BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha)

dokumen-dokumen yang mirip
CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG

PENDAHULUAN. salah satu negara berkembang yang mayoritas. penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian.

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR

WALIKOTA PROBOLINGGO

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 8 TAHUN 2012 T E N T A N G

WALIKOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA BLITAR WALIKOTA BLITAR,

WALIKOTA PROBOLINGGO

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

SALINAN NOMOR 5/E, 2010

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR,

BERITA DAERAH KOTA BOGOR

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS,

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2011

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2010

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

Pupuk dan Subsidi : Kebijakan yang Tidak Tepat Sasaran

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 SERI E.4 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 66/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 64/Kpts/SR.130/3/2005 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

I. PENDAHULUAN. manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan pertanian di Indonesia masih menghadapi berbagai

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2008

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

I. PENDAHULUAN. perkebunan kelapa sawit adalah rata rata sebesar 750 kg/ha/tahun. Berarti

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 106/Kpts/SR.130/2/2004 TENTANG KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2004

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 114 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

PENGANTAR. Muhrizal Sarwani

WALIKOTA BANJARMASIN

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

Jakarta, Januari 2010 Direktur Jenderal Tanaman Pangan IR. SUTARTO ALIMOESO, MM NIP

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT

SUBSIDI PUPUK DALAM RAPBN-P 2014

PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI BENGKAYANG NOMOR 1<? TAHUN 2013 KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN BUPATI BENGKAYANG,

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BATANG. PERATURAN BUPATI BATANG Nomor Tahun 2012 TENTANG

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

WALIKOTA BANJARMASIN PERATURAN WALIKOTA BANJARMASIN NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARMASIN TENTANG

13 FEBRUARI 2004 TENTANG KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2004 MENTERI PERTANIAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 80 TAHUN 2015 TENTANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumber daya yang sangat mendukung untuk sektor usaha pertanian. Iklim tropis yang ada di Indonesia mendukung berkembangnya sektor pertanian dengan sub sektor pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Sektor pertanian memberikan kontribusi langsung terhadap negara seperti penyedia lapangan kerja. Berdasarkan data statistik tahun 2008, sekitar 75 persen penduduk Indonesia tinggal di wilayah pedesaan dan lebih dari 54 persen diantaranya menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Pada sektor pertanian inilah mayoritas penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya. Mulai dari sebagai petani produsen, pedagang pengumpul hingga pedagang eceran yang langsung berhubungan dengan konsumen Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Departemen Pertanian tahun 2008 triwulan II, luas lahan produksi padi nasional mencapai 12,38 juta hektar dengan pencapaian produksi 59,87 juta ton. Jika dibandingkan dengan data tahun 2007 pertumbuhan produksi lahan padi nasional mencapai 4,76 persen. Secara lengkap data dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Luas Lahan, Produktivitas, Produksi dan Pertumbuhan Produksi Padi Nasional Pada Tahun 2004 2008* Tahun Luas Lahan (Ha) Produktivitas (Qu/Ha) Produksi (Ton) Pertumbuhan Produksi(%) 2004 11.922.974 45,41 54.088.468 3,74 2005 11.839.060 45,74 54.151.097 0,12 2006 11.786.430 46,20 54.454.937 0,56 2007 12.147.637 47,05 57.157.435 4,96 2008* 12.385.242 48,35 59.877.219 4,76 Sumber : Pusat Data dan Informasi, Departemen Pertanian, 2008 Keterangan : )* Data Triwulan II Tahun 2008 Pada tahun 2008 Indonesia mencapai swasembada beras. Produksi beras tahun 2008 meningkat 3,1 juta ton atau setara 5 juta ton gabah kering giling 1. 1.http://www.setneg.go.id.Tantangan Menuju Ekspor Beras 2009. 30 Desember 2008.17:05. 1

Kebijakan pro pertanian yang konsisten dan berkelanjutan manjadikan pertanian tetap menjadi prioritas utama dalam pembangunan ekonomi. Ada beberapa faktor penting dalam mendukung peningkatan produktivitas, antara lain iklim kondusif, benih unggul, pupuk, supply air, serangan hama penyakit, dan pengelolaan pasca panen. Pupuk adalah salah satu dari faktor produksi yang sering menimbulkan kendala bagi petani. Pada musim tanam tahun 2008 terjadi kelangkaan pupuk urea. Hal ini dikarenakan pemerintah hanya mampu mengalokasikan pupuk urea sebanyak 4,3 juta ton dari kebutuhan pupuk urea 5,8 juta ton 2. Industri pupuk dalam negeri khususnya pabrik pupuk urea, 60 persen bahan bakunya adalah gas alam. Sedangkan akses gas alam di Indonesia tidak dapat secara maksimal diperoleh rakyat Indonesia karena kepemilikan mayoritas dikuasai oleh swasta. Kondisi tersebut turut diperparah dengan ketentuan tataniaga yang lebih bergantung pada distributor dan kios pupuk. Hal ini menimbulkan manipulasi harga antara distributor, kios, dan broker pupuk. Bahkan tak jarang distributor yang menjual pupuk ke perkebunan besar dan diekspor keluar negeri karena harga jual yang lebih tinggi. Departemen Pertanian fokus mendorong petani untuk menggunakan pupuk organik dan bio-organik sebagai substitusi pupuk kimia. Hal itu dilakukan dalam rangka menekan pemakaian pupuk kimia yang boros anggaran dan merusak lahan pertanian. Penggunaan pupuk kimia atau anorganik sintesis secara terus menerus akan mengakibatkan kesuburan menurun karena tanah akan menjadi keras, mudah pecah dan hilang keanekaragaman hayati tanah (Husnain et al.2005). Dari data September 2008 luas lahan kritis Indonesia mencapai 77,8 juta hektar, agak kritis 47,6 juta ha, kritis 23,3 juga ha dan sangat kritis 6,8 juta ha. Sementara itu Jawa Barat memiliki lahan kritis mencapai 580.000 ha 3. Melihat ini, maka pupuk organik tersebut ditujukan untuk memperbaiki struktur tanah, yang rusak akibat pemakaian pupuk kimia bertahun-tahun. 2 Prabowo,Hermas E. 16 Desember 2008. Setelah Swasembada Beras, Lalu Apa Lagi?. Jakarta. Kompas 3. http://www.perumperhutani.com.lahan Kritis Indonesia Yang Belum Dihijaukan. 03 September 2008.13:10. 2

Pemerintah juga mendorong untuk memproduksi lebih besar lagi pupuk organik guna mendukung program pemerintah Go Organik tahun 2010 yang mencanangkan pertanian menggunakan pupuk organik dan menarik pupuk kimia dari pasar 4. Melihat dari hal tersebut maka dapat terlihat peluang usaha dan pengembangan pupuk organik. Pengembangan usaha pupuk organik merupakan suatu potensi usaha yang menjanjikan dan terbuka bagi siapapun karena didukung oleh pemerintah. Namun usaha ini perlu dikaji dari studi kelayakan usaha baik dari aspek finansial maupun non finansial agar didapat suatu kepastian layak atau tidaknya suatu usaha ini jika dijalankan. 1.2. Perumusan Masalah Terkait dengan adanya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 76/Permentan/O.T.140/12/2007 tertanggal 28 Desember 2007 menyebutkan pemerintah melalui Depertemen Pertanian mengalokasikan subsidi pupuk organik untuk tanaman pangan. Produksi dan distribusinya pupuk organik tersebut diserahkan kepada empat BUMN. Data rincian alokasi produksi dan distribusi pupuk organik pada empat BUMN dapat dilihat pada Tabel 2 : Tabel 2. Data Alokasi dan Distribusi Produksi Pupuk Organik No Nama BUMN Jumlah Produksi 1. PT Petrokimia Gresik 300.000 ton 2. PT Pupuk Kalimantan Timur 25.000 ton 3. PT Pupuk Sriwijaya 10.000 ton 4. PT Pupuk Kujang 10.000 ton Sumber : Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 76/Permentan/O.T.140/12/2007 Pemerintah melakukan alokasi pupuk organik yang pertama kali dari sekian banyak peraturan Menteri Pertanian yang pernah ada. Sebanyak 345 ribu ton pupuk organik ditujukan untuk memperbaiki tekstur tanah, yang rusak akibat pemakaian pupuk kimia bertahun-tahun. Kebijakan peraturan pemerintah ini akan mempengaruhi alokasi subsidi pemerintah terhadap pupuk organik dan anorganik. Hal ini didukung Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 04/Permetan/OT/.140/09/2008 tentang Kebutuhan Dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2009. 4. Adimistrators.25 Maret 2009.Deptan Akan Dorong Petani Gunakan Pupuk Organik.Jakarta. Kompas 3

Peraturan ini dibuat berdasarkan pertimbangan bahwa peranan pupuk sangat penting dalam peningkatan produktivitas dan produksi komoditas pertanian. Kemudian untuk meningkatkan kemampuan petani dalam penerapan pemupukan berimbang diperlukan adanya subsidi pupuk. Berdasarkan hal-hal tersebut pemerintah perlu menetapkan kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET). Hasil peraturan tersebut pemerintah mengeluarkan pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian tahun anggaran 2009 sebagai berikut : Tabel 3. Daftar Harga Pupuk Subsidi Sektor pertanian Tahun 2009 No Jenis Pupuk Harga 1 Pupuk Urea Rp 1.200,- per kg; 2 Pupuk ZA Rp 1.050,- per kg; 3 Pupuk Superphos Rp 1.550,- per kg 4 Pupuk NPKphonska (15:15:15) Rp 1.750,- per kg 5 Pupuk NPKpelangi (20:10:10) Rp 1.830,- per kg 6 Pupuk NPKkujang (30: 6: 8) Rp 1.586,- per kg; 7 Pupuk Organik Rp 500,- per kg. Sumber : Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 42/Permentan/OT.140/09/2008 Tabel 3 menunjukan pupuk anorganik seperti Urea, ZA, Superphos, dan NPK memiliki perbedaan harga yang cukup signifikan dengan pupuk organik. Harga pupuk anorganik hampir mencapai dua sampai tiga kali lipat pupuk organik. Bagi para petani pupuk organik jauh lebih terjangkau dibanding dengan pupuk anorganik. Hal ini akan akan mempengaruhi tingkat permintaan dan pasokan pupuk organik dalam negeri karena adanya potensi pupuk organik yang cukup besar. Saat ini kebutuhan satu hektar padi yaitu 350-400 kg pupuk organik 5, seperti diketahui luas lahan pertanian di Indonesia tahun 2008 sebayak 51,27 juta hektar atau sekitar 12,38 juta hektar luas tanam padi musim hujan periode Oktober 2007-Maret 2008. Jika saat ini pengunaan pupuk kimia 70 persen dan pupuk organik masih 30 persen dari luas lahan tanam padi, maka asumsi kebutuhan pupuk organik indonesia mencapai 1,2 juta ton pupuk organik. Kemudian jika tahun 2010 pemerintah benar mencanagkan Go Organik dengan menukar pupuk kimia menjadi 30 persen dan mengunakan pupuk organik 70 persen secara keseluruhan maka jumlah kebutuhan pupuk organik yang dibutuhkan di Indonesia pertahun dapat mencapai 3 juta ton. 5 Dadi. 15 Februari 2009. 17 Daerah Jadi Sentra Produksi Pupuk Oraganik. Jakarta.Pikiran Rakyat. 4

Melihat supply pupuk organik dari Peraturan Menteri Pertanian Nomor 76/Permentan/O.T.140/12/2007 tertanggal 28 Desember 2007 yang mencanangkan produksi pupuk organik sebesar 345 ribu ton, ini merupakan potensi pasar yang cukup terbuka karena ada tingkat permintaan yang lebih besar dari jumlah penawaran yang ada. Terbukti pada hasil survei tahun 2008 terjadi lonjakan permintaan pupuk organik pada PT Petrokimia Gresik. Kebutuhan pupuk organik pada di Sumatra Utara mencapai 36.000 ton per tahun. Padahal Petrokimia hanya mampu memasok pupuk organik sebanyak 29.000 ton per tahun 6. Permintaan pengunaan pupuk organik sudah menyebar ke setiap daerah seperti di Sulawesi Selatan, namun penggunaan pupuk organik masih terkendala keterbatasan dalam supply. Pupuk organik menjadi peluang usaha yang cukup menjanjikan dilihat dari tingkat perbedaan antara kebutuhan dan penawaran pupuk tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan pupuk organik perlu dilakukan proses produksi yang mengahasilkan Out Put pupuk organik yang diinginkan pasar. Melihat hal ini pemerintah mengeluarkan acuan melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 02/Pert/Hk.060/2/2006 tentang Pupuk Organik dan Pembenahan Tanah. Dalam aturan tersebut pasal empat bahwa pengadaan pupuk organik dapat dilakukan oleh perorangan atau badan hukum. Hal ini tentu saja menjadi peluang besar bagi PT Agrindo Surya Graha yang berlokasi di daerah Sukabumi, Jawa Barat. PT Agrindo Surya Graha merupakan salah satu rekanan bisnis dari PT Pertani (Persero) yang memiliki kerja sama dalam produksi pupuk organik untuk pemerintah. Perusahaan memandang ini adalah suatu peluang usaha yang menjanjikan karena pemerintah dan para petani akan mulai beralih ke pupuk organik. Meskipun memiliki peluang yang besar, PT Agrindo Surya Graha harus mengkaji kelayakan investasi usaha. Karena suatu usaha harus memiliki kelayakan dan mendatangkan profit. Untuk melihat suatu kelayakan usaha perlu dilakukan analisis apakah usaha tersebut layak secara finansial maupun non finansial, dan bagaimana strategi pengembangan usaha tersebut jika layak dijalankan. 6. Sihotang, M. 5 Mei 2009. Petrokimia tak penuhi permintaan pupuk organik Jakarta. Bisnis Indonesia 5

Hal inilah yang mendasari kajian dalam skripsi ini. Dari uraian diatas maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kelayakan investasi usaha pabrik pupuk organik PT Agrindo Surya Graha dilihat dari aspek non finansial dan aspek finansial? 2. Bagaimana strategi pengembangan usaha pada PT Agrindo Surya Graha? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yag telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis kelayakan investasi usaha pabrik pupuk organik PT Agrindo Surya Graha dilihat dari aspek non finansial dan aspek finansial yang dikaji dengan tingkat sensitivitas tertentu. 2. Merumuskan strategi-strategi pengembangan yang dapat direkomendasikan untuk usaha PT Agrindo Surya Graha. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna baik untuk penulis, PT Agrindo Surya Graha, maupun bagi pembaca. Bagi penulis sendiri, penelitian adalah media untuk penerapan ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan. Bagi perusahaan hasil penelitian ini dapat berguna sebagai salah satu masukan apakah pendirian usaha tersebut layak atau tidak layak untuk dijalankan dan strategi pengembangan yang didapat mampu menjadi masukan pada usaha ini. Bagi pembaca dapat sebagai bahan kajian mengenai analisis kelayakan investasi dan pengembangan usaha pabrik pupuk organik dan sebagai bahan rujukan penelitian selanjutnya. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ini membahas tentang kelayakan investasi usaha pabrik pupuk organik granul PT Agrindo Surya Graha dengan melihat aspek-aspek dalam analisis kelayakan yaitu aspek tenis, aspek manajemen, aspek pasar, aspek sosial dan aspek finansial. Aspek ekonomi tidak dibahas dalam penelitian ini karena keterbatasan peneliti. Kemudian penelitian ini juga mencoba mengkaji strategi- 6

strategi pengembangan yang dapat dilakukan oleh perusahaan dengan analisis SWOT. Karena perusahaan ini baru didirikan tepatnya tanggal 20 April 2009, maka penelitian ini dilakukan sampai tahap keputusan dengan mengunakan matriks perencanaan strategi kuantitatif. Hal ini dilakukan agar strategi yang ada dapat lebih cocok dijalankan terlebih dahulu. Kemudian semua strategi pengembangan yang ditemukan akan direkomendasikan pada perusahaan dengan tujuan suatu saat nanti dapat dimanfaatkan di waktu yang akan datang. 7