PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

dokumen-dokumen yang mirip
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

Gambar 1. Grafik keberadaan sistem pengolahan sampah di TPA pada tahun 2008 Sumber : Kementrian Negara Lingkungan Hidup (2008) Pemotongan alur

Gambar 1. Grafik keberadaan sistem pengolahan sampah di TPA pada tahun 2008 Sumber : Kementrian Negara Lingkungan Hidup (2008) Pemotongan alur

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA ECO-FERMENTOR: ALTERNATIF DESAIN WADAH FERMENTASI ECO-ENZYME UNTUK MENGOPTIMALKAN PRODUKTIVITAS ECO-ENZYME

ECO-ENZYME SEBAGAI ALTERNATIF PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK BERBASIS MASYARAKAT DI KELURAHAN CEMPAKA PUTIH TIMUR JAKARTA PUSAT

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN

A. B. C. LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin

BUPATI POLEWALI MANDAR

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KAJIAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA KOMPOR RAMAH LINGKUGAN BERBASIS TENAGA SURYA UNTUK PENYULINGAN MINYAK ATSIRI DARI NILAM

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMERINTAH KOTA DENPASAR TPST-3R DESA KESIMAN KERTALANGU DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KOTA DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN 6% 1% Gambar 1.1 Sumber Perolehan Sampah di Kota Bandung

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. manusia yang beragam jenisnya maupun proses alam yang belum memiliki nilai

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE)

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH BATERAI RUMAH TANGGA MELALUI PENDEKATAN SOSIAL DAN ORGANISASI

BAB 1 : PENDAHULUAN. 2010), dengan laju pertumbuhan penduduk sebanyak 1,49%. Tingkat pertumbuhan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH MELALUI 3R UNTUK KADER LINGKUNGAN

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN SAMPAH ORGANIK MENJADI BRIKET ARANG DAN ASAP CAIR

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

LEMBAR PENGESAHAN. a. Nama Lengkap : Rianah Sary NIM. H

Potensi Penerapan Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis 3R di Kelurahan Tunjungsekar Kota Malang

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENENTUAN WAKTU PRODUKSI OPTIMUM PADA USAHA PEMBIBITAN IKAN LELE SKALA RUMAH TANGGA DENGAN ANALISIS REGRESI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTANN TIMUR TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

LEMBAR PENGESAHAN. (Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc.) ( Umu Rosidah )

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dan mutlak. Peran penting pemerintah ada pada tiga fungsi utama, yaitu fungsi

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH

BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT. Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BULELENG

PEMANFAATAN LIMBAH POD KAKAO UNTUK MENGHASILKAN ETANOL SEBAGAI SUMBER ENERGI TERBARUKAN

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang

E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di

Profil Orgic's Home Generasi Muda Peduli Sampah

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. kapasitas atau jumlah tonnasenya. Plastik adalah bahan non-biodegradable atau tidak

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia, karena pada

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA CIA (CIHIDEUNG ILIR IN ACTION): GERAKAN CINTA LINGKUNGAN DAN KEBERSIHAN SITU CIHIDEUNG ILIR

SATUAN TIMBULAN, KOMPOSISI DAN POTENSI DAUR ULANG SAMPAH PADA TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH TANJUNG BELIT KABUPATEN ROKAN HULU

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 59 TAHUN 2016

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BONGGOL PISANG SEBAGAI PENINGKAT KESADAHAN PERAIRAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN LAMONGAN

1

ABSTRAK. Kata Kunci : Kabupaten Tabanan, Peran serta masyarakat, pengelolaan sampah, TPS 3R

BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak

BAB I PENDAHULUAN Permasalahan Sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta

STRATEGI PENGEMBANGAN PERUSAHAAN DAERAH KEBERSIHAN KOTA BANDUNG UNTUK MEWUJUDKAN BANDUNG BERSIH dan HIJAU SECARA BERKELANJUTAN

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PERATURAN DAERAH KOTA BAU-BAU NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAU-BAU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN,

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU UNTUK MENINGKATKAN NILAI EKONOMI BAGI MASYARAKAT DI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Limbah padat atau sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERDANG BEDAGAI,

Transkripsi:

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KONSEP ECO-COMMUNITY MELALUI PENGEMBANGAN ECO-ENZYME SEBAGAI USAHA PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK SECARA TUNTAS PADA LEVEL RUMAH TANGGA PKM GAGASAN TERTULIS Diusulkan oleh: Atika Luthfiyyah / F24070137 / 2007 Yolanda Sylvia P / F24070133 / 2007 Aldian Farabi / F34080001 / 2008 INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 i

HALAMAN PENGESAHAN 1. Judul Kegiatan : Konsep Eco-community Melalui Pengembangan Eco-enzyme sebagai Usaha Pengolahan Sampah Organik Secara Tuntas pada Level Rumah Tangga 2. Bidang Kegiatan : ( ) PKM-AI ( ) PKM-GT (Sosial) 3. Ketua Pelaksana Kegiatan a. Nama Lengkap : Atika Luthfiyyah b. NIM : F24070137 c. Jurusan : Ilmu dan Teknologi Pangan d. Institut : Institut Pertanian Bogor e. Alamat Rumah dan No HP : Jalan Kabupaten No.10 Rw.13 Rt.02 Nguling Pasuruan 67185 0852 333 73625 f. Alamat email : atika_luthfiyyah_ipb@yahoo.com 4. Anggota Pelaksana Kegiatan : 3 orang 5. Dosen Pendamping a. Nama Lengkap dan Gelar : Prof.Dr.Ir.Khaswar Syamsu, M.Sc.St b. NIP : 1963 08 17 198803 1 003 c. Alamat Rumah dan No HP : Jalan Anggrek 1 No.C24 Perum.Alam Sinar Sari, Darmaga, Bogor, 16680 Menyetujui, Ketua Departemen Ketua Pelaksana Kegiatan Bogor, 29 Maret 2010 (Dr.Ir.Dahrul Syah, M. Sc. Agr) NIP.19650814 199002 1 001 Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan (Atika Luthfiyyah) NIM. F24070137 Dosen Pendamping (Prof.Dr.Ir.Yonny Koesmaryono, MS) NIP.19581228 198503 1 003 (Prof.Dr.Ir.Khaswar Syamsu, M.Sc.St) NIP. 1963 08 17 198803 1 003 ii

KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan hidayah-nya sehingga karya tulis berjudul Konsep Eco-community sebagai Usaha Pengolahan Sampah secara Tuntas pada Level Rumah Tangga Melalui Produk Eco-Enzyme dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga tercurah pula kepada Rasulullah Muhammad SAW, dan para sahabat. Teriring doa dan harap semoga Allah meridhoi upaya yang penulis lakukan. Karya tulis ini diajukan dalam Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis 2010 yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Pembuatan karya ini bertujuan memberikan gagasan berupa solusi permasalahan sampah organik di masyarakat melalui peran rumah tangga secara tuntas pada level rumah tangga. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof.Dr.Ir.Khaswar Syamsu, M.Sc.St sebagai dosen pembimbing yang banyak memberi bimbingan dan arahan kepada penulis dalam melakukan penulisan dan penelitian. Tidak lupa pula kepada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, Departemen Teknologi Industri Pertanian, HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan), HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian) dan UKM FORCES (Forum for Scientific Studies) yang telah menjadi keluarga kami di Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap karya ini dapat bermanfaat untuk semua, baik bagi penulis maupun bagi pembaca yang budiman. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Bogor, 25 Maret 2010 Yolanda Sylvia P Atika Luthfiyyah Aldian Farabi iii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... I HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... iv RINGKASAN... V PENDAHULUAN... 1 GAGASAN... 3 Pengolahan Sampah Organik Melalui Eco-enzyme... Peran Eco-enzyme dalam Mengolah Sampah Organik... 3 4 Implementasi Kegiatan... 7 KESIMPULAN DAN SARAN... 11 DAFTAR PUSTAKA... 12 DAFTAR RIWAYAT HIDUP DAFTAR TABEL Tabel 1. Estimasi Timbunan Sampah di Indonesia pada tahun 2008... 1 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Grafik keberadaan sistem pengolahan sampah di TPA pada tahun 2008... 2 Gambar 2. Proses pembuatan eco-enzyme... 5 Gambar 3. Bagan organisasi eco-community... 6 Gambar 4. Diagram implementasi eco-community... 10 iv

RINGKASAN Masalah sampah merupakan masalah penting yang dapat merusak keseimbangan ekosistem lingkungan. Berdasar perhitungan Bappenas dalam buku infrastruktur Indonesia pada tahun 1995 perkiraan timbulan sampah di Indonesia sebesar 22.5 juta ton dan akan meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2020 menjadi 53,7 juta ton (Mungkasa, 2004). Penerapan 3R atau reuse, reduce dan recycle sampah merupakan salah satu program terbaik dalam rangka pelestarian lingkungan hidup karena mengedepankan penanganan sampah dari sumbernya. Pengolahan sampah organik tuntas di tempat bila digulirkan secara terpadu bisa menuntaskan permasalahan sampah dari sumber yang pada akhirnya mendapat mendukung tercapainya kondisi lingkungan yang sehat, bersih dan nyaman. Akan tetapi ternyata pengolahan sampah dengan sistem pemilahan sampah belum terlaksana secara terpadu. Sampah yang sudah dipilah sejak level rumah tangga belum tentu akan ditangani secara terpisah ketika telah sampai di tempat pembuangan akhir (TPA). Inilah yang terjadi pada kebanyakan TPA di Indonesia. Pemotongan alur distribusi sampah menuju TPA adalah cara yang efektif dan mempercepat pemrosesan sampah menjadi produk yang lebih bermanfaat. Cara efektif tersebut dapat direalisasikan melalui pembuatan eco-enzyme yang dapat diterapkan pada level rumah tangga. Eco-enzyme adalah ekstrak cairan yang dihasilkan dari fermentasi sisa sayuran dan buah-buahan dengan substrat gula merah. Prinsip proses pembuatan eco-enzyme sendiri sebenarnya mirip proses pembuatan kompos, namun ditambahkan air sebagai media pertumbuhan sehingga produk akhir yang diperoleh berupa cairan yang lebih disukai karena lebih mudah digunakan. Upaya sosialisasi pemanfaatan sampah dapur untuk, begitu pula dengan upaya-upaya percontohan yang dilakukan pemerintah setempat bekerja sama dengan karang taruna dan organisasi sejenisnya. Hal ini ditengarai akibat kurangnya keuntungan yang diperoleh masyarakat jika mereka mengolah sendiri sampahnya. Oleh karena itu, perlu diterapkan suatu upaya integrasi peran pemerintah, tokoh masyarakat, karang taruna, dan yang paling penting yang masyarakat sebagai pemeran utama, sekaligus sebagai upaya peningkatan nilai tambah produk sampah rumah tangga yang telah mengalami pengolahan, baik nilai tambah dari sisi ekonomi maupun dari sisi kegunaan. Upaya menjembatani kepentingan masyarakat akan kebutuhan finansial dan kebutuhan lingkungan yang bersih dan sustainable, perlu dirancang suatu konsep integrasi dan sinergitas antara masyarakat, pemerintah, dan lingkungan. Konsep ini berupa eco-commmunity atau komunitas cinta lingkungan yang memiliki fokus kegiatan pengelolaan sampah organik rumah tangga menjadi ecoenzyme kemudian mendistribusikannya secara komersial. Eco-community menggunakan konsep pengelolaan sampah dari suatu daerah menjadi eco-enzyme yang akan digunakan sebagai pupuk organik di lahan-lahan pertanian di daerah tersebut. v

PENDAHULUAN Masalah sampah merupakan masalah penting yang dapat merusak keseimbangan ekosistem lingkungan. Berdasar perhitungan Bappenas dalam buku infrastruktur Indonesia pada tahun 1995 perkiraan timbulan sampah di Indonesia sebesar 22.5 juta ton dan akan meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2020 menjadi 53,7 juta ton (Mungkasa, 2004). Berdasarkan data tersebut maka kebutuhan TPA pada tahun 1995 seluas 675 hektar dan meningkat menjadi 1610 hektar di tahun 2020. Kondisi ini akan menjadi masalah besar dengan terbatasnya lahan kosong di kota besar. Menurut data BPS pada tahun 2001 timbulan sampah yang diangkut hanya mencapai 18,3%, ditimbun 10,46%, dibuat kompos 3,51%, dibakar 43,76% dan lainnya dibuang di pekarangan pinggir sungai atau tanah kosong sebesar 24,24%. Tabel 1. Estimasi Timbunan Sampah di Indonesia pada tahun 2008 Kelompok Wilayah Timbulan sampah (juta ton/tahun) Sumatera 8,7 Jawa 21,2 Balinusra 1,3 Kalimantan 2,3 Sumapapua 5,0 Total 38,5 Sumber : Kementrian Negara Lingkungan Hidup (2008) Penerapan 3R atau reuse, reduce dan recycle sampah merupakan salah satu program terbaik dalam rangka pelestarian lingkungan hidup karena mengedepankan penanganan sampah dari sumbernya. Pola pengolahan sampah di tempat dilakukan mulai dari pemilahan sampah, penggolongan sampah organik menjadi kompos serta pengelolaan sampah anorganik yang diharapkan selanjutnya dapat didaur ulang dengan melalui program recycle bank atau bank daur ulang. Pengolahan sampah organik tuntas di tempat bila digulirkan secara terpadu bisa menuntaskan permasalahan sampah dari sumber yang pada akhirnya mendapat mendukung tercapainya kondisi lingkungan yang sehat, bersih dan nyaman. Akan tetapi ternyata pengolahan sampah dengan sistem pemilahan sampah belum terlaksana secara terpadu. Sampah yang sudah dipilah sejak level rumah tangga belum tentu akan ditangani secara terpisah ketika telah sampai di tempat pembuangan akhir (TPA). Inilah yang terjadi pada kebanyakan TPA di Indonesia. Data Kementrian Negara Lingkungan Hidup (2008) menyebutkan bahwa sebanyak 47% TPA tidak dilengkapi dengan sistem pengolahan sampah, 42 % TPA memiliki sistem pengolahan sampah yang berfungsi sebagaimana mestinya, 10% TPA memiliki sistem pengolahan sampah yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. vi

Gambar 1. Grafik keberadaan sistem pengolahan sampah di TPA pada tahun 2008 Sumber : Kementrian Negara Lingkungan Hidup (2008) Pemotongan alur distribusi sampah menuju TPA adalah cara yang efektif dan mempercepat pemrosesan sampah menjadi produk yang lebih bermanfaat. Cara efektif tersebut dapat direalisasikan melalui pembuatan eco-enzyme yang dapat diterapkan pada level rumah tangga. Eco-enzyme adalah ekstrak cairan yang dihasilkan dari fermentasi sisa sayuran dan buah-buahan dengan substrat gula merah. Prinsip proses pembuatan eco-enzyme sendiri sebenarnya mirip proses pembuatan kompos, namun ditambahkan air sebagai media pertumbuhan sehingga produk akhir yang diperoleh berupa cairan yang lebih disukai karena lebih mudah digunakan. Keistimewaan eco-enzyme ini adalah tidak memerlukan lahan yang luas untuk proses fermentasi seperti pada proses pembuatan kompos, bahkan produk ini tidak memerlukan bak komposter dengan spesifikasi tertentu. Botol-botol bekas air mineral maupun bekas produk lain yang sudah tidak digunakan dapat dimanfaatkan kembali sebagai tangki fermentasi eco-enzyme. Hal ini juga mendukung konsep reuse dalam menyelamatkan lingkungan. Eco-enzyme hanya membutuhkan media seukuran botol sehingga dapat menghemat tempat pengolahan serta dapat diterapkan di rumah. Selain itu, eco-enzyme memiliki banyak manfaat seperti dapat digunakan sebagai growth factor tanaman, campuran deterjen pembersih lantai, pembersih sisa pestisida, pembersih kerak, dan penurun suhu radiator mobil (Anonim, 2009). Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah untuk memberikan solusi program penanganan sampah organik tuntas di tempat melalui eco-enzyme dengan konsep eco-community. Eco-communnity merupakan bentuk integrasi dan sinergi peran antara pihak pengguna pupuk, tokoh masyarakat dan masyarakat sekitar dalam mengolah sampah sisa buah dan sayur menjadi eco-enzyme. Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan manfaat lebih bagi berbagai pihak. Mahasiswa dapat memanfaatkan karya tulis ini sebagai media untuk menambah wawasan tentang eco-enzyme. Pihak akademisi diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut tentang eco-enzyme dan dapat memanfaatkannya untuk kemajuan pertanian Indonesia. Pihak petani, khususnya petani organik, dapat memanfaatkan peran eco-enzyme sebagai pupuk alami yang ramah lingkungan. vii

GAGASAN Pengolahan Sampah Organik Selama Ini Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya jumlah sampah. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah Pasal 1, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan / atau proses alam yang berbentuk padat. Penumpukan sampah harus ditanggulangi melalui pengolahan sampah. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a meliputi kegiatan: a. pembatasan timbulan sampah; b. pendauran ulang sampah; dan/atau c. pemanfaatan kembali sampah. Pengelolaan sampah belum dapat dilakukan secara terpadu. Artinya, meskipun rumah tangga telah memisahkan antara sampah organik dan anorganik, namun pada TPA, sampah masih tetap bercampur sehingga seolah pemisahan sampah di tingkat rumah tangga tersebut tidak ada gunanya. Oleh karena itu, pengelolaan sampah masa kini diharapkan dapat berlangsung dari sumbernya, misalnya rumah tangga. Dewasa ini, pengelolaan sampah di masyarakat masih bertumpu pada pendekatan akhir (end-of-pipe), yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah. Padahal, timbunan sampah dengan volume yang besar di lokasi tempat pemrosesan akhir sampah berpotensi melepas gas metan (CH4) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberikan kontribusi terhadap pemanasan global. Penguraian sampah melalui proses alam memerlukan jangka waktu yang lama dan penanganan dengan biaya yang besar. Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan sampah. Paradigma baru memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri. Pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari hulu, sejak sebelum dihasilkan suatu produk yang berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir, yaitu pada fase produk sudah digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian dikembalikan ke media lingkungan secara aman. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang, sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir. Jenis sampah organik rumah tangga menempati proporsi paling besar dari total produksi sampah. Rata-rata komposisi sampah di beberapa kota besar di Indonesia adalah: organik (25%), kertas (10%), plastik (18%), kayu (12%), logam (11%), kain (11%), gelas (11%), lain-lain (12%) (Anonim, 2009). Produksi sampah rumah tangga sendiri sekitar 70-90% dari total produksi sampah di Indonesia (Retno, 2010).Sampah organik setiap hari selalu dihasilkan oleh rumah tangga di Indonesia. Selama ini, bukan tidak ada usaha untuk mengolah sampah, viii

hanya saja sistem pengolahannya kurang terintegrasi sehingga produk hasil pengolahan sampah kurang dapat dimanfaatkan secara optimal, bahkan tetap saja dianggap sebagai sampah. Contoh produk hasil olahan sampah yang telah lama dikenal masyaakat adalah kompos. Namun, pengolahan kompos ini pun menemui berbagai kendala, misalnya pengolahan dalam skala besar memerlukan lahan yang luas, sementara di Indonesia, penghasil sampah terbesar adalah Pulau Jawa dan di pulau ini ketersediaan lahan sudah semakin berkurang. Pengolahan kompos dalam skala kecil, misalnya skala rumah tangga, juga kurang efektif, karena memerlukan bak komposter dan bioaktivator yang harganya cukup mahal, terutama jika tidak diproyeksikan untuk skala komersil. Kompos yang berbentuk padat kurang menarik bagi penggunanya. Bentuk padat juga lebih sulit diaplikasikan di lahan dibandingkan dengan bentuk cair. Akibatnya, perkembangan produk ini belum menunjukkan hasil yang signifikan. Peran Eco-enzyme dalam Mengolah Sampah Organik Produk eco-enzyme merupakan produk ramah lingkungan yang sangat fungsional, mudah digunakan, dan mudah dibuat. Setiap orang dapat membuat produk ini dengan mudah. Bahan-bahan yang digunakan pun sederhana dan banyak tersedia di sekitar kita. Pembuatan produk ini hanya membutuhkan air, gula sebagai sumber karbon, serta sampah organik sayur dan buah. Gula yang digunakan adalah gula merah yang belum mengalami proses bleaching (pemutihan) seperti pada gula pasir sehingga dapat meminimalkan kemungkinan adanya residu senyawa kimia yang digunakan dalam proses bleaching. Selain itu, secara ekonomis harga gula merah lebih murah dibandingkan harga gula pasir. Pemanfaatan sampah organik untuk pembuatan eco-enzyme sangat sesuai untuk mengurangi jumlah sampah rumah tangga sebab jenis sampah organik rumah tangga menempati proporsi paling besar dari total produksi sampah. Ratarata komposisi sampah di beberapa kota besar di Indonesia adalah: organik (25%), kertas (10%), plastik (18%), kayu (12%), logam (11%), kain (11%), gelas (11%), lain-lain (12%) (Anonim, 2009). Produksi sampah rumah tangga sendiri sekitar 70-90% dari total produksi sampah di Indonesia (Retno, 2010). Eco-enzyme terbuat dari sisa buah atau sayur, air, gula (gula merah, molasses). Pembuatannya membutuhkan kontainer berupa wadah yang terbuat dari plastik, penggunaan bahan yang terbuat dari kaca sangat dihindari karena dapat menyebabkan wadah pecah akibat aktivitas mikroba fermentasi. Tambahkan 10 bagian air ke dalam kontainer (isi 60% dari isi kontainer). Kemudian tambahkan 1 bagian gula (10% dari jumlah air) dan masukkan 3 bagian dari sampah sayuran atau buah-buahan hingga mencapai 80% dari kontainer. Setelah itu tutup kontainer selama 3 bulan dan buka setiap hari untuk mengeluarkan gas selama 1 bulan pertama. Secara singkat proses pembuatan eco-enzyme digambarkan sebagai berikut: ix

Sumber: www.waystosaveenergy.net Gambar 2. Proses pembuatan eco-enzyme Proses produksi eco-enzyme sangat sederhana serta memanfaatkan bahanbahan yang sederhana dan ada di sekitar kita sehinggga setiap orang dapat membuatnya. Produk ini sangat potensial untuk diproduksi dalam berbagai skala, tidak hanya dalam skala besar, tetapi juga dalam skala kecil di rumah tangga. Oleh karena itu, produk ini sangat prospektif untuk diproduksi dalam berbagai skala, termasuk skala kecil dalam basis komunitas. Rumah tangga merupakan penghasil sampah dalam jumlah sangat besar di Indonesia (KDPE Lamongan, 2008). Apalagi jika sudah terkumpul di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Ironisnya, permasalahan sampah telah bertahun-tahun menjadi kasus yang sangat substansial namun belum dapat ditangani secara tuntas, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga negara-negara lain di dunia. Sistem pengolahan sampah terpadu hanya menjadi perencanaan dengan konsep yang masih menemui berbagai kendala, terutama akibat kurangnya sumber daya manusia yang memfokuskan perhatian terhadap hal ini, serta kurangnya tenaga kerja yang akan menjalankan aktivitas-aktivitas yang bersifat teknis. Oleh karena itu, penanganan sampah ditengarai efektif jika dilakukan langsung dari sumbernya. Pemerintah telah menetapkan UU No. 18 tahun 2008 tentang sampah, ada beberapa poin yang perlu diperhatikan dalam mekanisme pengolahan sampah, khususnya sampah rumah tangga. Pasal 19 UU ini menyatakan bahwa x

pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga terdiri atas pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah yang dimaksud adalah pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan/atau pemanfaatan kembali sampah. Hal ini dijelaskan dalam pasal 20 ayat 1. Penangannan sampah dijelaskan dalam pasal 22 ayat 1 pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah, pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu, pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir, pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah, dan/atau pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman. Peran pemerintah dalam menetapkan undang-undang tidak akan terlalu signifikan dampaknya jika tidak disertai dengan peran serta masyarakat yang secara aktif ikut berpartisipasi dalam upaya pengurangan dan penanganan sampah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah mengolah sendiri sampah dapur yang mereka hasilkan. Upaya sosialisasi pemanfaatan sampah dapur untuk, begitu pula dengan upaya-upaya percontohan yang dilakukan pemerintah setempat bekerja sama dengan karang taruna dan organisasi sejenisnya. Hal ini ditengarai akibat kurangnya keuntungan yang diperoleh masyarakat jika mereka mengolah sendiri sampahnya. Oleh karena itu, perlu diterapkan suatu upaya integrasi peran pemerintah, tokoh masyarakat, karang taruna, dan yang paling penting yang masyarakat sebagai pemeran utama, sekaligus sebagai upaya peningkatan nilai tambah produk sampah rumah tangga yang telah mengalami pengolahan, baik nilai tambah dari sisi ekonomi maupun dari sisi kegunaan. Pengolahan sampah secara mandiri ini diharapkan mampu memutus alur distribusi sampah dari rumah tangga ke tempat pembuangan akhir sehingga kondisi sampah di TPA tidak terlalu menumpuk, atau minimal, tidak terlalu bercampur antara sampah organik dan nonorganik sebab sampah organik telah diolah sendiri oleh rumah tangga. Upaya menjembatani kepentingan masyarakat akan kebutuhan finansial dan kebutuhan lingkungan yang bersih dan sustainable, perlu dirancang suatu konsep integrasi dan sinergitas antara masyarakat, pemerintah, dan lingkungan. Konsep ini berupa eco-commmunity atau komunitas cinta lingkungan yang memiliki fokus kegiatan pengelolaan sampah organik rumah tangga menjadi ecoenzyme kemudian mendistribusikannya secara komersial. Eco-community menggunakan konsep pengelolaan sampah dari suatu daerah menjadi eco-enzyme yang akan digunakan sebagai pupuk organik di lahan-lahan pertanian di daerah tersebut. Jika di daerah tersebut tidak terdapat lahan pertanian atau kebutuhan akan pupuk organik telah terpenuhi, maka eco-enzyme yang dihasilkan dapat didistribusikan secara komersial ke daerah-daerah lain yang membutuhkan, atau digunakan untuk fungsi yang lain seperti campuran deterjen pembersih lantai, pembersih kerak, maupun fungsi-fungsi lain seperti yang telah dikemukakan di atas. Output yang dapat diperoleh dari pembentukan eco-community ini adalah terbentuknya sebuah komunitas yang berkonsentrasi terhadap pengurangan xi

sampah dan penanganan sampah rumah tangga, terpenuhinya kebutuhan pupuk organik untuk lahan-lahan pertanian di daerah pengelola sampah, dikenalnya produk eco-enzyme di kalangan masyarakat luas, terintegrasinya peran masyarakat, petani, pemerintah, dan tokoh masyarakat dalam menangani permasalahan sampah dan mengelolanya menjadi barang yang memiliki nilai tambah. Implementasi Eco-community melalui Eco-enzyme Prospek pengembangan eco enzyme diterapkan dengan mengintegrasikan langsung kepada masyarakat di suatu Rukun Tetangga (RT), atau Rukun Warga (RW), ataupun desa. Hal ini bermaksud untuk menciptakan suatu lingkungan yang peduli lingkungan dengan konsep eco-community. Eco-community merupakan bentuk integrasi pemerintah daerah dengan masyarakat dengan mengoptimalkan perannya dalam bidang lingkungan, dalam hal ini pembuatan eco-enzyme. Eco-community diterapkan dalam suatu lingkup komunitas tertentu seperti lingkup RT, RW, ataupun desa. Kegiatan eco-enzyme merupakan kegiatan yang meliputi proses hulu sampai proses hilir secara berkelanjutan. Konsep eco-community tidak berhenti sampai pemanenan ecoenzyme saja, akan tetapi sampai pada tahap pendistribusian eco-enzyme kepada pihak-pihak yang berkepentingan memanfaatkannya. Sebenarnya, konsep ini merupakan suatu penerapan yang mengacu kepada kemandirian masyarakatnya, dan akan lebih terarah jika terdapat struktur yang jelas. Hal tersebut digambarkan pada bagan di bawah ini: KETUA SEKRETARIS I BENDAHARA I SEKRETARIS II BENDAHARA II Bagian R & D Bagian PRODUKSI Bagian MARKETING Subbagian PELATIHAN Subbagian PENELITIAN Subbagian PEMASARAN Subbagian JARINGAN ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA Gambar 3. Bagan organisasi eco-community xii

Setiap bagian memiliki peranan dan fungsi masing-masing dalam menjalankan konsep eco-community. Peranan itu disinergikan dengan menyelaraskan baika antara bagian maupun sub bagian, yang tertuang dalam job description sebagai berikut: 1. Ketua merupakan pimpinan tertinggi yang memegang koordinasi bagian-bagian secara menyeluruh. Ketua merupakan pihak yang bertanggung jawab penuh atas eco-community yang dipegangnya. Koordinasi yang dilakukan dengan sistem musyawarah untuk menentukan mufakat. Untuk selanjutnya juga yang mengkonsep langkah-langkah untuk perkembangan komunitas kedepan. Selain itu, ketua membuka jaringan-jaringan dengan lembaga lain yang terkait secara umum. 2. Sekretaris memegang dan mengurus kebutuhan komunitas terutama yang terkait administrasi, seperti surat-menyurat, usulan kerjasama dengan pihak lain, dan laporan berkala kepada anggota. Sekretaris II bertugas untuk membantu Sekretaris I dengan pembagian tugas tertentu. Selain itu, sekretaris juga bertugas untuk melakukan pendataan hasil-hasil produksi yang dihasilkan dari pembuatan eco-enzyme. 3. Bendahara mengurus hal-hal yang terkait finansial komunitas, baik berupa pengeluaran maupun pemasukan. Pemasukan meliputi penjualan hasil produksi dan sumbangan dari pihak luar atas dana kerjasama. Sedangkan, pengeluaran meliputi kebutuhan secara langsung (biaya operasi, produksi, dan publikasi serta pembagian laba anggota) dan kebutuhan tidak langsung (biaya pelatihan anggota, sosialisasi acara kemasyarakatan lainnya, dan biaya kemanusiaan lainnya). Bendahara II bertugas membantu tugas Bendahara I dengan pembagian tertentu. 4. Bagian Research and Development (R&D) spesifikasi tugas terutama mengurus pengembangan, baik pengembangan produksi dalam bidang penelitian maupun pengembangan masyarakat dalam hal pelatihan dan lain sebagainya. R&D bertanggung jawab atas perkembangan produksi terkait efektivitas human resource yang lebih intensif dipegang oleh subbidang pelatihan. Selain itu, juga memberikan suatu teknik baru dalam memanajemen produksi yang lebih baik yang dipegang penuh oleh subbagian penelitian. 5. Bagian Produksi menangani produksi yang dilakuakan oleh komunitas. Artinya, bagian produksi hanya memfasilitasi sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh komunitas. Selain itu, juga memanajemen pengumpulan hasil produksi untuk selanjutnya disimpan sebelum atau langsung dipasarkan/digunakan. 6. Bagian Marketing mengurus pemasaran eco-enzyme yang dihasilkan oleh komunitas. Di dalam bagian marketing, terbagi lagi atas 2 subbagian, yakni pemasaran dan jaringan. Subbagian pemasaran menkoordinasikan jalur pemasaran kepada pihak yang menjadi muara terakhir produksi, seperti toko-toko dan lembaga yang bergelut dalam dunia organik. Pemasaran dilakukan dengan xiii

dasar yang kuat, setiap anggota yang berperan akan diberikan latihan rutinan tentang teknik pemasaran yang baik. Subbagian jaringan menjadi penyokong subbagian pemasaran terutama yang menjembatani jaringanjaringan terkait muara akhir produksi. Selain itu juga yang bertugas untuk mengenalkan produk dan komunitas keluar. 7. Anggota merupakan personal yang bekerja secara aktif yang mengikuti jalur bagian dan subbagian yang digeluti masing masing, yakni yang terkait produksi, penelitian, pelatihan, pemasaran dan jaringan. Namun, secara umum tugas anggota termaksud pimpinan diatasnya adalah memproduksi eco-enzyme tersebut. Pembentukan eco-community sendiri melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah kaderisasi, pada tahap ini dilakukan proses team building yang melibatkan sekelompok orang dengan minat dan visi yang sama, khususnya minat terhadap eco-enzyme dan visi kecintaan terhadap lingkungan, khususnya dalam penanganan sampah organik. Pihak akademisi bekerja sama dengan tokoh setempat seperti ketua RW, ketua RT, maupun ketua desa untuk melakukan penyuluhan, pelatihan, dan internalisasi kepada masyarakat. Masyarakat ditumbuhkan kesadarannya terhadap gaya hidup ramah lingkungan terlebih dahulu dengan cara penyuluhan secara persuasif. Tahap kedua adalah penguatan internal eco-community, yang meliputi kegiatan share vision serta inkubasi dan internalisasi nilai-nilai yang dianut oleh komunitas melalui forum-forum diskusi, audiensi kepada pemerintah dan tokoh masyarakat, serta studi banding terhadap komunitas-komunitas lain yang sejenis meskipun memiliki fokus kegiatan berbeda. Tahap ketiga, pembentukan sistem administrasi dan pematangan konsep manajemen komunitas, sebab manajemen yang baik adalah salah satu pilar yang sangat vital dalam pergerakan sebuah komunitas. Sistem pengorganisasian komunitas yang sederhana membutuhkan manajemen yang transparan dan akuntabel untuk menjamin integritas anggota terhadap pengelola, serta menjaga kepercayaan masyarakat terhadap komunitas. Hal ini dilakukan dengan metode pelatihan internal dan pengiriman delegasi komunitas ke acara-acara pelatihan terkait administrasi dan manajemen di luar komunitas. Tahap keempat, komunitas membangun jaringan dengan pihak-pihak yang potensial untuk menjadi sponsor maupun relawan. Sponsor yang dimaksud bukan hanya berupa dana, tetapi dapat juga berupa tempat atau lahan yang akan digunakan sebagai sekretariat ecocommunity, barang-barang yang dapat digunakan sebagai inventaris ecocommunity, dan sebagainya. Tahap kelima adalah tahap yang paling penting, yaitu publikasi dan promosi, serta edukasi kepada masyarakat mengenai ecocommunity yang telah terbentuk. Setelah semua tahap ini berjalan, kegiatankegiatan produksi dan manajemen oleh para pengurus komunitas beserta masyarakat terkait dapat dilaksanakan. Masyarakat difasilitasi dengan pelatihan pembuatan eco-enzyme yang bertujuan untuk lebih memperkenalkan eco-enzyme kepada masyarakat luas. Melalui pelatihan tersebut diharapkan masyarakat dapat membuat eco-enzyme di rumahnya sendiri. Kemudian dibentuklah kelompok masyarakat yang berkomitmen untuk menjalankan program eco-enzyme di masyarakat sekitarnya. xiv

Pembuatan eco-enzyme dilakukan oleh setiap rumah tangga dalam Masyarakat memiliki kemampuan untuk mengolah sampah sisa buah dan sayur menjadi eco-enzyme berdasarkan cara-cara yang diajarkan dalam pelatihan. Setelah tiga bulan, eco-enzyme tersebut akan matang dan siap dipanen. Kemudian pengurus eco-community mengambil eco-enzyme dari tiap rumah di daerah tersebut. Eco-enzyme dikumpulkan di sebuah koperasi eco-enzyme yang berfungsi sebagai tempat pemasaran. Eco-enzyme dipasarkan kepada usaha pertanian organik yang semakin diminati masyarakat. Selain itu, eco-enzyme juga dipasarkan kepada pihak lain yang berkepentingan memanfaatkannya, seperti nursery, petani, dan pengguna pupuk lainnya. Kaderisasi share vision serta inkubasi dan internalisasi nilai-nilai pembentukan sistem administrasi dan pematangan konsep manajemen Jaringan Publikasi dan pelatihan oleh akademisi Sampah buah dan sayur Eco-enzyme (oleh rumah tangga) Pengumpulan oleh karang taruna Koperasi Jual ke masyarakat Gambar 2. Diagram implementasi eco-community xv

Integrasi dan sinergi peran pemerintah sangat penting selama proses pembentukan dan proses perjalanan eco-community. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 pasal 5, Pemerintah dan pemerintahan daerah bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan.peran pemerintah diimplementasikan dalam bentuk pengesahan komunitas dan pemberian izin kegiatan. Peran tokoh masyarakat sangat penting untuk mengedukasi masyarakat dan membangkitkan kepekaan mereka untuk mau ikut serta secara aktif menjadi bagian dari pergerakan ecocommunity. Peran masyarakat merupakan aspek paling substansial dalam ecocommunity karena pada dasarnya, anggta komunitas adalah masyarakat juga, baik mereka ikut mengelola manajemen organisasi maupun hanya berperan dalam penyediaan suplai eco-enzyme dan penggunanya saja. Oleh karena itu, penguatan peran masyarakat perlu terus diupayakan agar semangat dan partisipasi mereka semakin meningkat dari waktu ke waktu sehingga perkembangan komunitas pun menjadi semakin pesat dan dapat menjadi role model bagi komunitas-komunitas lain sejenis. Upaya peningkatan kapasitas peran masyarakat dilakkan melaui kegiatan-kegiatan seperti pelatihan peningkatan kapasitas dan berbagai kegiatan lain yang bersifat aksi nyata dan menggugah semangat. Dana awal yang digunakan untuk operasional eco-community diperoleh dari iuran anggota dan dana sukarela dari sponsor maupun relawan. Selanjutnya, sumber pendanaan kegiatan-kegiatan diperoleh melalui usaha kemandirian komunitas yang berasal dari keuntungan penjualan eco-enzyme. Kami yakin keuntungan dari hasil penjualan eco-enzyme cukup besar sebab biaya produksinya relatif murah, namun harga di pasaran dapat mencapai 10-17 ribu rupiah untuk tiap liternya (KDPE Lamongan, 2008). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Masalah sampah merupakan masalah penting yang dapat merusak keseimbangan ekosistem lingkungan. Pemotongan alur distribusi sampah menuju TPA adalah cara yang efektif dan mempercepat pemrosesan sampah menjadi produk yang lebih bermanfaat. Cara efektif tersebut dapat direalisasikan melalui pembuatan eco-enzyme yang dapat diterapkan pada level rumah tangga. Ecoenzyme adalah ekstrak cairan yang dihasilkan dari fermentasi sisa sayuran dan buah-buahan dengan substrat gula merah. Eco-community menggunakan konsep pengelolaan sampah dari suatu daerah menjadi eco-enzyme yang akan digunakan sebagai pupuk organik di lahan-lahan pertanian di daerah tersebut. Jika di daerah tersebut tidak terdapat lahan pertanian atau kebutuhan akan pupuk organik telah terpenuhi, maka eco-enzyme yang dihasilkan dapat didistribusikan secara komersial ke daerah-daerah lain yang membutuhkan. Output yang dapat diperoleh dari pembentukan eco-community ini adalah terbentuknya sebuah komunitas yang berkonsentrasi terhadap pengurangan sampah dan penanganan sampah rumah tangga, terpenuhinya kebutuhan pupuk organik untuk lahan-lahan pertanian di daerah pengelola sampah, dikenalnya xvi

produk eco-enzyme di kalangan masyarakat luas, terintegrasinya peran masyarakat, petani, pemerintah, dan tokoh masyarakat dalam menangani permasalahan sampah dan mengelolanya menjadi barang yang memiliki nilai tambah. Saran Produk eco-enzyme ini, meskipun telah dapat diaplikasikan dan secara empiris hasil yang diperoleh memuaskan, namun penelitian-penelitian ilmiah tentang produk ini masih sangat terbatas jumlahnya. Akibatnya, belum dapat dipastikan secara lengkap dan jelas komponen-komponen yang terkandung di dalam eco-enzyme. Oleh karena itu, kelompok kami menyarankan adanya penelitian-penelitian yang lebih terinci mengenai produk ini. Adanya penelitian lanjutan juga mendukung prospek pengembangan komunitas ke depan. Melalui hasil-hasil penelitian yang ada, diharapkan dapat ditemukan kegunaan-kegunaan lain dari eco-enzyme sehingga produk ini diproyeksikan dapat menggantikan produk-produk sintetis yang menghasilkan residu dan mencemari lingkungan. Jika komunitas pertama yang dibentuk telah stabil, maka perlu dibentuk komunitas-komunitas serupa di beberapa daerah lain agar hasil yang diperoleh lebih signifikan, jumlah sampah semakin berkurang. Perluasan eco-community di beberapa daerah semakin dapat berkontribusi dalam mewujudkan kemandirian pertanian Indonesia, khususnya dalam penyediaan pupuk organik dan ketersediaan suplai bahan-bahan ramah lingkungan. DAFTAR PUSTAKA Anonym. 2006. Mengolah sampah bernilai tambah. www.balitbangjatim.com. [23 Maret 2010]. Anonim. 2009. What is Garbage Enzyme. www.waystosaveenergy.net. [23 Maret 2010]. Slamet. 1996. Di dalam Nisandi, Pengolahan dan pemanfaatan sampah organik menjadi briket arang dan asap cair. Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007) ISSN : 1978 9777. Yogyakarta, 24 November 2007. Mungkasa. 2004. Di dalam Nisandi, Pengolahan dan pemanfaatan sampah organik menjadi briket arang dan asap cair. Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007) ISSN : 1978 9777. Yogyakarta, 24 November 2007. KDPE Lamongan. 2008. Rumah Tangga Penghasil Sampah Terbesar. www.lamongan.go.id. [23 Maret 2010]. Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 2008. Statistik Persampahan Indonesia Tahun 2008. Jakarta : KNLH & JICA (Japan International Coorporation Agency). Retno, Ismawati. 2010. Hindari Banjir Sampah 2012. www.nokiagreenambassador.kompasiana.com. [23 Maret 2010]. xvii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Aldian Farabi NIM : F34080001 Departemen : Teknologi Industri Pertanian Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor No HP : 08563992696 Alamat : Pondok handayani, Babakan Lio No10, Dramaga Bogor. Alamat Email : al_farabi23@ymail.com Nama : Atika Luthfiyyah NIM : F24070137 Departemen : Ilmu dan Teknologi Pangan Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor No HP : 085233373625 Alamat : Wisma Khumaira Gg.Sabar No.48 Babakan Lio, Darmaga, Bogor Alamat Email : atika_luthfiyyah_ipb@yahoo.com Nama : Yolanda Sylvia Prabekti NIM : F24070133 Departemen : Ilmu dan Teknologi Pangan Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor No HP : 085649610357 Alamat : Pondok Nuansa Sakinah Babakan Tengah, Darmaga, Bogor Alamat Email : cutestchippie@yahoo.com xviii