BAB I PENDAHULUAN. sudah dinyatakan punah pada tahun 1996 dalam rapat Convention on

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. daratan Asia, tepatnya di sepanjang pegunungan Himalaya. Sudah hidup

BAB I. Pendahuluan. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam hayati merupakan unsur unsur alam yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

BAB I PENDAHULUAN. ( 17/8/ % Spesies Primata Terancam Punah)

BAB I PENDAHULUAN. dan fauna yang tersebar diberbagai wilayah di DIY. Banyak tempat tempat

UPAYA PEMERINTAH MELESTARIKAN KEBERADAAN SATWA LANGKA YANG DILINDUNGI DARI KEPUNAHAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1994 Tentang : Lembaga Konservasi Tumbuhan Dan Satwa Liar

Berikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi habitat lebih dari 1539 jenis burung. Sebanyak 45% ikan di dunia,

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERBURUAN BURUNG, IKAN DAN SATWA LIAR LAINNYA

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

I. TINJAUAN PUSTAKA. pertanggungjawaban pidana harus jelas terlebih dahulu siapa yang dipertanggungjawabkan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.79/Menhut-II/2014 TENTANG PEMASUKAN SATWA LIAR KE TAMAN BURU DAN KEBUN BURU

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Konflik Manusia Satwa Liar, Mengapa Terjadi? yang ditulis

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

SMP NEGERI 3 MENGGALA

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.39/Menhut-II/2012 TENTANG

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

BAB I PENDAHULUAN. dan satwa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Menurut rilis terakhir dari

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 Hewan primata penghuni hutan tropis

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. tujuan wisata bagi rombongan study tour anak-anak PAUD (Pendidikan Anak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa,

Peta Ancaman dan Analisis Kebijakan Perlindungan Orangutan

Lex Crimen Vol. IV/No. 3/Mei/2015. Kata kunci: Perlindungan hukum, hewan lindung.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Perancangan Green Map Kebun Binatang Surabaya guna. memudahkan Informasi Wisatawan BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemilihan Studi. Permainan menurut Joan Freeman dan Utami Munandar (dalam Andang

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III

BAB 1. Pendahuluan. Gambar 1.1 Persebaran Populasi Orangutan di Pulau Kalimantan 2

ASSALAMU ALAIKUM WR. WB. SELAMAT PAGI DAN SALAM SEJAHTERA UNTUK KITA SEKALIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 06 TAHUN 2004

SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA ACARA MEMPERINGATI HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN SATWA BURUNG DAN IKAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 TENTANG PERBURUAN SATWA BURU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Salam Sejahtera Om Swastiastu

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan cenderung berpusat pada masalah pencemaran dan bencana-bencana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obyek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan atau aktivitas dan fasilitas

I. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

2 Indonesia Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3544); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA, BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. bagi keseimbangan ekosistem alam. Seiring dengan kegiatan manusia yang terus

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yang semakin meningkat mengandung resiko pencemaran dan. yang menjadi pendukung kehidupan manusia telah rusak.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kepariwisataan di Kota Surabaya. KBS merupakan satu-satunya

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nom

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Hubert Forestier dan Truman Simanjuntak (1998, Hlm. 77), Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hewan langka di Indonesia yang masuk dalam daftar merah kelompok critically

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,

PELESTARIAN BAB. Tujuan Pembelajaran:

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN,

BENTUK-BENTUK DAN PERLINDUNGAN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DI INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia diberi anugerah oleh Tuhan Yang Maha Esa berupa

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, jumlah populasi manusia semakin meningkat. Di Indonesia kepadatan penduduknya mencapai 200 juta jiwa lebih. Kebutuhan akan tempat dan lahan sebagai tempat hidup dan tempat tinggal menjadi semakin tinggi. Hal ini yang menyebabkan banyak pembukaan lahan baru yang dipakai untuk tempat tinggal dan lahan pertanian oleh manusia, sehingga menyebabkan banyak hewan yang kehilangan tempat tinggal atau tersingkir dari habitat aslinya. Hal ini dapat kita lihat dari Harimau Jawa yang sudah dinyatakan punah pada tahun 1996 dalam rapat Convention on International Trade in Endegered Species di Florida, Amerika Serikat. 1 Keberadaan satwa-satwa pada masa kini banyak yang terancam punah akibat keberadaan manusia yang semakin hari semakin banyak. Terancam punahnya satwa-satwa tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh populasi manusia, akan tetapi perilaku manusia itu sendiri juga ikut mengambil bagian dalam keadaan ini, seperti menyelundupkan bayi orangutan ke luar negeri. Pada saat penangkapan orangutan tersebut pemburu membunuh induknya yang berusaha melindungi anaknya dari buruan para pemburu. Tidak hanya itu saja, dalam pemeliharaan, satwa yang dipelihara masyarakat tidak memenuhi standar, sehingga satwa tersebut terjangkit 1 www.sinarharapan.co.id, Merry Magdalena, Harimau Jawa,betulkah sudah punah?, 19 april 2009 1

2 berbagai penyakit dan mati. Sebanyak 40% satwa liar yang diperdagangkan mati akibat proses penagkapan yang menyakitkan, pengangkutan yang tidak memadai, kandang sempit dan makanan yang kurang. 2 Di samping itu, kebakaran hutan yang disebabkan oleh bencana alam ataupun perbuatan manusia turut memperburuk kondisi ini, banyak satwa yang mati terpanggang, dan satwa yamg masih hidup kehilangan habitat atau tempat tinggalnya. Kasus terakhir yang sangat mengejutkan adalah matinya harimau Sumatra yang ada di kebun binatang Jambi, yang kemudian dibantai dan dikuliti oleh orang yang belum diketahui identitasnya. Padahal harimau tersebut satu-satunya harimau yang ada di kebun binatang Taman Rimba Jambi. Diperkirakan sebanyak 300.000 jenis satwa liar atau sekitar 17% satwa di dunia terdapat di Indonesia, walaupun luas Indonesia hanya 1,3% dari luas daratan dunia. Indonesia merupakan negara yang paling banyak memiliki kekayaan mamalia (515 jenis) dan menjadi habitat dari sekitar 1539 jenis burung, dan sebanyak 45% ikan di dunia, hidup di Indonesia. Meskipun kaya, namun Indonesia dikenal juga sebagai negara yang memiliki daftar panjang tentang satwa liar yang terancam punah. Saat ini jumlah jenis satwa liar Indonesia yang terancam punah adalah 147 jenis mamalia, 114 jenis burung, 28 jenis reptil, 91 jenis ikan dan 28 jenis invertebrata (IUCN, 2003). Perdagangan satwa liar menjadi ancaman serius bagi kelestarian satwa liar Indonesia. Lebih dari 95% satwa yang dijual di pasar adalah hasil tangkapan 2 http://www.profauna.org/content/id/fakta_satwa.html, kamis, 27 agustus 2009, pukul 14.13

3 dari alam, bukan hasil penangkaran. Lebih dari 20% satwa yang dijual di pasar mati akibat pengangkutan yang tidak layak. Berbagai jenis satwa dilindungi dan terancam punah masih diperdagangkan secara bebas di Indonesia. 3 Para ahli memperkirakan, jika tidak diambil tindakan untuk melindungi satwa-satwa tersebut, maka akan punah dalam kurun waktu yang tidak lama. Untuk itu diperlukan adanya upaya dari pemerintah dan masyarakat untuk melindungi satwa-satwa tersebut. Maka dari itu sangat diperlukan adanya keseriusan dari Pemerintah dalam menyelamatkan satwasatwa liar terutama satwa-satwa yang berada diambang kepunahan, dengan membuat suatu Peraturan Pemerintah yaitu Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Dalam hal ini Pemerintah juga ikut berperan penting dalam menyelamatkan satwa-satwa liar dari kepunahan. Dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 ini diharapkan adanya perlindungan hukum bagi satwa-satwa yang berada di ambang kepunahan. Salah satu wadah untuk menyelamatkan satwa-satwa tersebut adalah kebun binatang, karena salah satu fungsi dari kebun binatang ialah ikut dalam upaya konservasi satwa. Hak dan kewajiban kebun binatang di Indonesia telah diatur dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1998 tentang Lembaga Konservasi Tumbuhan dan Satwa Liar. 3 Ibid

4 Dari fungsi kebun binatang tersebut di atas, timbul pertanyaan, apakah fungsi kebun binatang yang sebenarnya sudah benar-benar dilaksanakan atau tidak, karena pada kenyataannya banyak kebun binatang yang hanya di fungsikan sebagai tempat wisata dan mengambil keuntungan materil dari keberadaan kebun binatang tersebut. Berdasarkan permasalahan tersebut sudah seharusnyalah pemerintah dan para pengelola kebun binatang juga masyrakat lebih memperhatikan fungsi sebenarnya dari kebun binatang itu. Hal ini di maksud agar binatang yang ada di tiap kebun binatang tidak lagi di terlantarkan, sehingga penulisan ini diberi judul : Aspek Hukum Peran Serta Kebun Binatang Seruling Emas Dalam Konservasi Satwa Berdasarkan PP No. 8 Tahun 1999 di Banjarnegara. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana peran dari kebun binatang Seruling Emas dalam upaya konservasi satwa yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar di Banjarnegara? C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui, mengkaji, dan menganalisa bagaimana peranan dari kebun binatang Seruling Emas dalam upaya konservasi satwa yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar di Banjarnegara.

5 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum khususnya dibidang hukum lingkungan tentang peran serta kebun binatang dalam upaya konservasi sumber daya alam hayati berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di Banjarnegara. 2. Bagi masyarakat, hasil ini diharapkan dapat memberi pengetahuan kepada masyarakat bahwa ketentuan mengenai peran kebun binatang dalam konservasi sumber daya alam hayati sudah diatur dalam Undang- Undang, sehingga masyarakat dapat mengawasi pelaksanaan keberadaan kebun binatang. 3. Bagi peneliti, hasil ini dapat menambah wawasan bagi peneliti tentang peran serta kebun binatang dalam upaya konservasi sumber daya alam hayati berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di Banjarnegara dan untuk mendapatkan gelar kesarjanaan dari Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta. E. Keaslian Penelitian Penulisan hukum dengan judul Aspek Hukum Peran Serta Kebun Binatang Seruling Emas Dalam Konservasi Satwa Berdasarkan PP No. 8 Tahun 1999 Di Banjarnegara merupakan hasil karya asli penulis, bukan merupakan duplikasi maupun plagiasi dari hasil karya penulis lain. Jika

6 penulisan hukum atas skripsi ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik dan / atau sanksi hukum yang berlaku. F. Batasan Konsep 1. Aspek Hukum adalah sudut pandang mempertimbangkan sesuatu yang didasarkan dari hukum atau suatu aturan yang berlaku dalam masyrakat. 2. Peran Serta merupakan salah satu bentuk dari partisipasi. Unsur-unsur peran serta adalah: 4 a. tersedianya suatu kesempatan bagi masyarakat untuk mengemukakan pendapat dan pikirannya terhadap pokok-pokok kebijaksanaan pemerintah b. dengan demikian, adanya suatu kesempatan bagi masyarakat melakukan diskusi dengan pemerintah, c. dalam batas-batas yang wajar, diharapkan bahwa hasil diskusi tersebut dapat mempengaruhi dalam mengambil keputusan. Peran serta merupakan hal untuk ikut memutus. 3. Dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Pasal 1 angka 2, arti konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya 4 Isharyanto, Analisis Politik Hukum Partisipasi Masyarakat dalam Sistem Anggaran Daerah, 2007, hal.15

7 dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Undang-Undang No. 5 tahun 1990 Pasal 1 angka 7, Satwa Liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Hukum Jenis penelitian dalam usulan penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu mengkaji norma-norma yang berlaku yang meliputi peraturan perundang-undangan. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder. Dalam penulisan ini penulis mengkaji norma-norma hukum positif yang berupa peraturan perundang- Undangan yang berkaitan dengan konservasi satwa. 2. Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian hukum normatif ini adalah data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. a. Bahan Hukum Primer Peraturan Perundang-undangan (i) Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

8 (ii) Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar (iii) Peraturan Menteri Kehutanan No.P.53/Menhut-II/2006 Tentang Lembaga konservasi b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku-buku (literatur), website, artikel / majalah, maupun pendapat para ahli (doktrin) yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. 3. Metode Pengumpulan Data a. Dengan cara wawancara secara langsung pada pihak-pihak yang bersangkutan dalam memecahkan masalah yang ada dalam penelitian dengan pedoman wawancara secara terbuka ataupun tidak. b. Dengan cara studi kepustakaan dengan melakukan pengumpulan data dari perundang-undangan, buku-buku, literatur, serta dokumendokumen yang terkait dengan pokok permasalahan yang diteliti dan selanjutnya dipelajari sebagai satu kesatuan yang utuh. 4. Metode Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Analisis kualitatif adalah analisis dengan menggunakan ukuran kualitatif. Analisis dengan ukuran kualitatif adalah analisis yang dilakukan dengan memahami dan merangkai data yang dikumpulkan secara sistematis sehingga diperoleh gambaran yang nyata mengenai persoalan yang diteliti. Proses penalaran dalam menarik kesimpulan

9 digunakan metode berfikir deduktif yaitu menarik kesimpulan dari hal-hal yang umum untuk menyelesaikan suatu perkara yang khusus. 5. Narasumber a. Kepala Dinas Kehutanan Banjarnegara b. Kepala Kebun Binatang Seruling Emas Banjarnegara c. Masyarakat pengunjung kebun binatang Seruling Emas ( 10 orang ) 6. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun binatang Seruling Emas di kabupaten Banjarnegara. H. Sistematika Penulisan Usulan Penelitian Hukum Bab I Pendahuluan, berisi tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian, Batasan Konsep, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. Bab II Pembahasan, berisi tentang tinjauan Pustaka dan pembahsan. Pembahsan terdiri dari Peran Kebun Binatang dalam Menjalankan Konservasi, Kendala dan Upayayang dilakukan oleh Kebun Binatang tersebut. Bab III Penutup, berisi tentang Kesimpulan dan Saran.