GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI

dokumen-dokumen yang mirip
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan

BERITA DAERAH KOTA BOGOR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR,

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

SALINAN NOMOR 5/E, 2010

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2011

WALIKOTA BLITAR WALIKOTA BLITAR,

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR

PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS,

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 8 TAHUN 2012 T E N T A N G

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2010

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN BUPATI BENGKAYANG NOMOR 1<? TAHUN 2013 KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN BUPATI BENGKAYANG,

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 115 TAHUN 2009 TENTANG PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN GUBERNUR JAWA BARAT;

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 114 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BANJARMASIN

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 SERI E.4 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA TASIKMALAYA

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARMASIN TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

WALIKOTA BANJARMASIN PERATURAN WALIKOTA BANJARMASIN NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 2 TAHUN 2016

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2008

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 138 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 80 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 11 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR BALI, TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 26 TAHUN 2015

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

Transkripsi:

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa peranan pupuk sangat penting dalam peningkatan produktivitas dan produksi komoditas pertanian dalam rangka mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional; b. bahwa untuk meningkatkan kemampuan petani dalam penerapan pemupukan berimbang diperlukan adanya subsidi pupuk; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian di Provinsi Bali; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649); 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistim Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478); 4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pupuk Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4079); 7. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4212) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4418); 8. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2005 tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi Sebagai Barang Dalam Pengawasan; 9. 10. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 634/MPP/Kep/9/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang Dan Atau Jasa Yang Beredar Di Pasar; Keputusan Menteri Pertanian Nomor 237/Kpts/OT.210/4/2003 tentang Pedoman Pengawasan Pengadaan, Peredaran dan Penggunaan Pupuk An-Organik; 11. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 238/Kpts/OT.210/4/2003 tentang Pedoman Penggunaan Pupuk An-Organik; 12. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 239/Kpts/OT.210/4/2003 tentang Pengawasan Formula Pupuk An-Organik; 13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 02/Pert/HK.060/2/2006 tentang Pupuk Organik dan Pembenah Tanah; 14. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 08/Permentan/OT.140/4/2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pupuk An-Organik; 15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40/Permentan/OT.140/4/2007 tentang Rekomendasi Pemupukan N, P dan K pada Padi Sawah Spesifik Lokasi; 16. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 07/M-DAG/PER/2/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 21/M-DAG/PER/6/2008 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian;

17. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50/Permentan/SR.140/11/2009 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2010; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Provinsi Bali. 2. Gubernur adalah Gubernur Bali. 3. Bupati / Walikota adalah Bupati/Walikota se-bali. 4. Pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak langsung. 5. Pupuk an-organik adalah pupuk hasil proses rekayasa secara kimia, fisika dan atau biologi, dan merupakan hasil industri atau pabrik pembuat pupuk. 6. Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk mensuplai bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. 7. Pemupukan berimbang adalah pemberian pupuk bagi tanaman sesuai dengan status hara tanah dan kebutuhan tanaman untuk mencapai produktivitas yang optimal dan berkelanjutan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40/Permentan/OT.140/4/2007. 8. Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya ditataniagakan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan di penyalur resmi di Lini IV. 9. Sektor Pertanian adalah sektor yang berkaitan dengan budidaya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, hijauan pakan ternak dan budidaya ikan dan/atau udang. 10. Petani adalah perorangan warga negara Indonesia yang mengusahakan lahan milik sendiri atau bukan, untuk budidaya tanaman perkebunan rakyat. 11. Pekebun adalah perorangan warga negara Indonesia yang mengusahakan lahan milik sendiri atau bukan, untuk budidaya tanaman perkebunan rakyat. 12. Peternak adalah perorangan warga negara Indonesia yang mengusahakan lahan, milik sendiri atau bukan, untuk budidaya tanaman hijauan pakan ternak yang tidak memiliki izin usaha. 13. Pembudidaya ikan atau udang adalah perorangan warga negara Indonesia yang mengusahakan lahan, milik sendiri atau bukan, untuk budidaya ikan dan/atau udang yang tidak memiliki izin usaha.

14. Produsen adalah perusahaan yang memproduksi dan/atau mengadakan pupuk an-organik (Urea, NPK, ZA, Superphos) dan pupuk organik di dalam negeri. 15. Lini I adalah lokasi gudang pupuk di wilayah pabrik dari masingmasing produsen atau di wilayah pelabuhan tujuan untuk pupuk impor. 16. Lini II adalah lokasi gudang produsen di wilayah ibukota provinsi dan Unit Pengantongan Pupuk (UPP) atau di luar wilayah pelabuhan. 17. Lini III adalah lokasi gudang produsen dan/atau distributor di wilayah kabupaten/kota yang ditunjuk atau ditetapkan oleh produsen. 18. Lini IV adalah lokasi gudang atau kios pengecer di wilayah kecamatan dan/atau desa yang ditunjuk atau ditetapkan oleh distributor. 19. Kelompok tani adalah kumpulan petani yang mempunyai kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan sumberdaya pertanian untuk bekerja sama meningkatkan produktivitas usaha tani dan kesejahteraan anggotanya dalam mengusahakan lahan usaha tani secara bersama pada satu hamparan atau kawasan, yang dikukuhkan oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk. 20. Rencana Definitif Kebutuhan Kelompoktani (RDKK) adalah perhitungan rencana kebutuhan pupuk bersubsidi yang disusun kelompoktani berdasarkan luasan areal usahatani yang diusahakan petani, pekebun, peternak dan pembudidaya ikan dan atau udang anggota kelompoktani dengan rekomendasi pemupukan berimbang spesifik lokasi. 21. Tim Pengawasan Pupuk dan Pestisida adalah wadah koordinasi instansi terkait dalam pengawasan pupuk dan pestisida yang dibentuk oleh Gubernur untuk tingkat provinsi dan oleh Bupati/Walikota untuk tingkat kabupaten/kota. BAB II PERUNTUKAN PUPUK BERSUBSIDI Pasal 2 (1) Pupuk bersubsidi diperuntukan bagi petani, pekebun, dan peternak yang mengusahakan lahan seluas-luasnya 2 (dua) hektar setiap musim tanam per keluarga petani kecuali pembudidaya ikan dan/atau udang seluas-luasnya 1 (satu) hektar. (2) Pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperuntukkan bagi perusahaan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan atau perusahaan perikanan budidaya.

BAB III ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI Pasal 3 (1) Alokasi pupuk bersubsidi di tingkat Provinsi dihitung sesuai dengan anjuran pemupukan berimbang spesifik lokasi dengan mempertimbangkan usulan kebutuhan yang diajukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota serta alokasi pupuk bersubsidi yang telah ditetapkan pemerintah. (2) Alokasi pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci menurut Kabupaten/Kota, jenis, jumlah dan sebaran bulan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. (3) Alokasi pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dirinci lebih lanjut menurut kecamatan, jenis, jumlah dan sebaran bulan yang ditetapkan oleh Bupati/ Walikota paling lama pada akhir bulan Januari tahun bersangkutan. (5) Alokasi pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) agar memperhatikan usulan yang diajukan oleh petani, pekebun, peternak, pembudidaya ikan dan/atau udang berdasarkan RDKK yang disetujui oleh petugas teknis, penyuluh atau Kepala Cabang Dinas (KCD) setempat. (6) Dinas yang membidangi tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perkebunan dan pembudidaya ikan dan atau udang setempat wajib melaksanakan pembinaan kepada kelompoktani untuk menyusun RDKK sesuai luas areal usahatani dan/atau kemampuan penyerapan pupuk di tingkat petani di wilayahnya. Pasal 4 (1) Kekurangan alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi di wilayah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), dapat dipenuhi melalui realokasi antar wilayah. (2) Realokasi antar kabupaten/kota dalam wilayah Provinsi ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. (3) Realokasi antar kecamatan dalam wilayah kabupaten/kota ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota. (4) Realokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat dilaksanakan terlebih dahulu atas dasar rekomendasi Kepala Dinas Pertanian setempat, sambil menunggu penetapan Keputusan Gubernur atau Bupati/Walikota guna memenuhi kebutuhan petani di lapangan. (5) Apabila alokasi pupuk bersubsidi di suatu Kabupaten/Kota, Kecamatan pada bulan berjalan ternyata tidak mencukupi, maka produsen dapat menyalurkan alokasi pupuk bersubsidi di wilayah bersangkutan dari alokasi bulan sebelumnya dan atau bulan-bulan berikutnya dan/atau sisa alokasi bulan sebelumnya sepanjang tidak melampaui alokasi 1 (satu) tahun.

BAB IV PENYALURAN DAN HET PUPUK BERSUBSIDI Pasal 5 (1) Pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) terdiri atas pupuk an-organik dan pupuk organik yang diproduksi dan/atau diadakan oleh produsen pemegang rayon di Provinsi Bali. (2) Produsen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah PT. Pupuk Kalimantan Timur, PT. Petrokimia Gresik, PT.Pupuk Kujang dan PT. Pupuk Iskandar Muda. Pasal 6 (1) Pelaksanaan pengadaan pupuk bersubsidi sampai ke penyalur Lini IV dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian di penyalur Lini IV ke petani atau ke kelompok tani diatur sebagai berikut : a. penyaluran pupuk bersubsidi di tingkat penyalur Lini IV berdasarkan RDKK sesuai wilayah tanggungjawabnya; dan b. penyaluran pupuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a mempertimbangkan jumlah pupuk bersubsidi yang telah ditetapkan dalam Keputusan Gubernur yang dijabarkan dalam Keputusan Bupati/Walikota. (3) Untuk kelancaran penyaluran pupuk bersubsidi di penyalur Lini IV ke petani atau kelompoktani sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pendataan RDKK di wilayahnya, sebagai dasar pertimbangan dalam pengalokasian pupuk bersubsidi sesuai alokasi yang ditetapkan dalam Keputusan Gubernur. (4) Optimalisasi pemanfaatan pupuk bersubsidi di tingkat petani/kelompoktani dilakukan melalui pendampingan penerapan pemupukan berimbang spesifik lokasi oleh penyuluh. Pasal 7 (1) Kemasan pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) harus diberi label tambahan berwarna merah yang bertuliskan Pupuk Bersubsidi Pemerintah mudah dibaca dan Barang Dalam Pengawasan tidak mudah hilang/terhapus. (2) Penggantian kemasan pupuk akibat penambahan tulisan pada label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib segera dilaksanakan oleh produsen pupuk.

Pasal 8 (1) Penyalur di Lini IV yang ditunjuk harus menjual pupuk bersubsidi sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET). (2) Harga Eceran Tertinggi ( HET ) pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam kemasan 50 kg, 40 kg atau 20 kg yang dibeli oleh petani, pekebun, peternak, pembudidaya ikan dan/atau udang di penyalur lini IV secara tunai. (3) Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun dengan Keputusan Gubernur. Pasal 9 (1) Produsen sebagaimana dimaksud dalam pasal (5 ) ayat 2, distributor, dan penyalur di Lini IV wajib menjamin ketersediaan pupuk bersubsidi saat dibutuhkan petani, pekebun, peternak dan pembudidaya ikan dan/atau udang di wilayah tanggungjawabnya sesuai alokasi yang telah ditetapkan. (2) Untuk menjamin ketersediaan pupuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perlu dilakukan fleksibilitas penyaluran yang dilaksanakan melalui koordinasi dengan Dinas Pertanian setempat dan bagi daerah-daerah yang penyerapan pupuknya telah melebihi alokasinya, maka dapat dilakukan realokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. BAB V PENGAWASAN DAN PELAPORAN Pasal 10 (1) Gubernur membentuk Tim Pengawasan untuk melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penyediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini II sampai dengan Lini III. (2) Bupati/Walikota membentuk Tim Pengawasan terhadap penyediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari penyalur Lini IV sampai dengan tingkat petani. Pasal 11 Produsen melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penyediaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini I sampai penyalur Lini IV sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk sektor Pertanian.

Pasal 12 (1) Tim Pengawasan Pupuk dan Pestisida di Kabupaten/Kota wajib menyampaikan laporan pemantauan dan pengawasan pupuk bersubsidi di wilayah kerjanya kepada Bupati/Walikota. (2) Bupati/Walikota menyampaikan laporan hasil pemantauan dan pengawasan pupuk bersubsidi kepada Gubernur. (3) Tim Pengawasan Pupuk dan Pestisida di daerah wajib menyampaikan laporan hasil pemantauan dan pengawasan pupuk bersubsidi kepada Gubernur. (4) Gubernur menyampaikan laporan hasil pemantauan dan pengawasan pupuk bersubsidi kepada Menteri Pertanian. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 13 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Bali. Ditetapkan di Denpasar pada tanggal 12 Januari 2010 GUBERNUR BALI, Diundangkan di Denpasar pada tanggal 12 Januari 2010 MADE MANGKU PASTIKA SEKRETARIS DAERAH PROVINSI BALI I NYOMAN YASA BERITA DAERAH PROVINSI BALI TAHUN 2010 NOMOR 3