BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 4 DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yang padat. Pada penelitian ini menggunakan semen Holcim yang

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A.

(Fv). Setelah dilakukan pengujian pendahuluan dilanjutkan dengan pengujian

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek

BAB III METODE PENELITIAN

PEMERIKSAAN KANDUNGAN BAHAN ORGANIK PADA PASIR. Volume (cc) 1 Pasir Nomor 2. 2 Larutan NaOH 3% Secukupnya Orange

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram)

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Pelaksanaan Penelitian Proses pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini: Mulai

material lokal kecuali semen dan baja tulangan. Pembuatan benda uji, pengujian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemeriksaan Kadar Air Agregat Halus (Pasir) Tabel 1. Hasil Analisis Kadar Air Agregat Halus (Pasir)

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB IV METODE ANALISIS

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Salah satunya adalah Metode UJI MATERIAL GEDUNG melalui suatu pelatihan khusus.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit

BAB III METODE PENELITIAN

dengan menggunakan metode ACI ( American Concrete Institute ) sebagai dasar

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

MODUL PRAKTIKUM MATERIAL KONSTRUKSI

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

PENGUJIAN KUAT LENTUR PANEL PELAT BETON RINGAN PRACETAK BERONGGA DENGAN PENAMBAHAN SILICA FUME

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

4. Gelas ukur kapasitas maksimum 1000 ml dengan merk MC, untuk menakar volume air,

BAB V HASIL PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bahan atau Material Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. 3.1.Ruang Lingkup

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Konstruksi Fakultas Teknik Universitas Lampung. Benda uji dalam

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR

BAB III LANDASAN TEORI

III. METODE PENELITIAN. Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini mengenai perbandingan hasil uji

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III METODE PENELITIAN MULAI PERSIAPAN ALAT & BAHAN PENYUSUN BETON ANALISA BAHAN PENYUSUN BETON

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV ANALISA PENELITIAN

PENGARUH BAHAN TAMBAHAN PLASTICIZER TERHADAP SLUMP DAN KUAT TEKAN BETON Rika Sylviana

Laporan Tugas Akhir Kinerja Kuat Lentur Pada Balok Beton Dengan Pengekangan Jaring- Jaring Nylon Lampiran

PEMANFAATAN KAWAT GALVANIS DIPASANG SECARA MENYILANG PADA TULANGAN BEGEL BALOK BETON UNTUK MENINGKATKAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

TINJAUAN KUAT TEKAN DAN KERUNTUHAN BALOK BETON BERTULANG MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR. Naskah Publikasi

HASIL PENELITIAN AWAL (VICAT TEST) I. Hasil Uji Vicat Semen Normal (tanpa bahan tambah) Penurunan (mm)

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA LABORATORIUM DAN DATA HASIL PENGUJIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini adalah semen PCC merk

III. METODE PENELITIAN. diameter 15 cm dan tinggi 30 cm, dan benda uji balok beton dengan panjang

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN PENAMBAHAN KAWAT YANG DIPASANG LONGITUDINAL DI BAGIAN TULANGAN TARIK.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTACT. iii KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN. xii DAFTAR GAMBAR. xiii DAFTAR TABEL. xvi DAFTAR GRAFIK I-1

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

Transkripsi:

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tinjauan Umum Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental dan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bahan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.Tahap awal pelaksanaan penelitian berupa pemeriksaan bahan meliputi pemeriksaan atau pengujian terhadap bahan agregat kasar dan halus, setelah pemeriksaan bahan dilakukan dan memenuhi standart maka dilanjutkan dengan pembuatan benda uji. Penelitian ini variabel yang digunakan adalah variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu variasi persentase serat bendrat (0%; 0,50%; 1,0%; 1,50%; dan 2,0%) sementara variabel terikat dalam penelitian ini yaitu agregat lainnya seperti abu sekam padi, semen, pasir, kerikil dan air. Benda uji akan diuji dengan uji kuat tekan dan kuat lentur. Pengujian kuat tekan menggunakan benda uji berbentuk silinder yang berukuran 15 cm x 30 cm dan untuk uji kuat lentur menggunakan balok 8 cm x 12 cm x 100 cm, Masing-masing variasi persentase serat 0%; 0,5%; 1%; 1,5%, dan 2%. Berjumlah 3 buah per persentase serat, dapat dilihat pada tabel 3.1 dan 3.2. Pengujian direncanakan dilakukan setelah beton benda uji berumur 28 hari. Pembebanan akan dihentikan apabila defleksi yang terjadi dirasa sudah cukup besar. Data yang digunakan yaitu analisis statistik menggunakan program Microsoft Excel. 32

33 Tabel 3.1. Jumlah Dan Kode Benda Uji Kuat Lentur Balok Beton Bertulang Bahan Tambah Serat Bendrat Dan Abu Sekam Padi No. Kadar Serat Kadar Abu Kode Jumlah Bendrat (%) Sekam Padi Benda Uji Benda Uji 1 0 % 0% BB-0 3 2 0 % 10% BS-0 3 3 0,5% 10% BB-0,5 3 4 1 % 10% BB-1,5 3 5 1,5% 10% BB-1,5 3 6 2 % 10% BB-2 3 Tabel 3.2. Kode Dan Jumlah Benda Uji Kuat Tekan Bahan Tambah Serat Bendrat Dan Abu Sekam Padi No Kadar Serat Kadar Abu Kode Benda Jumlah Benda Uji Bendrat Sekam Padi Uji 1 0 % 0% NT-0 3 2 0 % 10% ST-0 3 3 0,5 % 10% ST-0,5 3 4 1,0 % 10% ST-1 3 5 1,5 % 10% ST-1,5 3 6 2,0 % 10% ST-2 3

34 3.2. Tahapan Penelitian Tahapan-tahapan dalam penelitian ini meliputi : a. Tahap I Tahap pertama ini dilakukan persiapan berdasarkan data hasil studi, studi literatur. Persiapan meliputi bahan dan peralatan yang akan digunakan dalam pembuatan benda uji. b. Tahap II Disebut tahapan uji bahan. Ditahapan ini dilakukan pengujian terhadap agregat halus dan kasar yang meliputi uji kadar lumpur, uji kadar organik, uji specific gravity, dan uji gradasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sifat dan karakteristik bahan tersebut. c. Tahap III Disebut tahapan pembuatan benda uji. Ditahapan ini dilakukan pekerjaan sebagai berikut : a. Perhitungan rencana campuran adukan beton metode The British Mix Design. b. Pembuatan adukan beton metode The British Mix Design. d. Pengecoran adukan beton ke dalam cetakan. d. Tahap IV Tahapan ini dilakukan perawatan terhadap benda uji yang telah dibuat pada tahap II. Perawatan beton umur 28 hari dilakukan dengan cara ditutupi selimut dengan karung goni yang telah dibasahi air untuk benda uji balok lentur dan direndam didalam air untuk benda uji silinder untuk pengujian kuat tekan. Pembasahan untuk balok lentur dilakukan setiap pagi hari, setelah 21 hari balok benda uji dicat dengan warna putih kemudian balok digaris kotakkotak dengan jarak 2 cm pada sisi kanan dan kiri yang berguna untuk memudahkan menggambar pola retak yang terjadi.

35 e. Tahap V Tahap ini dilakukan pengujian kuat tekan dan lentur. Pengujian dilakukan pada benda uji silinder 15 cm x 30 cm dan balok 8 cm x 12 cm x 100 cm setelah beton berumur 28 hari. f. Tahap VI Disebut tahapan analisa data, Ditahapan ini data yang diperoleh dari hasil pengujian dianalisa untuk mendapatkan suatu kesimpulan hubungan antara variable-variabel yang diteliti dalam penelitian. g. Tahap VII Disebut tahapan pengambilan keputusan. Ditahapan ini, data yang telah dianalisis dibuat suatu kesimpulan yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

36 Tahapan penelitian dan analisi data dapat dilihat secara skematis dalam bentuk bagan alir pada Gambar 3.1.dan Gambar 3.2. Persiapan Tahap 1 Semen Serat Bendrat Air Abu Agregat Halus Agregat Kasar Uji: Kadar Lumpur Kadar Organik Spesific Grafity Gradasi Uji: Abrasi Spesific Grafity Gradasi OK OK Tidak OK Perhitungan rencana campuran Tahap II Tidak OK Uji Slump Pembuatan adukan beton OK Pembuatan Benda Uji Tahap III Perawatan Tahap IV Pengujian Tahap V Analisis Data Tahap VI Kesimpulan Tahap VII Gambar 3.1. Bagan Alir Tahap Metode Penelitian

37 Analisis Data Tabel Pengujian Agregat Halus Tabel Pengujian Agregat Kasar Tabel Pengujian Kuat Tekan Tabel Pengujian Kapasitas Lentur Diagram Hubungan Kuat Tekan dengan % Serat Diagram Hubungan Kuat Tekan Lentur dengan % Serat Kurva Regresi Kuat Tekan dengan % Serat Kurva Regresi Kuat Lentur dengan % Serat Gambar Pola Retak Balok KESIMPULAN Gambar 3.2. Bagan Alir Tahap Analisis Data Kuat Tekan dan Lentur 3.3. Alat Uji Peralatan yang digunakan dalam penelitian berasal dari Laboratorium Bahan dan Konstruksi, Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan beton ringan berserat ini antara lain : a. Timbangan Bascule Timbangan Bascule merek DSN Bola Dunia, dengan kapasitas 150 kg dengan ketelitian 0,1 kg. Jenis ini digunakan untuk mengukur berat material yang jauh lebih berat dan tidak memerlukan ketelitian yang tepat.

38 b. Timbangan digital Timbangan digital berkapasitas 5 kg dengan ketelitian hingga 1 gram. Alat ini digunakan untuk menimbang berat material yang berada di bawah kapasitasnya. c. Ayakan konvensional dengan ukuran 1 mm d. Ayakan dengan ukuran diameter saringan 4,75 mm; 2,36 mm; 1,18 mm; 0,85 mm; 0,3 mm; 0,15 mm; pan dan mesin penggetar ayakan (vibrator) yang digunakan untuk pengujian gradasi agregat halus e. Oven dengan temperature 150 C f. Conical Mould untuk mengukur keadaan SSD agregat halus Corong konik dengan ukuran diameter atas 3,8 cm, diameter bawah 8,9 cm dan tinggi 7,6 cm lengkap dengan alat penumbuk. Alat ini digunakan untuk mengukur keadaan Saturated Surface Dry (SSD) agregat halus. g. Cetakan benda uji berupa balok dengan ukuran 8 cm x 12 cm x 100 cm. Tulangan ulir diameter 10 dan sengkang 8 mm. h. Karung goni yang dibasahi air untuk curing. i. Loading frame untuk pengujian kuat lentur beton. Bentuk dasar loading frame berupa portal segi empat yang berdiri diatas lantai beton dengan perantara plat dasar dari besi setebal 14 mm. a g a r loading frame tetap stabil, pelat dasar dibautke lantai beton dan kedua baloknya dihubungkan oleh plat WF450x200x9x14 mm. Posisi plat portal dapat diukur untuk menyesuaikan dengan bentuk dan ukuran model yang akan diuji dengan cara melepas sambungan baut. Alat ini digunakan dalam pengujian utama yaitu pengujian kapasitas lentur balok beton bertulang. Adapun bagian-bagian utama dari alat loading frame adalah sebagai berikut: 1. Dial Gauge Alat ini digunakan untuk mengukur besarnya penurunan yang terjadi, dimana penelitian berskala penuh digunakan dial gauge dengan kapasitas penurunan maksimum 50 mm dan 20 mm dengan tingkat ketelitian 0,01 mm.

39 2. Hydraulic Pump Alat ini digunakan sebagai pengontrol pembebanan yang disalurkan pada benda uji melalui hydraulic jack. 3. Hydraulic Jack Alat ini digunakan untuk memberikan pembebanan pada pengujian kuat lentur dan kuat geser balok berskala penuh dengan kapasitas maksimum 25 ton 4. Transducer Alat ini digunakan untuk mengukur besarnya pembebanan atau untuk mengetahui pembebanan secara bertahap. 5. Load Cell Alat ini digunakan untuk mentransfer sekaligus membaca beban dari hydraulic jack ke tranducer. j. Alat bantu lain: 1. Gelas ukur 250 ml untuk pengujian kadar lumpur dan kandungan zat organic dalam pasir 2. Gelas ukur 1000 ml untuk menakar air 3. Cetok semen 4. Ember 5. Alat Tulis 6. Sekop, dll 3.4. Bahan Uji Bahan yang digunakan dalam pembuatan beton berserat ini meliputi : a. Agregat kasar dan halus b. Semen tipe I (OPC) c. Serat bendrat panjang 7 cm dan diameter 1 mm d. Air e. Kawat bendrat f. Abu sekam padi

40 3.5. Standart Penelitian dan Spesifikasi Bahan Dasar Pengujian bahan dasar untuk pembuatan beton digunakan untuk mengetahui kelayakan karakteristik bahan penyusun beton yang nantinya dipakai dalam mix design. Pengujian ini dilakukan terhadap agregat halus. Pengujian dilakukan dengan standar ASTM & SK SNI, sedangkan air yang digunakan dalam adukan beton sesuai dengan standar air dalam PBI 1971 pasal 3.6. 3.5.1. Standart Pengujian Agregat Halus Pengujian agregat halus dilakukan berdasarkan ASTM dan disesuaikan dengan spesifikasi bahan menurut ASTM. Standar pengujian agregat halus adalah sebgai berikut : a. ASTM C-23 :Standar penelitian pengujian berat isi agregat halus. b. ASTM C-40 :Standar penelitian untuk tes kotoran organik dalam agregat halus. c. ASTM C-117 :Standar penelitian untuk agregat lolos saringan no. 200 dengan pencucian. d. ASTM C-128 :Standar penelitian untuk menentukan spesific gravity agregat halus. e. ASTM C-136 :Standar penelitian untuk analisis saringan agregat halus 3.5.2. Standart Pengujian Agregat Kasar a. ASTM C-29 :Standar penelitian pengujian berat isi agregat kasar. b. ASTM C-127 :Standar penelitian untuk menentukan spesific gravity agregat kasar c. ASTM C-131 :Standar penelitian untuk pengujian abrasi agregat kasar. d. ASTM C-136 :Standar penelitian untuk analisis ayakan agregat kasar.

41 3.5.3. Pengujian Agregat Halus Pengujian Kadar Zat Organik Pasir biasanya diambil dari sungai maka kemungkinan bersifat kotor sangat besar, misalnya bercampur dengan lumpur maupun zat organik lainnya. Pasir sebagai agregat halus dalam adukan beton tidak boleh mengandung zat organik terlalubanyak karena akan mengakibatkan penurunan kekuatan beton yang dihasilkan. Kandungan zat organik ini dapat dilihat dari percobaan warna dari Abrams Harder dengan menggunakan larutan NaOH 3% sesuai dengan Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 (PBI NI-2, 1971). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kadar zat organik dalam pasir, adapun kadar zat organik dalam pasir ditunjukkan oleh perubahan warna setelah pasir diberi NaOH 3%. Penurunan kekuatan dapat dilihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3. Pengaruh Kadar Zat Organik terhadap Presentase Penurunan Kekuatan Beton Warna Penurunan Kekuatan (%) Jernih 0 Kuning Muda 0 10 Kuning Tua 10 20 Kuning Kemerahan 20 30 Coklat Kemerahan 30 50 Coklat Tua 50 100 (Sumber: Tabel Prof. Ir. Rooseno, 1995) Pengujian Kadar Lumpur Pasir adalah salah satu bahan dasar beton sebagai agregat halus. Pasir yang digunakan dalam pembuatan beton harus memenuhi beberapa persyaratan, salah satunya adalah pasir harus bersih. Pasir dapat dikatakan bersih dan dapat dipakai

42 bila tidak mengandung lumpur lebih dari 5% dari berat keringnya. Lumpur adalah bagian dari pasir yang lolos dari ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur lebih dari 5% maka pasir harus dicuci terlebih lebih dahulu. Syarat-syarat agregat halus harus sesuai dengan PBI NI-2, 1971. Kadar lumpur pasir dihitung dengan Persamaan 3.1. G0 G1 Kadar lumpur = x100% G 1 (3.1) dengan : G0 G1 = berat pasir awal (100 gram) = berat pasir akhir (gram) Pengujian Specific Gravity Mengetahui sifat-sifat bahan bangunan yang dipakai dalam suatu pekerjaan struktur adalah sangat penting, karena dari sifat-sifat tersebut dapat ditentukan langkah-langkah yang tepat untuk mengerjakan bangunan tersebut. Berat jenis merupakan salah satu variabel yang sangat penting dalam merencanakan campuran adukan beton, karena dengan mengetahui variabel tersebut dapat dihitung volume pasir yang diperlukan. Tujuan dari pengujian ini untuk mendapatkan : a. Bulk specific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir dalam kondisi kering dengan volume pasir total. b. Bulk specific gravity SSD, yaitu perbandingan antara berat pasir jenuh dalam kondisi kering permukaan dengan volume pasir total. c. Apparent specific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir kering dengan volume butir pasir. d. Absorbtion, yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat pasir kering.

43 Nilai-nilai yang ingin diketahui di atas dihitung dengan Persamaan 3.2 3.5. A Bulk spesific gravity = (3.2) B 500 C Bulk spesific gravity SSD = Apparent spesific gravity = 500 B 500 C A B A C (3.3) (3.4) 500 A Absorption = x100% A (3.5) dengan : A B C = berat pasir kering oven (gram) = berat Volumetric Flask berisi air (gram) = berat Volumetric Flask berisi pasir dan air (gram) 500= berat pasir dalam keadaan kering permukaan jenuh (gram) Pengujian Gradasi Gradasi dan keseragaman diameter pasir sebagai agregat halus lebih diperhitungkan daripada agregat kasar, karena sangat menentukan sifat pengerjaan dan sifat kohesi campuran adukan beton. Pasir sangat menentukan pemakaian semen dalam pembuatan beton. Menurut ASTM agregat halus yang baik adalah mempunyai gradasi butiran sesuai Tabel 3.4. Tabel 3.4.Syarat Persentase Berat Lolos Standar ASTM Diameter Ayakan (mm) 9,5 4,75 Berat Lolos Sesuai Standar ASTM (%) 100 90-100

44 2,36 1,18 0,60 0,30 0,15 0 75-100 55-90 35-59 8-30 0-10 0 (sumber: ASTM) Modulus kehalusan pasir dihitung dengan menggunakan Persamaan 3.6. Modulus kehalusan pasir = e d (3.6) dengan : d = persentase kumulatif berat pasir yang tertinggal selain dalam pan e = persentase berat pasir yang tertinggal 3.5.4. Pengujian Agregat Kasar Pengujian Abrasi Agregat kasar harus memiliki ketahanan terhadap keausan akibat gesekan. Standar pengujian abrasi pada agregat kasar menggunakan ASTMC131, dengan menggunakan mesin LosAngeles. Bagian yang hilang akibat gesekan tidak boleh lebih dari 50%. Prosentase berat yang hilang dihitung dengan menggunakan persamaan 3.6 sebagai berikut : Keausan = Berat Kerikil Sebelum Putaran Berat Kerikil Setelah Putaran x 100% Berat Kerikil Sebelum Putaran (3.7)

45 Pengujian Specific Gravity Agregat kasar yang digunakan dalam penelitian adalah kerikil atau batu pecah dengan diameter maksimum 20 mm. Standar pengujian yang digunakan pada pengujian specific gravity agregat kasar adalah ASTMC127. Pengujian ini ditujukan untuk mengetahui : a. Bulk specific gravity, yaitu perbandingan antara berat kerikil dalam kondisi kering dengan volume kerikil total b. Bulk specific gravity SSD, yaitu perbandingan antara berat kerikil jenuh dalam kondisi kering permukaan dengan volume kerikil total c. Apparent specific gravity, yaitu perbandingan antara berat kerikildalam kondis ikering dengan volume butir kerikil d. Absorbtion, yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat kerikil kering Persamaan untuk menganalisis hasil pengujian 3.8s/d3.11 sebagai berikut: Bulk specific gravity = A B C (3.8) Bulk specific gravity SSD = B A C (3.9) Appearent Spesific Gravity= A A C (3.10) Absorbtion = B A A 100% (3.11) dengan : f =berat agregat kasar (3000 gram)

46 g h =berat agregat kasar setelah direndam 24 jam dan dilap (gram) =berat agregat kasar jenuh (gram) Pengujian Gradasi Gradasi pada kerikil sebagai agregat kasar menentukan sifat pengerjaan dan sifat kohesi dari campuran beton, sehingga gradasi pada agregat kasar sangatlah diperhatikan. Pengujian gradasi agregat kasar menggunakan standar pengujian ASTMC136. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui gradasi atau variasi diameter butiran kerikil, prosentase dan modulus kehalusannya. Modulus kehalusan adalah angka yang menunjukkan tinggi rendahnya tingkat kehalusan kerikil. Modulus kehalusan kerikil dihitung menggunakan persamaan 3.12 berikut : Modulus Halusan (MH) = % kumulatif berat tertinggal 100 (3.12) %berat tertinggal 3.5.5. Pengujian Bobot Isi Berat isi agregat adalah perbandingan antara berat agregat dengan volume yang ditempatinya. Hal ini dapat digunakan untuk mempermudah perhitungan campuran beton bila kita menimbang agregat dengan ukuranvolume, karena umumnya agregat tersebut dalam keadaan padat, sedangkanpada kenyataan pada saat penimbangan agregat tidak dilakukan dengan dolak (wadah untuk penakaran sehingga satuan volume agregat berada dalam keadaan gembur, sehingga diperlukan adanya faktor konversi (faktor pengali).

47 Bobot isi agregat dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Bobot Isi = C A V (gr/cm3) (3.13) Keterangan : C = Berat agregat + berat bejana / container (gr) A = Berat bejana / container (gr) V = Volume bejana / container (cm3) 3.5.6. Pengujian Kuat Tarik Baja Tulangan Pengujian Kuat Tarik baja bertujuan untuk mengetahui tegangan leleh dan tegangan maksimum baja sehingga dapat diketahui mutu baja yang digunakan. Hal ini perlu diketahui sebelumnya untuk menghindari lelehnya baja tulangan sebelum benda uji mencapai kondisi keruntuhan. Proses pengujian Tarik baja menggunakan alat Universal Testing Machine (UTM). 3.6. Pembuatan Benda Uji Penelitian ini dibuat 15 buah benda uji berbentuk silinder dan 18 buah balok lentur. Benda uji silinder menggunakan cetakan silinder 15 cm x 30 cm dan balok beton bertulang dengan ukuran 8 cm x 12 cm x 100 cm, dengan menggunakan tulangan tunggal berdiameter 10 mm berjumlah 2 buah pada bagian bawah, untuk balok lentur tulangan yang diperkuat adalah yang bagian bawah sehingga biasanya bagian bawah ini menggunakan lebih banyak tulangan dibandingkan bagian atas tetapi untuk kali ini dari hasil perhitungan menunjukan bahwa dengan 2 tulangan cukup kuat untuk menahan gaya lentur sehingga tidak perlu titambahkan tulangan lagi agar memenuhi tahapan keefisienan, dan pada benda uji ini digunakan sengkang ϕ8-100 mm yang diletakkan dibagian sepertiga ujung-ujung balok sehingga nantinya diharapkan akan terjadi lentur, retak sampai runtuh ditengah bentang dan nantinya akan di hitung kapasitas lentur yang terjadi.

48 Pengujian kuat lentur. Langkah-langkah pembuatan benda uji: a. Menyiapkan begisting balok dan tulangannya yang telah dibuat lalu menimbang bahan-bahan campuran adukan beton sesuai dengan mix design. b. Mencampur bahan-bahan tersebut dan mengaduknya sampai campuran homogen dengan cara bahan dimasukkan ke dalam alat adukan secara berurutan. Mulai dari agregat halus, semen, agregat kasar, air, dan serat tembaga. c. Setelah adukan homogen, tuangkan adukan beton ke dalam cetakan silinder berukuran 15 cm x 30 cm dan cetakan balok berukuran 8 cm x 12 cm x 100 cm yang telah tersedia didalamnya kerangka tulanganya, hingga penuh sambil dipadatkan. d. Setelah cetakan penuh dan padat, permukaannya diratakan dan diberi kode benda uji di atasnya, kemudian diamkan selama 24 jam. e. Setelah 24 jam dilakukan curing dengan merendam selama 28 hari untuk silinder dan penyelimutan beton dengan karung goni yang di basahi air selama 21 hari untuk benda uji balok, kemudian diangin-anginkan supaya benda uji menjadi kering sampai umur beton mencapai 28 hari. 3.7. Perawatan Benda Uji Perawatan benda uji umur 28 hari dilakukan dengan cara ditutupi selimut dengan karung goni yang telah dibasahi air, pembasahanya dilakukan setiap pagi hari. Benda uji balok lentur diangkat setelah 21 hari lalu dicat dengan warna putih, kemudian balok digaris kotak-kotak dengan jarak 2 cm pada sisi kanan dan kiri 1/3 bentang tengah yang berguna untuk menggambar pola retak yang terjadi. 3.8. Uji Slump Uji Slump adalah suatu uji empiris/metode yang digunakan untuk menentukan konsistensi/kekakuan (dapat dikerjakan atau tidak) dari campuran beton segar (fresh concrete) untuk menentukan tingkat workabilitynya. Kekakuan dalam suatu campuran beton menunjukkan berapa banyak air yang digunakan, untuk itu uji

49 slump menunjukkan apakah campuran beton kekurangan, kelebihan, atau cukup air. Kadar air sangat diperhatikan karena menentukan tingkat workabilitynya dalam suatu adukan/campuran beton. Campuran beton yang terlalu cair akan menyebabkan mutu beton rendah, dan lama mongering, sedangkan campuran beton yang terlalu kering menyebabkan adukan tidak merata dan sulit untuk dicetak. Uji Slump mengacu pada SNI 1972-2008 dan ICS 91.100.30 Gambar 3.3. Sketsa Pengujian Slump Pengukuran slump dilakukan dengan alat sebagai berikut : a. Kerucut Abrams 1. Kerucut terpancung dengan bagian atas dan bawah terbuka 2. Diameter atas 102 mm 3. Diameter bawah 203 mm 4. Tinggi 305 mm 5. Tebal plat minimum 1,5 mm b. Batang Besi Penumbuk 1. Diameter 16 mm 2. Panjang 600 mm 3. Memiliki salah satu atau kedua ujung berbentuk bulat setengah bola dengan diameter 16 mm.

50 c. Alas : datar, dalam kondisi lembab, tidak menyerap air dan kaku. Langkah pengujian nilai slump: a. Kerucut Abrams diletakkan di atas bidang alas yang rata dan tidak menyerap air. b. Kerucut diisi adukan beton sambil ditekan supaya tidak bergeser. c. Adukan beton diisikan dalam 3 lapis, masing-masing diatursupaya sama tebalnya (1/3 tinggi kerucut Abrams). d. Setiap lapis ditusuk-tusuk dengan batang penusuk sebanyak 25 kali. e. Lapis terakhir dilebihkan pengisiannya, setelah dipadatkanlalu diratakan dengan menggelindingkan batang penusuk di atasnya. f. Segera setelah permukaan atas beton diratakan, cetakan diangkat dengan kecepatan 3-7 detik, diangkat lurus vertikal. g. Seluruh proses dari awal sampai selesainya pengangkatancetakan tidak boleh lebih lama dari 2,5 menit. h. Letakkan cetakan di samping beton yang diuji slump nya (boleh diletakkan dibalik posisinya) dan ukur nilai slump: penurunan permukaan atas beton pada posisi titik tengahpermukaan atasnya. i. Apabila terjadi kegagalan slump (tidak memenuhi kisaran slump yang disyaratkan keruntuhan benda uji termasuk keruntuhan geser), maka pengujian diulang maksimal 3 kali, jika masih gagal maka beton dinyatakan tidak memenuhi syarat dan ditolak. j. Nilai Slump = Tinggi cetakan dikurang tinggi rata-rata benda uji 3.8.1. Pengujian Kuat Tekan Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada saat beton berumur 28 hari. Benda uji yang digunakan dalam pengujian ini adalah silinder beton dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Pengujian ini bertujuan untuk mengamati besarnya beban (P) maksimum atau beban pada saat beton hancur dengan menggunakan alat uji

51 kuat tekan (Compression Testing Machine). Tata cara pengujian yang umum dipakai adalah standar ASTM39 atau yang disyaratkan PBI 1989. Langkah-langkah pengujian kuat tekan betonadalah sebagai berikut : a. Menyiapkan benda uji silinder beton yang akan diuji. b. Meletakkan benda uji silinder beton pada alat ujikuat tekan (CTM). c. Mengatur jarum Compression Testing Machine tepat padaposisi nol. d. Menyalakan Compression Testing Machine kemudian membaca jarum penunjuk beban sampai silinder beton hancur. e. Mencatat besarnya nilai beban tekan maksimum dengan: P h d Gambar 3.4. Sketsa pengujian kuat tekan beton = Gaya = Tinggi benda uji = diameter benda uji Gambar 3.5. Benda uji kuat tekan beton

52 3.8.2. Pengujian Kuat Lentur Kuat lentur balok beton adalah kemampuan balok beton yang diletakan pada dua perletakan untuk menahan gaya dengan arah tegak lurus sumbu benda uji, sampai benda uji patah (SNI 03-4431-1997). Sketsa pengujian kuat lentur balok dapat ditunjukkan seperti pada gambar 3.5. P Balok Uji Pembagi beban Dial 50 300 300 300 50 1/3 L 1/3 L 1/3 L Gambar 3.6. Sketsa pengujian kuat lentur balok Gambar 3.7. Benda uji kuat lentur balok Gambar 3.8. Detail tulangan balok lentur

53 Data yang akan dicatat dalam pengujian balok ini meliputi : a. Defleksi selama pembebanan berlangsung yang ditunjukkan oleh dial gauge. b. Besarnya beban pada saat terjadi retak. c. Besarnya beban maksimum yang mampu dipikul oleh balok. d. Besarnya beban pada saat defleksi maksimum, pola retak yang terjadi pada balok benda uji tersebut akibat pembebanan. Balok Loadin HidraulicJack Load Cell Dial Gauge Hidraulic Pump Tranducer Gambar 3.9. Setting Up Alat Pengujian Balok 3.8.2.1. Langkah-langkah Pengujian Kuat Lentur a. Memompa Hidraulic Jack melalui Hidraulic Pump untuk memberikan beban pada balok bend auji, serta memperhatikan angka pada monitor transducer untuk mengetahui besarnya beban yang disalurkan pada balok benda uji.

54 b. Pembebanan dilakukan berangsur-angsur dan dinaikkan perlahan-lahan pada interval pembebanan 50 kg. Setiap interval pembebanan dilakukan pembacaan dialgauge untuk mengetahui besarnya lendutan yang terjadi pada balok benda uji. c. Mengamati retak pertama yang terjadi pada balok bendauji, kemudian digambar serta ditulis besarnya beban pada saat terjadinya retak tersebut. Dilakukan hal yang sama untuk retakan selanjutnya. d. Melanjutkan penambahan pembebanan hingga balok benda uji mencapai beban maksimum yang ditandai dengan terjadinya keruntuhan pada balok benda uji serta pada monitor transducer mengalami penurunan angka yang signifikan. Kondisi ini balok benda uji telah patah atau mengalami retak yang sangat besar. 3.8.2.2. Perhitungan Kuat Lentur Data perhitungan Fc = 20 MPa Fy = 240 MPa Es = 200000 MPa b = 80 mm h = 120 mm Tulangan tarik = tekan = 2 D10 Y = h/2 = 120 = 60 mm 2 d = h p-sk+1/2d = 120 20 8 + (0,5 10) = 87 mm d =p+sk+1/2d = 20 + 8 + (0,5 10) = 33 mm As = n.1/4.π.d² = 2*1/4* π*10² = 157,079 mm² As = n.1/4.π.d² = 2*1/4* π*10² = 157,079 mm² Analisis data Cb = 600/(600+fy)d = 600/(600+240) 87 = 62,14 mm Ab = β cb = 0,85*64,14 =52,82 mm

55 Cs = As fs = 157,079 * 240 = 37,698 N Ts = As fy = 157,079 * 240 = 37,698 N Cc =Ts a = As fy/(0,85 fc b) = 157,079*240/(0,85*20*120) = 18,479 mm Mn = Ts (d-a/2) = 37,698 *(87-18,479/2) = 2931398,698 Nmm Perhitungan Lentur Mn = 2931398,698 Nmm Rn = Mn = 2931398.98 /80*87² = 4,841 N/mm² b.d2 m = fy = 240 = 0,85 fc 0,85 20 14,117 ρ perlu = 1 2m.Rn (1 1 ) = 1 2 14,117 4,841 (1 1 ) = 0,0214 m fy 14,117 240 ρb = 0,081205 ρmax = 0,75 x 0,081205 = 0,0609 ρmin = ¼ x 240 = 0,005833 ρ < ρmax ρ > ρmin, dipakai ρ perlu = 0,0214 As = ρ perlu.b.d Digunakan tulangan D10 = 0,0214*80*87 =148,944 mm² = ¼.π.10² = 78,539 mm² Jumlah tulangan = 148,944 78,539 = 1,896 2 buah

56 a. Pengujian dimana patahnya benda uji ada di daerah pusat pada 1/3 jarak titik perletakan pada bagian tarik dari beton seperti Gambar 3.6. (a),maka kuat lentur beton dihitung menurut persamaan : σ1 = PL bh² (3.14) b. Pengujian dimana patahnya benda uji ada diluar pusat (diluar daerah 1/3 jarak titik perletakan) dibagian tarik beton, dan jarak antara titik pusat dan titik patah kurang dari 5% dari panjang titik perletakan seperti Gambar 3.6. (b), maka kuat lentur beton dihitung menurut persamaan : σ1 = 3Pa bh² (3.15) Dengan : σ1 = Kuat lentur benda uji (Mpa) P = Beban tertinggi yang dilanjutkan oleh mesin uji (pembacaan dalam ton sampai 3 angka dibelakang koma) L = Jarak (bentang) antar dua garis perletakkan (mm) b = Lebar tampang lintang patah arah horizontal (mm) h = Lebar tampang lintang arah vertikal (mm) a = Jarak rata-rata antara tampang lintang patah dan tumpuan luar yang terdekat, diukur pada 4 tempat pada sisi titik dari bentang (m) c. Benda uji yang patahnya diluar 1/3 lebar pusat pada bagian tarik beton dan jarak antara titik pembebanan dan titik patah lebih dari 5 % bentang, hasil pengujian tidak dipergunakan.

57 PATAH PADA PUSAT 1/3 BENTANG (L) RUMUS 1 PATAH DI LUAR 1/3 BENTANG (L) DAN GARIS PATAH < 5% DARI BENTANG RUMUS 2 5 % L 1/3 L 5 % L (a) (b) Gambar 3.10. Jenis patah pada pengujian lentur (SNI 03-4431-2013)