BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus

BAB 1V PENUTUP. sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: yaitu Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor

PERAN KEMENTERIAN KEUANGAN DALAM PEMULIHAN ASET TINDAK PIDANA KORUPSI

Dr. W. Riawan Tjandra, S.H., M.Hum. Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta

1. Beberapa rumusan pidana denda lebih rendah daripada UU Tipikor

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Aset. Aset Negara. Aset Tindak Pidana. Pemulihan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

BAB III PENUTUP KESIMPULAN. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

Instrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Korupsi

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 13 Mei Agustus 2013

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat. disimpulkan sebagai berikut:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PERATURAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime.

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No kementerian/lembaga tanpa pernyataan dirampas, serta relevansi harga wajar benda sitaan Rp300,00 (tiga ratus rupiah) yang dapat dijual

A. KESIMPULAN. Penggunaan instrumen..., Ronny Roy Hutasoit, FH UI, Universitas Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPATKOMISI III DPR RI DENGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2010/122, TLN 5164]

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesepuluh, Penelusuran Aset Penelusuran Aset. Modul E-Learning 3

2014, No c. bahwa dalam praktiknya, apabila pengadilan menjatuhkan pidana tambahan pembayaran uang pengganti, sekaligus ditetapkan juga maksimu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

II. TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III HASIL PENELITIAN KESEIMBANGAN SANKSI PIDANA KURUNGAN SEBAGAI SANKSI PENGGANTI SANKSI PIDANA DENDA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Oleh : Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia KEMENTRIAN HUKUM DAN HAM RI

2017, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5698); 2. Undang-Undang N

Kementerian PPNBappenas

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Bag.I. HUBUNGAN SISTEM PEMASYARAKATAN DENGAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM LAINNYA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Di Indonesia, tindak pidana ko. masyarakat dan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Public Review RUU KUHP

DHAHANA PUTRA DIREKTORAT JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN, KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I

PENEGAKAN HUKUM. Selasa, 24 November

BAB III PENUTUP. (Berita Acara Pelaksanaan Putusan Hakim) yang isinya. dalam amar putusan Hakim.

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu lembaga negara yang ada di Indonesia adalah Badan Pemeriksa

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI TANGGAL 18 JULI 2006

KESEPAKATAN BERSAMA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 01/KB/I-VIII.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan negara khususnya di bidang penuntutan namun demikian Kejaksaan juga

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG

PENANGANAN KEJAHATAN ALIRAN DANA PERBANKAN, KORUPSI DAN PENCUCIAN UANG. Oleh : Yenti Garnasih

Revisi UU KPK Antara Melemahkan Dan Memperkuat Kinerja KPK Oleh : Ahmad Jazuli *

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMBUKTIAN TERBALIK MENGENAI PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI

KAJIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN YANG DILAKUKAN PEREMPUAN (STUDI DI POLRESTA SURAKARTA) JURNAL

Transkripsi:

BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kendala yang mempengaruhi sulitnya upaya pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi, termasuk juga pembayaran Uang Pengganti dan Uang Denda dipengaruhi oleh faktor substansi peraturan perundangundangan, struktur kelembagaan aparat penegak hukum dan budaya hukum.pada aspek substansi, kendala dimaksud adalah adanya perbedaan tentang konsep klasifikasi delik, ketidakseragaman pengertian keuangan negara, perbedaan persepsi mengenai keuangan negara dan delik formil. Selain itu, sering terjadi perhitungan kerugian negara yang variatif atau beragam. Kondisi yang demikian tentu menimbulkan ketidakpastian hukum dan menyulitkan implementasi pengembalian kerugian keuangan negara. Dalam hal penelusuran aset (asset recovery) dan penyitaan, kendala yang dihadapi adalah masalah substansi hukum yaitu belum adanya peraturan perundang-undangan yang mendukung optimalisasi penyitaan terhadap harta kekayaan yang diduga didapat secara tidak sah. Pada aspek struktur, kelembagaan pemberantasan korupsi masih terbilang lemah implementasi penerapan hukum. Pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dalam hal upaya pengembalian kerugian keuangan negara, aparat kejaksaan selaku eksekutor masih kurang maksimal. Selain petugas, sarana dan prasarana yang terbatas.jaksa selaku eksekutor juga kesulitan melacak aset yang sudah dipindah tangankan dan disembunyikan oleh pelaku koruptor. Pada aspek budaya hukum, masyarakat masih apatis dan permisif dengan keengganan melaporkan aset para koruptor bahkan melindungi dan melakukan demo pada saat akan dilakukan eksekusi aset perolehan hasil korupsi. Di sisi lain budaya aparatur penegak hukum juga belum mampu 298

menghindarkan diri dari pengaruh korupsi dan kolusi dengan pihak yang tersangkut perkara. Hal ini semakin memperburuk citra penegakan hukum di masyarakat. 2. Persoalan hukum pengembalian aset perolehan hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan pada eksekusi uang denda dan uang penggantisudah menjadi persoalan sejak dulu sampai sekarang. Setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap serta diharuskannya menyerahkan harta bendanya untuk menutup pembayaran uang pengganti terpidana tidak mampu membayarnya, harta bendanya sudah dipindah tangankan dan disembunyikan sejak awal, terpidana bahkan sengaja memilihhukuman subsider penjara. Dibutuhkan cara untuk menyelesaikan masalah tersebut yaitu dengan cara menerapkan sita jaminan pada proses penyidikan dan penuntutanyang bertujuan untuk menjaga keutuhan keberadaan harta atau harta kekayaan tergugat selama proses pemeriksaan perkara berlangsung sampai perkara memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap. Upaya hukum sita jaminanini dilakukan untuk menjaga agar tidak ada itikad buruk (bad faith) untuk berusaha melepaskan diri dan mengelak memenuhi tanggung jawab membayar Uang Pengganti dan Denda sesuai putusan pengadilan yang merupakan kewajibannya. Penerapan Sita Jaminan didasarkan juga kepada perwujudan kepastian, keadilan dan kemanfaatan. Terdapat hubungan kausalitas penerapan Sita Jaminan dengan prinsip-prinsip perlindungan hukum. Perlindungan hukum dimaksud disini adalah kepentingan negara dalam rangka pengembalian kerugian keuangan negara yang hilang akibat tindak pidana korupsi. Ditinjau dari segi kemaslahatan, Sita Jaminan mencerminkan utility yang sangat tinggi, dengan meminimalkan kemudaratan (kesengsaraan), akibat perilaku tindak pidana korupsi yang telah menghilangkan hak-hak ekonomi masyarakat. 299

3. Kehadiran Sita Jaminan dalam proses kelembagaan pemberantasan korupsi menjadi suatu keniscayaan, mengingat penerapan Sita Jaminan ini telah mendapatkan argumentasi teoretis dan sebagai perluasan makna conservatoir beslag dalam hukum acara perdata untuk kemudian diterapkan dalam hukum acara pidana. Konsep sita jaminan (conservatoir beslag) sebagaimana yang dikenal dalam hukum perdata tersebut, dapat dikembangkan dalam hal sebagai jaminan untuk pelaksanaan pidana uang pengganti dalam perkara tindak pidana korupsi.perluasan penyitaan yang penulis maksud adalah menerapkan konsep sita jaminan (conservatoir beslag) sebagaimana yang dikenal dalam hukum perdata. Sita Jaminan dilaksanakan pada saat proses penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang sudah ada tersangkanya dan memiliki minimal dua alat bukti. Pelaksanaannya adalah dengan meminta ijin Pengadilan Negeri. Konsep sita jaminan dimasukkan dalam revisi pasal-pasal penyitaan pada Undang-Undang Pemberantasan Korupsi dan RUU Perampasan Aset. Dalam pelaksanaan asset recovery, suatu sistem untuk identifikasi, klasifikasi, penyimpanan, pengelolaan, dan pelepasan mutlak diperlukan. Identifikasi dan klasifikasi terkait dengan proses penelurusan aset (asset tracing) yang dilakukan pada tahap penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi untuk kemudian menjadi dasar bagi berlakunya sita jaminan yang akan dilakukan. Adapun penyimpanan, pengelolaan dan pelepasan terkait dengan lembaga penyimpangan aset hasil tindak pidana korupsi yang independen, dan transparan.selanjutnya, dalam rangka meningkatkan sinergitas kelembagaan pemberantasan tindak pidana korupsi maka harus pula didukung dengan adanya lembaga penyimpangan aset hasil tindak pidana korupsi yang independen, dan transparan. Dengan adanya lembaga penyimpanan aset akan lebih mendayagunakan dan mengamankan kerugian keuangan negara. Ketika putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, dan atas perolehan harta kekayaan yang didapatkan dari tindak pidana korupsi 300

dinyatakan dirampas oleh negara, maka akan lebih memudahkan secara teknik operasional adiministratif untuk dimasukkan sebagai salah satu Penerimaan Negara Non APBN. B. Implikasi 1. Implikasi Teoretis Dari uraian terdahulu diketahui bahwa berbagai faktor baik yuridis maupun praktis telah mempengaruhi kemampuan aparat penegak hukum dalam upaya pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi, khususnya tentang pembayaran uang denda dan uang pengganti dalam rangka asset recoveryhasil perolehan tindak pidana korupsi.di sisi lain ketentuan internasional UNCAC 2003 yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2006 telah membuka peluang bagi sistem hukum Indonesia untuk mengadopsi prinsip in rem dalam revisi undang-undang pemberantasan korupsi dan RUU Perampasan Aset. Konsep sita jaminan yang dahulunya digunakan untuk hukum perdata diadopsi untuk diterapkan pada hukum pidana. Hal ini bukan pertama kali dilakukan, akan tetapi konsep uang denda dan uang pengganti yang digunakan dalam hukum perdata sudah lebih dahulu di adopsi dalam undang-undang KUHP dan Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juga dikenal dengan penyitaan terhadap benda, namun penyitaan yang diatur adalah hanya menyangkut harta benda yang terkait dengan tindak pidana korupsi. Dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak mengatur penyitaan terhadap harta kekayaan lain dari pelaku tindak pidana korupsi yang didapatkan secara sah sebagai jaminan pembayaran pidana pengganti. Tindakan Negara dalam pengaturan pengembalian aset tindak pidana korupsidengan menerapkan konsep sita jaminan adalah berdasarkan keadilan umum (justitia generalis), keadilan menurut kehendak undang-undang yang harus ditunaiikan demi kepentingan umum. Ilmu hukum pidana harus selalu berkembang dan 301

seiring dengan perkembangan kejahatan. Hukum jangan sampai tertinggal oleh kejahatan. Oleh sebab itu dengan penelitian ini ada pembaharuan melalui pengembangan ilmu dan paradigma penegakan hukum tindak pidana korupsi.manfaat dari penelitian ini bisa diajdikan bahan ajar dan naskah akademik perbaikan undang-undang korupsi dan harmonisasi undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi. 1. Implikasi Praktis Hakikat pengembalian kerugian keuangan negara hasil tindak pidana korupsi sebagai kebajikan sosial tercermin dalam hukum dan penegakan hukum yang mengatur pengembalian kerugian keuangan negara hasil tindak pidana korupsi untuk membantu, mendukung dan memberdayakan institusi negara dalam mengembalikan aset hasil tindak pidana korupsi. Selanjutnya guna penegakan hukum tindak pidana korupsi dipandang perlu dalam revisiundang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan RUU Perampasan Aset dimasukkan ketentuan tentang penerapan sita jaminan dengan pendekatan in rem, selain tentunya pemidanaan terhadap pelaku tetap diberlakuan dengan ancaman hukum yang maksimal. Keberlakuan sita jaminan dalam pembayaran pidana pengganti juga akan menjamin pengembalian kerugian keuangan negara. Untuk itu, dalam penerapan pidana uang pengganti, maka akan lebih mudah jika penetapan uang pengganti disamakan dengan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan. Dengan demikian dengan penerapan sita jaminan pada proses penyidikan dan penuntutan, lebih menjamin proses pengembalian aset perolehan hasil korupsi menjadi optimal. Dalam rangka mengintegrasikan penerapan sita jaminan ini, maka harus pula diimbangi dengan kelembagaan pemberantasan korupsi yang mengedepankan sinergitas koordinasi antara lembaga penegak hukum. Koordinasi bagi suatu institusi merupakan hal yang sangat vital untuk dilakukan, terlebih lagi dalam hal penegakan hukum tindak pidana korupasi di antara aparat penegak hukum dalam sistem peradilan pidana Criminal Justice 302

System. Begitupun dengan lembaga penyimpanan aset, harus pula dibentuk suatu lembaga khusus yang permanen dalam kaitannya dengan penyelematan keuangan negara. Dengan hadirnya lembaga ini, maka penyimpanan atas segala harta kekayaan yang didapatkan dari tindak pidana korupsi yang selama ini dilakukan oleh berbagai lembaga penegak hukum, disatukan dalam lembaga khusus penyimpanan aset. A. Rekomendasi Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan sumbangsarannya yakni sebagai berikut: 1. Aspek kelembagaan penegak hukum tindak pidana korupsi ditingkatkan sarana, parasarana dan gajinya agar dapat bekerja dengan baik dalam rangka asset tracingdan asset recovery dalam rangkamengembalikan kerugian keuangan negara akibat korupsi. Peraturan-perundang-undangan yang mengatur tentang asset recovery hasil tindak pidana korupsi harus ada kepastian, sehingga penyidik dan penuntut umum pada saat melakukan penyitaan dan eksekusi aset para koruptor tidak pernah ragu dan ambigu. Sinergitas antara kelembagaan penegak hukum pemberantasan tindak pidana korupsi yang terkait dengan implementasi asset tracing sebagai bagian asset recovery. Dalam rangka menerapkan sita jaminan diperlukan kesatuan pelaksanaan tugas di antara aparat penegak hukum yang terjalin dalam criminal justice system (Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman) ditambah dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. Pertukaran informasi dan data yang didapatkan selalu dikonfirmasikan di antara aparat penegak hukum melalui saluran koordinasi yang efektif. Diperlukan perubahan dan perbaikan substansi hukum yang berkaitan dengan pengembalian aset perolehan hasil tindak pidana korupsi dengan memasukkan konsep sita jaminan pada peraturan perundang-undangan pemberantasan dan perampasan aset korupsi. Mengajak peran serta aktif masyarakat dalam memerangi tindak pidana 303

korupsi dengan cara menjadi pelapor kejadian tindak pidana korupsi dan juga melaporkan aset yang dimiliki para koruptor kepada para penegak hukum. 2. Diperlukan pengaturan penerimaan berlakunya penerapan Sita Jaminan dalam sistem peradilan pidana tindak pidana korupsi. Dengan demikian, maka terhadap Pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusiaserta Dewan perwakilan Rakyat dalam hal ini komisi III yang sedang membahasrancangan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Rancangan Undang Undang Perampasan Aset yang mengatur tentang asset recoveryperolehan hasil tindak pidana korupsi perlu dikaitkan dengan asset tracing dan sita jaminan sebagai satu kesatuan. Keberlakuan Sita Jaminan juga diterapkan dalam penjaminan pembayaran uang denda dan uang pengganti. Dengan demikian, akan menimbulkan kepastian penerimaan pembayaran uang denda dan uang pengganti sebagai perolehan penerimaan negara non Anggaran Perencanaan Belanja Negara (APBN). 3. Sita Jaminan diterapkan pada saat proses penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi. Kelembagaan sita jaminan, dalam melaksanakan asset recovery, diperlukan suatu sistem untuk identifikasi, klasifikasi, penyimpanan, pengelolaan, dan pelepasan aset. Identifikasi dan klasifikasi terkait dengan proses penelurusan aset (asset tracing) yang dilakukan pada tahap penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi untuk kemudian menjadi dasar bagi berlakunya sita jaminan yang akan dilakukan. Dibutuhkan peraturan yang konsekwen dijalankan seperti LHKPN, dan Data Pajak yang sangat diperlukan sebagai basis data. Diperlukan juga lembaga pengelolaan dan penyimpanan aset hasil tindak pidana korupsi yang dibentuk secara khusus oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan Ham bekerja sama dengan Direktorat Perbendaharaan Negara bekerjasama dengan menyiapkan Peraturan perundangannya serta kelembagaanya. Hadirnya lembaga penyimpanan aset sekaligus juga mengintegrasikan berbagai kewenangan penyimpanan asset yang selama ini tersebar dalam berbagai lembaga penegak hukum. 304