GUBERNURJAWATENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH 15 TARUN 2017 TENTANG SISTEM PENANGGULANGANGAWATDARURATTERPADU (SPGDT) DI PROVINSI JAWA TENGAH

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU KABUPATEN BLORA

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 35

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2016

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 94 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KARO PROPINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN NOMOR TUNGGAL PANGGILAN DARURAT 112

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PENYIAPAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DALAM PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA

GUBERNURJAWATENGAH. PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 35 TA1Jf1N 2011 TENTANG GERAKANMASYARAKATHIDUP SEHAT DI PROVINSIJAWA TENGAH

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TARUNA SIAGA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

(emergency) diperlukan nomor tunggal panggilan darurat

PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNURJAWATENGAH PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 70 TAHUN 2017 TENTANG CADANGANPANGANPEMERINTAHPROVINSIJAWA TENGAH

WALIKOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA

GUBERNURJAWATENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH 76 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAANKAWASANSAINS DAN TEKNOLOGI DI JAWA TENGAH

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

(021) Direktur RSUD Kota Bekasi

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR 741/MENKES/PER/VII/2008 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMATTUHAN YANGMAHAESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tingg

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,

GUBERNURJAWATENGAH PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR. 28 TAIlUN 2017 TENTANG GERAKANKEMITRAANPENYELAMATANAIR PROVINSIJAWA TENGAH

GUBERNURJAWATENGAH PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 ~ 2.11 TENTAN6

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BULUNGAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG WAJIB KERJA DOKTER SPESIALIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 39 TAHUN 2017

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

GUBERNURJAWATENGAH. PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0 R 24 TAliUll 2017 PEMBENTUKANDEWANKETAHANANPANGAN PROVINSIJAWATENGAH

2017, No Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lem

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR. e9 rrahun2.1' TENTANG SISTEM MANAJEMENINFORMASITERINTEGRASIPEMERINTAH PROVINSIJAWA TENGAH

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL PENYANDANG DISABILITAS OLEH LEMBAGA DI BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL

GUBERNURJAWATENGAH PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH 57 TAHUN 201? TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 61 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANYUMAS

GUBERNURJAWATENGAH PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH 65) TAHUN2017 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN ZOONOSIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN BANTUL EMERGENCY SERVICE SUPPORT (BESS) 118 DI KABUPATEN BANTUL

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

BUPATI PESISIR SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2014 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 417/MENKES/PER/II/2011 TENTANG KOMISI AKREDITASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MEDAN

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2015

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

WALIKOTA TANGERANG SELATAN. Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang kesehatan pada. dasarnya ditujukan untuk peningkatan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 111 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN JAMINAN PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT PURWAKARTA ISTIMEWA TAHUN 2015

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN POLA HUBUNGAN KOMUNIKASI SANDI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG AKREDITASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN,

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 28 Tahun 2015 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR : / 31 / /2010 TENTANG KOMISI PENANGGULANGAN AIDS KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tamb

WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR : /156/ /2009 TENTANG KOMISI PENANGGULANGAN AIDS KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG MONOGRAFI DESA DAN KELURAHAN

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Transkripsi:

GUBERNURJAWATENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 15 TARUN 2017 TENTANG SISTEM PENANGGULANGANGAWATDARURATTERPADU (SPGDT) DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHAESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang: a. bahwa sesuai ketentuan Pasal 26 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2016 tentang Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu dan dalam rangka meningkatkan pelayanan penanganan korbarr/ pasien pada kejadian gawat darurat, perlu dilakukan penanganan kegawatdaruratan melalui suatu sistem yang terpadu dan terintegrasi melalui Sistem Penangulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT); b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Sistem Pe-nangulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) Di Provinsi Jawa Tengah; Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Tengah (Himpunan Peraturan-Peraturan Negara Tahun 1950, Halaman 86-92); 2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 ten tang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 3. Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 4456);

4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 ten tang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 5063); 5. Undang - Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 5072); 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256); 7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Oaerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Oaerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5589); 8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan; 9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2016 tentang Sistem Penanggulangan Gawat Oarurat Terpadu (SPGOT); MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN GUBERNUR TENTANG SISTEM PE- NANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPAOU (SPGDT) OJ PROVINSI JAWA TENGAH. BABI KETENTUANUMUM Pasal 1 Oalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : 1. Oaerah adalah Provinsi Jawa Tengah. 2. Gubernur adalah Gubernur Jawa Tengah.

3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah Otonom. 4. Menteri adalah Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 5. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 6. Kabupaterr/Kota adalah Kabupaterr/Kota di Provinsi Jawa Tengah. 7. Bupati / Walikota adalah Bupati / Walikota di Jawa Tengah 8. Dinas adalah Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 9. Rumah Sakit yang selanjutnya disingkat RS adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 10. Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan. 11. Pelayanan Gawat Darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh Korban /Pasien Gawat Darurat dalam waktu segera untuk menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan. 12. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu yang selanjutnya disingkat SPGDT adalah suatu mekanisme pelayanan Korbarr/Pasien Gawat Darurat yang terintegrasi dan berbasis call center dengan menggunakan kode akses telekomunikasi 119 dengan melibatkan masyarakat. 13. Kode Akses Telekomunikasi 119, yang selanjutnya disebut Call Center 119 adalah suatu desain sistem dan teknologi menggunakan konsep pusat panggilan terintegrasi yang merupakan layanan berbasis janngan telekomunikasi khusus di bidang kesehatan. 14. Pusat Komando Nasional (National Command Center) adalah pusat panggilan kegawatdaruratan bidang kesehatan dengan nomor kode akses 119 yang digunakan di seluruh wilayah Indonesia. 15. Pusat Pelayanan Keselamatan Terpadu/ Public Safety Center yang selanjutnya disebut PSC adalah pusat pelayanan yang menjamin kebutuhan masyarakat dalam hal-hal yang berhubungan dengan kegawatdaruratan yang berada di kabupaten/kota yang merupakan ujung tombak pelayanan untuk mendapatkan respon cepat. 16. Korban/Pasien Gawat Darurat adalah orang yang berada dalam ancaman kematian dan kecacatan yang memerlukan tindakan medis segera. 17. Penanganan Pra Fasilitas adalah tindakan pertolongan terhadap Korban /Pasien Gawat Darurat yang cepat dan tepat di tempat kejadian sebelum mendapatkan tindakan di fasilitas pelayanan kesehatan.

18. Penanganan Intrafasilitas adalah pelayanan gawat darurat yang diberikan kepada pasien di dalarn fasilitas pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan gawat darurat. 19. Penanganan an tar fasili tas adalah tindakan rujukan terhadap Korbarr/Pasien Gawat Darurat dari suatu fasilitas pelayanan kesehatan ke fasilitas pelayanan kesehatan lain yang lebih rnarnpu. BAB II MAKSUDDAN TUJUAN Pasa12 Penyelenggaraan SPGDT dirnaksudkan untuk rnewujudkan peningkatan rnutu pelayanan dalarn penanganan Korbarr/ Pasien gawat darurat yang dilakukan secara terpadu dan terintegrasi dengan rnelibatkan berbagai pihak. Pasa13 SPGDT bertujuan untuk: a. Meningkatkan akses dan rnutu pelayanan kegawatdaruratan; dan b. Mernpercepat waktu penanganan (respon time) Korban / Pasien Gawat Darurat dan menurunkan angka kernatian serta kecacatan. BAB III PENYELENGGARAANSPGDT Bagian Kesatu Urnum Pasa14 (1) Penyelenggaraan SPGDT terdiri atas : a. Sistern kornunikasi gawat darurat; b. Sistern penanganan Korban / Pasien Gawat Darurat; dan c. Sistem transportasi gawat darurat. (2) Sistern komunikasi gawat darurat, sistern penanganan Korban /Pasien Gawat Darurat, dan sistern transportasi sebagairnana dirnaksud pad a ayat (1) harus saling terintegrasi satu sarna lain. (3) Dalam penyelenggaraan SPGDT di Provinsi Jawa Tengah dibentuk PSC melalui call center 119 di setiap Kabupaten/Kota di Daerah.

Pasal 5 (1) Penyelenggaraan SPGDT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) melibatkan fasilitas pelayanan kesehatan. (2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jejaring PSC yang menyelenggarakan SPGDT. Bagian Kedua PSC Paragraf 1 Umum Pasal6 (1) PSC berupa unit kerja sebagai wadah koordinasi untuk memberikan pelayanan gawat darurat secara cepat, tepat dan cermat bagi masyarakat. (2) PSC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan 24 (dua puluh empat) jam 7 (tujuh) hari secara terus menerus. (3) PSC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara bersama-sama dengan instansi lain di luar bidang kesehatan yang dapat menunjang penyelenggaraan SPGDT. (4) PSC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian utama dari rangkaian kegiatan SPGDT pra fasilitas pelayanan kesehatan yang berfungsi melakukan pelayanan kegawatdaruratan dengan menggunakan algoritme kegawatdaruratan yang ada dalam ystem aplikasi call center 119. Paragraf 2 Fungsi Pasa17 PSC mempunyai fungsi sebagai: a. pemberi pelayanan Korbarr/Pasien Gawat Darurat danjatau pelapor melalui proses triase (pemilahan kondisi Korbarr/Pasien Gawat Darurat); b. pemandu pertolongan pertama (first aid); c. pengevakuasi Korbarr/Pasien Gawat Darurat; dan d. pengoordinasi dengan fasilitas pelayanan kesehatan.

Paragraf 3 Tugas Pasal8 Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, PSC memiliki tugas: a. menerima terusan (dispatch) panggilan kegawatdaruratan dari Pusat Komando Nasional (National Command Centerj; b. melaksanakan pelayanan kegawatdaruratan dengan menggunakan algoritme kegawatdaruratan; c. memberikan layanan ambulans; dan d. memberikan informasi secara online maupun secara langsung tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang terdiri dari: 1) ketersediaan tempat tidur; 2) ketersediaan tenaga kesehatan; dan 3) ketersediaan darah. Paragraf 3 Lokasi Pasa19 Lokasi PSC ditempatkan di : a. Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota; b. Rumah Sakit; dan/ atau c. Lokasi lain yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaterr/Kota. Paragraf 4 Ketenagaan Pasal 10 (1) Penyelenggaraan PSC dalam SPGDT didukung oleh ketenagaan yang kompeten. (2) Ketenagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a. Koordinator; b. Tenaga Kesehatan; c. Operator call center, dan d. Tenaga lainnya.

Pasal 11 Koordinator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a mempunyi tugas: a. menggerakkan tim ke lapangan jika ada informasi adanya kejadian kegawatdaruratan; dan b. mengoordinasikan hal-hal terkait dengan pelaksanaan tugas dengan kelompok lain diluar bidang kesehatan. Pasal 12 (1) Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b merupakan Tenaga Kesehatan yang terlatih kegawatdaruratan terdiri dari: a. tenaga medis; b. tenaga perawat; dan c. tenaga bidan. (2)Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas: a. memberikan pertolongan gawat darurat dan stabilisasi bagi korban; dan b. mengevakuasi korban ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kegawatdaruratanya. (1) Operator call center sebagaiman dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf c merupakan kesehatan. Pasal 13 petugas penerima panggilan dengan kualifikasi minimal tenaga (2) Operator call center sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bekerja dengan pembagian waktu sesuai dengan kebutuhan. (3) Operator call center sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas: a. menerima dan menjawab panggilan yang masuk ke call center, b. mengoperasionalkan komputer dan aplikasinya; dan c. menginput di sistem aplikasi call center 119 untuk panggilan darurat. Pasal 14 Tenaga lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf d merupakan tenaga yang mendukung penyelenggaraan PSC, meliputi : a. Tenaga Teknologi Informatika;

BABIV TUGAS DAN TANGGUNGJAWAB PEMERINTAHDAERAH Pasa122 Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten zkota mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap penyelenggaraan SPGDT sesuai dengan kewenangannya. Pasal23 (1) Dalam penyelenggaraan SPGDT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pemerintah Daerah bertugas dan bertanggungjawab: a. mengoordinasikan dan melaksanakan kebijakan / program SPGDT antar kabupaten / kota di wilayahnya; b. melakukan koordinasi dengan pemangku kepentingan lainnya; c. memfasilitasi pelaksanaan kegiatan pembentukan dan peningkatan kapasitas serta kemampuan penyelenggaraan SPGDT di wilayahnya; d. menghimpun data penyelenggaraan SPGDT tingkat provinsi; dan e. melakukan evaluasi terhadap SPGDT di wilayahnya. (2) Dalam penyelenggaraan SPGDT, Pemerintah Daerah Kabupaten /Kota bertugas dan bertanggungjawab: a. melaksanakan kebijakany prcgram SPGDT di wilayahnya; b. membentuk PSC; c. melakukan kerja sarna dengan kabupaten/kota lain di dalarn dan di luar provmsr; d. memfasilitasi kerja sarna antar fasilitas pelayanan kesehatan dalarn penyelenggaraan SPGDT; e. menguatkan kapasitas kelembagaan, peningkatan sumber daya manusia dan pendanaan untuk penyelenggaraan SPGDT; f. melaksanakan kegiatan pembentukan dan peningkatan kapasitas serta kemampuan SPGDT; dan g. melakukan dan menyediakan data penyelenggaraan SPGDT tingkat kabupaten / kota;

Pasal 18 Penanganan antarfasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c merupakan tindakan rujukan terhadap Korbarr/Pasien Gawat Darurat dari suatu fasilitas pelayanan kesehatan ke fasilitas pelayanan kesehatan lain yang lebih mampu. Pasal 19 (1) Setiap fasilitas pelayanan kesehatan berkewajiban turut serta dalam penyelenggaraan SPGDT sesuai kemampuan. (2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. rumah sakit; b. puskesmas; dan c. klinik. Pasal20 Dalam hal keadaan bencana, penyelenggaraan SPGDT dikoordinasikan dengan instansi yang membidangi bencana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Bagian Keempat Sistem Transportasi Gawat Darurat (1) Sistem transportasi gawat darurat dapat diselenggarakan oleh PSC dan Zatau fasilitas pelayanan kesehatan. (2) Sistem transportasi gawat darurat sebagairnana dirnaksud pada ayat (1) menggunakan ambulans gawat darurat. (3) Standar dan pelayanan ambulans gawat darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Dalam kondisi tertentu, seperti kemacetan di jalan bebas hambatan (tol), ambulans motor dapat difungsikan untuk memberi pertolongan kegawatdaruratan medis. Pasal21 (5) Operasionalisasi ambulans motor ke jalan bebas hambatan (tol), perlu berkoordinasi dengan instansi terkait.

b. Sopir ambulans; c. Tenaga lainnya yang mendukung penyelenggaraan PSC di Kabupaterr/Kota. Bagian Ketiga Sistem Penanganan Korbarr/Pasien Gawat Darurat Pasal 15 Sistem penanganan Korban /Pasien gawat darurat terdiri dari: a. penanganan prafasilitas pelayanan kesehatan; b. penanganan intrafasilitas pelayanan kesehatan; dan c. penanganan antarfasilitas pelayanan kesehatan. (1) Penanganan prafasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a merupakan tindakan pertolongan terhadap Korban /Pasien Gawat Darurat yang cepat dan tepat di tempat kejadian sebelum mendapatkan tindakan di fasilitas pelayanan kesehatan. (2) Tindakan pertolongan terhadap Korban / Pasien Gawat Darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tenaga kesehatan dari PSC dan Zatau tenaga kesehatan yang digerakkan oleh PSC. (3) Tindakan pertolongan terhadap Korbarr/Pasien Gawat Darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan kecepatan penanganan Korbarr/Pasien Gawat Darurat. (4) Pemberian pertolongan terhadap Korban/Pasien Gawat Darurat oleh masyarakat hanya dapat diberikan dengan panduan operator call center sebelum tenaga kesehatan Pasal 16 tiba di tempat kejadian. Pasal 17 (1) Penanganan intrafasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b merupakan pelayanan gawat darurat yang diberikan kepada Korban/Pasien Gawat Darurat di dalam fasilitas pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan gawat darurat. (2) Penanganan intrafasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui suatu sistem dengan pendekatan multidisiplin dan multiprofesi.

BABV PENDANAAN Pasal24 (1) Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaterr/Kota wajib menyediakan sumber dana untuk penyelenggaraan SPGDT sesuai dengan kewenangannya. (2) Sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari: a. Anggaran Pendapatan Belanja Negara; b. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah; dan/ atau c. sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat. BABVI PELAPORAN Pasal25 (1) Setiap PSC wajib melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan ~ SPGDT. (2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan secara berkala minimal sebulan sekali dan atau sewaktu - waktu apabila dibutuhkan kepada bupati/walikota melalui kepala dinas kesehatan kabupaten z kota. (3) Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan kompilasi laporan dan menyampaikan hasil kompilasi laporan secara berkala 3 (tiga) bulan sekali dan/ atau sewaktu-waktu apabila dibutuhkan kepada gubcrnur melalui kepala dinas kesehatan provinsi. (4) Kepala dinas kesehatan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan kompilasi laporan dan menyampaikan hasil kompilasi laporan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal. BAB VII PEMBINAANDANPENGAWASAN Pasal26 (1) Gubernur dan Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan SPGDT.

(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui monitoring dan evaluasi. (3) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk mewujudkan sinergi, kesinambungan, dan efektifitas pelaksanaan kebijakan Zprogram SPGDT. (4) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara berkala melalui koordinasi dan pemantauan langsung terhadap pelaksanaan dalam kebijakan Zprogram SPGDT. BAB VIII KETENTUANLAIN-LAIN Pasa127 Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Pemerintah Kabupaterr/Kota paling lama 1 (satu) tahun wajib membentuk PSC. BABIX KETENTUANPENUTUP Pasa128 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Tengah. Ditetapkan di Semarang pada tanggal 18 April 2017 Jabatan GUBERNUR JAWA TENGAH,,_waQ_ub --+.,..-;~t',..lt - ()d1)j)(/1. Se~<la ~ r Diundangkan di Semarang pada tanggal 1a April 20' 7 SEKRETARISDAERAHPROVINSI JAWATENGAH 1('1 Bir(ll-llJ~u,,; SRI PURYONO BERITA DAE PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2017 NOMOR 15