Besarnya dampak positif yang dihasilkan dari industri pariwisata telah mendorong setiap daerah bahkan negara di dunia, untuk menjadikannya sebagai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 92 TAHUN 2000 TENTANG

KAJIAN KESESUAIAN KAWASAN SITU BABAKAN DAN SITU MANGGABOLONG SEBAGAI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. pulau dengan luas daratan km2 dan luas perairan km2.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

KRITERIA PENGEMBANGAN DESA SLOPENG SEBAGAI DESA WISATA DI KABUPATEN SUMENEP MIRA HAWANIAR

BAB V KESIMPULAN. transportasi telah membuat fenomena yang sangat menarik dimana terjadi peningkatan

PUSAT BUDAYA BETAWI DI KAWASAN SRENGSENG SAWAH, JAKARTA SELATAN

PUSAT PENGEMBANGAN KESENIAN BETAWI DI SITU BABAKAN SRENGSENG SAWAH JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. menjangkau kalangan bawah. Masyarakat di sekitar obyek-obyek wisata

BAB I PENDAHULUAN. Winda Inayah W L2B

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kekayaan alam yang berlimpah termasuk di dalamnya

BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Rifki Muhammad Audy M. Baiquni Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. dan memenuhi kepentingan politis pihak yang berkuasa sari negara yang di

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,

PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN REKREASI PANTAI KARTINI REMBANG Penekanan Desain Waterfront

BAB I PENDAHULUAN. negara/wilayah baik alam maupun budaya ini, kini semakin berkembang pesat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan

POTENSI WISATA BUDAYA DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN KELURAHAN SRENGSENG SAWAH KECAMATAN JAGAKARSA KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN

I-1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2015 ANALISIS POTENSI EKONOMI KREATIF BERBASIS EKOWISATA DI PULAU TIDUNG KEPULAUAN SERIBU

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu


I. PENDAHULUAN. andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata.

TAMAN REKREASI SERULINGMAS DI BANJARNEGARA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I 1

BAB I PENDAHULUAN. nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata- mata untuk menkmati

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. yang bersifat terpusat (sentralistik) berubah menjadi desentralisasi melalui

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. terbentuklah Kabupaten Natuna dengan kota Ranai sebagai pusat

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah, Cilacap

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Perbandingan Temuan dengan Proposisi

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi komoditas yang mempunyai peran penting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata.

1. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

PERANCANGAN PROMOSI DALAM BENTUK CETAK UNTUK PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Alasan Pemilihan Judul. Kebudayaan daerah merupakan aset yang cukup penting bagi pengembangan

BAB I LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini merupakan paparan pendahuluan yang menunjukkan gejala-gejala

BAB I PENDAHULUAN. berdiri dimasing-masing daerah yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

INPUT PROSES OUTPUT PERENCANAAN ARSITEKTUR FENOMENA. Originalitas: Kawasan Perkampungan Budaya Betawi, terletak di srengseng

BAB I PENDAHULUAN. Adanya destinasi pariwisata merupakan salah satu bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penenlitian

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana pariwisata dapat menunjang sektor lainnya. Dimana dari Pariwisata negara atau

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi Masyarakat Dalam, Inta Sulisdiyanti, FKIP, UMP, 2017

perkampungan Setu Babakan dengan jumlah penduduk 2564 jiwa dan jumlah KK 743

PENGEMBANGAN TAMAN REKREASI DI LOKAWISATA BATURADEN

PENDAHULUAN Latar Belakang

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah , 2014 Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di. Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis dan maritim yang kaya akan sumber

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. lakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. dan adat istiadatnya inilah yang menjadi kekayaan Bangsa Indonesia, dan suku Karo

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terus meningkat dan merupakan kegiatan ekonomi yang bertujuan

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. berkembangnya pembangunan daerah. Provinsi Lampung merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki ribuan pulau. Hal ini

KAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat baik bila industri ini dapat dikelola dan dikembangkan secara

PARTISIPASI KELOMPOK USAHA SOUVENIR REBO LEGI DALAM SISTEM PARIWISATA DI KLASTER PARIWISATA BOROBUDUR TUGAS AKHIR. Oleh : GRETIANO WASIAN L2D

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata, yang didapat dari mata uang asing yang dikeluarkan oleh wisatawan

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara universal, seni pertunjukan adalah karya seni yang melibatkan aksi

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Peta wilayah Indonesia Sumber:

BAB II TINJAUAN ASET WISATA DAN PEMUKIMAN TRADISIONAL MANTUIL 2.1. TINJAUAN KONDISI DAN POTENSI WISATA KALIMANTAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. 1.2 Tujuan dan Sasaran

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

RENCANA PENGELOLAAN LANSKAP PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI DI SETU BABAKAN-SRENGSENG SAWAH, KECAMATAN JAGAKARSA-JAKARTA SELATAN OLEH: SITTI WARDININGSIH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pada setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. andalan utama dalam menghasilkan devisa di berbagai Negara. Indonesia

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. buatan dan peninggalan sejarah. Wilayah Kabupaten Sleman terdapat banyak

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang semakin arif dan bijaksana. Kegiatan pariwisata tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di Indonesia, pariwisata telah dianggaap sebagai salah satu sektor ekonomi

BAB I PENDAHULUAN Konteks Masalah

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam era otonomi daerah saat ini, setiap daerah dituntut kemandiriannya dalam mengatur dan mengurus urusan pemerintahan daerahnya. Dengan kata lain, setiap daerah harus mampu meningkatkan pembangunan daerahnya sendiri tanpa mengharapkan bantuan dari pemerintah pusat. Untuk itu setiap pemerintah daerah harus jeli dan kreatif dalam memanfaatan potensi atau sumber daya yang dimiliknya, sehinggat dapat berkembang secara optimal guna kepentingan kesejahteraan masyarakatnya. Salah satu potensi atau sumber daya tersebut adalah aset daerah. Aset daerah merupakan sumber daya yang sangat penting bagi suatu daerah. Aset daerah dapat menjadi sumber pembiayaan pembangunan daerah, apabila aset tersebut mampu dikelola dan dikembangkan secara optimal. Tetapi sebaliknya, aset daerah juga dapat menjadi beban bagi pembangunan daerah apabila tidak dikelola secara optimal, karena pada umumnya aset daerah memerlukan biaya baik untuk operasional ataupun untuk pemeliharaannya. (Subambang, 2004). Sektor Pariwisata adalah salah satu sektor ekonomi yang mempunyai peranan yang cukup penting dan strategis dalam pembangunan daerah. Pariwisata adalah salah satu kegiatan sektor ekonomi yang mampu memberikan keuntungan yang sangat besar antara lain membuka kesempatan kerja, menambah pendapatan daerah, menambah devisa negara, merangsang pertumbuhan kebudayaan asli daerah dan menunjang gerak pembangunan di daerah. (Spillane, 1989). Selain itu pariwisata juga memiliki dampak multiplier efek yang sangat luas, tidak saja karena kegiatannya yang bersifat lintas sektor, tetapi implikasinya yang luas dan multidimensi terhadap berbagai aspek kehidupan, karena di dalamnya terkait dengan ekonomi, sosial, politik, dan budaya. (http://www.kompas. com/kompascetak). Besarnya dampak positif yang dihasilkan dari industri pariwisata telah mendorong setiap daerah bahkan negara di dunia, untuk menjadikannya sebagai

2 sektor ekonomi andalan. Begitupun halnya dengan kota Jakarta, pariwisata merupakan sektor andalan pengganti non migas. Jakarta memiliki potensi dan peluang yang sangat besar untuk mengembangkan industri pariwisata. Selain karena kedudukannya yang strategis yakni sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia sekaligus sebagai pusat pemerintahan, Jakarta juga memiliki potensi pariwisata berupa warisan budaya, khususnya budaya Betawi, yang memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi. Budaya Betawi adalah salah satu warisan budaya yang diakui keberadaannya sebagai budaya asli Jakarta. Budaya Betawi yang merupakan gabungan dari berbagai unsur budaya di seluruh Indonesia bahkan luar negeri, memiliki jenis yang sangat beragam dan menarik. Tidak saja berbentuk kesenian seperti seni musik, seni tari dan seni drama, tetapi juga dalam bentuk-bentuk lainnya seperti adat istiadat, tradisi, seni berpakaian, arsitektur bangunan, ragam hias, makanan, kue, minuman dan sebagainya. Namun keragaman jenis budaya dan tradisi Betawi tersebut saat ini nampaknya sudah semakin berkurang atau bahkan hilang dari pola kehidupan masyarakat kota Jakarta, khususnya masyarakat Betawi itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh pengaruh kehidupan kosmopolitan yang arah budayanya cenderung akulturasi global, sehingga esensi budaya lokal (local genius) yang ada mulai terkikis baik dalam aspek kehidupan budaya maupun adat istiadat. (Lemtek UI, 2001). Dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan aset situ, menangkap peluang pariwisata serta melestarikan dan mengembangkan warisan budaya dan tradisi Betawi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menetapkan kawasan Situ Babakan sebagai Perkampungan Budaya Betawi. Kebijakan tersebut melalui Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 92 Tahun 2000 tentang Penataan Lingkungan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Kotamadya Jakarta Selatan yang kemudian diperkuat dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2005 tentang Penetapan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Kotamadya Jakarta Selatan. Kebijakan penetapan kawasan Situ Babakan sebagai Perkampungan Budaya Betawi bukan tanpa alasan yang kuat. Sebab berdasarkan hasil penelitian

3 Lembaga Teknologi Tahun 2001, menyatakan bahwa mayoritas penduduk di kawasan Situ Babakan adalah masyarakat Betawi yang masih cukup kukuh memegang teguh adat budayanya. Selain itu kawasan tersebut juga didukung dengan potensi lingkungan yang masih cukup asri (Lemtek UI, 2001). Di dalam Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 92 Tahun 2000, dijelaskan bahwa fungsi Perkampungan Budaya Betawi tidak saja sebagai sarana pelestarian dan pengembangan budaya Betawi, tetapi juga sebagai sarana pariwisata. Menurut Jansen Verbeker dalam Burton (1995), suatu lingkungan kepariwisataan harus memenuhi tiga fasilitas yaitu fasilitas primer, fasilitas sekunder dan fasilitas kondisional. Fasilitas primer adalah fasilitas utama yang merupakan daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke daerah objek wisata baik yang bersifat leissure setting maupun activity place.. Fasilitas sekunder bukan merupakan fasilitas utama namun menjadi komponen penting dari suatu lokasi wisata seperti rumah makan/restoran. Sedangkan fasilitas kondisional merupakan fasilitas yang memberikan kemudahan bagi wisatawan untuk menjangkau daerah atau objek wisata seperti kemudahan transportasi dan akomodasi. Sebagai suatu lingkungan pariwisata, Perkampungan Budaya Betawi telah memenuhi tiga fasilitas seperti yang diungkapkan Jansen Verbeker. Pertama, Perkampungan Budaya Betawi memiliki ciri khusus yang menjadi daya tarik utamanya, yaitu merupakan satu-satunya objek wisata di Jakarta yang lokasinya menyatu dengan lingkungan permukiman masyarakat. Sehingga dengan demikian wisatawan dapat secara langsung menjumpai aktivitas keseharian masyarakat Betawi berupa ngederes, latihan pukul (beksi), memancing, menjala ikan, berdagang, sampai kepada kegiatan memasak/membuat kue, makanan dan minuman khas Betawi seperti kerak telor, laksa, toge goreng, bir pletok dan sebagainya. Wisatawan juga dapat menikmati hiburan berupa atraksi Budaya Betawi. Kedua, di Perkampungan Budaya Betawi terdapat rumah makan atau warung-warung dan pedagang yang menyediakan aneka makanan dan minuman khas Betawi seperti toge goreng, laksa, soto Betawi, gado-gado dan sebagainya..

4 Dan ketiga, Perkampungan Budaya Betawi berada di kawasan yang sudah memiliki aksesibilitas yang cukup baik. Kondisi jalan menuju Perkampungan Budaya Betawi cukup memadai dengan lebar jalan antara 6 8 meter dan dilengkapi dengan sarana angkutan umum yang cukup. Namun ketersediaan fasilitas primer, sekunder dan kondisional tersebut nampaknya belum mampu menarik wisatawan dari berbagai wilayah di Jakarta. Walaupun menurut perhitungan Pengelola Perkampungan Budaya Betawi jumlah wisatawan cukup besar dan meningkat dari tahun ke tahunnya, (dapat dilihat pada tabel 1.1.), tetapi berdasarkan hasil penelitian Setyaningrum (2005) dan Wardiningsih (2006) ternyata mayoritas wisatawan yang berkunjung ke Perkampungan Budaya Betawi adalah masyarakat setempat yang tujuannya hanya untuk melihat-lihat saja dan waktu kunjungan sekitar 1 sampai 2 jam saja. Padahal menurut Yoeti (1996), suatu objek wisata selain dapat menarik wisatawan sebanyak-banyaknya juga harus mampu menahan wisatawan selama-lamanya dan mendorong wisatawan untuk belanja sebanyak-banyaknya. Menurut Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2005, luas Perkampungan Budaya Betawi adalah 289 HA yang terdiri dari 224 HA milik masyarakat setempat dan 65 HA milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dari luas 65 HA tersebut, 20 HA merupakan luas Situ Babakan, 16 HA luas Situ Manggabolong dan sisanya merupakan bantaran di sepanjang Situ Babakan. Sedangkan pengembangan Perkampungan Budaya Betawi saat ini baru mencapai 0,8% dengan luas lahan 4000 M2 ditambah luas dua masjid yaitu At Taubah (±300M2) di RW. 08 dan Masjid Baitul Makmur (±1900 M2) di Rukun Warga 07. Dengan demikian, jika dibandingkan dengan luas Perkampungan Budaya Betawi secara keseluruhan ataupun luas lahan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, maka dapat dikatakan bahwa pengembangan Perkampungan Budaya Betawi saat ini masih teramat kecil. Perkampungan Budaya Betawi merupakan aset yang berfungsi sebagai sarana pariwisata. Sebagai aset sekaligus sarana pariwisata, Perkampungan Budaya Betawi harus dapat dikelola dan dikembangkan secara optimal agar mampu memberikan menfaat yang sebesar-besarnya, baik bagi masyarakat

5 maupun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sebagaimana yang diamanatkan dalam otonomi daerah. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu belum optimalnya pengembangan dan pemanfaatan Perkampungan Budaya Betawi sebagai aset pariwisata. 1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang dikemukakan tersebut, dapat disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1) Bagaimanakah kondisi unsur unsur pariwisata Perkampungan Budaya Betawi? 2) Faktor faktor apa saja yang dapat mempengaruhi pemanfaatan Perkampungan Budaya Betawi sebagai aset pariwisata? 1.4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1) Mengetahui kondisi unsur-unsur pariwisata Perkampungan Budaya Betawi. 2) Mengetahui dan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan Perkampungan Budaya Betawi sebagai aset pariwisata. 1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sejumlah manfaat/kegunaan antara lain: 1) Secara teoritis/akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah atau memperkaya khasanah kepustakaan khususnya mengenai pengelolaan aset wisata, khususnya dalam Program Pascasarjana Kajian Pengembangan Perkotaan Kekhususan Manajemen Aset Perkotaan. 2) Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan yang bermanfaat bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam

6 menentukan kebijakan pengembangan Perkampungan Budaya Betawi sebagai aset pariwisata. 1.6. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Penelitian ini berjudul faktor faktor yang mempengaruhi pemanfaatan Perkampungan Budaya Betawi sebagai aset pariwisata. Secara khusus penelitian ini ingin mengetahui kondisi unsur unsur pariwisata Perkampungan Budaya Betawi dan faktor faktor yang mempengaruhi pemanfaatan Perkampungan Budaya Betawi sebagai aset pariwisata. Dengan demikian analisis yang dilakukan terbatas hanya pada kondisi unsur unsur pariwisata dan faktor faktor yang mempengaruhi pemanfaatan Perkampungan Budaya Betawi sebagai aset pariwisata. Adapun luas area yang menjadi penelitian ini adalah seluas area pengembangan yang ada saat ini yaitu Komplek Pengelola Perkampungan Budaya Betawi (4000 M2), Situ Babakan dan sekitarnya. 1.7. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I : Merupakan Pendahuluan penelitian yang terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Pertanyaan Penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian serta Sistematika Penulisan. Bab II : Merupakan Gambaran Umum Perkampungan Budaya Betawi. Bab III : Merupakan Tinjauan Pustaka, terdiri dari Kerangka Teori, Kerangka Berfikir dan Konsep Operasional. Bab IV : Merupakan Metodologi Penelitian yang terdiri dari Disain Penelitian, Populasi dan Sampel, Tehnik Pengambilan Sampel, Jenis Data dan Pengumpulan Data, Pengolahan Data dan Penyajian Data, dan Metode Analisis Data serta Hipotesis. Bab V : Merupakan Hasil dan Pembahasan Bab VI : Merupakan Kesimpulan dan Saran