BAB I PENDAHULUAN. (Maryam, 2008). Secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki usia lanjut

dokumen-dokumen yang mirip
Keywords : factor analysis, sexual intercourse, elderly

PERUBAHAN PSIKOSOSIAL DAN SEKSUALITAS PADA LANSIA

KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER. By : Basyariah L, SST, MKes

BAB 1 PENDAHULUAN. usia harapan hidup penduduk. Semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk,

I. PENDAHULUAN. retrospektif ditetapkan sebagai saat menopause (Kuncara, 2008).

Ditandai dg penurunan kekuatan fisik & daya ingat Dibagi dlm 2 bagian :

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada pertemuan International Conference on Population

BAB I PENDAHULUAN. sudah mengalami kemunduran fungsi fisiologis organ tubuhnya (Wahyunita, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran (Kemenkes RI, 2014). Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan

PERSEPSI IBU MENOPAUSE TERHADAP AKTIVITAS SEKSUALITAS PADA MASA MENOPAUSE DI DESA JAGALAN KECAMATAN TAWANGMANGU KARANGANYAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Usia pertengahan (middle age) : usia tahun. 2. Lansia (ederly) : usia tahun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016.

BAB I PENDAHULUAN. biologis, psikologis dan sosial (Rudolph, 2014). Batas usia remaja menurut

BAB I PENDAHULUAN. wanita mengalami menopause. Namun tidak seperti menopause pada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. dan ini dapat dijadikan petunjuk terjadinya menopause. Ada 3 periode menopause,

KESEHATAN REPRODUKSI. Erwin Setyo Kriswanto PENDIDIKAN OLAHRAGA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jaringan lunak secara perlahan-lahan untuk memperbaiki diri maupun

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

Fase Penuaan KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA. Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun)

BAB I PENDAHULUAN. penyakit pada wanita lebih banyak dihubungkan dengan fungsi dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 2 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN TINGKAT KESEPIAN DENGAN AKTIVITAS SEKSUAL PADA LANSIA DI DESA BANJARHARJO KALIBAWANG KULON PROGO YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. No.13 tahun 1998 pasal 1 ayat 2 tentang kesejahteraan lanjut usia dinyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas atau disertai peningkatan resiko kematian yang. kebebasan (American Psychiatric Association, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di seluruh negara-negara industri stroke merupakan. problem kesehatan besar. Penyakit ini masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan seksual merupakan kebutuhan manusia sejalan dengan tingkat pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. berstruktur lanjut usia karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Data Demografi menunjukkan bahwa penduduk di dunia jumlah populasi remaja

BAB I PENDAHULUAN. Disfungsi seksual secara luas didefinisikan oleh DSM-IV sebagai

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB I PENDAHULUAN. Diagnosis menopause dibuat setelah terdapat amenorea sekurang kurangnya satu

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakan hal yang

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010).

BAB I. yang pasti dihadapi dan harus dilalui dalam perjalanan hidup normal. seorang wanita dan suatu proses alamiah. Berdasarkan hasil studi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi adalah kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, sosial dan

KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI

BAB I PENDAHULUAN. keluarnya hasil konsepsi dari dalam rahim. Kehamilan membawa perubahan

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

Ciri-ciri Seks Sekunder pada Masa Remaja

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI DENGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SEKSUAL WANITA MENOPAUSE DI DUSUN CANDI WINANGUN SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

I. PENDAHULUAN. Andropause merupakan sindrom pada pria separuh baya atau lansia dimana

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat agar dapat menerima pembentukan Norma Keluarga Kecil Bahagia. dan Sejahtera (NKKBS) (Manuaba, 2004).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

BAB 1 PENDAHULUAN. seksualnya sesuai dengan keinginan dan orientasi seksual yang dimilikinya (Lis Susanti,

BAB I PENDAHULUAN. dimulai dari masa anak-anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut. Setiap peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. mencapai usia 60 tahun ke atas. Lansia adalah seorang laki-laki atau

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Persepsi berasal dari bahasa lathin, persipere: menerima, perceptio:

BAB 1 PENDAHULUAN. besar perilaku seksual yaitu, Heteroseksual, Homoseksual dan Biseksual (Lis,

Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda. Jadi singkatnya Seks bisa disebut juga sebagai Jenis kelamin biologis.

BAB I PENDAHULUAN. oleh tiga faktor utama yaitu: kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan. Seseorang yang usia lanjut akan mengalami adanya perubahan yang. pada remaja, menstruasi dan menopause pada wanita

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas

HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SEKSUALITAS PADA LANSIA DI DUSUN COKROKONTENG SIDOARUM GODEAN SLEMAN YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup bangsa Indonesia diperkirakan mencapai 70 tahun

GIZI DAUR HIDUP: Gizi dan Reproduksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB I PENDAHULUAN. tetapi ada beberapa permasalahan seperti perkembangan seksual,

KECENDERUNGAN TERAPI SEKS MASA KINI (Merupakan Reaksi dan Kesadaran Baru ) Linda D. Schwoeri, Ph. D. G. pirooz Sholevar, M.D. Mark P. Combs, Ph.D.

SKRIPSI. Skripsi ini disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Melakukan Penelitian di Bidang Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh :

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masa remaja adalah suatu periode dalam hidup manusia. dimana terjadi transisi secara fisik dan psikologis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB I PENDAHULUAN. perawatan tubuh di berbagai kota besar, yang tergolong ke dalam perawatan

BAB I PENDAHULUAN. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama masa usia

Volume 4 No. 2, September 2013 ISSN : GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS VII TENTANG PERUBAHAN SEKS SEKUNDER DI SMP N 1 MAYONG JEPARA

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

Survey inkontinensia urin yang dilakukan oleh Departemen Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSU Dr. Soetomo tahun 2008 terhadap 793 pen

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang baik antara dirinya dan lingkungan (Kristiyani, 2001). Penyesuaian diri

perubahan-perubahan fisik itu (Sarwono, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. ketertarikan mereka terhadap makna dari seks (Hurlock, 1997). media cetak maupun elektronik yang berbau porno (Dianawati, 2006).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Surakarta cukup tinggi, yaitu pada bulan Januari-Juni 2012,

POLA KOMUNIKASI KELUARGA DAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI KELURAHAN PADANG BULAN MEDAN

Devita Zakirman Stikes Jend. A. Yani Cimahi

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penduduk Indonesia diproyeksikan dalam kurun waktu dua puluh lima tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. timbulnya ciri-ciri kelamin sekunder, dan berakhir jika sudah ada kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proses menua adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari, terus-menerus, dan berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh, sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan (Maryam, 2008). Secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki usia lanjut mengalami perubahan, dan sebagian besar perubahan itu terjadi ke arah yang memburuk/ mengalami penurunan, misalnya, organ reproduksi lebih cepat usang dibanding organ yang lain, perubahan penampilan, perubahan panca indra, perubahan seksual (Hurlock, 1999). Menurut Blanch dan Collier (1993) seksualitas adalah kenikmatan yang merupakan bentuk interaksi antara pikiran dan tubuh. Umumnya seksualitas melibatkan panca indra (aroma, rasa, penglihatan, pendengaran, sentuhan) dan otak (organ yang paling kuat terkait dalam seks dalam fungsi fantasi, antisipasi, memori, atau pengalaman). Tujuan seksualitas itu sendiri secara umum yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan manusia, sedangkan tujuan seksualitas secara khusus, yaitu prokresi (menciptakan atau meneruskan keturunan) dan rekreasi (memperoleh kenikmatan biologis/ seksual) (Kusmiran, 2011). Seks berarti jenis kelamin. Segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin disebut dengan seksualitas. Menurut Masters, Jonshon, dan Kolodny (1992), seksualitas menyangkut berbagai dimensi, diantaranya adalah dimensi biologis, psikologis, sosial dan kultur. Berdasarkan perspektif biologis (fisik), seksualitas berkaitan dengan anatomi dan fungsional alat reproduksi serta dampaknya bagi kehidupan fisik atau biologis manusia. Berdasarkan dimensi psikologis, seksualitas berhubungan erat dengan bagaimana manusia menjalani fungsi seksual

dan psikologis dalam kehidupan manusia. Dampak sosial melihat bagaimana seksualitas mensosialisasikan peran dan fungsi seksualitas dalam kehidupan manusia. Dan dimensi kultur dan moral menunjukkan bagaimana nilai-nilai budaya dan moral mempunyai penilaian terhadap seksualitas yang berbeda dengan negara barat (Kusmiran, 2011). Pada usia lanjut maka daya kemampuan seksual baik pada wanita maupun pada pria mengalami kemunduran, namun tidaklah berarti bahwa kenikmatan seks hilang sama sekali, hanya membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai orgasme, sedangkan orgasmenya sendiri berlangsung lebih pendek (Hurlock, 1999). Menurut Darmojo dan Martono, pada usia lanjut terdapat dua faktor yang mempengaruhi aktivitas seksual, yang dapat dibagi menjadi faktor internal, yaitu faktor fisik, penyakit dan psikologis (kesepian/ duka cita, depresi) serta faktor eksternal yang datangnya dari kebudayaan dan obat-obatan. Faktor fisik menyangkut faktor hormonal, biasanya pada pria lanjut usia terjadi penurunan sirkulasi hormon testosteron, membutuhkan waktu lebih lama untuk ereksi dan ejakulasi, membutuhkan stimulasi manual yang lebih banyak (Oktaviani, 2010). Sedangkan pada wanita menurut Hawton (1993) pengaruh utama seksualitas dihubungkan dengan perubahan yang terjadi pada saat menopause, terjadi perubahan stimulasi sensori dan aliran darah akibat penurunan hormon estrogen, vagina menjadi kurang fleksibel dan mungkin membutuhkan pelumas buatan (Papalia, 2008). Faktor psikologis yang menyebabkan fungsi dan potensi seksualitas pada lanjut usia menurun meliputi rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksualitas pada lanjut usia, kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupan dan masalah kesehatan jiwa yang mungkin muncul. Menurut Pangkahila (2008) faktor psikologis yang menghambat fungsi seksualitas pada usia lanjut, meliputi perasaan jemu dengan situasi seharihari, khususnya dalam hubungan dengan pasangan, perasaan kehilangan kemampuan seksualitas

dan daya tarik, perasaan kesepian, dan perasaan takut dianggap tidak wajar bila masih aktif melakukan hubungan seksualitas (Ropei, 2010). Perubahan psikologis dalam seksualitas ini tidak mengandung arti bahwa dalam keadaan normal orang tengah baya atau lanjut usia tidak dapat menikmati hubungan seks lagi. Dalam hal ini kebudayaan masyarakat ikut mempengaruhi, begitu pula faktor kesehatan juga menentukan. Pandangan bahwa hubungan seks pada usia lanjut tidak terpuji ataupun dapat menimbulkan penyakit perlu dihilangi lebih dulu, khususnya di Indonesia (Monks, 2004). Menurut Warsono (2010) yang mengutip pendapat Tamher, tingkat pendidikan juga merupakan hal terpenting dalam menghadapi masalah. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin banyak pengalaman hidup yang dilaluinya, sehingga akan lebih siap dalam menghadapi masalah yang terjadi. Sedangkan menurut Papalia (2008), halangan utama mereka untuk memenuhi kehidupan seksual adalah kecenderungan ketiadaan pasangan. Pria sehat yang lebih aktif secara seksual dapat terus melakukan beberapa bentuk ekspresi seksual aktif pada usia lanjut. Fungsi terpenting dalam mempertahankan seksual adalah aktivitas seksual yang konsisten dari tahun ke tahun (Papalia, 2008). Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) naluri seks dalam tubuh pria lebih nyata dan lebih kuat perangsangan dapat timbul secara tidak disadari pada tubuh dan perasaan, sehingga terjadilah hal-hal yang tidak diinginkan seperti banyak pria lansia melakukan pelecehan seksual yaitu melakukan hubungan seksual dengan anak kecil sebanyak 55% yang menyangkut rendahnya frekuensi hubungan seksual di usia lanjut, persoalannya lebih terletak pada turunnya minat seksual istri (Oktaviani, 2010). Menurut hasil penelitian Warsono (2010) tentang hubungan karakteristik usia lanjut dengan pemenuhan kebutuhan seksualitas usia lanjut di Kelurahan Karangroto Kecamatan

Genuk Kota Semarang sebagian besar mengatakan bahwa lansia dalam pemenuhan kebutuhan seksualnya mengalami penurunan, semua itu dipengaruhi oleh keadaan fisiknya, dan faktorfaktor lain. Berdasarkan Database Usila Puskesmas Tanah Luas tahun 2012, wilayah kerja Puskesmas Tanah Luas mempunyai jumlah lansia berusia > 60 tahun sebanyak 1200 orang dengan rata-rata kunjungan lansia ke puskesmas adalah 400 orang. Dari survei awal penelitian melalui wawancara yang dilakukan pada tanggal 3 September 2012 di Puskesmas Tanah Luas kepada 7 orang lansia menunjukkan bahwa 4 responden yang berusia 60-63 tahun (1 laki-laki, dan 3 perempuan) mengatakan bahwa hubungan seksual pada usia lanjut tidak perlu dan malu terhadap cucu, dan 2 responden mengakui bahwasanya pihak wanita menolak dengan alasan sudah tua sehingga mereka cenderung untuk bersama cucu, sedangkan 1 responden mengakui faktor kesehatan. Oleh karena banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan seksual pada lansia maka perlu dilakukan analisis dengan menggunakan analisis faktor. Analisis faktor merupakan salah satu teknik analisis multivariat yang dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan pemecahan masalah-masalah yang membutuhkan pengkajian secara menyeluruh terhadap suatu hal yang dipelajari. Proses analisis faktor mencoba menemukan hubungan antar sejumlah variabel-variabel yang saling independen satu dengan yang lain, sehingga dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal (Santoso, 2005). Maka berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Analisis Faktor yang Memengaruhi Hubungan Seksual Lanjut Usia (Lansia) Wanita di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Luas Kabupaten Aceh Utara Tahun 2013.

1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah karena banyaknya faktor yang mempengaruhi hubungan seksual pada lanjut usia (lansia), maka perlu diringkas faktor mana saja yang mempengaruhi hubungan seksual pada lanjut usia (lansia) dengan cara/ menggunakan metoda analisis faktor. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk meringkas beberapa variabel menjadi beberapa faktor yang mempengaruhi hubungan seksual pada lanjut usia (lansia) dengan metoda analisis faktor di wilayah kerja puskesmas tanah luas kabupaten Aceh Utara tahun 2013. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk memilih variabel-variabel dominan yang mempengaruhi hubungan seksual pada lansia yang dimasukkan dalam analisis faktor. 2. Untuk mengelompokkan variabel faktor yang mempengaruhi hubungan seksual pada lansia menjadi satu atau beberapa faktor. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Lanjut usia Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan wawasan bagi para lanjut usia sehingga terbentuknya sikap yang positif terhadap seksualitas guna menjaga keharmonisan rumah tangga.

2. Bagi Puskesmas Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan kepada pihak Puskesmas sebagai dasar untuk membuat suatu kebijakan terkait faktor-faktor yang memengaruhi hubungan seksual pada lanjut usia, guna meningkatkan pengetahuan lansia. 3. Bagi Peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan perbandingan serta data awal bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian yang berhubungan dengan masalah yang sama.