4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 63/PRT/1993 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

BAB V ANALISIS HIDROLIKA DAN PERHITUNGANNYA

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU,

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD AYUNG

BAB III METODOLOGI. 3.2 Pengumpulan Data Pengumpulan data meliputi data primer maupun data sekunder Pengumpulan Data Primer

TINJAUAN BANTARAN BANJIR ACTUAL TERHADAP PP NO.38 TAHUN 2011 DAN PERATURAN MENTERI PU NO. 63 TAHUN 1993 DI SUNGAI BARABAI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 63/PRT/1993 TENTANG

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. air. Kota Medan dilintasi oleh beberapa sungai termasuk diantaranya Sungai Sei

dua benua dan dua samudera. Posisi unik tersebut menjadikan Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

BAB I PENDAHULUAN I-1

STUDI PENANGGULANGAN BANJIR KAWASAN PERUMAHAN GRAHA FAMILY DAN SEKITARNYA DI SURABAYA BARAT

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM

KAJIAN PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PAKERISAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Gambar 3.1 Daerah Rendaman Kel. Andir Kec. Baleendah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 27 TAHUN 2001 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI

1 BAB VI ANALISIS HIDROLIKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Studi Penanggulangan Banjir Kali Lamong Terhadap Genangan Di Kabupaten Gresik

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PETANU

NORMALISASI SUNGAI RANTAUAN SEBAGAI ALTERNATIF PENANGGULANGAN BANJIR DI KECAMATAN JELIMPO KABUPATEN LANDAK

Studi Penanggulangan Banjir Kali Lamong Terhadap Genangan di Kabupaten Gresik

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG

19 Oktober Ema Umilia

BAB III METODA ANALISIS. Wilayah Sungai Dodokan memiliki Daerah Aliran Sungai (DAS) Dodokan seluas

GENANGAN DI KABUPATEN SURABAYA

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai merupakan tempat atau habitat suatu ekosistem keairan terbuka yang berupa alur jaringan pengaliran dan

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

PERENCANAAN BENDUNGAN PAMUTIH KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN BAB I PENDAHULUAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN

PENERAPAN KOLAM RETENSI DALAM PENGENDALIAN DEBIT BANJIR AKIBAT PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN INDUSTRI

Bab 3 Metodologi. Setelah mengetahui permasalahan yang ada, dilakukan survey langsung ke lapangan yang bertujuan untuk mengetahui :

BAB I PENDAHULUAN - 1 -

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG S U N G A I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

III - 1 BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena curah hujan dan kejadian banjir di Kota Denpasar akhirakhir

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangkit utama ekosistem flora dan fauna.

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di saluran Ramanuju Hilir, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung.

IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS ABSTRAK

PENANGGULANGAN BANJIR SUNGAI MELAWI DENGAN TANGGUL

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III METODOLOGI. Mulai. Identifikasi Masalah. Identifikasi kebutuhan Data

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 18 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENGALIHAN ALUR SUNGAI DAN/ATAU PEMANFAATAN RUAS BEKAS SUNGAI

STUDI PENANGANAN BANJIR SUNGAI SAMBOJA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang akan digunakan untuk keperluan penelitian. Metodologi juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. berubah sebagian besar disebabkan oleh perilaku manusia. Salah satu akibat dari

BIOFISIK DAS. LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI

BAB I PENDAHULUAN. siklus hidrologi dengan mengembalikan limpasan sungai ke laut.

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

PERENCANAAN PENGENDALIAN BANJIR KALI BANGILTAK DAN KALI WRATI DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN NORMALISASI TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan - 1 -

TUGAS AKHIR Perencanaan Pengendalian Banjir Kali Kemuning Kota Sampang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG S U N G A I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

83 4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI 4.17.1. UMUM Perencanaan garis sempadan Kali Sememi untuk melindungi dan menjaga kelestarian sungai dengan menciptakan Kali Sememi yang bersih dan mengendalikan daya rusaknya, baik bagi alur sungainya sendiri maupun kawasan sekitarnya akibat banjir atau bencana lainnya. Harapannya, sungai selalu dapat berfungsi sesuai dengan kebutuhan. Sempadan sungai sering juga disebut dengan bantar an sungai. Namun, sebenarnya ada sedikit perbedaan, karena bantaran sungai adalah daerah pinggir sungai yang tergenangi air saat banjir ( flood plain). Bantaran sungai ini bisa juga disebut bantaran banjir. Sedang kan, sempadan sungai adalah daerah bantaran banjir ditambah lebar longsoran tebing sungai ( sliding) yang mungkin terjadi, lebar bantaran ekologis, dan lebar keamanan yang diperlukan terkait dengan letak sungai (misal areal permukiman dan non permukiman). Sempadan sungai (terutama di daerah bantaran banjir) merupakan daerah ekologi sekaligus hidrolis sungai yang maha penting. Sempadan sungai tidak dapat dipisahkan dengan badan sungai -nya (alur sungai), karena secara hidrolis dan ekologis merupakan satu kesatuan. Secara hidrolis sempadan sungai merupakan daerah bantaran banjir yang berfungsi memberikan kemungkinan luapan air banjir ke samping kanan kiri sungai. Sehingga, kecepatan air ke hilir dapat dikurangi, energi air dapat diredam di sepanjang sungai, serta erosi tebing dan erosi dasar sungai dapat dikurangi secara simultan. Di samping itu, sempadan sungai merupakan daerah tata air sungai yang mempunyai mekanisme inflow ke sungai dan outflow ke air tanah. Proses inflow-outflow tersebut merupakan proses konservasi hidrolis sungai dan air tanah pada umumnya. Secara ekologis sempadan sungai merupakan habitat dimana komponen ekologi sungai berkembang. Tipe sungai dengan bantaran banjir ( flood plain) terutama ditemukan pada sungai di daerah tengah (midstream) bagian akhir sampai memasuki daerah hilir ( downstream). Di daerah tengah ( midstream) sampai hulu, penentuannya harus didasarkan pada pertimbangan kontur geografis -morfologis masing-

84 masing penggal sungai, pertimbangan hidrologis seperti tinggi muka air banjir, longsoran tebing sungai serta faktor ekologis dan keamanan. Potongan melintang alami sungai ( natural cross section) mutlak diperlukan untuk penetapan lebar sempadan sungai ini. Lebar bantaran banjir (terkait dengan tinggi muka air banjir) dapat ditentukan secara geografis dengan melihat peta, kontur dan potongan melintang penggal sungai yang bersangkutan. Lebar longsor ditentukan berdasarkan jenis tanah pada tebing sungai berikut sudut sliding-nya. Lebar ekologi dapat ditent ukan dengan menginventarisasi jenis vegetasi pinggir sungai yang ada, sehingga secara biologis dapat ditemukan keterkaitan vegetasi pada bantaran banjir dan ekologi. Lebar ekologi sungai adalah selebar zone penyanggah vegetasi di luar bantaran banjir yang erat hubungannya dengan vegetasi bantaran sungai yang bersangkutan. Secara teknis lebar keamanan sungai ini diambil sesuai tingkat resiko banjir dan longsor. Di daerah padat penduduk lebar keamanan harus lebih besar dari pada di daerah jarang penduduk. Nam un secara sosial umumnya justru berkebalikan. Karena desakan pemukiman di daerah padat justru sulit diterapkan lebar keamanan sungai yang lebih besar dari pada di daerah tanpa penghuni. Penetapan garis sempadan sungai ini penting sebagai preventif menanggulangi banjir, longsoran tebing, dan erosi sungai yang ada, serta mencegah sedini mungkin perkembangan pemukiman yang banyak menjarah daerah sempadan sungai. Pada masa mendatang perlu dipikirkan kemungkinan penetapan sempadan sungai sebagai daerah cagar al am sungai, sehingga bencana akibat kerusakan lingkungan sungai bisa ditekan seminimal mungkin. 4.17.2. KONSEP PENANGANAN MASALAH SEMPADAN DI KALI SEMEMI Perencanaan garis sempadan Kali Sememi dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut: 1. Melakukan survey lapangan dan inventory data ke Kali Sememi yaitu sepanjang 5,3 km dari hilir.

85 2. Pengumpulan data antara lain: Peta elevasi tanah dan topografi Kota Surabaya. Peta digital antara lain: peta administrasi, peta jaringan sungai, d an lain lain. Data pengukuran Kali Sememi, meliputi penampang melintang sungai dan potongan memanjang sungai. Data hidrologi, meliputi data curah hujan dari stasiun pengukur hujan terdekat maupun data stasiun hujan. 3. Data jumlah penduduk Kota Surabaya. 4. Melakukan analisa hidrologi, antara lain analisa hujan rancangan dan analisa debit banjir rancangan untuk menentukan tinggi muka air banjir, dalam hal ini debit banjir rancangan yang digunakan untuk perencanaan garis sempadan adalah dengan kala ulang 10 tahun. 5. Melakukan analisa hidrolika, yaitu menghitung tinggi muka air pada tiap penampang Kali Sememi dengan menggunakan program Hec Ras. 6. Setelah itu melakukan ploting elevasi muka air banjir ke tiap gambar potongan melintang sungai untuk mengetahui lebar dataran banjir. 7. Merencanakan garis sempadan sungai berdasarkan peraturan perundangan tentang garis sempadan. 8. Ploting batas garis sempadan sungai pada potongan melintang sungai dan pada peta situasi/ plan. 9. Ploting batas daerah penguasaan sungai berdasarkan elevasi muka air banjir (mab), yaitu lebar dataran banjir ditambah dengan lebar daerah retensi banjir.

86 4.17.3 PERENCANAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI Peraturan perundangan yang dijadikan pedoman perencanaan garis sempadan antara lain: 1. Perencanaan lebar sempadan sungai di daerah pemukiman dan luar pemukiman berbeda. Dalam peraturan mengenai sempadan sungai, pada Keppres Nomor 32 Tahun 1990 dan PP No 47/1997 menetapkan bahwa lebar sempadan pada sungai besar di luar permukiman minimal 100 meter dan pada anak sungai besar minimal 50 m di kedu a sisinya. Untuk daerah permukiman, lebar bantaran adalah sekadar cukup untuk jalan inspeksi, 10-15 m. 2. PP No 47/1997 juga menetapkan bahwa lebar sempadan sungai bertanggul di luar daerah permukiman adalah lebih dari 5 m sepanjang kaki tanggul. Sedang lebar sempadan sungai yang tidak bertanggul di luar permukiman dan lebar sempadan sungai bertanggul dan tidak bertanggul di daerah permukiman, ditetapkan berdasarkan pertimbangan teknis dan sosial ekonomis oleh pejabat berwenang. 3. Menurut Peraturan Menteri Peker jaan Umum Nomor: 63/PRT/1993, tentang garis sempadan sungai, daerah manfaat sungai, daerah penguasaan sungai dan bekas sungai, kriteria penetapan garis sempadan sungai terdiri dari: a. Sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan. b. Sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan. c. Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan. d. Sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan. Garis sempadan sungai bertanggul ditetapkan sebagai berikut: a. Di luar kawasan perkotaan sekurang -kurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar kaki tanggul. b. Di dalam kawasan perkotaan sekurang -kurangnya 3 (tiga) meter di sebelah luar kaki tanggul.

87 Garis sempadan sungai tidak bertanggul ditetapkan dengan kriteria: a. Untuk sungai besar (dengan luas DAS 500 km 2 ), garis sempadan adalah sekurang-kurangnya 100 m dari tepi sungai. b. Untuk sungai kecil (dengan luas DAS 500 km 2 ), garis sempadan adalah sekurang-kurangnya 50 m dari tepi sungai. Garis Sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan didasarkan kriteria : a. Sungai dengan kedalaman tidak lebih dari 3 m, garis sempadan adalah sekurang-kurangnya 10 m dari tepi sungai. b. Sungai dengan kedalaman lebih dari 3 m sampai dengan 20 m, garis sempadan adalah sekurang-kurangnya 15 m dari tepi sungai. c. Sungai dengan kedalaman lebih dari 2 0 m, garis sempadan adalah sekurang-kurangnya 30 m dari tepi sungai. Pengertian istilah-istilah yang dipakai dalam Peraturan Menteri PU tersebut dapat dilihat pada Bab I pasal 1, antara lain: a. Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. b. Garis sempadan sungai adalah garis batas luar pengamanan sungai. c. Daerah sempadan adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai buatan, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. d. Daerah sempadan danau/waduk adalah kawasan tertentu di sekeliling danau/waduk yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau/waduk. e. Daerah manfaat sungai adalah mata air, palung sungai dan daerah sempadan yang telah dibebaskan.

88 f. Daerah penguasaan sungai adalah dataran banjir, daerah retensi, bantaran atau daerah sempadan yang tidak dibebaskan. g. Bekas sungai adalah sungai yang ti dak berfungsi lagi. h. Tepi sungai adalah batas luar palung sungai yang mempunyai variasi bentuk seperti tergambar dalam lampiran peraturan ini. i. Kawasan perkotaan adalah wilayah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawas an sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, layanan sosial dan kegiatan ekonomi. j. Tanggul adalah bangunan pengendali sungai yang dibangun dengan persyaratan teknis tertentu untuk melindungi daerah sekitar sun gai terhadap limpasan air sungai. k. Banjir rencana adalah banjir yang kemungkinan terjadi dalam kurun waktu tertentu. Selanjutnya perencanaan sempadan Kali Sememi dilakukan dengan mengacu pada peraturan perundangan tersebut dan ditinjau dari beberapa aspek s ebagai berikut: 1. Sempadan Kali Sememi bukan merupakan daerah perkotaan. Kali Sememi mengalir melewati Kecamatan Benowo yang secara administratif berada di Kotamadya Surabaya dan berbatasan dengan Kabupaten Gresik. Definisi daerah perkotaan adalah wilayah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, layanan sosial dan kegiatan ekonomi. Se dangkan di Kecamatan Benowo, sebagian besar wilayahnya adalah lahan pertambakan dan perkebunan/tegalan. 2. Kali Sememi merupakan sungai yang bertanggul alami yang dibuat oleh masyarakat dengan tujuan mengamankan daerah pertambakan terhadap Luberan Kali Sememi. Bangunan tanggul terdapat di sepanjang Kali Sememi, dan untuk kepentingan keamanan dan kelestarian vegetasi maka

89 lebar garis sempadan direncanakan lain atau tidak sesuai dengan kriteria sempadan sungai yang tidak bertanggul. 3. Penggunaan lahan di daerah tepi atau bantaran Kali Sememi ada yang untuk pemukiman dan non pemukiman ( Tambak Garam, ladang, kolam ikan, semak dan rumput). 4. Tepi sungai ditentukan berdasarkan data elevasi tebing kanan dan tebing kiri Kali Sememi dari hasil survey pengukuran atau data pengukuran penampang melintang maupun memanjang Kali Sememi yang diperoleh dari Dinas Pengairan Propinsi Jawa Timur. Dengan mempertimbangkan aspek -aspek tersebut di atas, penetapan garis sempadan di Kali Sememi adalah sebagai berikut: 1. Dengan kondisi sungai yang bertanggul, dan letak sungai di luar pemukiman (>5 m), maka lebar sempadan sungai direncanakan 5 m diukur dari tepi Terluar Tanggul sungai. 2. Dengan kondisi sungai yang bertanggul, dan letak sungai berada dekat dengan pemukiman maka lebar sempadan ditetapkan 5 m diukur dari tepi terluar tanggul sungai. Langkah-langkah penetapan garis sempadan di Kali Sememi dapat dilihat pada bagan alir yang disajikan pada Gambar 3.1. Hasil perencanaan beserta kriteria penetapan lebar garis sempadan dapat dilihat pada Lampiran 1.

90 4.17.4 PERENCANAAN DAERAH PENGUASAAN KALI SEMEMI Menurut Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 pada Bab I Pasal 1, pengertian daerah penguasaan sungai adalah dataran banjir, daerah retensi, bantaran atau daerah sempadan yang tidak dibebaskan. Selanjutnya pemanfaatan daerah penguasaan sungai diatur menurut Pasal 16 sebagai berikut: 1. Masyarakat dapat memanfaatkan lahan di daerah penguasaan sungai untuk kegiatan atau keperluan tertentu sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 15 (ayat 3). 2. Izin pemanfaatan lahan di daerah penguasaan sungai yang berada di daerah sempadan, diberikan oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 (ayat 2). 3. Izin pemanfaatan lahan di daerah penguasaan sungai yang berada di luar daerah sempadan, diberikan oleh Gubernur, Kepala Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini daerah penguasa an sungai untuk Kali Sememi direncanakan sebagai berikut: 1. Elevasi muka air banjir yang digunakan untuk merencanakan daerah dataran banjir yang merupakan bagian dari daerah penguasaan sungai adalah berdasarkan debit banjir rencana 10 tahunan yang dianalisa dengan program Hec Ras. 2. Selanjutnya elevasi muka air banj ir diplotkan ke gambar potongan melintang sungai/cross section dan peta situasi. Sehingga dapat diketahui lebar dataran banjir. 3. Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Sememi merupakan kawasan yang pernah terjadi banjir, sehingga ada yang direncanakan sebagai daer ah retensi banjir. Mungkin bila pada waktu yang akan datang terjadi banjir di Kali Sememi seperti debit dengan kala ulang 10 tahun tersebut, maka di lokasi -lokasi yang terkena genangan banjir di sarankan untuk dibangun tanggul. Selanjutnya garis sempadan sungai direvisi dengan ditetapkan 5 m dari kaki tanggul

91 sebelah luar serta dibangun 6 kolam retensi untuk menampung luberan kali sememi, sehingga daerah penduduk, jalan tol Surabaya-Gresik dan Jalan Rel Kereta Api terhindar dari genangan air. 4. Dengan demikian daerah penguasaan Kali Sememi terdiri dari lebar dataran banjir dan lebar sempadan sungai sepanjang Kali Sememi selebar 5 meter dari tanggul terluar dan 6 kolam retensi. 4.17.5 PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI Setelah melakukan perencanaan garis sepadan Kali Sememi seperti di atas maka tahap selanjutnya adalah: 1 Ploting batas garis sempadan sungai pada potongan melintang sungai pada peta situasi atau plan. 2 Ploting batas daerah penguasaan sungai berdasarkan elevasi muka air banjir (mab), yaitu lebar dataran banjir ditambah dengan lebar daerah retensi banjir. Contoh pada patok 1 Pemetaan Selanjutnya dari patok 1 sampai patok 53 dapat dilihat di lampiran 1 yakni tentang Cross section kali sememi maupun pemetaan dari atas.