BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan selalu berusaha untuk mencapai tingkat laba tertentu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengelola, pengelolaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen pada dasarnya dibutuhkan oleh semua perusahaan. atau organisasi, karena tanpa semua usaha ataupun kegiatan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diterjemahkan dengan pengurusan. Pengertian manajemen sendiri sangatlah. beberapa definisi manajemen, sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebaiknya meninjau terlebih dahulu pengertian manajemen itu sendiri. Manajemen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen merupakan suatu ilmu dan seni untuk menerapkan fungsifungsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam organisasi, harus diakui dan diterima oleh manajemen. Tenaga kerja adalah

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) kesuksesan suatu organisasi. Banyak organisasi menyadari bahwa

BAB II BAHAN RUJUKAN

Menurut Rivai dalam bukunya yang berjudul manajemen sumber daya manusia untuk perusahaan (2009;2) menyatakan :

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORITIS. para pegawai. Kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang dapat memberikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dorongan untuk bekerja, kerjasama dan koordinasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. Kata disiplin itu sendiri berasal dari Bahasa Latin discipline yang berarti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bisma, Vol 1, No. 6, Oktober 2016 INDIKATOR-INDIKATOR KEDISIPLINAN KERJA KARYAWAN PADA HOTEL KINI DI PONTIANAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Unsur manusia ini berkembang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan

2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORITIS

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengoptimalkan segenap sumber daya yang mereka miliki guna mempertahankan

BAB II LANDASAN TEORI. sumber daya manusia dan sumber daya yang lainnya secara efektif dan efisien. untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia. 1. Menurut Tulus dalam Suharyanto dan Hadna (2005:16);

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Disiplin berasal dari kata disple yang artinya patuh, patuh baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. LANDASAN TEORI. seluruh faktor yang terdapat di perusahaan. Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian,

2.1.2 Tipe-Tipe Kepemimpinan Menurut Hasibuan (2009: ) ada tiga tipe kepemimpinan masing-masing dengan ciri-cirinya, yaitu:

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. Sebelum memberikan pengertian tentang Manajemen Sumber Daya

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kepada keputusan-keputusan, peraturan-peraturan dan nilai-nilai tinggi dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS. pembentukan kerangka pemikiran untuk perumusan hipotesis.

BAB II LANDASAN TEORI

Bisma, Vol 1, No. 3, Juli 2016 KEDISIPLINAN KERJA KARYAWAN PADA RESTORAN DAN ISTANA KUE CITA RASA DIPONTIANAK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II URAIAN TEORITIS. A. Penelitian Terdahulu Evi (2006) melakukan penelitian dengan judul Peran Struktur Organisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen berasal dari kata To Manage yang berarti mengatur,

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kata disiplin itu sendiri berasal dari bahasa Latin discipline yang berarti

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORITIS. A. Disiplin Kerja. penguasaan diri dengan tujuan menahan impuls yang tidak diinginkan, atau untuk

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. penulis mengemukakan beberapa definisi dari beberapa ahli yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Disiplin Kerja Pengertian Disiplin Kerja Disiplin kerja merupakan fungsi operatif keenam dari Manajemen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. dicapainya. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu membentuk suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN

KAJIAN PUSTAKA. Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya

Bisma, Vol 1, No. 5, September 2017 KEDISIPLINAN KERJA KARYAWAN PADA CV JAYA RAYA DI NGABANG

BAB I PENDAHULUAN. telah di tentukan bersama. Setiap organisasi pastilah memiliki tujuan yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. Manajemen adalah fungsi yang berhubungan dengan mewujudkan hasil tertentu

KARYA ILMIAH FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEDISIPLINAN KARYAWAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB II TELAAH PUSTAKA. Kepemimpinan merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsipprinsip

Bisma, Vol 1, No. 8, Desember 2016 FAKTOR-FAKTOR DISIPLIN KARYAWAN PADA CREDIT UNION MURA KOPA BALAI KARANGAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Manajemen berasal dari bahasa Inggris yaitu management John M. Echols

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah salah satu unsur produksi selain itu juga faktor penting dan

II. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. A. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. Menurut Kaswan (2012) manajemen sumber daya manusia (MSDM)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia membahas dan mengemukakan bagaimana suatu organisasi mengolah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

Transkripsi:

13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen 2.1.1 Pengertian Manajemen Pada dasarnya manusia adalah individu yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan usaha sendiri. Manusia membutuhkan peran individu lain dalam usaha pemenuhan kebutuhan hidup tersebut. Ini dikarenakan adanya keterbatasan yang dimiliki masing-masing individu. Dari kenyataan ini dapat diambil suatu kesimpulan bahwa manusia membutuhkan suatu wadah organisasi sebagai perwujudan usaha manusia dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup. Sebab di dalam organisasi dibutuhkan adanya kerjasama antar individu-individu yang berusaha untuk mencapai terpenuhinya kebutuhan hidup. Oleh karena itu kerja sama antar individu-individu tersebut harus dapat direncanakan agar terdapat keselarasan tujuan yang berbeda-beda dari masing-masing individu. Dan dalam hal ini kemampuan manajemen mutlak dibutuhkan. Menurut Malayu S. P. Hasibuan (2004 ; 2), Manajemen merupakan ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut Robbins & Coulter yang dialihbahasakan oleh T. Hermaya (1999 ; 8) adalah :

14 Manajemen merupakan proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efektif dan efisien dengan dan melalui orang lain. Selain kedua pendapat di atas, T. Hani Handoko (2003 ; 8) juga mengungkapkan bahwa : Manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Jadi berdasarkan definisi-definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen merupakan proses pengkoordinasian dan pengintegrasian kegiatankegiatan kerja yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan agar dapat diselesaikan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya secara efektif dan efisien sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. 2.1.2 Fungsi-fungsi Manajemen Berdasarkan definisi di atas dapat dilihat bahwa dalam manajemen ada beberapa proses atau fungsi yang berperan penting dalam pencapaian tujuan organisasi. Menurut Malayu S. P. Hasibuan (2004 ; 3), fungsi-fungsi tersebut terdiri dari :

15 1. Planning / Perencanaan Merupakan proses penentuan tujuan dan pedoman pelaksanaan, dengan memilih alternatif terbaik dari berbagai macam alternatif yang ada. 2. Organizing / Pengorganisasian Merupakan proses penentuan, pengelompokan dan pengaturan bermacammacam aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan, menempatkan orangorang pada setiap aktivitas ini, menyediakan alat-alat yang diperlukan, menetapkan wewenang yang secara relatif didelegasikan kepada setiap individu yang akan melakukan aktivitas tersebut. 3. Actuating / Pengarahan Mengarahkan semua bawahan agar mau bekerjasama dan bekerja efektif untuk mencapai tujuan. 4. Controlling / Pengawasan Merupakan proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu perusahaan agar sesuai dengan ketetapan-ketetapan dalam rencana. Tercapai tidaknya tujuan perusahaan tergantung pada seberapa baik fungsi-fungsi manajemen tersebut dilaksanakan. Pelaksanaannya harus dapat disesuaikan dengan kondisi eksternal dan internal perusahaan. Faktor-faktor eksternal mencakup kompetitor, kebijakan ekonomi pemerintah, serikat buruh dan lain-lain. Sedangkan faktor-faktor internal terdiri dari modal, bahan baku, skill dan tentu saja manusia yang merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam usaha pencapaian tujuan.

16 Oleh karena itu dibutuhkan suatu kemampuan Manajemen Sumber Daya Manusia yang baik dalam memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh manusia sebagai faktor produksi yang vital. Kemampuan ini tidak hanya mencakup pemanfaatan potensi manusia saja, akan tetapi lebih daripada itu, kemampuan ini juga mencakup usaha optimalisasi potensi yang dimiliki, pengembangan potensi, kompensasi dari potensi yang sudah diberikan, pemeliharaan potensi dan masih banyak lagi, dan yang perlu dipahami adalah bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia ini selalu bersifat dinamis mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pola pikir tiap individu, sistem nilai yang dianut dan lain-lain. Jadi seorang pemimpin organisasi atau perusahaan haruslah mempunyai kemampuan ini. 2.2. Manajemen Sumber Daya Manusia 2.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manusia adalah faktor produksi penentu yang sangat unik. Perbedaan karakter, sifat, tingkah laku, pola pikir dan sistem nilai yang dianut tiap individu berbeda-beda. Hal ini menyebabkan perlunya perbedaan perlakuan pada setiap individu. Hal ini haruslah dipahami setiap pimpinan perusahaan atau organisasi. Untuk itulah Manajemen Sumber Daya Manusia sangat dibutuhkan. Adapun pengertian atau definisi Manajemen Sumber Daya Manusia menurut para ahli adalah sebagai berikut :

17 1. Malayu S. P. Hasibuan (2002 ; 10) Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. 2. Mutiara S. Panggabean (2002 ; 15) Manajemen Sumber Daya Manusia adalah suatu proses yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan analisis pekerjaan, evaluasi pekerjaan, pengadaan, pengembangan, kompensasi, promosi dan pemutusan hubungan kerja guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 3. Filippo (2000 ; 11) Personnel Management is the planning, organizing, directing and controlling of the procurement, development, compensation, integration, maintenance and separation of human resources to the end that individual, organizational and societal objectives are accomplished. Artinya bahwa Manajemen Personalia adalah proses yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian pengadaan, pengembangan, integrasi, pemeliharaan dan pemberhentian sumber daya manusia untuk mencapai tujuan individu, organisasi dan sosial. 4. Yoder (2000 ; 11) Personnel Management is the provision of leadership and direction of people in their working or employment relationship. Artinya bahwa Manajemen Personalia adalah ketentuan mengenai kepemimpinan dan pengarahan manusia dalam lingkungan kerja mereka.

18 5. Miner and Mary (2000 ; 11) Personnel Management may be defined as the process of developing, applying and evaluating policies, procedures, methods and programs relating to the individual in the organizational. Artinya bahwa Manajemen Personalia dapat didefinisikan sebagai proses pengembangan, penerapan dan evaluasi kebijakan-kebijakan, prosedurprosedur, metode-metode dan program-program yang berhubungan dengan individu dalam organisasi. Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan suatu proses yang mengatur hubungan dan peranan individu, organisasi dan sosial melalui perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan analisis pekerjaan, evaluasi pekerjaan, pengadaan, pengembangan, kompensasi, promosi dan pemutusan hubungan kerja melalui berbagai macam kebijakan, prosedur, metode dan program agar efektif dan efisien guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik itu tujuan individu, organisasi maupun sosial. 2.2.2 Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Demi terlaksananya Manajemen Sumber Daya Manusia yang efektif dan efisien, maka seorang pemimpin harus dapat melaksanakan fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia dengan baik. Adapun fungsi-fungsi tersebut

19 seperti yang diungkapkan oleh Mutiara S. Panggabean (2002 ; 15) adalah sebagai berikut : 1. Pengadaan tenaga kerja yang meliputi analisis pekerjaan, perencaaan tenaga kerja, penarikan tenaga kerja dan seleksi tenaga kerja. 2. Pengembangan tenaga kerja yang meliputi orientasi, pelatihan dan pendidikan tenaga kerja. 3. Perencanaan dan pengembangan karir 4. Penilaian prestasi kerja 5. Kompensasi 6. Keselamatan dan kesehatan kerja 7. Pemutusan hubungan kerja Dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan perusahaan serta dari beberapa proses diatas yang akan selalu terjadi, proses kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting. Dengan kepemimpinan yang baik, proses-proses yang akan terjadi nanti akan berjalan lancar dan karyawan bergairah melaksanakan tugastugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Gairah kerja, produktivitas kerja dan kinerja karyawan merupakan tolok ukur berhasil tidaknya penerapan fungsifungsi Manajemen Sumber Daya Manusia didalam suatu organisasi atau perusahaan. Hal ini tentu saja sangat dipengaruhi oleh proses kepemimpinan didalam suatu organisasi atau perusahaan. Sebab tujuan utama Manajemen Sumber Daya Manusia adalah untuk meningkatkan konstribusi sumber daya manusia terhadap organisasi atau perusahaan. Hal ini penting karena semua

20 kegiatan dalam organisasi atau perusahaan sangat bergantung pada individuindividu yang mengelolanya. Oleh sebab itu sumber daya manusia tersebut harus dapat dikelola dengan baik oleh pemimpin sehingga berdaya guna dan berhasil dalam mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. 2.3. Kepemimpinan 2.3.1. Pengertian Kepemimpinan Manajemen dan kepemimpinan sering kali dianggap mempunyai pengertian yang sama. Akan tetapi kepemimpinan adalah konsep yang lebih luas cakupannya bila dibandingkan dengan manajemen. Manajemen dipandang sebagai jenis kepemimpinan khusus yang harus mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. Sedangkan kepemimpinan tidak hanya terbatas pada usaha pencapaian tujuan organisasi atau perusahaan, akan tetapi dapat juga berupa tujuan-tujuan lain yang tidak ada hubungannya dengan tujuan organisasi atau perusahaan yang biasanya berupa tujuan yang bersifat pribadi. Misalnya seseorang menjadi pemimpin untuk mendapat pengakuan eksistensi diri, sebagai wadah aktualisasi kemampuan dan bisa juga sebagai sarana pelatihan dan pengembangan kemampuan pribadi. Perbedaan lain antara manajemen dan kepemimpinan adalah, bahwa seorang manajer adalah pemimpin karena seorang manajer harus menjalankan fungsi-fungsi manajemen, yaitu planning, organizing, actuating dan controlling. Hal ini berarti seorang manajer harus menjalankan fungsi kepemimpinan.

21 Sebaliknya seorang pemimpin belum tentu seorang manajer, karena ia belum tentu manjalankan fungsi-fungsi dasar manajerial atau bergerak di luar dunia bisnis. Banyak para ahli mengemukakan pengertian yang berbeda-beda mengenai kepemimpinan. Menurut Schermerhon (2000 ; 4), Kepemimpinan merupakan proses memberikan inspirasi kepada orang lain untuk bekerja keras guna menyelesaikan tugas-tugas yang penting. Sedangkan Marwansyah dan Mukaram (2000 ; 167) mengungkapkan bahwa : Kepemimpinan merupakan suatu aktivitas yang berkelanjutan, diarahkan untuk menimbulkan dampak pada perilaku orang lain dan pada akhirnya difokuskan pada upaya untuk mewujudkan tujuan-tujuan organisasi. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah proses berkelanjutan yang dilakukan untuk menimbulkan dampak pada perilaku orang lain dengan cara pemberian inspirasi agar mau bekerja sama untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. 2.3.2 Fungsi-fungsi Kepemimpinan Seorang pemimpin haruslah mengerti bahwa untuk mencapai tujuan, ia harus melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan. Adapun fungsi-fungsi kepemimpinan tersebut menurut Malayu S. P. Hasibuan (2002 ; 199) antara lain : 1. Pengambilan keputusan 2. Pendelegasian wewenang dan pembagian kerja

22 3. Memotivasi bawahan 4. Mengembangkan imajinasi, kreativitas dan loyalitas bawahan 5. Penilaian prestasi dan pemberian penghargaan atau teguran kepada bawahan 6. Mengkoordinasi dan mengintegrasi kegiatan-kegiatan bawahan 7. Melaksanakan pengawasan 8. Pemberian kompensasi, ketenangan dan keselamatan kerja 9. Membina dan mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan 10. Dan lain-lain. Berdasarkan hal-hal di atas dapat dipahami bahwa kepemimpinan dapat dilihat sebagai suatu aktivitas yang berkelanjutan, diarahkan untuk menimbulkan dampak pada perilaku orang lain yang pada akhirnya akan difokuskan pada upaya untuk mencapai suatu tujuan. Dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinannya, seorang pemimpin harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan. Faktor-faktor ini terdiri dari faktor internal yang meliputi bawahan, kegiatan produksi, administrasi, finansial, pemasaran dan lain-lain, serta faktor-faktor eksternal yang meliputi keadaan perekonomian, ilmu pengetahuan dan teknologi, kebijakan pemerintah, konsumen, pesaing dan lainlain. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dapat menciptakan kerja sama yang baik antara faktor-faktor internal dengan faktor-faktor eksternal perusahaan. Hal ini tentu saja membutuhkan kecepatan memperoleh informasi yang up to date,

23 kecakapan analisis, ketepatan pengambilan keputusan dan kemampuan bekerja sama sosial yang saling menguntungkan. 2.3.3 Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai cara seorang pemimpin dalam memimpin suatu organisasi dan perlu diketahui bahwa gaya kepemimpinan tiap pemimpin itu berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh latar belakang pemimpin, organisasi, pengikut dan lingkungan. Dalam bukunya, Malayu S. P. Hasibuan (2002 ; 205) menjabarkan berbagai macam gaya kepemimpinan yang diambil dari berbagai macam pendapat para ahli, diantaranya adalah : 1. Malayu S. P. Hasibuan menyatakan bahwa gaya kepemimpinan terdiri dari : a. Kepemimpinan Otoriter Kepemimpinan otoriter, yaitu jika seorang pemimpin menganut sistem sentralisasi wewenang. Falsafah pemimpin, bawahan adalah untuk pemimpin dan menganggap dirinya paling berkuasa, paling pintar dan mampu. Pengarahan bawahan dilakukan melalui instruksi atau perintah. Orientasi kepemimpinannya hanyalah pada produktivitas kerja bawahannya dan kurang memperhatikan perasaan dan kesejahteraan bawahannya.

24 b. Kepemimpinan Partisipatif Gaya kepemimpinan ini melakukan kepemimpinannya dengan metode persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi, menimbulkan loyalitas dan partisipasi bawahannya. Pemimpin selalu memotivasi bawahannya agar mereka merasa memiliki organisasi. Dalam proses pengambilan keputusan, bawahan selalu dilibatkan dan diminta berpartisipasi dengan memberikan informasi-informasi, saran-saran dan pertimbangan. c. Kepemimpinan Delegatif Kepemimpinan delegatif, yaitu jika pemimpin mendelegasikan wewenang kepada bawahannya, sehingga bawahannya dapat mengambil keputusan dan kebijakan dengan bebas dan leluasa dalam melaksanakan kewajibannya. Pemimpin tidak terlalu mempedulikan cara bawahan dalam mengambil keputusan atau dalam pelaksanaannya, sehingga dalam hal ini para bawahan dituntut memiliki kematangan ( kemampuan ) pekerjaan dan kematangan psikologis ( kemauan ). 2. Robert Blake dan Mouton menyatakan bahwa gaya kepemimpinan terdiri dari : 1. Deserter (1,1) adalah tipe pemimpin yang perhatiannya terhadap produksi maupun terhadap karyawan rendah, gaya kepemimpinan terburuk. 2. Missionary (1,9) adalah tipe pemimpin yang perhatiannya terhadap produksi rendah, sedang perhatian terhadap kesejahteraan karyawan tinggi, gaya kepemimpinan berorientasi pada manusia pekerja.

25 3. Autocrat (9,1) adalah tipe pemimpin yang perhatiannya terhadap produksi sangat tinggi, sedangkan perhatian kepada kesejahteraan karyawan sangat rendah, gaya kepemimpinan yang berorientasi pada produksi. 4. Compromiser (5,5) adalah tipe pemimpin yang perhatiannya terhadap produksi maupun kesejahteraan bawahannya sedang-sedang saja, gaya kepemimpinan yang berimbang. 5. Executive (9,9) adalah tipe pemimpin yang perhatiannya baik terhadap produksi maupun kesejahteraan bawahannya paling tinggi, gaya kepemimpinan yang paling baik. Gaya kepemimpinan ini dapat dirangkum melalui gambar berikut ini : Gambar 2.1 The Managerial Grid by Robert Blake and Mouton Malayu S. P. Hasibuan (2002 ; 205)

26 3. William J. Reddin menyatakan bahwa gaya kepemimpinan terdiri dari : 1. Deserter, yaitu pemimpin yang perhatiannya terhadap produksi dan kesejahteraan bawahannya sangat rendah 2. Bureaucrat, yaitu tipe pemimpin yang selalu mentaati prosedur dan peraturan-peraturan perusahaan. Sekali peraturan ditetapkan, ia akan mematuhinya terlepas apakah peraturan itu tepat atau tidak. Karena itu seorang pemimpin bureaucrat akan cocok jika peraturan yang sudah dibuat sudah tepat. Gaya kepemimpinannya hanya mempunyai efektivitas saja. 3. Missionary, yaitu tipe pemimpin yang hanya berorientasi pada orang yang melaksanakannya. Gaya kepemimpinannya condong pada manusia. 4. Developer, yaitu tipe pemimpin yang memiliki orientasi atas efektivitas dan hubungan baik dengan bawahan. Gaya kepemimpinannya efektif. 5. Autocrat, yaitu tipe pemimpin yang berorientasi pada tugas saja, sedang perhatian terhadap bawahan kurang. Gaya kepemimpinannya lebih berorientasi pada prestasi saja. 6. Benevolent Autocrat, yaitu tipe pemimpin yang berorientasi pada tugas dan efektivitas. 7. Compromiser, yaitu tipe pemimpin yang berorientasi pada tugas dan hubungan baik dengan bawahan.

27 8. Executive, yaitu pemimpin yang mempunyai tiga sifat, yaitu : orientasi pada tugas, orientasi pada hubungan baik dan orientasi pada efektivitas. Gaya kepemimpinan yang terbaik. 4. Rensis Likert dan Lewin mengemukakan gaya kepemimpinan sebagai berikut : 1. Exploitative Autocracy (coersive leader) Style, yaitu jika seorang pemimpin dalam melaksanakan kepemimpinannya dengan jalan memberikan perintah, paksaan, ancaman hukuman dan komando saja. Falsafah kepemimpinannya, bawahan untuk pemimpin dan bukan pemimpin untuk bawahan. 2. Benevolent Autocracy Style, yaitu seorang pemimpin dalam melaksanakan kepemimpinannya berdasarkan kebaikan (benevolent leader). Ia menggunakan berbagai cara, seperti memberikan pujian, melakukan diplomasi, tindakan yang bijaksana dan berusaha untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. 3. Consultative Leadership Style, artinya seorang pemimpin dalam proses kepemimpinannya mengajak para bawahan untuk ikut berpartisipasi memberikan saran, pendapat dan pertimbangannya sebelum keputusan ditetapkan. Keputusan hanya ditetapkan oleh pemimpin saja. 4. Participative Group Leadership Style, artinya seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya menitikberatkan keikutsertaan kelompok

28 atau bawahan yang serius dalam proses pengambilan keputusan, tetapi keputusan hanya ditetapkan oleh pemimpin saja. Sedangkan menurut A. A. Anwar Prabu Mangkunegara (2001 ; 77) yang mengutip teori kepemimpinan Davis & Newstrom di Universitas Ohio, diperoleh gambaran mengenai gaya kepemimpinan yang terdiri dari dua dimensi utama, yakni Initiating Structur dan Consideration. Kedua dimensi ini menggambarkan perilaku kepemimpinan dalam suatu struktur organisasi. Para peneliti menilai bagaimana para pemimpin berperilaku sebagai seorang pemimpin. Mereka juga berusaha meneliti persepsi bawahan tentang perilaku pemimpinnya. 1. Initiating Structure, mengacu pada seberapa jauh pemimpin berkemungkinan menetapkan dan menstruktur perannya dan peran bawahannya dalam mengusahakan tercapainya tujuan. Iniating Structure ini mencakup perilaku yang berupaya mengorganisasi kerja, hubungan kerja dan tujuan. 2. Consideration, mengacu pada seberapa jauh pemimpin berkemungkinan memiliki hubungan pekerjaan yang dicirikan pada rasa saling percaya, menghargai gagasan bawahan dan memperhatikan perasaan mereka. Dimensi ini juga menunjukkan adanya kepedulian pemimpin terhadap kesejahteraan, status dan kepuasan bawahannya.

29 Kedua dimensi tersebut dapat dijelaskan dalam gambar berikut ini : Low Initiating Structure High Consideration High Initiating Structure High Consideration Low Initiating Structure Low Consideration High Initiating Structure Low Consideration Gambar 2.2 Dimensi Initiating Structure dan Consideration (A. A. Anwar Prabu Mangkunegara, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia ; 79) Gambar di atas menjelaskan adanya beberapa kombinasi yang mungkin terjadi pada diri seorang pemimpin. Secara langsung dapat diketahui bahwa gaya kepemimpinan seseorang itu berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan ada pemimpin yang memiliki nilai yang tinggi untuk dimensi Consideration dan nilai yang rendah untuk dimensi Initiating Structure. Sebaliknya ada juga pemimpin yang memiliki nilai rendah untuk dimensi Consideration, tetapi memiliki nilai tinggi untuk dimensi Initiating Structure. Selain itu ada juga pemimpin yang memiliki nilai tinggi untuk kedua dimensi

30 tersebut dan ada juga yang memiliki nilai yang rendah pada kedua dimensi tersebut. 2. 4. Disiplin Kerja 2. 4. 1. Pengertian Disiplin Kerja Pembahasan mengenai disiplin kerja dalam Manajemen Sumber Daya Manusia bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Oleh karena itu, suatu organisasi memiliki berbagai ketentuan yang harus ditaati oleh para anggotanya. Dalam menjalankan operasinya, setiap organisasi atau perusahaan menuntut adanya kedisiplinan kerja dari para anggotanya. Disiplin kerja ini dapat mempengaruhi pekerjaan yang akhirnya nanti akan dapat merugikan ataupun menguntungkan kedua belah pihak. Disiplin yang dituntut dari pekerjaannya terdiri dari berbagai macam prosedur ataupun peraturan yang berlaku di dalam organisasi. Kedisiplinan mempunyai tempat yang penting dalam Manajemen Sumber Daya Manusia, karena semakin tinggi tingkat kedisiplinan para anggota, maka semakin tinggi pula tingkat prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin kerja yang baik, sulit bagi organisasi atau perusahaan untuk mencapai hasil atau tujuan secara optimal. Disiplin yang diterapkan oleh pihak manajemen akan mendorong para anggota organisasi atau perusahaan memenuhi tuntutan dari prosedur-prosedur yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, tindakan pendisiplinan

31 anggota organisasi dapat membentuk dan memperbaiki pengetahuan, sikap dan perilaku para anggota organisasi sehingga para anggota tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif serta dapat meningkatkan prestasi kerjanya. Disiplin kerja yang baik mencerminkan seberapa besar rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Menurut Siswanto Sastrohadiwiryo (2003 ; 290), Disiplin kerja dapat didefinisikan sebagai suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya. Sedangkan menurut Gouzali Saydam (2000 ; 198), Disiplin kerja adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan mentaati segala norma peraturan yang berlaku di sekitarnya. Adapun pengertian disiplin kerja menurut Amber Teguh Sulistiyani dan Rosidah (2003 ; 236) adalah : Disiplin kerja merupakan prosedur yang mengkoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau prosedur. Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja adalah suatu sikap menghormati, mematuhi, menghargai dan taat terhadap segala norma peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, serta dilaksanakan dengan sukarela, baik dalam hal pelaksanaan maupun penerimaan sanksi sebagai akibat dari pelanggaran yang dilakukan.

32 Penerapan disiplin kerja yang dilakukan secara terus-menerus oleh pihak manajemen dapat memotivasi para anggota untuk melakukan tindakan disiplin bukan karena adanya sanksi yang akan diberikan, tetapi didorong oleh kemauan yang timbul dalam diri sendiri, sebab suatu organisasi akan sulit mencapai tujuannya jika para anggotanya tidak mematuhi peraturan-peraturan organisasi tersebut. Secara khusus kegiatan pendisiplinan kerja ini ditujukan untuk : 1. mendorong para anggota untuk mentaati kebijakan yang sudah ditetapkan 2. memanfaatkan penggunaan sarana dan prasarana secara optimal 3. meningkatkan produktivitas kerja 4. mendorong pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Berdasarkan hal di atas dapat dikatakan bahwa pelaksanaan disiplin kerja yang baik akan menguntungkan kedua belah pihak, baik itu organisasi maupun para anggotanya sendiri. Bagi organisasi, disiplin kerja yang baik dari anggotanya akan sangat membantu organisasi dalam upaya pencapaian tujuannya. Sedangkan bagi para anggota, disiplin kerja yang baik dapat pula meningkatkan produktivitas dan kinerjanya, sehingga dapat membantu dalam pencapaian karir yang baik. 2. 4. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja Pada dasarnya banyak faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan kerja. Menurut Malayu S. P. Hasibuan (2000 ; 191), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan kerja sebagai berikut : 1. Tujuan dan Kemampuan

33 Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan dalam suatu organisasi. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan yang bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya. 2. Teladan Pemimpin Teladan pemimpin sangat berperan dalam menentukan tingkat kedisiplinan bawahannya, karena pemimpin dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pemimpin harus memberikan contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil serta sesuai ucapan dengan perbuatan. 3. Keadilan Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan bawahan. Keadilan dalam pemberian kompensasi, perhatian ataupun sanksi akan merangsang terciptanya disiplin kerja yang baik. 4. Waskat Waskat merupakan tindakan nyata dan efektif untuk mencegah atau mengetahui kesalahan, membetulkan kesalahan, memelihara kedisiplinan, mengaktifkan peranan bawahan dan atasan, menggali sistem kerja yang efektif, serta menciptakan sistem internal control yang terbaik dalam mendukung terwujudnya tujuan organisasi, karyawan dan masyarakat.

34 5. Sanksi Hukuman Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan. Dengan adanya pemberian sanksi, maka bawahan akan takut untuk melanggar peraturan-peraturan yang berlaku, sehingga sikap dan perilaku indisipliner bawahan akan berkurang. 6. Ketegasan Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan bawahan. Pimpinan harus berani dan tegas dalam bertindak untuk menghukum setiap tindakan indisipliner dari bawahan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani dan tegas dalam menerapkan hukuman bagi bawahan yang indisipliner akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahan, dengan demikian pemimpin dapat menjaga dan memelihara kedisiplinan kerja organisasi. Sedangkan menurut Gouzali Saydam (2000 ; 202), faktor-faktor yang sangat mempengaruhi terciptanya disiplin kerja dalam suatu organisasi atau perusahaan adalah sebagai berikut : 1. Besar Kecilnya Pemberian Kompensasi Besar kecilnya pemberian kompensasi dapat mempengaruhi tegaknya disiplin. Para karyawan akan dapat mematuhi segala peraturan yang berlaku, bila ia merasa jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih payahnya yang telah disumbangkannya bagi perusahaan. Bila ia menerima kompensasi yang memadai, ia akan dapat bekerja tenang dan tekun, serta selalu berusaha

35 bekerja dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi bila ia merasa kompensasi yang diterimanya jauh dari memadai, maka ia akan berpikir mendua, dan berusaha untuk mencari tambahan penghasilan lain di luar, sehingga menyebabkan ia sering mangkir, minta izin dan lain sebagainya. 2. Ada Tidaknya Keteladanan Pemimpin Keteladanan pemimpin maksudnya bahwa dalam lingkungan perusahaan adalah bahwa semua karyawan akan selalu memperhatikan bagaimana pemimpin dapat menegakkan disiplin dirinya dan bagaimana ia mengendalikan dirinya dari ucapan, perbuatan dan sikap yang dapat merugikan aturan disiplin yang sudah ditetapkan. Sebab para karyawan menjadikan seorang pemimpin sebagai teladan dan panutan dalam perusahaan. Oleh karena itu, bila seorang pemimpin menginginkan tegaknya disiplin dalam perusahaan, maka ia harus terlebih dahulu mempraktikkannya dan mempeloporinya, supaya dapat diikuti dengan baik oleh para bawahannya. 3. Ada Tidaknya Aturan Pasti Untuk Dijadikan Pegangan Pembinaan disiplin tidak akan dapat terlaksana dalam perusahaan bila tidak ada aturan tertulis yang pasti untuk dapat dijadikan pegangan bersama. Disiplin tidak mungkin ditegakkan bila peraturan yang dibuat hanya berdasrkan instruksi lisan yang dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan situasi atau keinginan pimpinan saja. Para bawahan akan mau melaksanakan disiplin bila ada aturan yang jelas dan diinformasikan kepada mereka. Oleh

36 karena itu, disiplin akan dapat ditegakkan bila memang ada aturan tertulis yang telah disepakati bersama. 4. Keberanian Pemimpin Mengambil Tindakan Keberanian pemimpin dalam mengambil tindakan menyangkut dalam hal pemberian sanksi terhadap bawahan yang indisipliner. Dalam hal ini pemimpin harus berani dan tegas dalam memberikan sanksi yang telah ditetapkan sebelumnya. Apabila seorang pemimpin tidak berani memberikan sanksi terhadap bawahan yang indisipliner, maka akan berpengaruh langsung terhadap suasana kerja dan disiplin bawahan. 5. Ada Tidaknya Pengawasan Pemimpin Dalam setiap kegiatan perusahaan perlu dilakukan pengawasan yang akan mengarahkan para karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan tepat sesuai dengan yang direncanakan. Dengan adanya pengawasan seperti demikian, maka sedikit banyak para karyawan akan terbiasa melaksanakan disiplin kerja. Mungkin untuk sebagian karyawan yang sudah menyadari pentingnya disiplin, pengawasan seperti ini tidak perlu, tetapi bagi karyawan lainnya, tegaknya disiplin masih perlu dipaksakan, agar mereka dapat melaksanakan aturan yang sudah disepakati. 6. Ada Tidaknya Perhatian Kepada Para Bawahan Seorang bawahan tidak hanya puas dengan pemberian kompensasi yang tinggi, pekerjaan yang menantang, tetapi mereka juga masih membutuhkan perhatian dari pemimpinnya. Pemimpin yang berhasil memberikan perhatian

37 yang besar kepada para karyawan akan dapat menciptakan disiplin kerja yang baik. Pemimpin demikian akan selalu dihormati dan disegani bawahannya, sehingga akan berpengaruh terhadap semangat kerja, prestasi dan moral kerja bawahannya. 2. 4. 3. Penerapan Sanksi Pelanggaran Disiplin Kerja Tujuan utama penerapan sanksi disiplin kerja adalah untuk memperbaiki dan mendidik para karyawan yang indisipliner. Sanksi yang diterapkan haruslah setimpal dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan sehingga secara adil dapat diterima. Menurut Siswanto Sastrohadiwiryo (2003 ; 293), pemberian sanksi terhadap pelanggaran disiplin kerja dapat berupa : 1. Sanksi Disiplin Berat Sanksi disiplin berat dapat berupa : a. Demosi jabatan b. Pembebasan dari jabatan untuk dijadikan sebagi tenaga kerja biasa c. Pemutusan hubungan kerja dengan hormat d. Pemutusan hubungan kerja dengan tidak hormat. 2. Sanksi Disiplin Sedang Sanksi disiplin sedang dapat berupa : a. Penundaan pemberian kompensasi

38 b. Penurunan tingkat kompensasi c. Penundaan promosi jabatan. 3. Sanksi Disiplin Ringan Sanksi disiplin ringan dapat berupa : a. Teguran lisan b. Teguran tertulis c. Pernyataan tidak puas secara tertulis. Sedangkan menurut A. A. Anwar Prabu Mangkunegara (2001 ; 131), pelaksanaan sanksi pelanggaran disiplin kerja dilakukan dengan cara : 1. Pemberian Peringatan Tujuan pemberian peringatan adalah agar pegawai yang bersangkutan menyadari pelanggaran yang telah dilakukannya. Disamping itu pula surat peringatan tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam penilaian kinerja pegawai. 2. Pemberian Sanksi Harus Segera Tujuannya adalah agar pegawai yang bersangkutan memahami pelanggaran yang dilakukannya. Kelalaian pemberian sanksi akan memperlemah disiplin yang ada dan memberi peluang pelanggar untuk mengabaikan disiplin perusahaan di kemudian hari. 3. Pemberian Sanksi Harus Konsisten

39 Tujuannya adalah agar pegawai sadar dan menghargai peraturan yang ada. Inkonsistensi pemberian sanksi akan berakibat adanya perasaan diskriminasi dan pengabaian disiplin oleh pegawai. 4. Pemberian Sanksi Harus Inpersonal Pemberian sanksi haruslah tidak membeda-bedakan pegawai, baik itu dari segi usia, jenis kelamin dan lain-lain. Tujuannya adalah agar pegawai menyadari bahwa disiplin kerja berlaku bagi semua pegawai dengan sanksi yang sudah ditetapkan sebelumnya. 2. 5. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Disiplin Kerja Karyawan Kondisi disiplin kerja dalam suatu organisasi atau perusahan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sudah dijelaskan sebelumnya. Sehingga A. A. Anwar Prabu Mangkunegara (2001 ; 136) menyimpulkan bahwa : 1. pembinaan disiplin kerja merupakan tanggung jawab pemimpin dalam suatu organisasi atau perusahaan 2. pembinaan disiplin kerja sangat tergantung pada keteladanan yang diberikan pemimpin 3. pembinaan disiplin kerja lebih efektif bila dilakukan dengan cara-cara persuasif bila dibandingkan dengan cara-cara pemaksaan 4. para karyawan akan mau berdisiplin bila kebutuhan karyawan dapat dipenuhi, baik kebutuhan material maupun non material

40 5. disiplin tidak dapat ditegakkan tanpa adanya keberanian pemimpin dalam mengambil tindakan kepada para karyawan yang indisipliner. Dari kesimpulan di atas dapat dipahami bahwa dalam kaitannya dengan penerapan disiplin kerja, peran pemimpin sangatlah vital. Oleh karena itu penerapan gaya kepemimpinan dalam organisasi atau perusahaan akan sangat berpengaruh, karena dalam suatu organisasi atau perusahaan, pemimpin berperan sebagai pembuat keputusan, pelaksana dan sebagai pengawas dalam kegiatan organisasi atau perusahaan. Penerapan gaya kepemimpinan yang efektif akan secara langsung berpengaruh terhadap perilaku karyawan, sehingga mereka mau bekerja sama dan menuruti perintah dari pemimpin, serta akan menimbulkan loyalitas dalam diri karyawan. Apabila karyawan sudah memiliki sikap kerja seperti ini maka secara langsung akan berpengaruh pada tercapainya tujuan organisasi atau perusahaan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Sikap kerja yang seperti ini akan membuat tingginya tingkat efektivitas dan efisiensi operasional organisasi atau perusahaan. Dan perlu juga diingat bahwa dalam menerapkan gaya kepemimpinan yang akan berpengaruh pada disiplin kerja karyawan, pemimpin harus menyesuaikan gaya kepemimpinannya dengan berbagai situasi yang mencakup tujuan organisasi, kemampuan yang dimiliki karyawan dan pemimpin itu sendiri dengan memperhatikan faktor komunikasi yang baik antara pimpinan dan karyawan. Dan yang terutama adalah bahwa pemimpin haruslah menjadi teladan yang baik bagi karyawan yang dipimpinnya.