BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN TEORI

SINDROM GANGGUAN PERNAFASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

FAKTOR RISIKO PENYAKIT MEMBRAN HIALIN PADA BAYI BERAT LAHIR RENDAH LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

LBM 1 Bayiku Lahir Kecil

BAB I PENDAHULUAN. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko

BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Telaah Pustaka Usia ibu

BAB IV METODE PENELITIAN. obstetri dan ginekologi. analisis data dilakukan sejak bulan Maret Juni menggunakan pendekatan retrospektif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI RESIKO TINGGI DENGAN BBLR. Mei Vita Cahya Ningsih

PENGERTIAN Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari gram (sampai dengan g

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tanda Bahaya Gawat napas

TINJAUAN PUSTAKA Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Definisi Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan masa yang penting bagi perkembangan janin.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum dimulainya

EMBOLI CAIRAN KETUBAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Mei Vita Cahya Ningsih

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan, merupakan penyakit saluran cerna pada neonatus, ditandai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit membran hialin (PMH) atau dikenal juga dengan hyaline

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi

DIVISI PERINATOLOGI Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERSALINAN PRETERM. Dr. Hotma Partogi Pasaribu, Sp.OG. Departemen Obstetri & Ginekologi Fakultas kedokteran USU RSHAM -RSPM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri

Hipertensi dalam kehamilan. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Kata kunci : persalinan preterm dan aterm, apgar score, berat badan, panjang badan

BAB 1 PENDAHULUAN. umur kehamilan minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Badan

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (WHO, 2011). Angka kematian neonatal sejak lahir sampai usia

BAB I PENDAHULUAN. dunia mengalami preeklampsia (Cunningham, 2010). Salah satu penyulit dalam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. akibatnya sering terjadi komplikasi yang berakhir dengan kematian. Bulan Sesuai untuk Masa Kehamilan (NKB-SMK).

Dr. Hotma Partogi Pasaribu, Sp.OG. Departemen Obstetri & Ginekologi Fakultas kedokteran USU RSHAM -RSPM

BAB IV METODELOGI PENELITIAN Ruang Lingkup Ilmu Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Obstetri dan Ginekologi.

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang dilahirkan dengan berat badan normal. (Depkes RI, 2005)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanpa memandang masa kehamilan. Dahulu neonatus dengan berat badan lahir kurang

1. Pengertian Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bayi berat lahir rendah ialah berat badan bayi yang lahir kurang dari 2500

Pertumbuhan Janin Terhambat. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium

Persalinan Preterm. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB I PENDAHULUAN meninggal dunia dimana 99% terjadi di negara berkembang. 1 Angka

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kematian ibu (AKI) adalah jumlah kematian selama kehamilan atau

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran preterm, dan intrauterine growth restriction (IUGR) (Sibai, 2005;

BAB I PENDAHULUAN. Millenium development goal (MDG) menargetkan penurunan AKI menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDIRAN WONOGIRI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diabetes, penyakit lupus, atau mengalami infeksi. Prematuritas dan berat lahir

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. periodontal dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya kelahiran bayi prematur

KOMPLIKASI PADA IBU HAMIL, BERSALIN, DAN NIFAS. Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio Plasenta

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan

BAB I PENDAHULUAN. Berat bayi lahir rendah (BBLR) didefinisikan oleh World Health

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI Ny. S DENGAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH ( BBLR ) DI BANGSAL KBRT RSUD Dr.MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun kedalam jalan lahir

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. relatif tidak komplek dibandingkan dengan kehamilan, nifas ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang diawali terjadinya ketuban pecah dini. Akan tetapi sulit menentukan

BAB 2 TINJAUAN PUSAKA

BAB I PENDAHULUAN. awal minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37 (Varney,

FAKTOR MATERNAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN BBLR

BERAT BADAN LAHIR RENDAH DENGAN KEJADIAN ASFIXIA NEONATORUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. selama beberapa tahun terakhir. Penurunan kematian bayi dari tahun 1990 hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap tahun, sekitar 15 juta bayi lahir prematur (sebelum

BAB I PENDAHULUAN. paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. Kematian

SINOPSIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERSALINAN PREMATUR DI KAB BOJONEGORO TESIS OLEH INDRAYANTI

PERDARAHAN ANTEPARTUM

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bundar dengan ukuran 15 x 20 cm dengan tebal 2,5 sampai 3 cm dan beratnya 500

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bayi yang meninggal di Indonesia berdasarkan estimasi Survei Demografi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia saat ini masih tinggi

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyebab Kematian Neonatal di Indonesia (Kemenkes RI, 2010)

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu komplikasi atau penyulit yang perlu mendapatkan penanganan lebih

BAB I PENDAHULUAN. plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate merupakan. indikator yang lazim digunakan untuk menentukan derajat kesehatan

Asfiksia. Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur

BAB I PENDAHULUAN. berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gr disebut low birth weight infant (berat

EMBOLI AIR KETUBAN. Emboli air ketuban dapat menyebabkan kematian yang tiba-tiba sewaktu atau beberapa waktu sesudah persalinan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kematian maternal (maternal mortality). Menurut World Health

PENDAHULUAN BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan janin intrauterin mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan neonatus merupakan bagian dari perawatan bayi yang berumur

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN

ANALISA FAKTOR RISIKO KEJADIAN ASFIKSIA BAYI BARU LAHIR DI RSUD WATES

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Membran Hialin 2.1.1 Definisi Penyakit Membran Hialin Penyakit membran hialin (PMH) adalah penyakit karena ketidakmatangan 1, 15 paru terutama sistem sintesa surfaktan. Risiko PMH berbanding terbalik dengan masa gestasi. 15 Penyakit membran hialin biasa disebut respiratory distress syndrome (RDS) atau sindroma gawat napas. 15 2.1.2 Faktor Risiko Faktor-faktor yang meningkatkan dan mengurangi risiko PMH sebagai berikut: menurut Liu J (2014), faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko PMH antara lain: prematuritas, jenis kelamin laki-laki, seksio sesaria, asfiksia berat, infeksi ibu-janin, dan diabetes. 8 Penelitian lainnya menyebutkan faktor-faktor yang dapat mengurangi risiko PMH adalah preeklamsia, ketuban pecah lama, dan kehamilan ganda, sedangkan faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko PMH adalah jenis kelamin laki-laki, masa gestasi, seksio sesaria, diabetes, dan korioamnionitis. 14 2.1.3 Patofisiologi Patofisiologi PMH akibat fungsi dan jumlah surfaktan terganggu. Surfaktan pada saat lahir normal penting untuk memberikan tegangan pada paru. 16 Unsur utama surfaktan mengandung campuran zat antara lain: fosfolipid, lipid serta protein. Fosfolipid yang paling penting adalah fosfatidilkolin (70-80%) 15, 16 dan fosfatidil gliserol (5-10%). Sekitar 60% dari fosfatidilkolin adalah 7

8 disaturated palmityl phosphatidylcholine (DPPC) / lesitin. Jenis protein surfaktan (PS) ada 4 macam: PS-A, PS-B, PS-C, dan PS-D. Penambahan jumlah fosfolipid yang disintesis dan disimpan di dalam retikulum endoplasma dari sel alveolar tipe II dengan semakin bertambahnya masa gestasi. 15, 17 Agen aktif ini dilepaskan ke dalam alveoli untuk mengurangi tegangan permukaan dan membantu mempertahankan stabilitas alveolar dengan jalan mencegah kolapsnya ruang udara kecil pada akhir ekspirasi. Jumlah yang dihasilkan atau dilepaskan tidak mencukupi kebutuhan pasca-lahir karena imaturitas. Kadar surfaktan paru akan matang biasanya muncul sesudah 35 minggu. 16, 17 Glukokortikoid dan hormonhormon lain mengatur sel alveolar tipe II untuk memproduksi surfaktan dan meningkat setelah gestasi 35 minggu. 17 Bayi dengan PMH memiliki kadar fosfatidilkolin sedikit dan fosfatidilgliserol tidak ada sehingga menyebabkan fungsi dari surfaktan terganggu. Keadaan tersebut tidak efektif untuk menurunkan tekanan permukaan alveoli. 15 Dinding dada bayi preterm yang sangat lemah memberikan lebih sedikit tekanan daripada dinding dada bayi yang matur terhadap kecenderungan alamiah paru untuk kolaps. Volume toraks dan paru cenderung mendekati volume residu pada akhir ekspirasi sehingga menyebabkan atelektasis. 17 Keadaan tersebut dapat mengakibatkan hipoksia, asidosis, dan kerusakan kapiler paru. Terbentuk eksudat yang kaya fibrin (membran hialin) karena proses tersebut sehingga dapat memperburuk pertukaran gas. 16 Tegangan permukaan berkurang karena adanya produksi surfaktan yang cukup sehingga mempunyai efek penting: 16

9 1) Mencegah dinding alveoli menempel satu sama lain, mengakibatkan mudah terbuka oleh tekanan inspirasi 2) Menyebabkan cairan alveoli menyebar bahkan melapisi permukaan dinding alveoli. Ini mencegah permukaan terpapar langsung terhadap udara dan sel yang kontak dengan gas yang telah larut Perubahan sekunder timbul sebagai akibat dari hipoksia yang cenderung mengakibatkan perdarahan dan trombus yang luas. 16 Tabel 2. Faktor yang mempengaruhi pematangan paru dan produksi surfaktan 15 Positif Cortisol Tiroksin Obat ß-adrenergik 2.1.4 Manifestasi Klinis Negatif Insulin Jenis kelamin laki-laki Ras Hipotermia Asfiksia Prematur Faktor genetik Sumber : Greenough A. dan Murthy V, 2008 Bayi dengan PMH tidak menerima surfaktan eksogen dalam 4 jam setelah lahir, maka timbul gejala takipnea (frekuensi napas > 60 kali/menit), retraksi 15, 18, 19 interkostal dan subkostal, retraksi sternum, dan cuping. Manifestasi lainnya: bradikardi (pada PMH berat), hipotensi, tonus otot menurun, jumlah urin menurun, sianosis, dan edema perifer. Bayi dyspnoea memburuk selama 24 sampai 36 jam setelah lahir, jika sintesis surfaktan endogen dimulai sekitar 36 sampai 48 jam setelah lahir maka status pernafasan bayi membaik. 15

10 2.1.5 Diagnosis Penyakit membran hialin didiagnosis pada bayi yang lahir prematur dan memiliki rontgen dada yang menunjukkan kekeruhan granular halus (atelaktasis difus) di kedua bidang paru dan bronkogram udara (bronkus berisi udara tampak nyata terhadap paru yang atelektasis). Paru yang buram akan susah untuk membedakan antara batas paru dan siluet jantung pada penyakit berat 15 disebut whiteout (Tekstur kekeruhan paru reticulogranular, penurunan ekspansi paru, penipisan pembuluh paru yang normal, udara bronkogram hingga padat, konsolidasi paru simetris bilateral). 20 (Gambar 1) Gambar 1.Rontgen dada seorang bayi dengan PMH berat 15 Berdasarkan pemeriksaan radiologi, menurut kriteria Bomsel terdapat 4 stadium PMH yaitu: 21 1) Stadium I : terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronkogram udara

11 2) Stadium II : bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran air bronkogram udara lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru 3) Stadium III : kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opak dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronkogram udara lebih luas ; batas jantung kabur 4) Stadium IV : kolaps seluruh lapangan paru (white lung) 2.2. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) 2.2.1 Definisi BBLR Berat lahir adalah berat neonatus saat lahir ditimbang dalam waktu satu jam sesudah lahir. Berat merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan untuk mendiagnosis bayi normal atau BBLR. 22 Bayi berat lahir rendah merupakan bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram. Menurut Prawirohardjo (2007), world health organization (WHO) telah mengganti istilah premature baby dengan low birth weight (LBW) sejak tahun 1961. Hal ini dilakukan karena tidak semua bayi prematur merupakan bayi lahir dengan berat kurang dari 2.500 gram. Keadaan ini dapat disebabkan oleh berat yang sesuai dengan masa gestasi kurang dari 37 minggu atau sesuai masa kehamilan (SMK) atau bayi yang berat kurang dari semestinya menurut masa gestasi atau kecil masa kehamilan (KMK) ataupun keduanya (SMK dan KMK). 23

12 2.2.2 Angka Kejadian Prevalensi BBLR diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering pada negara-negara berkembang atau sosial ekonomi rendah. Kejadian BBLR didapatkan 90% di negara berkembang dan menyebabkan angka kematian 35 kali dibandingkan bayi lahir lebih dari 2500. Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lainnya, yaitu berkisar antara 9%-30%. 10 2.2.3 Etiologi Menurut Wibowo (2007), faktor-faktor yang berhubungan dengan BBLR adalah status sosial ekonomi rendah, ibu dengan anemia, kehamilan umur belasan tahun, jarak waktu kehamilan dekat, dan riwayat multipara. 24 Penelitian lain menyebutkan penyebab dari BBLR sebagai berikut: 10 1) Komplikasi obstetri a. Perdarahan antepartum b. Riwayat kelahiran prematur c. Pregnancy induce hypertension (PIH) d. Ketuban pecah dini 2) Komplikasi medis a. Diabetes maternal b. Hipertensi kronis c. Infeksi traktus urinarius 3) Faktor ibu a. Penyakit ibu

13 b. Usia ibu: angka kejadian prematuritas paling banyak pada usia ibu dibawah 20 tahun dan multigravida yang jarang kehamilan terlalu dekat c. Gizi ibu hamil d. Keadaan sosial ekonomi 4) Faktor janin Hidramnion, gemelli, dan kelainan janin 2.2.4 Klasifikasi BBLR dapat diklasifikasikan berdasarkan masa gestasi dan berat lahir. Menurut Prawihardjo (2007), mengklasifikasikan BBLR menurut berat lahir sebagai berikut: 23 1) Bayi berat lahir rendah (BBLR), yaitu bayi lahir dengan berat kurang dari 2.500 gram 2) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), yaitu bayi lahir dengan berat lahir kurang dari 1.500 gram 3) Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR), yaitu bayi lahir dengan berat lahir kurang dari 1.000 gram Menurut Pantiawati (2010), BBLR dapat dibagi menjadi 2 golongan: 10 1) Prematuritas murni adalah bayi dengan masa gestasi kurang dari 37 minggu dengan berat sesuai masa gestasi 2) Dismaturitas adalah berat badan kurang dari seharusnya untuk masa gestasinya, yaitu berat dibawah persentil 10 pada kurva pertumbuhan intrauterin, disebut dengan kecil masa gestasi

14 2.3 Faktor Risiko terhadap PMH pada BBLR Faktor risiko yang dapat menimbulkan PMH pada BBLR terdiri dari faktor ibu, faktor janin, dan faktor persalinan. 1) Faktor ibu: perdarahan antepartum, infeksi ibu, preeklamsia, usia ibu, dan ketuban pecah dini. 1, 8 2) Faktor janin: riwayat BBLR, infeksi janin, tanpa pemberian antenatal 2, 5-8, 20 steroid (ANS), masa gestasi, dan prematur. 3) Faktor persalinan: cara persalinan. 8 2.3.1 Faktor Ibu 2.3.1.1 Usia Ibu Penelitian yang dilakukan Dani C dkk menjelaskan bahwa usia ibu diatas 32 tahun lebih sering menyebabkan PMH daripada usia ibu dibawah 32 tahun. 13 Penelitian lainnya oleh Sun H dkk mengatakan bahwa usia ibu lebih dari 40 tahun pengaruh terhadap kejadian PMH lebih besar pada bayi prematur khususnya pada bayi sangat prematur. 25 Hal ini berkaitan dengan penyakit kehamilan di lanjut usia, seperti hipertensi, diabetes, perdarahan antepartum menyebabkan persalinan prematur, dan operasi seksio sesaria. 13 2.3.1.2 Preeklamsia Preeklamsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Umumnya penyakit ini terjadi dalam trisemester ke-3, tetapi dapat terjadi sebelumnya. 24 Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda lain. Penegakkan diagnosis preeklamsia dilakukan dengan cara pemeriksaan

15 laboratoriumantara lainkenaikan tekanan sistolik harus 30 mmhg atau lebih diatas tekanan yang biasa ditemukan atau mencapai 140 mmhg atau lebih. Kenaikan diastolik sebenarnya lebih dapat dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik dengan 15 mmhg atau lebih atau menjadi 90 mmhg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat. 24 Penelitian Putra Y dkk mengatakan bahwa kematian BBLSR sering terjadi pada preeklamsia berat. 26 Hal ini menjelaskan bahwa hipertensi mengakibatkan spasme pembuluh darah sehingga terjadi gangguan fungsi plasenta, maka sirkulasi uteroplasenter akan terganggu. Pasokan nutrisi dan oksigen akan terganggu sehingga pertumbuhan janin akan terganggu dan bayi akan lahir dengan berat lahir rendah. 27 2.3.1.3 Perdarahan Antepartum Perdarahan antepartum yang bersumber kelainan plasenta umumnya berbahaya dibandingkan dengan kelainannya bukan bersumber dari plasenta. Perdarahan antepartum yang besumber dari plasenta secara klinis terbagi menjadi 2 macam, yaitu plasenta previa dan solusio plasenta. 28 Beberapa penelitian di cina menyebutkan bahwa faktor risiko solusio plasenta tidak signifikan menyebabkan PMH. 8 2.3.1.4 Infeksi Ibu dan Janin Tanda leukositosis darah tepi ibu merupakan tanda dari infeksi intauterin pada persalinan prematur. 29 Persalinan prematur mengakibatkan organ-organ pada

16 bayi belum tumbuh sempurna yang akan mengakibatkan rentannya bayi prematur mengalami gangguan penyakit, salah satunya adalah PMH. 8 Infeksi intrauterin dapat diketahui dengan melihat tanda-tanda sebagai berikut: temperatur tubuh diatas 38 o C, uterus teraba tegang, cairan vagina purulen, berbau busuk, takikardia ibu (>120 kali/menit), takikardia janin (>160 kali/menit), dan leukositosis ibu (15.000-18.000 sel/mm 3 ). 30 Infeksi ibu-janin adalah penyebab penting dari PMH. Hal ini menjelaskan infeksi ibu-janin menurunkan sintesis dan sekreasi surfaktan paru.keadaan ini menghambat aktivitas surfaktan paru dan menyebabkan surfaktan paru tidak aktif. Infeksi ibu-janin dapat meningkatkan angka kematian dan memperpanjang lama tinggal di rumah sakit pada pasien PMH.Ini penting bagi kita memperhatikan pasien ini untuk mengelolanya dengan benar. 31 2.3.1.5 Ketuban Pecah Dini Secara umum ketuban pecah dini didefinisikan sebagai pengeluaran cairan amnion melalui serviks uteri sebelum dimulainya persalinan atau pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm atau ketuban yang pecah lebih dari 6 jam sebelum lahir. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada kehamilan genap bulan ataupun setiap umur kehamilan sebelum genap bulan. 32 Ketuban pecah dini merupakan salah satu kondisi ibu yang merangsang terjadinya kontraksi spontan, sehingga terjadi kelahiran prematur dengan berat lahir rendah. 33 Ketuban pecah dini dapat menyebabkan PMH dikarenakan ketuban pecah dini menyebabkan infeksi ibu-janin. Infeksi dalam uterus dan korioamnionitis

17 menyebabkan secara langsung pada paru janin. Penyakit ini menyebabkan menurunnya sintesis ataupun pengeluaran dari surfaktan. 8 2.3.2 Faktor Janin 2.3.2.1 BBLR Berat lahir adalah berat neonatus pada saat kelahiran yang ditimbang dalam waktu satu jam sesudah lahir. 22 Berat lahir berkaitan dengan masa gestasi. Semakin rendah masa gestasi dan semakin kecil bayi, semakin tinggi mortalitas dan morbiditas. Bayi berat lahir rendah merupakan bayi lahir dengan berat kurang dari 2.500 gram, BBLSR merupakan bayi lahir dengan berat kurang dari 1.500 gram hingga 1.000 gram, sedangkan BBLASR merupakan bayi lahir dengan berat kurang dari 1.000 gram. Semakin rendah berat bayi lahir, semakin tinggi kemungkinan terjadinya PMH. 17, 23 Penyebab kematian terbanyak pada BBLSR adalah PMH dan sepsis. 26 2.3.2.2 Masa Gestasi Masa gestasi dikatakan cukup bulan ketika janin berusia diantara 37 minggu - 42 minggu. Bayi prematur adalah bayi yang dilahirkan pada kehamilan sampai usia 37 minggu. Bayi yang dilahirkan prematur belum memiliki organorgan yang tumbuh dan berkembang secara lengkap dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan cukup bulan. Bayi prematur akan mengalami lebih banyak kesulitan untuk hidup normal di luar uterus ibunya. 23 Risiko PMH berbanding terbalik dengan masa gestasi. 15 Semakin kecil masa gestasi, semakin besar terjadinya PMH. The EuroNeoNet pada tahun 2010 menyebutkan masa gestasi 24-25 minggu angka insidensinya sebesar 92%, 26-27

18 minggu sebesar 88%, 28-29 minggu sebesar 76%, dan 30-31 minggu sebesar 57%. 20, 34, 35 Penelitian Putra Y dkk menjelaskan kematian BBLSR semakin meningkat bila masa gestasi kurang dari 36 minggu. 26 2.3.2.3 Prematur Prematuritas dialami oleh bayi yang mengalami persalinan preterm. Persalinan preterm didefinisikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang menyebabkan perubahan serviks sebelum masa gestasi 37 minggu, yang mengindikasikan suatu risiko untuk persalinan preterm. 23 Berdasarkan atas timbulnya bermacam-macam problematik pada derajat prematuritas maka usher menggolongkan bayi tersebut dalam tiga kelompok: 23 1) Bayi sangat prematur (extremely premature): 24-30 minggu. Bayi dengan masa gestasi 24-27 minggu sukar hidup terutama di negara berkembang. Bayi dengan masa gestasi 28-30 minggu memiliki kemungkinan hidup dengan perawatan yang intensif. 2) Bayi pada derajat prematur sedang (moderately premature): 31-36 minggu. Golongan ini kesanggupan untuk hidup jauh lebih baik dari golongan pertama dan gejala sisa yang dihadapinya di kemudian hari juga lebih ringan, dengan pengelolaan bayi yang intensif. 3) Borderline premature: masa gestasi 37-38 minggu. Bayi ini mempunyai sifat-sifat prematur dan matur. Biasanya beratnya seperti bayi matur dan dikelola seperti bayi matur, akan tetapi sering timbul problematik, seperti yang dialami bayi prematur, misalnya sindroma

19 gangguan napas, hiperbilirubinemia, daya isap yang lemah, dan sebagainya sehingga bayi ini harus diawasi dengan seksama. 2.3.2.4 Tanpa Pemberian Antenatal Steroid Pemberian steroid pada ibu hamil dapat menurunkan angka kejadian PMH, kematian bayi, perdarahan serebral, dan necrotising enterocolitis. Hasil didapatkan secara maksimal saat inpartu antara 24 hingga 168 jam sejak terapi diberikan, hasil kurang maksimal bila ibu diberikan kurang dari 24 jam. 36, 37 Petunjuk dalam penggunaaan antenatal steroid telah dibuat oleh the Royal College of Obstetricians dan Institut Nasional dalam bidang kesehatan dari Amerika Serikat, penggunaan antenatal steroid yang dianjurkan untuk semua ibu hamil yang memiliki risiko lahir prematur antara 24-36 minggu. Pemberian ANS umumnya diberikan pada kehamilan kurang dari 34 minggu dengan tujuan untuk mematangkan paru janin. Pemberian dosis betametason, yaitu dibagi dalam 2 dosis 12 mg dalam 24 jam perhari lebih baik daripada deksametason. Pemberian deksametason, yaitu dibagi dalam 4 dosis 6 mg dalam 12 jam perhari pemberian secara intramuskuler. 15 Penelitian Sun H dkk menyebutkan penggunaan antenatal steroid paling banyak pada bayi sangat prematur dan sedikit pada bayi cukup bulan. 25 Hal ini menunjukkanpada imaturitas, jumlah surfaktan yang dihasilkan tidak cukup atau bisa sampai tidak ada, maka diperlukan untuk menstimulasi surfaktan dengan cara menggunakan steroid karena produksi surfaktan diatur oleh steroid. 17 2.3.2.5 Jenis Kelamin

20 Jenis kelamin laki-laki adalah faktor risiko PMH karena paru janin perempuan produksi surfaktan didalam kandungan lebih cepat dibandingkan paru janin laki-laki. Beberapa kepustakaan mengatakan androgen menunda sekresi fibroblast paru dari faktor pneumosit fibroblas, dapat menunda pembentukan sel alveolar tipe II, dan mengurangi pelepasan surfaktan paru.androgen memperlambat pengembangan paru janin dengan menyesuaikan jalur sinyal faktor pertumbuhan epidermal dan mengubah growth factor-beta. Estrogen meningkatkan sintesis surfaktan paru, termasuk fosfolipid, lesitin, dan protein surfaktan A dan B. Estrogen juga meningkatkan pengembangan paru janin dengan meningkatkan jumlah jenis sel alveolar II dan dengan meningkatkan pembentukan 38, 39 badan lamella. 2.3.3 Faktor Persalinan 2.3.3.1 Cara Persalinan Seksio sesaria merupakan salah satu faktor risiko yang paling penting PMH pada bayi cukup bulan. Persalinan secara seksio sesaria mempengaruhi aktivitas dari amiloride-sensitive sodium channels dalam sel epitel alveolar, aktivitas tersebut menurun setelah seksio sesaria, yang mengarah ke pengurangan fluid clearance. Persalinan seksio sesaria dapat menyebabkan lahir prematur. Kejadian PMH meningkat pada bayi cukup bulan ketika operasi sesaria dilakukan awal. Menurut penelitian di cina, 31,7% dari bayi dengan PMH pada masa gestasi 38 minggu mendapat tindakan operasi tersebut, sementara itu hanya 15,1% pada bayi yang tanpa mengalami PMH mendapat tindakan operasi tersebut. 40, 41