BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek kajian dalam penelitian ini adalah topeng dari grup band Slipknot. Untuk mempermudah penelitian, maka objek kajian tersebut akan ditelisik dan dianalisis melalui media audiovisual berupa DVD dari performers band metal Slipknot, KnotFest Somerset Amphitheater, Somerset, Wisconsin 18 Agustus 2012. Sehingga nantinya dapat dilihat seperti apa mitologi mistisme dari topeng Slipknot. 3.2 Paradigma Penelitian Membahas mengenai pengertian tentang paradigma, yang dimaksud paradigma penelitian adalah dasar kepercayaan seseorang dalam melakukan penelitian baik yang mencakup objek penelitian, metode penelitian, dan hasil penelitiannya. Seperti yang dijelaskan Agus Salim, 93 adalah basis kepercayaan utama atau metafisika dari sistem berpikir; basis dari ontologi, epistemologi, dan metodologi. Dalam penelitian ini digunakan Paradigma Kritis (Critical Paradigm). Paradigma Kritis adalah semua teori sosial yang mempunyai maksud dan implikasi praktis dan berpengaruh terhadap perubahan sosial. Paradigma ini tidak sekedar melakukan kritik terhadap ketidakadilan sistem yang dominan yaitu sistem sosial kapitalisme, melainkan suatu paradigma untuk mengubah sistem dan struktur tersebut menjadi lebih adil. Bagi paradigma kritis tugas ilmu sosial adalah 93 Agus Salim, 2006, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, Yogyakarta:Tiara Wacana, Hlm. 96 71
72 justru melakukan penyadaran kritis masyarakat terhadap sistem dan struktur sosial yang cenderung mendehumanisasi atau membunuh nilai-nilai kemanusiaan. 94 Proses dehumanisasi sering melalui mekanisme kekerasan, baik fisik dan paksaan, maupun melalui cara yang halus, di mana keduanya bersifat struktural dan sistemik. Sebagian besar kekerasan terselenggara melalui proses hegemoni, yakni dalam bentuk mendoktrin dan memanipulasi cara pandang, cara berpikir, ideologi, kebudayaan seseorang atau sekelompok orang, di mana semuanya sangat ditentukan oleh orang yang mendominasi. Seperti halnya dalam penelitian ini, maka digunakan paradigma kritis yang hendak membongkar mitologi dari topeng Slipknot, sehingga menyadarkan masyarakat dan pengidola bahwa ada realitas yang tersembunyi di balik penggunaan topeng tersebut. Topeng Slipknot juga menghadirkan kesan yang seram dan sangar, juga menghadirkan ritual berhala yang seakan mendewakan karakter sang topeng untuk simbol keberuntungan. Semua itu mengandung magis dan membawa pencinta band Slipkont untuk lebur dalam citra atau realitas abadi dari mistisme topeng. 3.3 Metode Penelitian Metode yang akan digunakan dalam penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor dalam buku Moleong mengemukakan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat 94 Mansour Fakih. 2001. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hlm.7
73 diamati. 95 Sehingga dalam tesis ini menggunakan data-data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari simbol-simbol di dalam aksi panggung band metal Slipknot. Pendekatan kualitatif yang digunakan adalah melalui metode semiotika, yaitu semiotika Roland Barthes, karena metode tersebut merupakan konsep mitos yang relevan dengan keberadaan topeng yang dalam sejarahnya telah dipandang dan dipersonifikasikan memiliki unsur magis, sehingga tidak lepas dari ideologi mistisme. Penelitian deskriptif ini juga bertujuan untuk menyusun tanda-tanda mistisme dalam topeng dengan menggunakan metode semiotika dan menjelaskan mitologi mistisme dari topeng Slipknot. Prinsip semiotika menurut Roland Barthes yang merupakan penerus pemikiran Saussure ini, meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan order of signification, mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal). Di sinilah titik perbedaan Saussure dan Barthes meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah signifier-signified yang diusung Saussure. Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu mitos yang menandai suatu masyarakat. Mitos menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem sign-signifier-signified, tanda tersebut 95 Lexy J. Moleong. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hlm.3
74 akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan menjadi mitos. Gambar 3.1 Semiotika Menurut Barthes. 96 Tatanan Pertama Tatanan Kedua Realitas Tanda Kultur Gambar 3.2 Second-order Semiological System. 97 Bahasa MITOS 1. Signifier 2. Signified (Penanda) (Petanda) 3. Denotative Sign (Tanda Denotatif) 5. Connotative 4. Connotative Signifier Signified (Petanda (Penanda Konotatif) Konotatif) 6. Connotative Sign (Tanda Konotatif) 96 Benny H. Hoed. Loc.Cit 97 Roland Barthes. Loc.Cit
75 Dalam menelaah tanda, kita dapat membedakannya dalam dua tahap. Pada tahap pertama, tanda dapat dilihat latar belakangnya pada (1) penanda dan (2) petandanya. Tahap ini lebih melihat tanda secara denotatif. Tahap denotasi ini baru menelaah tanda secara bahasa. Dari pemahaman bahasa ini, kita dapat masuk ke tahap kedua, yakni menelaah tanda secara konotatif. Pada tahap ini konteks budaya, misalnya, sudah ikut berperan dalam penelaahan tersebut. Barthes juga menggunakan istilah expression (bentuk, ekspresi, untuk signifikasi) dan content (isi, untuk signifiè). Secara teoritis bahasa sebagai sistem memang statis. Sehingga dalam tesis ini, topeng yang berarti perlengkapan/fashion panggung, ini disebutnya bahasa sebagai first order. Namun bahasa sebagai second ordernya mengijinkan topeng sebagai tanda mengemban makna-makna ke arah mistisme, seperti kecurigaan awal yaitu menunjukkan kilauan kenikmatan duniawi melalui konser panggungnya, namun menutupi dosa duniawi yang mengintai. Lapisan kedua ini yang disebut konotasi. 3.4 Unit Analisis Unit analisis dalam tesis ini adalah tanda yang berkaitan dengan penampilan personil band Slipknot di atas panggung, namun hanya diarahkan kepada topeng ataupun make-up yang menjadi wajah dari personil Slipknot. Sehingga akan ditelaah makna di balik penciptaan dan penggunaan topeng dari seluruh personil band Slipknot, yang nantinya akan diarahkan kepada mitologi mistisme.
76 3.5 Teknik Pengumpulan Data Data-data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data tersebut dijabarkan sebagai berikut: 1. Data Primer Data primer adalah data utama yang akan digunakan dalam proses penelitian. Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dari observasi audiovisual dari penampilan topeng-topeng band Slipknot, KnotFest 18 Agustus 2012. 2. Data Sekunder Sumber data sekunder yaitu data yang mendukung di dalam melakukan interpretasi terhadap konstruksi makna semiotik dalam mitologi mistisme dari topeng Slipknot, dalam hal ini dilakukan dengan mencari sumber-sumber kepustakaan yang relevan seperti buku, jurnal, website, diskusi bersama praktisi dan lain-lain. 3.6 Teknik Analisis Data Dalam melakukan analisis, peneliti menggunakan analisis model Roland Barthes yang menggunakan dua tahap signifikan dalam melakukan penganalisaan terhadap benda. Roland Barthes dalam melakukan kajian terhadap tanda menggunakan tahapan-tahapan sebagai berikut. Tahap pertama tahap signifikasi denotasi, dalam tahapan ini hubungan antara signifier dan signified dalam sebuah tanda pada realitas eksternal, yaitu makna paling nyata dengan tanda. Sedangkan dalam tahap kedua, tahap ini dinamakan tahap konotasi. Dalam tahap ini akan
77 terjadi jika si penafsir akan bertemu dengan emosi serta nilai-nilai kebudayaan yang ada. 98 Dalam definisi lain, penanda (signifier) adalah citraan atau kesan mental dari sesuatu yang bersifat verbal atau visual, seperti suara, tulisan atau tanda. Sedangkan petanda (signified) adalah konsep abstrak atau makna yang dihasilkan oleh tanda. 99 Yasraf mengemukakan bahwa denotasi adalah hubungan eksplisit antara tanda dengan referensi atau realitas dalam pertandaan. Sedangkan konotasi adalah aspek makna yang berkaitan dengan perasaan dan emosi serta nilai-nilai kebudayaan dan ideologi. 100 Adapun langkah-langkah untuk menganalisa tanda bekerja dalam penelitian ini adalah langkah-langkah analisa berdasarkan peta Roland Barthes. 101 Gambar 3.3 Peta Roland Barthes 1. SIGNIFIER 2. SIGNIFIED (PENANDA) (PETANDA) 3. DENOTATIVE SIGN (TANDA DENOTATIF) 4. CONNOTATIVE SIGNIFIER (PENANDA KONOTATIF) 5. CONNOTATIVE SIGNIFIED (PETANDA KONOTATIF) 6.CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF) Dari peta Barhtes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain hal tersebut merupakan unsur material; hanya jika anda mengenal tanda sign barulah konotasi seperti harga 98 Alex Sobur. Op.Cit. Hlm.128 99 Yasraf Amir Pilang, Hipersemiotika;Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna, (Bandung; Julsutra,2003). Hlm. 20 100 Yasraf Amir Pilang, Ibid. Hlm. 16-18 101 Paul Cobley & Litza Jansz. Introducing Semiotics. (NY: Totem Books, 1999) Hlm. 51
78 diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin. Jadi, dalam konsep Barthes benda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Pada saat bersamaan tanda denotatif adalah juga penanda konotatif. Sesungguhnya inilah sumbangan Barthes yang sangat berarti penyempurnaan semiologi Seusure, yang berhenti pada penandaan dalam tataran denotatif.