BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU KABUPATEN BLORA

dokumen-dokumen yang mirip
2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 35

GUBERNURJAWATENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH 15 TARUN 2017 TENTANG SISTEM PENANGGULANGANGAWATDARURATTERPADU (SPGDT) DI PROVINSI JAWA TENGAH

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2016

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 94 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 72 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KARO PROPINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN NOMOR TUNGGAL PANGGILAN DARURAT 112

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 46 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM INFORMASI DESA DI KABUPATEN BLORA

BUPATI BLORA PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 29 TAHUN 2009

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PENYIAPAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DALAM PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

(emergency) diperlukan nomor tunggal panggilan darurat

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN AKIBAT BENCANA DI KABUPATEN BLORA

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN BANTUL EMERGENCY SERVICE SUPPORT (BESS) 118 DI KABUPATEN BANTUL

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BULUNGAN

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 68 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2016

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 83 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PENETAPAN KELURAHAN DI KABUPATEN BLORA

WALIKOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 25 TAHUN TENTANG

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA. Pemberi Layanan: (Dinas Kesehatan Bantul dan PMI Bantul)

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA TANGERANG SELATAN. Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang kesehatan pada. dasarnya ditujukan untuk peningkatan

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 25 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERANTASAN DAN ELIMINASI PENYAKIT TUBERKULOSIS DI KABUPATEN SIAK

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DESA DI KABUPATEN BLORA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES LEMBARAN DAERAH NO. 9 TAHUN 2011

PROVINSI KALIMANTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG,

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 66 TAHUN 2017 TENTANG

Menimbang. : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 Peraturan

BUPATI BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI BLORA PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 41 TAHUN 2016

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN KUDUS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 9 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TARUNA SIAGA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 32 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN DEWAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN CILACAP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMO 3 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG

Transkripsi:

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat khususnya dalam penanganan kasus gawat darurat medis (medical emergency) di wilayah Kabupaten Blora, maka perlu dibentuk Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu; b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 26 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu, Pemerintah Daerah memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap penyelenggaraan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT); c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu Kabupaten Blora; 1

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Djawa Tengah (Berita Negara tanggal 8 Agustus 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Batang dengan mengubah Undang-Undang Nomor 13 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Djawa Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2757); 2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 3. Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 4. Undang Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 6. Undang Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607); 7. Peraturan Daerah Kabupaten Blora Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Blora Tahun 2016 Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Blora Nomor 11); 2

8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 122); 9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1676); 10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2016 tentang Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 802); 11. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 15 Tahun 2017 tentang Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu di Provinsi Jawa Tengah (Berita Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2017 Nomor 15); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU KABUPATEN BLORA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Blora. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan daerah otonom. 3. Bupati adalah Bupati Blora. 4. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan Daerah. 5. Dinas Kesehatan Kabupaten Blora yang selanjutnya disebut Dinas adalah Perangkat Daerah yang bertanggung jawab menyelenggarakan urusan pemerintah dalam bidang kesehatan di Kabupaten Blora. 6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Blora. 3

7. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah sarana yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan rujukan. 8. Rumah Sakit adalah Rumah Sakit Umum Daerah dan Rumah Sakit Umum lainnya yang ada di wilayah Kabupaten Blora. 9. Unit Pelaksana Teknis Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut UPT Puskesmas adalah fasilitas atau sarana pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat dan Upaya Kesehatan Perorangan Tingkat Pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat setinggi tingginya di wilayah kerjanya. 10. Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik. 11. Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan. 12. Pelayanan Gawat Darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh korban/pasien Gawat Darurat dalam waktu segera untuk menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan. 13. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat yang selanjutnya disingkat SPGDT adalah suatu mekanisme pelayanan korban/pasien Gawat Darurat yang terintegrasi dan berbasis call center dengan menggunakan akses telekomunikasi 119 dengan melibatkan masyarakat. 14. Kode Akses Telekomunikasi 119 yang selanjutnya disebut Call Center 119 adalah suatu desain sistem dan teknologi menggunakan konsep pusat panggilan terintegrasi yang merupakan layanan berbasis jaringan telekomunikasi khusus di bidang kesehatan. 15. Pusat Komando Nasional (National Command Center) adalah pusat panggilan kegawatdaruratan bidang kesehatan dengan nomor akses 119 yang digunakan di seluruh wilayah Indonesia. 16. Pusat Pelayanan Keselamatan Terpadu (Public Safety Center) Kabupaten Blora yang selanjutnya disebut Pusat Pelayanan Keselamatan Terpadu (Public Safety Center) adalah pusat pelayanan yang menjamin kebutuhan masyarakat dalam hal hal yang berhubungan dengan kegawatdaruratan yang berada di wilayah Daerah sebagai ujung tombak pelayanan untuk mendapatkan respon cepat. 4

17. Korban/Pasien Gawat Darurat adalah orang yang berada dalam ancaman kematian dan kecacatan yang memerlukan tindakan medis segera. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 Penyelenggaraan SPGDT dimaksudkan untuk mewujudkan peningkatan mutu pelayanan dalam penanganan Korban/Pasien gawat darurat yang dilakukan secara terpadu dan terintegrasi dengan melibatkan berbagai pihak. Pasal 3 Tujuan SPGDT adalah untuk : a. meningkatkan akses dan mutu pelayanan kegawatdaruratan; dan b. mempercepat waktu penanganan (respon time) Korban/Pasien Gawat Darurat dan menurunkan angka kematian serta kecacatan. BAB II PENYELENGGARAAN SPGDT Bagian Kesatu Umum Pasal 4 (1) Penyelenggaraan SPGDT terdiri atas : a. sistem komunikasi gawat darurat; b. sistem penanganan Korban/Pasien Gawat Darurat; dan c. sistem transportasi gawat darurat. (2) Sistem komunikasi Gawat Darurat, sistem penanganan Korban/Pasien Gawat Darurat dan sistem transportasi Gawat Darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus saling terintegrasi satu sama lain. (3) Dalam rangka penyelenggaraan SPGDT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk PSC. Pasal 5 (1) Penyelenggaraan SPGDT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) melibatkan fasilitas pelayanan kesehatan. 5

(2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jejaring PSC yang menyelenggarakan SPGDT. Bagian Kedua Fungsi dan Tugas PSC Pasal 6 (1) PSC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dapat berupa unit kerja pelaksana teknis sebagai wadah koordinasi untuk memberikan pelayanan Gawat Darurat secara cepat, tepat, dan cermat bagi masyarakat. (2) PSC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan 24 (dua puluh empat) jam sehari secara terus menerus. (3) PSC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara bersama sama dengan instansi lain di luar bidang kesehatan yang menunjang penyelenggaraan SPGDT. (4) PSC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian utama dari rangkaian kegiatan SPGDT pra fasilitasi pelayanan kesehatan yang berfungsi melakukan pelayanan kegawatdaruratan dengan menggunakan algoritme kegawatdaruratan yang ada dalam sistem aplikasi call center 119. Pasal 7 PSC mempunyai fungsi : a. pemberi pelayanan Korban/Pasien Gawat Darurat dan/atau pelapor melalui proses triase yaitu pemilahan kondisi Korban/Pasien Gawat Darurat; b. pemandu pertolongan pertama (first aid); c. pengevakuasian Korban/Pasien Gawat Darurat; dan d. pengoordinasian dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Pasal 8 Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, PSC memiliki tugas : a. menerima terusan (dispatch) panggilan kegawatdaruratan dari Pusat Komando Nasional (National Command Center); b. melaksanakan pelayanan kegawatdaruratan dengan menggunakan algoritme kegawatdaruratan; c. memberikan layanan ambulans; d. memberikan informasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan; dan 6

e. memberikan informasi tentang ketersediaan tempat tidur di Rumah Sakit. Bagian Ketiga Lokasi Dan Ketenagaan PSC Pasal 9 Lokasi PSC di tempatkan di: a. Dinas Kesehatan; b. Rumah Sakit; atau c. lokasi dan tempat lain yang ditetapkan oleh Bupati. Pasal 10 (3) Penyelenggaraan PSC dalam SPGDT didukung oleh ketenagaan yang kompeten. (4) Ketenagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a. koordinator; b. tenaga kesehatan; c. operator Call Center; dan d. tenaga lain. (5) Penunjukan ketenagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam Keputusan Bupati. Pasal 11 Koordinator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a memiliki tugas: a. menggerakkan tim ke lapangan jika ada informasi adanya kejadian kegawatdaruratan; dan b. mengoordinasikan kegiatan dengan kelompok lain di luar bidang kesehatan. Pasal 12 (6) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b terdiri dari tenaga medis, tenaga perawat, dan tenaga bidan yang terlatih kegawatdaruratan. (7) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas: a. memberikan pertolongan Gawat Darurat dan stabilisasi bagi korban; dan 7

b. mengevakuasi korban ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kegawatdaruratanya. Pasal 13 (1) Operator Call Center sebagaiman dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf c merupakan petugas penerima panggilan dengan kualifikasi minimal tenaga kesehatan. (2) Operator call center sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bekerja dengan pembagian waktu sesuai dengan kebutuhan. (3) Operator call center sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas: a. menerima dan menjawab panggilan yang masuk ke Call Center; b. mengoperasionalkan komputer dan aplikasinya; dan c. menginput di sistem aplikasi Call Center untuk panggilan darurat. Pasal 14 Tenaga lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf d merupakan tenaga yang mendukung penyelenggaraan PSC, meliputi: a. tenaga teknologi informatika; b. sopir ambulans; dan c. tenaga lain yang mendukung penyelenggaraan PSC. Bagian Keempat Penanganan Korban/Pasien Gawat Darurat Pasal 15 Setiap penanganan Korban/Pasien Gawat Darurat terdiri dari: a. penanganan prafasilitas pelayanan kesehatan; b. penanganan intrafasilitas pelayanan kesehatan; dan c. penanganan antarfasilitas pelayanan kesehatan. Pasal 16 (1) Penanganan prafasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a merupakan tindakan pertolongan terhadap Korban/Pasien Gawat Darurat yang cepat dan tepat di tempat kejadian sebelum mendapatkan tindakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 8

(2) Tindakan pertolongan terhadap Korban/Pasien Gawat Darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tenaga kesehatan dari PSC dan/atau tenaga kesehatan yang digerakkan oleh PSC. (3) Tindakan pertolongan terhadap Korban/Pasien Gawat Darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan kecepatan penanganan Korban/Pasien Gawat Darurat. (4) Pemberian pertolongan terhadap Korban/Pasien Gawat Darurat oleh masyarakat hanya dapat diberikan dengan panduan operator call center sebelum tenaga kesehatan tiba di tempat kejadian. Pasal 17 (1) Penanganan intrafasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b merupakan pelayanan gawat darurat yang diberikan kepada Korban/Pasien Gawat Darurat di dalam Fasilitas Pelayanan Kesehatan sesuai standar pelayanan gawat darurat. (2) Penanganan intrafasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui suatu sistem dengan pendekatan multidisiplin dan multiprofesi. Pasal 18 penanganan antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c merupakan tindakan rujukan terhadap Korban/Pasien Gawat Darurat dari suatu Fasilitas Pelayanan Kesehatan ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan lain yang lebih mampu. Pasal 19 (1) Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan berkewajiban turut serta dalam penyelenggaraan SPGDT sesuai kemampuan. (2) Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. Rumah Sakit; b. UPT Puskesmas; dan c. Klinik. 9

Pasal 20 Dalam hal keadaan bencana, penyelenggaraan SPGDT dilaksanakan berkoordinasi dengan Perangkat Daerah yang membidangi bencana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kelima Transportasi Gawat Darurat Pasal 21 (1) Sistem transportasi Gawat Darurat dapat diselenggarakan oleh PSC dan/atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan. (2) Sistem transportasi Gawat Darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan ambulans Gawat Darurat. (3) Standar dan pelayanan ambulans Gawat Darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai standar operasional prosedur dan ketentuan peraturan perundang undangan. BAB IV TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB Pasal 22 Pemerintah Daerah melaksanakan tugas dan tanggung jawab penyelenggaraan SPGDT sesuai dengan kewenangannya. Pasal 23 Dalam menyelenggarakan SPGDT, Pemerintah Daerah bertugas dan bertanggungjawab : a. melaksanakan kebijakan/program SPGDT; b. membentuk PSC; c. melakukan kerjasama dengan kabupaten/kota lain di dalam dan di luar Provinsi Jawa Tengah; d. memfasilitasi kerjasama antar fasilitas kesehatan dalam penyelenggaraan SPGDT; e. menguatkan kapasitas kelembagaan, peningkatan sumber daya manusia dan pendanaan untuk penyelenggaraan SPGDT; f. melaksanakan kegiatan pembentukan dan peningkatan kapasitas serta kemampuan SPGDT; dan g. melakukan dan menyediakan data penyelenggaraan SPGDT di Daerah. 10

BAB V PENDANAAN Pasal 24 Sumber pendanaan untuk penyelenggaraan SPGDT dapat bersumber dari: a. Anggaran Pendapatan Belanja Negara; b. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah; dan/atau c. sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat. BAB VI PELAPORAN Pasal 25 (1) PSC wajib melakukan pelaporan penyelenggaraan SPGDT. (2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkala paling sedikit sebulan sekali atau sewaktu waktu apabila dibutuhkan kepada Bupati melalui Kepala Dinas. (3) Kepala Dinas melakukan kompilasi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan menyampaikan hasil kompilasi laporan secara berkala 3 (tiga) bulan sekali atau sewaktu waktu apabila dibutuhkan kepada Gubernur Jawa Tengah melalui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 26 (1) Bupati melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan SPGDT di Daerah. (2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan monitoring dan evaluasi. (3) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk mewujudkan sinergi, kesinambungan dan efektivitas pelaksanaan kebijakan/program SPGDT. 11

BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 27 Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Blora. Diundangkan di Blora pada tanggal 9 Juni 2017 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BLORA, Cap Ttd. BONDAN SUKARNO Ditetapkan di Blora pada tanggal 9 Juni 2017 BUPATI BLORA, Cap Ttd. DJOKO NUGROHO BERITA DAERAH KABUPATEN BLORA TAHUN 2017 NOMOR 30 Sesuai dengan aslinya Kepala Bagian Hukum Setda Kab. Blora A. KAIDAR ALI, SH. MH. NIP. 19610103 198608 1 001 eraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2013 tentang Tunjangan kinerja bagi pegawai 12

13