BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teh merupakan salah satu komoditi perkebunan yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Bahkan komoditi teh juga menjadi sektor usaha unggulan yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Tapi sayangnya meski potensi yang dimiliki cukup besar, komoditi teh juga menghadapi persoalan klasik. Banyaknya permasalahan, seperti penurunan volume, nilai, pangsa pasar ekspor dan rendahnya harga teh Indonesia memberikan dampak buruk pada perkembangan industri teh nasional. Kondisi ini pula yang membuat usaha perkebunan teh semakin terpuruk dan tidak sedikit kebun teh petani yang dialihkan kekomoditi lainnya seperti sayur-sayuran dan kelapa sawit yang dianggap lebih menguntungkan (http://ditjenbun.deptan.go.id). Peranan komoditas teh dalam perekonomian Indonesia sangatlah strategis. Di zaman penjajahan kolonial Belanda saja, industri teh ini mampu menyerap 1,5 juta tenaga kerja dan menghidupi sekitar 6 juta jiwa. Tentu, setelah lepas dari jerat perbudakan dan penindasan dipastikan industri teh akan mampu memberikan lapangan pekerjaan bagi berjuta-juta orang dan menghidupi berlipat-ganda dari masa sebelumnya (http://www.bumn.go.id). Dalam pelaksanaannya usaha perkebunan teh banyak menggunakan tenaga kerja dari penduduk setempat. Mereka bekerja sebagai buruh perkebunan dengan berbagai tugasnya antara lain sebagai buruh perkebunan, mandor, sopir pedati,
pemetik pucuk teh untuk kaum perempuan dan lain-lain. Tentu saja mereka memperoleh upah sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya. Dengan demikian keberadaan perkebunan teh itu telah mendorong munculnya profesi dan penghasilan baru atau tambahan di antara penduduk pribumi, yang tentu saja bisa meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka (Shariasih, 2012 http://eprints.undip.ac.id/37047/) Tingkat produksi teh Indonesia pada 2009 mencapai 120 ribu ton, yang memenuhi sekitra 5,8 persen kebutuhan dunia dengan luas kebun 148 ribu hektare. Menurut data Asosiasi Teh, teh menyumbangkan devisa US$ 110 juta atau sekitar Rp 1,02 triliun per tahun. Asosiasi Teh Indonesia meminta pemerintah menggencarkan promosi teh di dalam negeri untuk mendongkrak tingkat konsumsi masyarakat sebab tingkat konsumsi teh di dalam negeri terus menurun dengan alasan kualitas yang kurang baik. Jumlah penduduk Indonesia 230 juta jiwa lebih dan belum seluruhnya minum teh tiap hari. Padahal potensi dalam negeri sangat besar. Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) telah merekomendasikan kepada negara-negara produsen teh untuk terus meningkatkan konsumsi di dalam negeri. Sedangkan tingkat konsumsi Indonesia terus turun dari 330 gram per kapita per tahun, dalam kurun beberapa tahun, kini tinggal 180 gram per kapita per tahun. Produsen teh terbesar dunia seperti Cina, mampu menggenjot produksi hingga 1,6 juta ton dengan luas area tanaman teh 2,2 juta hektar. Dari jumlah
produksi itu, hanya 330 ribu ton teh yang diekspor, sedangkan sisanya untuk konsumsi domestik. Kondisi ini bertolak belakang dengan situasi di Indonesia. Jumlah produksi teh Indonesia terus turun akibat menyusutnya area tanam. Data asosiasi menunjukkan, pada 2010, produksi 129.200 ton turun menjadi 119.651 ton pada 2011. Ini terjadi lantaran luas area tanam yang terus turun, dari 124.400 hektare pada 2010 menjadi 123.500 hektare pada 2011. Indonesia menghadapi situasi penurunan produksi dan kualitas tehnya. Saat ini produksi teh dalam negeri hanya 120 ribu ton setahun. Jumlahnya anjlok dibandingkan produksi teh dalam negeri 7 tahun lalu yang bisa menembus 160 ribu ton. Produksi teh Indonesia itu 60 persen ekspor dan sisanya memenuhi kebutuhan dalam negeri. Penurunan areal perkebunan teh Indonesia rata-rata 3 ribu hektare setahun. Pada 2005, luas kebun teh nasional menembus 139 ribu hektare, pada 2010 menyusut jadi 126 ribu hektare. Laju penurunan lahan itu menyebabkan produksi teh Indonesia turun hampir 14 ribu ton setahunnya (Tempo, 25 Januari 2013). Pangsa nilai ekspor teh Indonesia dari seluruh jenis teh pada tahun 2001 mencapai 3,9 persen. Dari data penguasaan pangsa nilai ekspor seluruh jenis teh tersebut, Indonesia merupakan negara pengekspor teh terbesar pada urutan keenam di dunia setelah India (18,9%), China (17,1%), Kenya (7,9%), Inggris (7,9%), dan Uni Emirat Arab (4%).
Pemerintah tak mendukung sepenuhnya kerja keras para pekebun teh di dalam negeri. Akibatnya, pangsa nilai ekspor teh Indonesia menurun drastis. Jika dibandingkan dengan tahun 1997 yaitu mencapai 5,4 persen. Terpaut jauh di tahun 2001 yang hanya mencapai skor 3,9 persen. Periode 2002 sampai 2010 jelas makin menurun seiring menyempitnya areal perkebunan, melemahnya semangat budidaya, dan lemahnya distribusi serta daya saing ekspor di dunia. Indonesia tertinggal dari Sri Lanka yang mampu mencapai skor 14 (tahun 1997) dan skor 15 (tahun 2001) atas pangsa nilai ekspor dari seluruh total jenis teh. Padahal, Sri Lanka tidaklah lebih subur dari tanah Indonesia (http://www.bumn.go.id). Karena produksi teh Indonesia ini belum mampu bersaing di pasar dunia menyebabkan terjadinya konversi lahan atau alih fungsi lahan dari teh ke kelapa sawit. Produksi perkebunan teh semakin merosot dan tidak mampu memberikan keuntungan pada perusahaan. Sedangkan tanaman kelapa sawit dinilai lebih menguntungkan. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas andalan penghasil devisa negara. Selama ini kelapa sawit telah memberikan kontribusi yang begitu besar bagi peningkatan devisa negara. Pada 2007 ekspor komoditas itu sebesar 8,87 miliar dolar AS, meningkat 39,5 persen atau 12,38 miliar dolar AS pada 2008 (http://www.kemenperin.go.id).
Pengembangan kelapa sawit di Indonesia memiliki peranan sendiri dalam meningkatkan kesejahteraan dalam kehidupan bangsa. Devisa negara dari ekspor minyak kelapa sawit mentah (cpo) Rp13,5 triliun, dengan pertumbuhan kelapa sawit yang demikian besar, maka negara dapat menekan tingkat pengangguran akibat sulitnya lapangan pekerjaan. Penyerapan tenaga kerja di bidang pengelolaan kelapa sawit hingga 3,5 juta kepala keluarga (kk), yang dipekerjakan pada perkebunan dan pabrik kelapa sawit. Selain itu, pengembangan kelapa sawit itu sendiri dapat mendorong proses pertumbuhan wilayah dengan cepat. Pemerintah Indonesia dewasa ini telah bertekad untuk menjadikan komoditas kelapa sawit ini sebagai salah satu industri nonmigas yang handal. Selain itu perkebunan kelapa sawit juga dinilai sangat menguntungkan bagi perusahaan yang mengelolanya dan sangat bernilai bisnis. Seperti yang terjadi pada PT. Perkebunan Nusantara IV Marjandi yang melakukan konversi lahan dari tanaman Teh yang dinilai sudah tidak bisa memberi keuntungan lagi terhadap perusahaan menjadi tanaman Kelapa sawit yang dinilai sangat bernilai bisnis dan memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan serta memiliki prospek yang cerah sebagai sumber devisa. Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul ANALISIS DAMPAK KONVERSI TANAMAN TEH KE KELAPA SAWIT PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV MARJANDI TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka sebagai perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh konversi tanaman teh ke tanaman kelapa sawit terhadap kesempatan kerja? 2. Bagaimana pengaruh konversi tanaman teh ke tanaman kelapa sawit terhadap pendapatan tenaga kerja? 3. Bagaimana pengaruh konversi tanaman teh ke tanaman kelapa sawit terhadap pendapatan masyarakat sekitar? adalah: 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas maka sebagai tujuan penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh konversi tanaman teh ke tanaman kelapa sawit terhadap kesempatan kerja di PTPN IV Marjandi. 2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh konversi tanaman teh ke tanaman kelapa sawit terhadap pendapatan tenaga kerja di PTPN IV Marjandi. 3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh konversi tanaman teh ke tanaman kelapa sawit terhadap pendapatan masyarakat sekitar.
1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, penelitian ini diharapkan bermanfaat: 1. Sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Ekonomi. 2. Sebagai bahan acuan bagi peneliti lain yang tertarik untuk melakukan penelitian sejenis. 3. Menjadi bahan informasi bagi pemerintah dan kementerian serta dinas terkait mengenai dampak konversi lahan perkebunan teh ke perkebunan kelapa sawit.