BAB 1 PENDAHULUAN. nasional karena upaya memajukan bangsa tidak akan efektif apabila tidak memiliki

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dan dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit jenis ini masih

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIK)

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), program pencegahan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

Al Ulum Vol.54 No.4 Oktober 2012 halaman

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue, ditularkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. Acuan Pembangunan kesehatan pada saat ini adalah konsep Paradigma

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan. salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) bertujuan untuk mewujudkan

SKRIPSI PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP JUMANTIK KECIL SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN PELATIHAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI MIN KETITANG

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko tinggi tertular Demam Dengue (DD). Setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan di 436 kabupaten/kota dari 497 kabupaten/kota sebesar 88%. Angka kesakitan

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, dengan ciri

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui perantara vektor penyakit. Vektor penyakit merupakan artropoda

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Aedes,misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat

INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

SARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan

Skripsi ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: DIAH NIA HERASWATI J

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya semakin meluas. DBD disebabkan oleh virus Dengue dan

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat Indonesia, disamping mulai meningkatnya masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Haemorraghic Fever

BAB I PENDAHULUAN. Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit

PERILAKU 3M, ABATISASI DAN KEBERADAAN JENTIK AEDES HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE

ANALISIS FAKTOR RISIKO PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN HELVETIA TENGAH MEDAN TAHUN 2005

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebar

BAB 1 : PENDAHULUAN. ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis di

BAB I PENDAHULUAN. umum dari kalimat tersebut jelas bahwa seluruh bangsa Indonesia berhak untuk

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMINTING TAHUN Ronald Imanuel Ottay

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) disebut juga dengue hemorrhagic fever

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atau

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2013

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Keadaan rumah yang bersih dapat mencegah penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

I. PENDAHULUAN. Salah satu penyakit yang ditularkan oleh nyamuk sebagai vektornya adalah Demam

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional karena upaya memajukan bangsa tidak akan efektif apabila tidak memiliki dasar yang kuat, yang salah satunya adalah derajat kesehatan masyarakat yang tinggi. Untuk mempercepat keberhasilan pembangunan kesehatan tersebut diperlukan kebijakan pembangunnan kesehatan yang lebih dinamis dan proaktif dengan melibatkan semua faktor terkait yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat (Depkes RI, 2007). Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang penyebarannya paling cepat di dunia, ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, meskipun nyamuk Aedes albopictus dapat menularkan DBD tetapi peranannya dalam penyebaran penyakit sangat kecil, karena biasanya hidup dikebun-kebun. Penyakit ini ditandai dengan demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari dengan manifestasi perdarahan, uji tourniquet positif, trombositopenia, hematokrit 20% dan disertai dengan atau tanpa pembesaran hati (Depkes RI, 2005a). Menurut WHO dalam Velayudhan (2013) bagian Departemen Pengendalian Tropis dibawah WHO, kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali ditemukan di Filipina dan Thailand pada tahun1950-an, namun kini telah menyebar

hingga ke 125 negara. Pada tahun 2012 DBD tercatat sebagai penyakit akibat virus yang penyebarannya paling cepat dan berpotensi epidemi diseluruh dunia, bahkan dilaporkan mengalami peningkatan kasus hingga 30 kali lipat dari kondisi 50 tahun yang lalu. WHO mengestimasi ada sekitar 50-100 juta kasus DBD setiap tahun di seluruh dunia, saat ini dilaporkan terjadi 2 juta kasus DBD setiap tahunnya di 100 negara terutama di benua Asia Tenggara, Pasifik Barat, Afrika, dan Amerika Latin yang dinyatakan sebagai negara endemis DBD, serta menyebabkan 5.000 6.000 kasus kematian. Penyakit DBD di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena masih banyak daerah yang endemik dan pertamakali ditemukan di Surabaya dan DKI Jakarta pada tahun 1968 yang kemudian menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia. Penyakit DBD endemis di sebagian kabupaten/kota di Indonesia tahun 2001 (Sumatera Utara, Riau, Jawa, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Irian Jaya) dengan Incidence Rate (IR) DBD >10/100.000 penduduk (Soegijanto, 2008). Setiap tahun terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD di beberapa daerah yang biasanya terjadi pada musim penghujan. Jumlah penderita cenderung meningkat, penyebarannya semakin luas, menyerang tidak hanya anak-anak tetapi juga golongan umur yang lebih tua. (Depkes RI, 2005a). Menurut Dirjen P2PL Kementerian Kesehatan RI Aditama, T, Y., dalam Ferdian (2013) Indonesia menempati posisi teratas sebagai negara yang memiliki kasus DBD tertinggi di ASEAN. Pada tahun 2010 di seluruh Indonesia kasus DBD yang dilaporkan sebanyak 156.068 penderita (IR 65,7/100.000 penduduk) dengan

jumlah kematian sebesar 1.358 (CFR; 0,87%) (Kemenkes, 2010). Di tahun 2011 jumlah kasus menurun hingga 65.432 (IR: 27,56/100.000 penduduk) dengan 595 kematian (CFR: 0.91%) (Kemenkes, 2011), sedangkan pada tahun 2012 tercatat sebanyak 90.425 kasus (IR 36/100.000 penduduk). DBD termasuk kategori emerging disease atau penyakit yang sering terjadi di masyarakat terutama di daerah tropis seperti ASEAN sebagai kawasan yang sangat rentan, terkait masih tingginya kasus DBD maka Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Vietnam pada tanggal 30 Oktober 2010 sepakat menjadikan tanggal 15 Juni sebagai ASEAN Dengue Day yang bertujuan untuk menciptakan wadah komprehensif dalam kolaborasi pemberantasan DBD dimana target global yang dicanangkan untuk mengurangi kematian akibat DBD hingga 50% dan mengurangi penularan DBD hingga 25% di Tahun 2020. Menurut Sitorus, R (2009) penyebaran DBD yang cukup luas di Indonesia dan beberapa daerah di Propinsi Sumatera Utara termasuk Kota Medan, dikarenakan adanya faktor-faktor yang mendukung terjadinya penyebaran, seperti kondisi geografis atau ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, dan musim; juga kondisi demografis, seperti kepadatan penduduk, mobilitas masyarakat yang cukup tinggi, serta perilaku hidup bersih dan sehat yang masih rendah. Kasus DBD di Propinsi Sumatera Utara tiap tahun terjadi, dimana jumlah penderita dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi, menurut laporan Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan (PMK) Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara tercatat angka insidensi kasus DBD di Kota Medan menduduki peringkat ketiga di

Propinsi Sumatera Utara. Faktornya, mungkin jumlah penduduknya padat atau lebih besar dibandingkan dengan 33 kabupaten/kota se-sumut. Tahun 2010 kasus DBD di Kota Medan IR sebesar 145,7/100.000 penduduk dan CFR 0,3%, Kota Pematang Siantar dengan IR 351,7/100.000 penduduk dengan CFR 1,2%, sedangkan Kota Binjai IR 238,9/100.000 penduduk dan 1,2% CFR serta Kota Tebing Tinggi IR sebesar 235,3/100.000 penduduk dan CFR 2,3%. Sedangkan tahun 2011 kasus di Kota Medan dengan IR sebesar 113,7/100.000 penduduk dan CFR 1%, kemudian Kota Pematang Siantar IR sebesar 226,2/100.000 penduduk dan Kota Tebing Tinggi IR sebesar 210/100.000 penduduk dengan CFR 1,7% dan tahun 2012 kasus tertinggi masih diduduki Kota Pematang Siantar IR sebesar 260/100.000 penduduk dengan CFR 0,3% kemudian disusul Kota Tebing Tinggi IR 106/100.000 penduduk dan CFR 1,9% dan Kota Medan IR sebesar 56,7/100.000 penduduk dan CFR 0,5% dan di tahun 2013 kasusdbd di Kota Medan masih diatas Indikator nasional yaitu IR sebesar 60/100.000 penduduk dan CFR 0,7% kemudian Kota Sibolga IR sebesar 289/100.000. Sebanyak 10 daerah yang tidak terlapor, bebas untuk kasus DBD seperti Gunung Sitoli, Mandailing Natal, Nias, Nias Barat, Nias Selatan, Nias Utara, Phakpak Barat, Humbang Hasundutan (Humbahas) dan Padang Lawas serta Padang Lawas Utara (Dinkes Propsu, 2013). Kota Medan sebagai ibu kota Propinsi Sumatera Utara yang memiliki geografis yang unik, ramping ditengah dan membesar disisi Utara dan disisi Selatan. Luas wilayah Kota Medan adalah 265,10 Km 2 terdiri dari 21 Kecamatan dan 151 Kelurahan yang merupakan daerah endemis DBD. Berdasarkan data Dinas Kesehatan

Kota Medan bagian Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), angka insidensi kasus DBD di Kota Medan setiap tahunnya berfluktuasi : tahun 2009 dengan IR sebesar 93,3/100.000 penduduk dan CFR 0,9%, mengalami peningkatan kasus di tahun 2010 IR mencapai 145,7/100.000 penduduk dan CFR mengalami penurunan sebesar 0.3%, sedangkan tahun 2011 mengalami penurunan dengan IR sebesar 113,7/100.000 penduduk dan CFR meningkat sebesar 0,9%, Tahun 2012 kasus DBD mengalami penurunan dengan IR 56,7/100.000 dan CFR sebesar 0,5% dan Tahun 2013 mengalami peningkatan kasus dengan IR 60/100.000 dan CFR sebesar 0,7%. Angka kasus DBD sampai tahun 2013 masih diatas target Indikator Nasional yang diharapkan yaitu IR DBD <50/100.000 penduduk dan CFR <1%. (Dinkes Kota Medan, 2013). Kecamatan Helvetia merupakan salah satu kecamatan di Kota Medan yang merupakan daerah endemis DBD dengan kasus terbanyak tiap tahunnya, di Tahun 2010 dengan IR sebesar 189/100.000 penduduk, di Tahun 2011 dengan IR sebesar 178/100.000 penduduk, kemudian Tahun 2012 dengan IR 94/100.000 penduduk dan di Tahun 2013 IR sebesar 61,2/100.000 orang. Kasus DBD di Kecamatan Helvetia tiap tahun mengalami penurunan namun IR masih diatas indikator nasional yang diharapkan yaitu <50/100.000 penduduk dan meninggal 2 orang (CFR 2%) dan (Dinkes Kota Medan, 2013). Puskesmas Helvetia merupakan Puskesmas yang ada di Kecamatan Helvetia yang merupakan daerah endemis DBD, berdasarkan data P2P Puskesmas Helvetia, kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas Helvetia tahun 2013 sebesar 87 kasus dengan

IR 61,2/100.000 penduduk yaitu di Kelurahan Helvetia sebanyak 12 kasus, Kelurahan Helvetia Tengah 13 kasus, Kelurahan Helvetia Timur 21 kasus, Kelurahan Sei Sikambing C sebanyak 2 orang, Kelurahan Dwikora sebanyak 20 orang, Kelurahan Tanjung Gusta sebesar 17 kasus dan Kelurahan Cinta Dame sebanyak 2 orang. Salah satu indikator yang juga perlu diperhatikan sebagai daerah endemis DBD adalah rumah/bangunan yang bebas jentik nyamuk Aedes yang diharapkan dapat mencapai >95%. Tahun 2011 rmh/bangunan bebas jentik di Kecamatan Helvetia 83,8% dan mengalami penurunan pada tahun 2012 yaitu sebesar 80,4% (P2P Puskesmas Helvetia, 2013). Banyak faktor yang memengaruhi kejadian Demam Berdarah Dengue antara lain faktor hospes (host), lingkungan (environtmen) dan virus itu sendiri. Faktor hospes yaitu kerentanan dan respon imun sedangkan faktor lingkungan yaitu (kondisi geografis, curah hujan, angin, kelembaban, musim), kondisi demografis (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk) (Soegijanto, 2008). Perilaku masyarakat tentang pencegahan pada umumnya masih kurang. Menurut pengertian dasar, perilaku masyarakat bisa dijelaskan merupakan suatu respon seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap), maupun bersikap aktif (tindakan yang nyata atau practice) (Notoatmodjo, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Fathi, dkk. (2005) di Kota Mataram, menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka berpengaruh

terhadap perilaku seseorang termasuk kemampuan seseorang dalam menerima informasi dan semakin luas pengetahuan mereka dalam mencegah terjadinya risiko penyebaran penyakit DBD. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Agung dalam Amiruddin (2007), bahwa ada hubungan yang signifikan antara perilaku dengan kejadian DBD. Perpindahan orang-orang di perkotaan yang viraemik merupakan cara penyebaran virus dengue yang paling penting dibanding perpindahan nyamuk Aedes aegypti. Tempat-tempat dimana orang berkumpul selama siang hari mungkin menjadi bagian penting dari penularan virus dengue. Sebagai contoh, anak-anak di sekolah yang digigit oleh nyamuk terinfeksi dapat membawa virus ke rumah atau tempat lainnya di daerahnya. Virus dengue juga dapat menyebar dalam lingkungan dimana terdapat banyak orang, seperti rumah sakit dimana pengunjung, pasien dan staf dapat digigit oleh Aedes aegypti.penularan virus, tentu saja makin meningkat dengan makin besarnya populasi manusia (WHO, 2005). Tempat berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti adalah tempat-tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung disuatu tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah atau tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah (Depkes RI, 2005c). Dalam penelitian Amrul (2007) di Bandar Lampung tempat-tempat penampung air berhubungan dengan kejadian DBD dengan OR=2,79. Nyamuk ini biasanya tidak dapat berkembangbiak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan angka insidens kasus DBD sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Dalam penelitian Duma dan Rina (2007) di Kendari, mengemukakan keadaan lingkungan rumah yang tidak sehat mempunyai risiko terserang penyakit DBD dari pada lingkungan rumah yang sehat. Aedes aegypti menggigit manusia lebih senang siang hari khususnya di tempat yang agak gelap. Malam hari nyamuk Aedes aegypti lebih senang bersembunyi di sela-sela pakaian yang tergantung atau gorden jendela maupun pintu, terutama di ruang gelap atau lembap. Nyamuk Aedes aegypti tidak senang di tempat yang jorok seperti air kotor, air got dan berlumpur. Bertelur serta pembiakkannya di atas permukaan air pada dinding yang bersifat vertikal dan terlindung pengaruh matahari langsung. Artinya lingkungan dalam rumah sangat disenangi nyamuk Aedes aegypti sehingga dapat menimbulkan terjangkit penyakit DBD (Sitorus, R. 2009). Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD dilakukan dengan cara Fisik yaitu melakukan kegiatan 3M (menguras, menutup dan mengubur), Kimia yaitu dengan menggunakan insektisida dan Biologi yaitu kegiatan memelihara ikan pemakan jentik (Depkes RI, 2005c). Pihak pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan Kota Medan telah melakukan berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD dengan melibatkan masyarakat melalui kegiatan abatisasi, fogging maupun kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) dengan tujuan untuk menekan angkan kejadian penyakit DBD serta mengurangi kepadatan nyamuk Aedes aegypti, tetapi hingga saat ini penyakit demam berdarah masih

menjadi masalah kesehatan masyarakat di kota Medan khususnya di Kecamatan Helvetia (Dinkes Kota Medan, 2013). Menurut keterangan dari petugas P2P Program DBD telah sering dilakukan pencegahan dan pemberantasan dalam penanganan DBD namun hingga saat ini masih ditemukan kasus yang tinggi bahkan meninggal, berdasarkan hasil survei jentik yang dilakukan petugas Puskesmas ke salah satu lokasi kelurahan pada bulan November 2013 dari rumah ke rumah masih ditemukan jentik di dalam dan luar rumah, seperti bak mandi, ember dan pot bunga, dispenser serta drum yang ditemukan dalam rumah. Namun keberadaan jentik tersebut lebih banyak ditemukan di luar rumah terutama di kontainer seperti ban bekas, wadah aqua gelas dan tumpukan sampah plastik (P2P Puskesmas Helvetia, 2013). Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dan memperhatikan kondisi di wilayah kerja Puskesmas Helvetia yang merupakan salah satu daerah endemis DBD yang setiap tahun terjadi, maka perlu dilakukan penelitian yang mampu menjelaskan pengaruh lingkungan fisik dan perilaku masyarakat terhadap kejadian DBD di Kecamatan Helvetia, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar intervensi program pemberantasan DBD di Kota Medan khususnya di wilayah kerja Puskesmas Helvetia.

1.2. Permasalahan Berdasarkan permasalahan kasus DBD yang telah diuraikan diatas dapat dilihat bahwa angka kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Helvetia masih tinggi dan melebihi indikator nasional yang diharapkan yaitu IR <50/100.000 penduduk sebesar 61,2/100.000 penduduk, demikian dengan kasus kematian DBD, melebihi indikator CFR <1% yaitu sebesar 2%. Melihat angka kejadian DBD yang masih tinggi di wilayah kerja Puskesmas Helvetia tersebut merupakan suatu fenomena yang harus diketahui secara pasti tentang berbagai faktor risiko yang memengaruhi kejadian DBD diantaranya kondisi lingkungan fisik & perilaku masyarakat. 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh lingkungan fisik dan perilaku masyarakat terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan pada Tahun 2013. 1.4. Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah Ada pengaruh lingkungan fisik dan perilaku masyarakat terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2013.

1.5. Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas Helvetia sebagai bahan masukan dalam meningkatkan penyuluhan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) dan juga sebagai bahan referensi dalam penyusunan program pencegahan dan pemberantasan DBD. 2. Bagi masyarakat, merupakan informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya upaya pencegahan DBD terhadap lingkungan di tempat tinggal mereka. 3. Bagi penelitian selanjutnya, hasil penelitian diharapkan dapat menambah sumber kepustakaan dan sebagai data dasar dalam melakukan penelitian sejenis pada masa-masa yang akan datang berkaitan tentang DBD.