tetap mempertahankan aliran kas masuk, khususnya untuk suatu badan usaha agar tetap going concern dengan kondisi perekonomian yang tidak stabil. Teknologi merupakan salah satu media masyarakat dalam mempermudah aktivitas khususnya untuk memperoleh pendapatan. Dengan memanfaatkan teknologi seperti internet banyak kemudahan yang diperoleh, salah satunya dalam aktivitas pemasaran, setiap orang dapat memasang produk-produk atau informasi yang terkait dengan produk mereka disitus internet tertentu dan kemudahan lainnya. 1

Namun, disamping itu ada beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab menggunakan teknologi untuk kegiatan yang melanggar hukum. Dengan adanya teknologi, dunia menjadi tanpa batas yang membuat seseorang dapat berhubungan dengan orang lain untuk melakukan transaksi ilegal seperti penjualan narkoba, baik dalam satu negara maupun dengan negara lain. Dalam sektor perbankan, kemajuan teknologi juga sangat berpengaruh terhadap kinerja dan aktivitas Bank. Kemajuan teknologi ini banyak membawa dampak positif bagi perkembangan perbankan. Salah satu manfaat dengan adanya teknologi adalah kegiatan perbankan menjadi terintegrasi dan saling terhubung dari satu sistem ke sistem lain, kegiatan dan aktivitas Bank semakin beragam, transaksi yang lebih efisien dengan menggunakan Internet Banking, dan manfaat lainnya. Disamping banyaknya kemudahan yang diperoleh, tidak jarang kemajuan teknologi menyebabkan berkembangnya tindak kejahatan dimasyarakat khususnya dalam dunia perbankan. Hal ini semakin didukung dengan semakin kompleksnya produk, aktivitas, dan teknologi informasi Bank, hal ini meningkatkan resiko pemanfaatan Bank dalam melakukan tindak kejahatan. Jenis kejahatan ini juga semakin diperparah dengan beberapa mekanisme dan ketentuan perbankan seperti ketentuan kerahasiaan Bank yang sangat ketat sehingga sulit untuk mengetahui data setiap nasabah, diperbolehkannya membuka akun rekening dengan menggunakan nama samaran, yang tentunya memberikan kemudahan bagi pelaku tindak kejahatan untuk melakukan aksinya. Tindak pidana kejahatan yang marak ditengah-tengah masyarakat saat ini adalah pembobolan rekening Bank yang dilakukan dengan menggunakan teknologi. Hal ini membuat beberapa kalangan enggan untuk memasukkan dananya di Bank dikarenakan kurangnya sistem pengendalian yang 2

diterapkan sehingga hak nasabah untuk memperoleh kenyamanan atas dana simpanan menjadi taruhannya. Namun, kemajuan teknologi juga banyak memiliki dampak positif khususnya bagi para penegak hukum. Dalam kaitannya dengan aktivitas perbankan, teknologi dimanfaatkan oleh penegak hukum untuk mengakses informasi transaksi keuangan yang mencurigakan dan memerlukan pemeriksaan terkait. Hal ini membuat pihak-pihak yang menyimpan dananya di Bank dimana dana tersebut bersumber dari tindak pidana kejahatan atau uang kotor, merasa terancam karena sewaktu-waktu transaksi yang mereka lakukan dapat ditelusuri dan ditindaklanjuti sesuai hukum dan perundangan suatu negara, yang membuat mereka lebih memilih untuk melakukan transaksi secara tunai dan metode lainnya. Transaksi yang dilakukan secara tunai seperti pada saat pembayaran pada umumnya bertujuan agar transaksi yang dilakukan tidak memiliki catatan pada Bank. Sedangkan metode lain yang biasa dilakukan oleh pelaku tindak pidana kejahatan adalah dengan memindahmindahkan dana ilegal tersebut dari satu rekening ke rekening Bank lain agar sumbernya sulit untuk ditelusuri, memperjual-belikan instrumen keuangan seperti saham, dan metode lainnya. Hal inilah yang sering disebut dengan istilah Money Laundering (Pencucian Uang) yang pertama kali dikenal sekitar tahun 1930-an di Amerika Serikat. Tindak pidana Pencucian Uang dapat dilakukan diberbagi sektor. Namun, Bank merupakan Penyedia Jasa Keuangan yang paling tinggi tingkat resikonya terhadap tindak pidana Pencucian Uang. Hal ini dikarenakan para pelaku biasanya menggunakan jasa Bank untuk mempermudah transaksi Pencucian Uang yang dilakukan seperti transfer dana. 3

Penelitian yang dilakukan oleh Lisanawati (2010) dalam Electronic Funds Transfer in Money Laundering Crime: Regulation Needed in Response to Meeting of Technology and Crime in Indonesia menyebutkan bahwa di Indonesia perlu mengatur aktivitas transfer dana elektronik ke dalam hukum, tidak hanya dalam Peraturan internal seperti Bank Indonesia. Tingginya resiko tindak pidana Pencucian Uang pada perbankan, menuntut Bank tetap menjaga dan meningkatkan sistem pengendalian manajemennya, sehingga resiko tersebut dapat diminimalisir dan dikelola dengan baik. Sistem pengendalian ini dapat dilakukan dengan menerapkan peraturan terkait mekanisme perbankan yang dianggap mendukung untuk mencegah adanya tindak pidana kejahatan yaitu dengan menerapkan PMPJ (Prinsip Mengenali Pengguna Jasa) yang diatur oleh lembaga penyedia jasa masing-masing. Prinsip Mengenali Pengguna Jasa dapat diterapkan oleh Bank dan Penyedia Jasa Keuangan lainnya dalam kegiatan jasa yang diberikannya. Penelitian yang dilakukan oleh Afandi (2008) dalam Pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/23/PBI/2003 Mengenai Arti Pentingnya Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Bank Perkreditan Rakyat dalam Kaitannya dengan Tanggung Jawab Bank sebagai Lembaga Keuangan yang mana penelitian dilakukan di Kabupaten Kudus menyebutkan bahwa Kabupaten Kudus telah diadakan sosialisasi yang di selenggerakan oleh Bank Indonesia untuk pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia yang berkaitan dengan Prinsip Mengenal Nasabah yang saat ini dikenal dengan istilah PMPJ (Prinsip Mengenali Pengguna Jasa). Ditambahkan juga oleh Josetta (2013) dalam The Use of Customer Due Diligence to Combat Money Laundering menghasilkan arti pentingnya untuk menerapkan CDD (Customer Due Deligence) berdasarkan prinsip KYC (Know Your 4

Customer). Dalam hal ini, peneliti menyimpulkan bahwa penggunaan prinsip KYC di identifikasi sebagai komponen terpenting untuk AML (Anty Money Laundering). Di beberapa negara ada yang menerapkan konsep kerahasiaan Bank yang terkenal sangat ketat. Hal ini bertujuan untuk melindungi kepentingan nasabah secara individual dan prinsip ini pada awalnya merupakan prinsip mutlak yang berarti tidak dapat dikecualikan dengan alasan apapun. Seiring dengan perkembangannya, semakin banyak kejahatan yang terjadi di masyarakat khususnya yang melibatkan perbankan menimbulkan kebutuhan untuk melonggarkan kerahasiaan Bank tersebut. Hal ini dilakukan guna mendahulukan kepentingan negara dibanding kepentingan pribadi (nasabah). Tujuan melonggarkan kerahasiaan Bank tersebut adalah membantu negara dalam melakukan invetigasi terhadap transaksi keuangan mencurigakan oleh nasabah, serta yang menjadi tujuan utama adalah mencegah adanya praktek Pencucian Uang. Tingginya tingkat pidana Pencucian Uang semakin mengkhawatirkan masyarakat dan perekonomian suatu negara. Penelitian yang dilakukan oleh Kumar (2012) dalam Money Laundering: Concept, Significance and its Impact menyebutkan bahwa Pencucian Uang adalah masalah global dan harus menarik perhatian masyarakat dunia. Peranan pemerintah dalam mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang sangatlah diperlukan. Hal ini terbukti dengan didirikannya suatu lembaga independen untuk menganalisis setiap transaksi keuangan mencurigakan dan memerlukan investigasi. Lembaga ini dikenal sebagai PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) yang didirikan pada tanggal 17 April 2002 bersamaan dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang disesuaikan kembali dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003. Namun undang- 5

undang ini juga dianggap perlu disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan penegakan hukum, praktek, dan standar internasional sehingga perlu disempurnakan kembali dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana dinyatakan di dalam pembukaaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010. Disinilah dituntut peranan dan fungsi PPATK dalam mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang. Disamping itu, dalam menjalankan peranannya untuk mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang, PPATK bekerja sama dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Kepolisian, dan penyidik lainnya dimana segala bentuk hasil tindak pidana harus dipertanggungjawabkan langsung kepada Presiden yang membawahi lembaga tersebut sebagaimana disebutkan di dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2010 Pasal 37 ayat (2). Setiap fungsi dan peranan PPATK dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang sangatlah penting. Sebab tindak pidana Pencucian Uang (Money Laundering) merupakan tindakan yang melanggar hukum yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu terlebih merugikan negara. Dengan adanya PPATK yang berwenang dalam menangani kasus tindak pidana Pencucian Uang, hal ini dapat menekan tingkat transaksi keuangan mencurigakan khususnya yang bertujuan untuk tindak pidana Pencucian Uang dalam sektor perbankan. Disamping itu, dengan menerapkan PMPJ (Prinsip Mengenali Pengguna Jasa) dan sanksi tegas sesuai dengan hukum dan perundangan yang berlaku, pihak-pihak yang melakukan tindak pidana Pencucian Uang akan mengurangi bahkan menghapuskan transaksi ilegal tersebut karena sanksi dan hukuman yang akan diterimanya. Namun, dari informasi umum yang diperoleh dari 6

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Pasal 38 ayat (1), menyebutkan bahwa PPATK hanya berkedudukan di ibukota negara kesatuan Republik Indonesia yaitu Jakarta, hal ini tentu menyulitkan PPATK untuk melakukan penelusuran transaksi tindak pidana yang ada di pelosok daerah yang mungkin berjumlah besar dan merugikan negara. Seperti yang dinyatakan dalam pembukaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 bahwa tindak pidana Pencucian Uang tidak hanya mengancam stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan, tetapi juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menurut Nasution (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Memahami Praktek Pencucian Uang Hasil Kejahatan menyimpulkan bahwa meskipun semua negara telah menetapkan undang-undang anti Pencucian Uang yang mengacu kepada International Standard yang dikeluarkan oleh lembaga dan organisasi internasional, tetapi pada kenyataanya masih selalu ada kesempatan yang memungkinkan pelaku tindak pidana Pencucian Uang melakukan aksinya meskipun kejadiannya pasang surut. Ditambahkan pula oleh Waluyo (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Upaya Memerangi Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) di Indonesia menyimpulkan agar aparat penegak hukum, dalam hal ini Kepolisian dan Kejaksaan, tidak lagi menggunakan peraturanperaturan hukum uang yang menjerat predicate offense, melainkan menggunakan UUTPPU (Undang-Undang Anti Pencucian Uang), sebagai bentuk penanggulangan dan pemberantasan kejahatan pencucian uang. Berdasarkan latar belakang tersebut, akan dilakukan analisis lebih lanjut terhadap pengaruh tindak pidana Pencucian Uang terhadap mekanisme perbankan dan mengangkat topik ini sebagai dasar penelitian skripsi dengan judul ANALISIS 7

PENGARUH TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG TERHADAP MEKANISME PERBANKAN DI INDONESIA. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan untuk dapat diketahui bagaimana pengaruh tindak pidana Pencucian Uang terhadap mekanisme perbankan untuk mengantisipasi adanya praktek Pencucian Uang. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan saran rekomendasi dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas terhadap kegiatan PPATK dalam mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang serta memberikan saran atas kelemahan yang dihadapi oleh PPATK dalam menjalankan fungsi dan peranannya. Sehingga PPATK menjadi lembaga yang dipercaya oleh masyarakat dalam membantu pemerintah memberantas tindak pidana Pencucian Uang. 1.2 Identifikasi Masalah Permasalahan yang akan dibahas di dalam penelitian ini adalah mencoba meneliti bagaimana dampak atau pengaruh dengan semakin banyaknya kasus tindak pidana Pencucian Uang terhadap mekanisme perbankan di Indonesia. Hal ini mengingat banyaknya kasus tindak pidana Pencucian Uang yang melibatkan jasa perbankan dalam melakukan aksi tindak pidananya. Sehingga hal ini tentu semakin mengkhwatirkan perbankan itu sendiri karena dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam anti tindak pidana Pencucian Uang. Sehingga akan dilakukan analisis lebih lanjut bagaimana mekanisme Bank itu sendiri dalam mencegah adanya praktek tindak pidana Pencucian Uang. 8

1.3 Ruang Lingkup Penelitian Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah mekanisme perbankan di Indonesia. Maksudnya adalah bagaimana mekanisme perbankan untuk mengatasi banyaknya tindak pidana Pencucian Uang yang tidak jarang melibatkan jasa perbankan dalam melancarkan aksinya seperti melakukan transfer dana. Dengan berlatar belakang hal tersebut, maka penulis akan melakukan penelitian lebih lanjut bagaimana dampak atau pengaruh tindak pidana Pencucian Uang terhadap mekanisme perbankan di Indonesia dan bagaimana mekanisme Bank dalam mencegah adanya praktek Pencucian Uang yang kerap terjadi pada sektor perbankan. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah adalah Mengidentifikasi pengaruh tindak pidana Pencucian Uang terhadap mekanisme perbankan di Indonesia. 1.4.2 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang dilakukan oleh penulis antara lain: 1) Bagi penulis, dari penelitian yang dilakukan diharapkan penulis lebih memahami mekanisme operasional perbankan untuk mengantisipasi adanya transaksi keuangan mencurigakan khususnya yang berindikasi tindak pidana Pencucian Uang. 2) Bagi masyarakat, yaitu dengan adanya penelitian ini diharapkan masyarakat semakin berpartisipasi dan mendukung upaya pemerintah dalam mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang dengan memberikan 9

informasi mengenai transaksi keuangan mencurigakan yang patut diduganya merupakan hasil tindak pidana ke PPATK maupun lembaga penyidik lainnya yang berwenang. 3) Bagi PPATK sendiri, diharapkan penelitian ini mampu memberikan saran rekomendasi yang mendukung kegiatan operasional PPATK untuk lebih efektif, efisien, dan ekonomis dalam melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya. 4) Bagi perbankan, diharapkan penelitian ini dapat memberikan saran rekomendasi untuk meningkatkan pengendalian terhadap aktivitas dan kegiatan perbankan khususnya dalam hal pengendalian nasabah agar tindak pidana Pencucian Uang dapat diminimalisir dan dihapuskan pada sektor perbankan. 5) Bagi pelaku tindak pidana sendiri, diharapkan dengan adanya penelitian ini yang juga memuat mengenai sanksi hukum bagi para pelaku tindak kejahatan, dapat menekan dan menghapuskan tindak pidana Pencucian Uang yang dilakukan oleh pihak terduga maupun tersangka karena ada sanksi hukum yang akan diterima. 1.5 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan data adalah sebagai berikut: 1) Studi Kepustakaan Studi kepustakaan yang dilakukan penulis dengan cara memperoleh data sekunder melalui buku-buku dan sumber literatur lainnya seperti internet yang berkaitan dengan masalah dan teori yang dibahas guna mendukung dan melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian. 10

2) Dokumentasi Data dokumentasi yang diperoleh oleh penulis yaitu dengan mengunjungi PPATK dan perbankan yang dijadikan sebagai responden untuk meminta data dan informasi yang mendukung sesuai dengan topik penelitian; 3) Wawancara Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab baik secara langsung maupun tidak langsung dengan narasumber. Pada penelitian ini yang menjadi narasumber adalah PPATK dan pimpinan kantor cabang masing-masing Bank yang terdapat di Jakarta dan terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia). 4) Kuisioner Kuisioner akan dibagikan kepada narasumber (responden) yang mana pada penelitian ini adalah kepala kantor cabang masing-masing Bank. Kuisioner akan dibagikan yang berisi pertanyaan sesuai dengan topik yang diangkat dan disiapkan oleh penulis. 1.6 Sistematika Pembahasan Untuk memberikan gambaran ringkas mengenai susunan dari skripsi ini, penulis menyajikannya dalam bentuk sistematika penulisan sebagai berikut: Bab 1 Pendahuluan Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian, identifikasi masalah, ruang lingkup, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi, dan sistematika pembahasan. 11

Bab 2 Landasan Teori Di dalam bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang berkaitan dengan topik penelitian yang diangkat yaitu Pencucian Uang, Penyedia Jasa Keuangan, PMPJ (Prinsip Mengenali Pengguna Jasa), Transaksi Keuangan Mencurigakan, dan Sanksi Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang. Teori mengenai perbankan dan penelitianpenelitian terdahulu juga akan dibahas dalam bab ini. Bab 3 Metoda dan Desain Penelitian Didalam bab ini akan dibahas metode dan desain penelitian yang memuat jenis penelitian, defenisi operasional, dan pengukuran variabel. Untuk desain penelitiannya sendiri, akan dimuat mengenai skenario penelitian. Dalam bab ini juga membahas mengenai instrumen penelitian, waktu dan lokasi penelitian, sumber data, populasi dan teknik pengambilan sampel penelitian, teknik pengolahan dan analisis data, pengklasifikasian, penyajian, dan pengujian kreadibiltas data. Bab 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dibahas mengenai pengaruh tindak pidana Pencucian Uang terhadap mekanisme perbankan di Indonesia yang diperoleh dari informasi responden, baik melalui wawancara maupun kuisioner kepada pimpinan kantor cabang masing-masing Bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang berlokasi di Jakarta, serta hasil wawancara yang dilakukan kepada PPATK. 12

Bab 5 Kesimpulan dan Saran Bab ini menjelaskan ringkasan penelitian, simpulan, saran, keterbatasan, dan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya. 13