BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tujuan pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak sejak pembuahan sampai dengan usia dewasa muda. Di masa tumbuh kembang ini, pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti perawatan dan makanan bergizi yang diberikan dengan penuh kasih sayang dapat membentuk SDM yang sehat, cerdas dan produktif (Radiansyah, 2007). Salah satu upaya cukup penting terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah upaya peningkatan status gizi masyarakat. Status gizi masyarakat merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas hidup dan produktifitas kerja. Angka kematian yang tinggi pada bayi, anak balita, ibu melahirkan dan menurunnya daya fisik kerja, terganggunya perkembangan mental dan kecerdasan jika ditelusuri adalah akibat langsung maupun tidak langsung dari kekurangan gizi (Supariasa, 2002). Setiap keluarga mempunyai masalah gizi berbeda-beda tergantung pada tingkat sosial ekonominya. Pada tahun 2009 secara resmi Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) diterima masyarakat, sesuai dengan Undang- Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 yang menyebutkan secara eksplisit "Gizi Seimbang" dalam program perbaikan gizi (Koalisi Fortifikasi Indonesia, 2011). Indonesia kini resmi menggunakan PUGS untuk
menyiapkan pola hidup sehat masyarakat Indonesia dalam menghadapi beban ganda masalah gizi yaitu ketika kekurangan dan kelebihan gizi secara bersamaan. PUGS memperhatikan empat prinsip yaitu: variasi makanan, pentingnya pola hidup bersih, pentingnya pola hidup aktif dan olahraga dan memantau berat badan ideal (Wahyuningsih, 2011). Namun demikian disadari, pola dan kebiasaan makan sebagian besar penduduk masih jauh dari baik oleh karena banyak faktor. Dengan hasil bebagai penelitian diketahui bahwa masalah gizi masyarakat (baik kekurangan maupun kelebihan gizi) bukan semata-mata masalah kedokteran atau kesehatan. Masalah gizi masyarakat ternyata berkaitan erat dengan masalah ekonomi, pertanian, pendidikan dan politik (Soekirman, 2000). Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) yang dilakukan selama ini dititikberatkan pada penggunaan pesan-pesan gizi sederhana melalui kegiatan yang dapat dilakukan masyarakat sendiri. Upaya yang langsung ke masyarakat yang beresiko tinggi menderita masalah status gizi (terutama anak balita) berupa pelayanan dasar gizi, kesehatan dan pendidikan. Pelayanan dasar bagi anak balita (12-60 bulan) terutama ditunjukkan utuk menjaga pertumbuhan potensial (berat badan dan tinggi badan) anak sejak lahir dapat berlangsung normal, demikian juga daya tahannya terhadap penyakit. Untuk itu pelayanan dasar bagi anak balita meliputi pemberian imunisasi, pendidikan dan penyuluhan gizi ibu, pemantauan berat badan anak secara teratur, pemberian suplemen zat gizi, menciptakan lingkungan yang bersih, penyediaan fasilitas stimulasi perkembangan mental dan kecerdasan,
penyediaan oralit untuk mengurangi bahaya penyakit diare (Soekirman, 2000). Masalah gizi pada hakekatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan pendekatan dan pelayanan kesehatan saja. Terdapat banyak faktor penyebab timbulnya masalah gizi, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait (Supariasa, 2002). Salah satu faktornya adalah kesadaran tentang pentingnya gizi, hal ini dipengaruhi oleh tingat pendidikan, sosial budaya serta keadaan lingkungan termasuk perilaku. Kurangnya kesadaran gizi pada berbagai golongan masyarakat merupakan penyebab utama kurang gizi. Hal ini disebabkan belum dipahami arti gizi untuk kehidupan, sehingga dalam hidupnya mereka belum mengupayakan pangan yang bergizi. Selain itu masih banyak dijumpai perilaku yang kurang mendukung serta rendahnya taraf pendidikan masyarakat (Mardiana, 2006). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2011 menunjukkan Provinsi Sumatera Utara memiliki prevalensi atau angka kejadian gizi buruk sebesar 7,8% dan gizi kurang 13,5%. Dari berbagai wilayah di Provinsi Sumatera Utara, kasus gizi buruk dan gizi kurang yang paling banyak ditemukan di Kabupaten Nias. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2009 mencatat lima Kabupaten mengalami kasus balita dengan gizi buruk adalah Nias Utara
(13,3 persen), Nias Selatan (10,1 persen), Tapanuli Selatan (5,9 persen), Mandailing Natal (5,2 persen), dan Serdang Bedagai (5,2 persen). Berdasarkan data diatas, peneliti tertarik untuk meneliti faktorfaktor yang mempengaruhi status gizi balita di Kecamatan Afulu Kabupaten Nias Utara. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan fakta-fakta diatas sehingga peneliti tertarik untuk meneliti tentang gambaran status gizi balita dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di wilayah Kecamatan Afulu Kabupaten Nias Utara 1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah maka timbul pertanyaan peneliti tentang bagaimana status gizi balita dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di wilayah Kecamatan Afulu Kabupaten Nias Utara 1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan umum Mengetahui status gizi balita dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di wilayah Kecamatan Afulu Kabupaten Nias Utara. 1.4.2. Tujuan khusus a. Mengetahui status gizi balita berdasarkan rasio berat badan dan tinggi badan b. Menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita.
1.5. Manfaat penelitiaan Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi beberapa pihak antara lain: 1.5.1. Pendidikan keperawatan Dihapkan dapat mengetahui aplika teori dengan kondisi di masyarakat tentang faktor yang mempengaruhi status gizi balita dan dapat dipergunakan untuk menambah sumber kepustakaan sebagai bahan bacaan. 1.5.2. Pelayanan keperawatan Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan dalam mengarahkan masyarakat dalam mengatasi tentang permasalahan gizi pada balita dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. 1.5.3. Bagi penelitian keperawatan Diharapkan menjadi pengalaman belajar serta menambah wawasan dalam melakukan penelitian dalam bidang keperawatan dan dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari institusi dengan keadaan yang ada di masyarakat dan dapat digunakan sebagai bahan pustaka untuk penelitian selanjutnya.